Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

INVESTIGASI WABAH DIFTERI

Disusun oleh :
Mega Mulya Dwi Fitriyani 1620221191

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
PERIODE 06 AGUSTUS – 29 SEPTEMBER 2018
I. PENDAHULUAN
Difteri adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphteriae. Difteri merupakan satu penyakit menular dan sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di beberapa wilayah1. Semua umur dapat
terkena difteri tetapi kebanyakan menyerang anak-anak yang tidak dimunisasi2.
Pada tahun 2014, jumlah kasus difteri di Indonesia menempati urutan ketiga
terbanyak di dunia setelah India dan Nepal dengan 421 kasus hingga bulan November.
Jumlah Kasus penyakit Difteri di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2010
hingga tahun 2012, dan mengalami penurunan pada tahun 2013 dan 2014. Pada tahun
2010 kasus difteri di Indonesia adalah 432 kasus, naik menjadi 806 kaus pada tahun
2011, dan naik menjadi 1192 kasus pada tahun 2012. Pada tahun 2013 jumlah kasus
turun menjadi 475 dan hingga November 2014 turun menjadi 421 kasus3. Kasus
penyakit difteri di Jawa Timur merupakan kasus difteri terbanyak di Indonesia. Dalam
lima tahun terakhir jumlah penderita difteri meningkat dari tahun 2010 hingga 2012
yakni 304 kasus pada tahun 2010, 665 kasus pada tahun 2011, 955 kasus pada tahun
2012. Kemudian tren penyakit difteri cenderung turun. Pada tahun 2013 menjadi 653
kasus, 442 kasus pada tahun 2014 dan 37 pada tahun 2015 hingga bulan Maret4.
Pada tahun 2012 teridentifikasi sebanyak 6 kasus difteri, 2013 terjadi 2 kasus, dan
tahun 2014 sebanyak 6 kasus. Laporan W1 KLB difteri dari Dinas kesehatan
Kabupaten Ngawi diterima oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada tanggal
23-24 April 2015. Berdasarkan laporan W1 diketahui bahwa terdapat dua lokasi kasus
difteri yaitu di wilayah Puskesmas Geneng satu kasus dan Puskesmas Karangjati dua
kasus4. Satu kasus difteri (probable atau konfirmasi) adalah KLB dan setiap KLB harus
ditanggulangi untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, dan penularan5.

II. TUJUAN
Tujuan Umum: Untuk Memperoleh Gambaran Epidemiologi KLB Difteri dan
Penanggulangannya serta pencegahan terjadinya kembali KLB serupa dimasa akan
datang.
Tujuan Khusus:
a. Untuk memastikan terjadinya KLB Difteri
b. Mengetahui penyebab terjadinya KLB
c. Mendapatkan gambaran epidemiologi kejadian penyakit tersebut, berdasarkan
waktu, tempat dan orang
d. Mengetahui besaran masalah KLB di lokasi
e. Melakukan penyelidikan dan penanggulangan di lokasi kejadian
Memberikan rekomendasi upaya pencegahan dan penanggulangan KLB Difteri

III. LANGKAH – LANGKAH INVESTIGASI


1. Persiapan investigasi di lapangan
Pada tahap ini harus dipersiapkan 3 kategori:
a. Persiapan investigasi
Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan:6,7
- pengetahuan tentang berbagai penyakit yang potensial menjadi KLB/
wabah
- pengetahuan tentang dan ketrampilan melakukan investigasi lapangan,
termasuk pengetahuan & teknik pengumpulan data dan manajemen
spesimen
- pengetahuan dan ketrampilan melakukan analisis data dengan komputer
- dukungan tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai
- material dan instrumen investigasi, seperti kuesioner, bahan/ sediaan
spesimen dan tes laboratorium
DIFTERI8
- Definisi : Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat
dicegah dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif
Corynebacterium diptheriae strain toksin. Penyakit ini ditandai dengan
adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa
faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit8.
- Etiologi: Corynebacterium diptheriae
- Sumber penularan : Manusia (penderita/carier)
- Masa inkubasi : 2 – 5 hari
- Cara penularan : Kontak dengan penderita pada masa inkubasi, kontak
dengan carrier, melalui pernafasan (droplet infection, muntahan, luka
(difteri kulit)- Mencemari tanah sekitarnya
- Masa penularan : Dari penderita : 2 – 4 minggu (sejak masa inkubasi)
, Dari Carrier bisa sampai 6 bulan
- Klasifikasi :
1. Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus suspek Difteri dengan
hasil kultur positif dan atau PCR positif yang telah dikonfirmasi dengan
Elek test
2. Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah kasus yang
memenuhi kriteria suspek Difteri dan mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium.
3. Kasus kompatibel klinis adalah kasus yang memenuhi kriteria suspek
Difteri namun tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus
konfirmasi laboratorium (butir 1 di atas) maupun kasus konfirmasi
hubungan epidemiologi (butir 2 di atas).
- Tatalaksana :
Difteri Laring/Faring/Tonsil
– Diisolasi
– Anti toksin: ADS (test sensitivitas lebih dulu)
– Terapi Curative selama 14 hari:
• Eritromysin 40 - 50 mg/kgbb/hr mak 2 g/hr
• Atau PP-G 25rb – 50rb U/kgbb/hr max 1.2 jt dibagi dalam 2 dosis
– Suportif
Difteria kulit : cleansing dan terapi antimikrobial 10 hari
b. Persiapan administrasi
Dalam kategori ini tim kesehatan harus mempersiapkan aspek administratif
dari investigasi seperti: penyediaan perijinan, surat-surat atau dokumen
formal/ legal dalam melakukan investigasi, penyediaan dana yang memadai,
transportasi yang dapat diandalkan, kerapian dalam dokumentasi,
pembagian tugas dan koordinasi dalam tim kesehatan, dll.
c. Persiapan konsultasi
Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan posisi tim kesehatan dalam
proses investigasi. Sebelum melakukan investigasi harus jelas, apakah tim
kesehatan memiliki peran langsung memimpin investigasi, atau hanya mitra
dari pejabat/ petugas kesehatan setempat (misalnya staf dinas kesehatan
setempat), atau berperan memberikan bantuan konsultasi terhadap pejabat/
petugas lokal. Mengenal dan menjalin kerjasama dengan petugas/ staf /
kontak lokal serta otoritas setempat adalah sangat penting.

2. Memastikan adanya wabah / konfirmasi kejadian wabah10


Laporan W1 KLB difteri dari Dinas kesehatan Kabupaten Ngawi
diterima oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada tanggal 23-24 April
2015. Berdasarkan laporan W1 diketahui bahwa terdapat dua lokasi kasus
difteri yaitu di wilayah Puskesmas Geneng satu kasus dan Puskesmas
Karangjati dua kasus4. Satu kasus difteri (probable atau konfirmasi) adalah
KLB dan setiap KLB harus ditanggulangi untuk menurunkan angka kesakitan,
kematian, dan penularan5.
Berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Imunisasi dan Surveilans
Difteri dalam Rangka Penaggulangan KLB Difteri dinyatakan bahwa satu
kasus difteri (probable atau konfimasi) adalah KLB.5 Oleh karena itu telah
terjadi KLB Difteri di Kecamatan Geneng dan Karang Jati Kabupaten Ngawi.

3. Memastikan diagnosis
Berdasarkan definisi operasional diagnosis difteri, ketiga kasus difteri
merupakan kasus probable dengan gejala nyeri telan, demam, dan
pseudomembrane. Ringkasan informasi pasien beserta gejala dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Gejala difteri pada pasien di Kabupaten Ngawi10


Umur Gejala Klinis
Klasifikasi
Nyeri Pseudo kasus
Nama L P Demam Telan membrane Bullneck Stridor probable

Difteri
Pasien I 13 - x x x - - faring

Difteri
Pasien II - 18 x x x - - faring

Difteri
Pasien III 3 - x x x x - tonsil

4. a. Penentuan definisi kasus


 Suspek Difteri adalah orang dengan gejala faringintis, tonsilitis, laringitis,
trakeitis, atau kombinasinya disertai demam tidak tinggi dan adanya
pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas, mudah berdarah
apabila dilepas atau dilakukan manipulasi 2.
 Probable Difteri adalah orang dengan suspek Difteri ditambah dengan
salah satu gejala berikut:
o Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu)
o Imunisasi tidak lengkap, termasuk belum dilakukan booster.
o Berada di daerah endemis Difteri.
o Stridor, Bullneck.
o Pendarahan submukosa atau petechiae pada kulit.
o Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut.
o Myocarditis.
o Meninggal.
 Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus suspek Difteri dengan hasil
kultur positif Corynebacterium diphtheriae strain toxigenic atau PCR
(Polymerase Chain Reaction) positif Corynebacterium diphtheriae yang
telah dikonfirmasi dengan Elek test.
 Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah kasus yang memenuhi
kriteria suspek Difteri dan mempunyai hubungan epidemiologi dengan
kasus konfirmasi laboratorium.
 Kasus kompatibel klinis adalah kasus yang memenuhi kriteria suspek
Difteri namun tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus
konfirmasi laboratorium (butir 1 di atas) maupun kasus konfirmasi
hubungan epidemiologi (butir 2 di atas)
 Kasus kontak adalah orang serumah, teman bermain, teman sekolah,
termasuk guru dan teman kerja yang kontak erat dengan kasus.
 Kasus carrier adalah orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif Corynebacterium
diphteriae.
b. Identifikasi dan penghitungan kasus
Identifikasi Kasus
Kasus Difteri di Kabupaten Ngawi pada Maret-April 2015 berjumlah 3
kasus dan ditunjukkan oleh Tabel 3.
Tabel 3. Kasus difteri di Kabupaten Ngawi periode maret-april tahun
2015

Nama Alama Tangga Tanda / Imunis Diagno Jumlah Treatme Outco


t l mulai gejala asi sis kontak nt me
sakit yang
diprofila
ksis
Pasien I Desa 09/04/2 Nyeri Lengka Difteri 2 orang Profilak Sembu
X 015 telan, p Pharyn sis h
panas, (ingata x (lab-)
pseudom n orang
embran tua
Pasien Desa 21/04/2 Nyeri Lengka Difteri 6 orang Profilak Sembu
II Y 015 telan, p Pharyn sis h
sakit (ingata x (lab-)
perut, n orang
batuk, tua
pseudom
embran
Pasien Desa 21/04/2 Nyeri Lengka Tonsilit 5 orang Profilak Sembu
III Z 015 telan, p is (lab sis h
pseudom (ingata belum
embran, n orang keluar)
bullneck tua

Kronologis Kejadian
1) Kasus di Desa X (Pasien I /13 tahun)
Kronologis kasus Pasien I yaituPasien mulai panas dan merasa nyeri telan
pada tanggal 9 April 2015. Pasien I berobat ke Bidan Desa X pada tanggal 10
April 2015 dan dicurigai sebagai suspek difteri. Pasien I dirujuk ke Dokter
Praktik Swasta pada tanggal 11 April 2015 dan ditetapkan sebagai suspek difteri
sehingga langsung dilaporkan ke Dinkes Kabupaten Ngawi melalui form Diph-
1 dan segera diberikan eritromicyn. Pada saat itu eritromycin stoknya habis di
puskesmas sehingga keluarga harus beli di apotik. Profilaksis juga diberikan
pada keluarga Pasien I dan diminum tuntas hingga habis, dengan dosis 4x1 tablet
500mg selama 7 hari disertai dengan paracetamol.
Pasien I tidak diopname di RS dan dirawat di rumahnya. Swab yang diambil
selain dari Pasien I adalah orang tua Pasien I. Selama sebelum dan sesudah sakit,
Pasien I biasa jalan- jalan ke jalan utama yakni jalan Caruban – Ngawi- Sragen.
Kemudian dilakukan penyelidikan epidemiologi pada tanggal 13 April 2015
oleh Tim dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Imunisasi lengkap berdasarkan
ingatan orang tua dan keadaan akhir sembuh.

2) Kasus di Desa Y (Pasien II/18 tahun)


Kronologis kasus Pasien II yaitu Pasien II menderita panas, pusing, nyeri
telan, sakit perut dan batuk pada tanggal 21 April 2015, sehingga pada hari itu
berobat ke Bidan Desa Y. Pasien berobat ke Dokter Praktik Swasta pada tanggal
23 April 2015 dan diberi resep 4 x 1 tablet 500mg erytromicin selama 7 hari dan
paracetamol. Begitu juga dengan keluarga. Pada tanggal 23 April dilakukan
Penyelidikan Epidemiologi oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Kontak erat
yang diambil swabnya berjumlah 6 orang. Imuniasi lengkap berdasarkan ingatan
orangtua dan keadaan akhir sembuh.

3) Kasus di Desa Z (Pasien III/ 3 tahun)


Kronologis kasus Pasien II yaitupasien mengalami panas, nyeri telan,
benjolan di leher kanan pada tanggal Tanggal 21 April 2015. Pasien dibawa ke
RS Atti Ngawi pada tanggal 23 April 2015 dengan tujuan memulihkan status
gizi, akan tetapi saat diperiksa dicurigai menderita difteri oleh dokter yang
merawatnya dan hanya diberi paracetamol. Pasien kembali berobat pada tanggal
24 April 2015 dikarenakan kondisinya tidak membaik.
Pasien ditetapkan sebagai suspek difteri oleh dokter pada tanggal 24 April
2015. Profilaksis yang diberikan adalah erytromicin dengan dosis 3x1 500 mg
perhari. Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas
Kesehatan pada tanggal 24 April 2015. Swab yang diambil berjumlah 7 orang
yang merupakan kontak erat serumah. Imunisasi lengkap berdasarkan ingatan
orangtua dan keadaan akhir sembuh.
Kasus Pasien III kemungkinan tertular oleh penderita atau karier ditempat asalnya
yakni di Karawang Jawa Barat. Hal ini dikarenakan pada saat itu terjadi KLB Difteri di
Jawa Barat. Kemungkinan lainnya adalah Pasien III tertular oleh carier atau penderita
yang melintasi Jl. Geneng karena Pasien III sering main dipinggir jalan dan ada
beberapa pertokoan di daerah tersebut. Peta persebaran kasus Difteri di Kabupaten
Ngawi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta pesebaran lokasi kasus difteri di Kabupaten Ngawi 201510

5. Tabulasi data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan


waktu
Menurut Orang
a) Berdasarkan Umur
Berdasarkan kelompok umur, ketiga kasus tersebut memiliki rentan
umur yang berbeda. Pasien I berumur 13 Tahun, pasien II berumur 18 tahun dan
pasien III berumur 3 tahun. Attack Rate kelompok umur 10-14 Tahun di Desa
Campur Asri adalah 1/215x 100 penduduk yaitu 0,46 per 100 penduduk. Attack
Rate umur 15-19 di Desa Sidokerto adalah 1/231 x 100 penduduk yaitu 0,43 100
penduduk. Attack rate untuk Desa Geneng pada kelopok umur 1-5 Tahun adalah
1/315 x100 penduduk yaitu 0,32 per 100 penduduk.10
b) Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan Jenis Kelamin, kasus probable terdiri dari 2 orang laki-laki
dan satu orang perempuan. 10
c) Berdasarkan Status Imunisasi
Hasil penyelidikan KLB melalui form diph-1, diketahui bahwa semua
kasus suspek difteri memiliki imunisasi lengkap minimal 3 kali pada usia < 1
tahun. Satu orang diimunisasi oleh dokter praktek swasta, dua lainnya oleh bidan
di Posyandu namun sumber informasi berdasarkan ingatan orang tua. 10

Menurut Tempat
Terdapat 3 kasus probable difteri yang tersebar di 2 Kecamatan yaitu
Kecamatan Karangjati 2 kasus, Kecamatan Geneng 1 kasus. 10
Menurut Waktu
Pada deskripsi berdasarkan waktu, dapat disimpulkan bahwa kasus
yang pertama muncul adalah kasus Pasien I, yakni Pada tanggal 9 April 2015.
Kasus Pasien III dan Pasien II muncul pada tanggal 21 April, dimana masa
penularan dari Pasien I masih terjadi hingga tanggal 7 Mei 2015. Sedangkan
untuk kasus Pasien II dan Pasien III penularan masih dapat berlangsung
hingga tanggal 19 Mei 2015. 10

6. Membuat hipotesis
Cara dan sumber penularan10
Indeks case dalam kasus ini diduga adalah Pasien I. Pasien I diduga menularkan
kepada Pasien II walaupun belum ada bukti epidemiologi yang kuat. Akan
tetapi lokasi desa yang berdekatan dan munculnya kasus pada Pasien II masih
berada pada periode penularan. Masa inkubasi penyakit difteri selama 2-5 hari,
masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa
penularan carier bisa sampai 6 bulan9. Jarak antara kasus Pasien I dan Pasien II
hanya 12 hari dan masih termasuk dalam periode penularan Pasien I. Kasus
Pasien III bisa saja tertular oleh Pasien I, akan tetapi kemungkian yang lebih
kuat adalah Pasien I tertular oleh carrier yang melewati Geneng.

7. Menilai hipotesis / uji hipotests memlui studi epidemiologi analitik6,7


Proses pengujian hipotesis bergantung pada bukan hanya pendekatan/
uji statistik yang dipakai tapi juga desain studi epidemiologi analitik yang
dipakai untuk menyelidiki etiologi atau determinan penyakit yang
menimbulkan KLB/ wabah.
Desain studi epidemiologi analitik yang boleh dipertimbangkan untuk
digunakan dalam investigasi wabah adalah studi kasus kontrol dan kohort.
Studi kasus kontrol secara praktis lebih efisien (mudah, murah, hemat
waktu dengan jumlah kasus yang sedikit) sehingga lebih sering diterapkan pada
situasi KLB/ wabah. Kumpulan/ serial kasus yang sudah diidentifikasi
dinyatakan sebagai kelompok kasus, sehingga tugas selanjutnya adalah
mengidentifikasi dan menseleksi dengan baik kelompok kontrol yaitu populasi
yang tidak menderita penyakit penyebab KLB/ wabah. Dari kedua kelompok
ini, informasi tentang satu atau beberapa status pajanan, faktor-faktor risiko
atau etiologi dapat digali mundur ke belakang (backward). Kuatnya hubungan
antara pajanan/ etiologi dengan penyakit penyebab KLB dapat diestimasi
menggunakan ukuran OR (odds ratio) beserta interval kepercayaannya
(confidence interval). Ukuran OR dari studi kasus kontrol klasik dipakai
sebagai estimasi RR yang memadai dengan syarat incidence rate penyakitnya
rendah.
Kelompok kontrol dapat dipilih dari beberapa kelompok, seperti:
a). Pasien lain yang berobat atau dirawat di fasilitas kesehatan dengan diagnosis
yang berbeda dengan kasus, namun tidak berbagi pajanan (sharing
exposure) dengan kasus
b). Keluarga kasus, misal istri/suami, anak/ orang tua, atau saudara kasus
c). Tetangga kasus
d). Masyarakat umum di sekitar wilayah tempat tinggal.

8. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan6,7


Selain studi epidemiologi deskriptif dan analitik, kadang kala
diperlukan dukungan tambahan dari studi-studi sistematik lain, khususnya
ketika studi epidemiologi analitik masih belum dapat menyuguhkan bukti-bukti
yang kuat. Studi-studi sistematik tambahan yang dapat dilakukan misalnya
adalah studi meta-analisis, studi kualitatif, studi mortalitas, survei serologis
atau investigasi lingkungan. Investigasi lingkungan, dalam keadaan tertentu
bermanfaat untuk menjelaskan bagaimana KLB tsb terjadi, sepreti misalnya
penyelidikan breeding places, reservoir atau kepadatan vektor penyebab
malaria, atau kondisi higiene dan sanitasi lingkungan yang mungkin beperan
dalam terjadinya KLB diare atau kondisi sumber air minum yang
terkontaminasi bakteri atau tercemar zat berbahaya.
Untuk kepentingan pencegahan KLB/wabah di masa mendatang,
apabila memungkinkan dapat pula dilakukan studi-studi intervensi seperti uji
vaksin kolera, meningitis, influenza, atau uji efektifitas (efficacy)
terapi profilaksis tertentu dll. Studi kecukupan sumber daya dan logistik untuk
penanganan KLB/wabah juga mungkin diperlukan.

9. Melaksanakan pengendalian dan pencegahan6,7


Walaupun secara teoritis, penerapan intervensi penanggulangan dan
pencegahan berada pada langkah ke delapan, namun dalam prakteknya langkah
intevensi ini harus dapat dilakukan secepat dam sedini mungkin, ketika sumber
KLB/wabah sudah dapat diidentifikasi.
Secara umum intervensi penanggulangan dapat diarahkan pada titik/ simpul
terlemah dalam rantai penularan penyakit, seperti:
a. agen etiologi, sumber, reservoir atau kondisi lingkungan yang spesifik
b. keberadaan faktor-faktor risiko yang ikut berpengaruh
c. mekanisme transmisi penyakit
d. kerentanan host melalui program kebugaran dan vaksinasi misalnya

10. Menyampaikan hasil penyelidikan6,7


Tugas terakhir dalam investigasi wabah adalah mengkomunikasikan dengan
baik hasil investigasi kepada berbagai pihak yang berwenang, bertanggungjawab
dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan. Format/ bentuk
komunikasi yang dapat dilakukan adalah berupa:
a) Penjelasan lisan.
Dalam format ini pihak-pihak yang berwenang, bertanggungjawab dan terkait
dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan. Presentasi oral haruslah jelas,
mudah dipahami dan secara ilmiah meyakinkan pengambil keputusan sehingga
dapat memotivasi mereka untuk segera melakukan intervensi
b) Penulisan laporan.
Hasil investigasi juga perlu ditulis dalam laporan dengan sistematika tertentu
yang sesuai dengan standar-standar penulisan ilmiah. Sistematika yang dipakai
meliputi:
1. pendahuluan/ latar belakang
2. tujuan
3. metodologi
4. hasil
5. pembahasan
6. simpulan dan saran/ rekomendasi
Penulisan laporan ini disamping sebagai cetak biru (blueprint) aksi
penanggulangan juga bermanfaat sebagai dokumen resmi untuk menghadapi
masalah-masalah hukum dan etik yang potensial. Dalam konteks akademik laporan
tertulis yang memenuhi kaidah-kaidah penulisan ilmiah juga dapat menjadi
sumbangsih dalam penyebarluasan dan pengembangan ilmu, khususnya dalam
bidang kesehatan masyarakat dan epidemiologi

IV. DAFTAR PUSTAKA


1. CDC. 2015. Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Disease.
2. WHO. 2015. Difteria Data Sheet In Indonesia.
3. WHO. 2015. Difteria Reported Case.
4. Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2011. Pedoman Penanggulangan KLB Difteri di
Jawa Timur.
5. Kemenkes RI. 2013. Berdasarkan Buku Petunjuk Teknis pelaksanaan Imunisasi
dan Pelaksanaan Surveilans dalam Penanggulangan KLB Difteri
6. Wandasari, N. 2013. Langkah - langkah Investigasi wabah. Diakses pada 25
September 2018. Tersedia pada: http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
paper-6719-Pertemuan_7_Langkah-langkah_Investigasi_Wabah_.pdf
7. Nugraheni, A. 2018. Materi Kuliah “Investigasi Wabah”.
8. Kementrian Kesehatan RI. 2017. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Difteri.
9. Chin. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
10. Rahman, FS. 2016. Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri Di Kecamatan
Geneng Dan Karang Jati Kabupaten Ngawi Tahun 2015.Jurnal Wiyata.
Vol.3 No.2.

Anda mungkin juga menyukai