Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi ISPA


Infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari
saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah, pleura), dengan gejala demam atau demam ≥38°C, dan batuk tidak lebih dari
10 hari sejak timbul gejala dan memerlukan perawatan rumah sakit.6
ISPA akibat polusi adalah ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara
seperti asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana transportasi
dan industri, kebakaran hutan dan lain lain.6
ISPA bagian atas adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut bagian atas mulai dari
hidung sampai epiglottis.6

II.2 Definisi Pneumonia


Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Pneumonia Balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan atau kesukaran bernapas
seperti napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), atau
gambaran radiologi foto thorax/dada menunjukkan infiltrat paru akut. Demam bukan
merupakan gejala yang spesifik pada Balita. Dalam penatalaksanaan pencegahan dan
pengendalian ISPA semua bentuk pneumonia seperti bronkopneumonia, bronkiolitis
disebut “pneumonia” saja.6

II.3 Faktor Risiko ISPA


1. Umur
Bayi dan anak balita memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna
dan saluran udara yang sempit adalah kelompok yang sangat beresiko tinggi
untuk terserang pneumonia dari pada individu remaja dan dewasa.4,7

5
Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada
anak berumur di bawah 3 tahun dan kemudian terbanyak terjadi pada bayi yang
berusia kurang dari 2 bulan.4
Faktor umur merupakan salah satu faktor determinan untuk menyebabkan
kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. 4
2. Jenis Kelamin
Anak laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk terserang pneumonia
dibandingkan dengan perempuan. 4,7
3. Status Gizi
Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi,
demikian juga sebaliknya. Balita merupakan kelompok rentan terhadap
berbagai masalah kesehatan sehingga apabila kekurangan gizi maka akan
sangat mudah terserang infeksi salah satunya pneumonia. 3,4,7
4. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang beratnya kurang atau sama dengan
2500 gram saat lahir. Bayi dengan berat badan lahir rendah akan meningkatkan
resiko kesakitan dan kematian bayi termasuk infeksi saluran pernapasan bagian
bawah.3,4,7
5. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pemberian ASI selama 4-6 bulan pertama sejak lahir ternyata mampu
menurunkan insidensi pneumonia jika dibandingkan dengan pemberian susu
formula. Bayi usia 0-5 bulan yang tidak diberi ASI beresiko 5 kali
kemungkinan meninggal karena pneumonia dibandingkan dengan bayi yang
diberi ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian yang
dilakukan 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa ASI kaya akan faktor antibodi
untuk melawan infeksi bakteri dan virus. Penelitian di negara berkembang
menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran pernapasan
berat.3,4,7

6
6. Status Imunisasi
Faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya peningkatan insidens dan
kematian pneumonia pada bayi dan anak balita yaitu imunisasi yang tidak
memadai atau tidak lengkap. Anak yang belum pernah mendapat imunisasi
campak mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kematian pada bayi dan
balita yang sedang menderita pneumonia.3,4,7,8
7. Pencemaran Udara dalam Ruangan
Pengaruh lingkungan dalam rumah terhadap kegiatan sehari-hari tidaklah
terjadi secara langsung. Lingkungan yang kelihatannya tidak memiliki potensi
bahaya ternyata dapat menimbulkan gangguan kesehatan penghuninya.
Disamping itu asap rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar juga
menjadi salah satu faktor risiko pneumonia. Hal ini dapat diperburuk apabila
ventilasi rumah kurang baik dan dapur menyatu dengan ruang keluarga atau
kamar.3,4,7

II.4 Diagnosis Pneumonia


Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat
dan pneumonia sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan
klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika seorang
balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka
diagnosis penyakitnya adalah: batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis,
otitis atau penyakit ISPA non-pneumonia lainnya.6,9
Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai oleh Program P2
ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran
bernapas disertai peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai umur. Adanya
napas cepat (fast breathing) ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi
pernapasan. 6,9

7
Tabel 1 Frekuensi Napas Sesuai Umur
No Umur Nafas Normal Nafas Cepat (takipnea)
1 0 – 2 bulan 30 – 50 x / menit 60 x / menit
2 2 – 12 bulan 25 – 40 x / menit 50 x / menit
3 1 – 5 tahun 20 – 30 x / menit 40 / menit

Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran


bernapas disertai napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam
(chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat
pada dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) .6,9

II.5 Tatalaksana Pneumonia


1. Klasifikasi Balita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas :
Klasifikasi penderita pneumonia Balita dikelompokan berdasarkan golongan umur
sebagai berikut :
a. Umur < 2 bulan klasifikasinya bila tidak ada TTDK dan Napas Cepat hanya
Batuk Bukan Pneumonia saja. Untuk tindakan rujuk segera pada anak < 2 bulan
bila ada tanda bahaya di masuk katagori penyakit sangat berbahaya
b. Umur 2 bulan sampai 59 bulan klasifikasi ada tiga pembagian yaitu Pneumonia
Berat, Pneumonia dan batuk Bukan Pneumonia. Bila ada indikasi salah satu
tanda bahaya masukan ke pada katagori penyakit sangat berat
2. Tatalaksana Penderita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur < 2 Bulan
TANDA BAHAYA UMUR < 2 BULAN
a) Napas cepat (≥ 60 kali/menit) atau
b) Napas lambat ≤ 30 kali/menit) atau
c) TDDK
d) Kurang bisa Minum
e) Kejang

8
f) Kesadaran menurun
g) Stridor
h) Wheezing
i) Tangan dan Kaki teraba dingin
j) Tanda gizi buruk
k) Demam
Anak umur < 2 bulan yang mempunyai salah satu tanda bahaya diatas, dikelompokan
pada PENYAKIT SANGAT BERAT dan perlu tindakan segera rujuk → untuk
tindakan rujukan harus ditentukan diagnosa terlebih dahulu oleh dokter. Bila anak
umur < 2 bulan tidak ditemukan tanda bahaya maka anak masuk klasifikasi ISPA:
BATUK BUKAN PNEUMONIA.
3. Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2 Bulan – 59 Bulan
TANDA BAHAYA UMUR 2 – 59 BULAN
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
f) Tampak biru (sianosis)
g) Ujung tangan dan kaki pucat dan dingin
Tabel 2 Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2 –
59 Bulan
Umur 2 – 59 Bulan
Tanda - Tarikan Dinding Napas cepat - Tidak ada tarikan
Dada ke Dalam Batas napas cepat: dinding dada ke
(TDDK) atau - 2 - <12 bulan : dalam
- Saturasi oksigen ≥ 50x/menit - Tidak ada napas
<90% - 12-59 bulan : cepat
≥ 40x/menit

9
Klasifikasi Pneumonia Berat Pneumonia Bukan Pneumonia
Tindakan - Beri Oksigen 2-3 - Berikan - Beri pelega
lpm Amoxicillin oral tenggorokan dan
- Beri dosis pertama dosis tinggi 2 kali pelega batuk yang
antibiotik yang per hari untuk 3 aman
sesuai hari - Apabila batuk >14
- Rujuk segera ke - Beri pelega hari  rujuk
RS tenggorokan dan - Apabila wheezing
- Obati wheezing pereda batuk yang berulang  rujuk
bila ada aman - Nasihati kapan
- Apabila batuk >14 kembali segera
hari  rujuk - Kunjungan ulang
- Apabila wheezing dalam 5 hari bila
berulang  rujuk tidak ada
- Nasihati kapan perbaikan
kembali segera - Obati wheezing
- Kunjungan ulang bila ada
dalam 2 hari
- Obati wheezing
bila ada
Kunjungan ulang
Nilai kembali dalam 2 hari kondisi anak yang mendapat antibiotok
Kondisi Memburuk Tetap sama Membaik
Tanda - Ada tanda bahaya Masih terlihat napas - Napas terlihat
- Ada TDDK cepat normal
- Tidak ada tanda
bahaya
Tindakan Rujuk segera ke Gani antibiotik - Habiskan
Sarana kesehatan antibiotik
- Beri makanan
bergizi

10
II.6 Manajemen Pelaksanaan Pemberantasan ISPA
II.6.1 Peran Jajaran Kesehatan
1. Peran Puskesmas4
 Melakukan kegiatan penyuluhan/KIE di Puskesmas dan di masyarakat.
 Melatih kader kesehatan, desa siaga dan posyandu dalam mengenal
tanda-tanda pneumonia, pemberitahuan dan upaya pencegahannya.
 Mendeteksi dini kasus-kasus pneumonia.
 Melakukan tatalaksana kasus pneumonia sedini mungkin.
 Merujuk kasus pneumonia berat ke rumah sakit.
 Membantu dinas kesehatan kabupaten/kota dalam kegiatan surveilans
dan observasi kontak kasus klaster pneumonia.
 Melakukan pencatatan dan pelaporan bulanan.
 Menyebarluaskan data atau informasi melalui forum koordinasi di
kecamatan, lokakarya di puskesmas dan pemangku kepentingan
lainnya.
 Melakukan evaluasi berkala pencapaian kinerja, dan pemecahan
masalah yang dihadapi.
 Menggunakan data tersebut untuk perencanaan program P2 ISPA di
Puskesmas.
2. Peran Rumah Sakit4
 Mendeteksi dini kasus-kasus pneumonia
 Melakukan tatalaksana kasus pneumonia berat sesuai standar.
 Melakukan sosialisasi kepada para perawat dan dokter dalam
tatalaksana kasus standar.
 Menyampaikan laporan bulanan ke dinas kesehatan setempat.
3. Peran Dinas Kesehatan4
 Menyelenggarakan pelatihan dan atau sosialisasi bagi petugas
kesehatan (paramedis, dokter) di Puskesmas dan unit pelayanan
kesehatan primer lainnya.

11
 Menyelenggarakan pelatihan pengelola manajemen program.
 Peningkatan Tim Gerak Cepat (TGC) kabupaten/kota.
 Bekerja sama dengan dinas terkait setempat untuk penyelidikan faktor
risiko dan penanggulangan faktor risiko.
 Melakukan supervisi dan bimbingan teknis ke puskesmas dan UPK
lainnya.
 Mengumpulkan data, menganalisis dan menginterpretasi data serta
mengambil tindakan atau keputusan berdasarkan data tersebut.
 Memberikan umpan balik pelaporan dan pencapaian kinerja kepada
UPK.
 Menyelenggarakan evaluasi tahunan.
 Menyusun rencana operasional tahunan P2 ISPA

II.6.2 Peran Masyarakat 3


1. Mengetahui dan mewaspadai (mengenal) bahaya pneumonia, influenza, gejala,
cara penularan, dan pencegahannya.
2. Melaksanakan perilaku hidup sehat dan bersih yang dapat mencegah
tertularnya berbagai penyakit termasuk pneumonia dan influenza pandemi.
3. Melaporkan bila ada kecurigaan kasus pneumonia yang terjadi di
lingkungannya kepada RT/RW.
Segera bertindak untuk mencari pertolongan bila menemukan penderita
pneumonia dan kasus influenza berat ke saran pelayanan kesehatan terdekat
(puskesmas dan rumah sakit).

12

Anda mungkin juga menyukai