PENDAHULUAN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah salah satu bentuk perlindungan sosial di
bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya
dimulai 1 Januari 2014. Kebijakan ini menjamin pemenuhan kebutuhan dasar
kesehatan yang layak melalui penerapan sistem kendali mutu dan kendali biaya,
dan diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan equitas bagi seluruh
penduduk di wilayah Republik Indonesia. Perubahan pembiayaan menuju ke
Universal Coverage merupakan hal yang baik namun mempunyai dampak dan
risiko sampingan. Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga
kesehatan dan kurangnya sosialisasi kebijakan JKN menimbulkan masalah baru
berupa ketidakadilan antara kelompok masyarakat. Sementara, penyelenggara
pelayanan kesehatan harus memenuhi kriteria yang dipersyaratkan untuk bisa
bekerjasama dengan BPJS, baik itu Fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun
Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Dalam rangka melaksanakan program JKN setiap fasilitas kesehatan dituntut untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang telah diatur dalam UU tentang
BPJS terutama dalam persyaratan menjalankan pelayanan kesehatan kepada
seluruh masyarakat. Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah
yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. (Idris,
2013)
1
BAB II
PERMASALAHAN
2
"Kalau generik kan brandnya banyak. Kami imbau hindari cost sharing. Misalnya
banyak obat-obat kanker enggak masuk katalog," jelasnya.
Selanjutnya terkait akreditasi RS. Menurut Susi, semua rumah sakit yang bekerja
sama dengan JKN harus terakreditasi. Kewajiban itu diberikan waktu sampai tahun
2021.
"Rumah sakit swasta sudah 1200an yang sudah terakreditasi, dari total 1700an
swasta dan total 2500an rumah sakit swasta dengan pemerintah di seluruh
Indonesia,” ungkapnya.
Terakhir terkait ketersediaan ICU.
Rumah sakit swasta, kata dia, tentu membiayai segala kebutuhan operasionalnya
sendiri, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Karena itu investasi ruang ICU
tentu sangat mahal. Di era JKN, rumah sakit dituntut menambah fasilitas tersebut.
"Yang kesulitan adalah ruang ICU karena biayanya untuk investasinya lebih tinggi.
RS swasta berhitung dulu nih tempat tidur untuk ICU, ventilator saja sudah ratusan
juta. Regulasi mengatur hanya 5 persen bagi pasien JKN menyediakan ruang ICU,"
tutup Susi.
(https://www.jawapos.com/read/2017/08/22/152647/tiga-kendala-utama-kesiapan-
rs-swasta-layani-peserta-jkn)
3
BAB III
PEMBAHASAN
Pada wacana diatas terdapat tiga permasalahan utama dalam kesiapan RS swasta
dalam melayani peserta JKN, yaitu:
1. Ketersediaan Obat
“Sehingga seringkali terjadi stok obat kosong dan mencari padanan obat
yang lebih mahal atau lebih paten. Ke depannya, kata dia, seluruh rumah
sakit swasta didorong memberikan rencana kebutuhan obatnya.”
Apabila obat tidak tersedia di rumah sakit, maka pasien harus mencari obat
yang diresepkan oleh dokter rumah sakit di apotek di luar rumah sakit.
Pasien harus berkeliling untuk mencari obat tersebut, dan membayar obat
tersebut yang mungkin lebih mahal dari harga obat tersebut bila dibeli dari
instalasi farmasi rumah sakit dengan uang mereka sendiri. Hasil survey
harga obat yang dilakukan Badan Litbang Kesehatan menunjukkan bahwa
harga obat di sektor swasta lebih mahal dari di sektor publik (Badan
Litbangkes, 2005). Pola peresepan obat yang rasional akan meningkatkan
akses masyarakat terhadap obat. Disini peran apoteker dalam penyusunan
formularium tinggi. Dalam komite obat apoteker harus menjadi sekretaris
yang menginput, merangkum, dan mendokumentasikan formularium.
Disini perlunya perhatian pada sumber daya manusia (SDM) yang terkait
yaitu apoteker RS waktunya terutama disibukkan oleh pekerjaan pelayanan
obat langsung dan administrasi, sehingga jika dalam RS hanya terdapat 1
apoteker maka waktu kerjanya akan tersita hanya untuk urusan pelayanan
obat dan aspek administratif pengelolaan obat, sehingga waktu untuk
melakukan hal-hal pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan obat
sangat kurang (Sasanti R, 2009)
4
2. Akreditasi RS
"Rumah sakit swasta sudah 1200an yang sudah terakreditasi, dari total
1700an swasta dan total 2500an rumah sakit swasta dengan pemerintah di
seluruh Indonesia,”
Seperti yang sudah dikutip sebelumnya, bahwa semua rumah sakit yang
bekerja sama dengan JKN harus terakreditasi untuk menuju Universal
Health Coverage (UHC) 2019, jika RS tidak terakreditasi maka akan
dikenakan sanksi. Salah satunya ialah, hukuman penalti berupa tidak bisa
melayani pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Ada beberapa kendala memang dihadapi RS dalam mencapai akreditasi
misalnya ada yang berkomentar tentang mahalnya biaya, SDM kurang
memadai, kekurangan anggaran dan masalah lainnya. Disisi lain, Persi terus
berupaya memberikan pemahaman tentang peningkatan mutu dan
pelayanan untuk RS pemerintah dan swasta dengan menggelar seminar,
lokakarya dan workshop bagi pihak-pihak terkait. Walaupun dengan ada
banyak kendala yang harus dihadapi, RS yang belum terakreditasi
diharapkan bisa meningkatkan mutu, pelayanan dan keselamatan pasiennya,
juga untuk memperbaharui manjemennya tentang peraturan, perundang-
undangan terkait RS, termasuk mengenai limbah. Hal ini harus diraih guna
meningkatkan pelayanan pelayanan kesehatan di Indonesia.
5
menginginkan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat, ketersediaan
ruang ICU menjadi suatu kebutuhan. Namun yang perlu dipertimbangkan
salah satunya adalah ketersediaan sumber daya manusia, termasuk
ketersediaan tenaga kesehatan yang dibutuhkan adalah dokter spesialis
anasthesi, dokter spesialis lain sebagai konsultan, dokter umum yang
bertugas 24 jam, dan perawat. Persyaratan tenaga kesehatan di ICU adalah
bahwa semua harus mempunyai sertifikat ICU, apabila terdapat tenaga
kesehatan yang belum tersertifikasi maka perlu dilakukan pelatihan, yang
tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu diperlukan
manajemen keuangan RS yang baik untuk menyediakan ruang ICU.