Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua
Amerika, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa
terdapatpada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut
dan binatang pengerat lainnya seperti tupa,musang, kelelawar, dan lain
sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal
atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor utama dari L.interohaemorrhagica
penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap
dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus
dan secara terus-menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini
bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada
musim panas dan musim gugur karena tempratur adalah faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis
insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.1
Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara
dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk
mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Riau,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada
kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus
leptospirosis dengan 20 kematian.1
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia dan
hewan. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki
manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai
fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti
influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh
jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan Weil’s
syndrome.(1)

19
2. DEFINISI(1,4)
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886
yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit lain yang
juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp fever, swamp
fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.

20
Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik,
dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar
biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan
leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious
disease.

3. ETIOLOGI(1)

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae,


suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2
um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait.
Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini
demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat
sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada
mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk
mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap.
Leptospira membutuhkan membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk
tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk
membuatkultur yang positif. Dengan medium Fletcher’s dapat tumbuh dengan
baik sebagai obligat aerob.

21
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies; L. interrogans
yang patogen dan L. biflexa yang non patogen/saprofit. L. interrogans dibagi
menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar
menurut komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat
menginfeksi manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L.
pomona, L. javanica, dan lain-lain.
Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah
L.icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar
anjing, dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi.

4. EPIDEMIOLOGI (5)
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang
diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun
1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang
mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan
ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun
1916. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia
antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan,
mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang
paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan
peliharaan dan domestik dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira
meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada
tubulus renal selama beberapa tahun.(1)
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian
besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim
panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan
kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan

22
underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala
ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.
Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus
leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di
Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah
seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Pada beberapa negara berkembang,
leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun 1999, lebih dari 500.000
kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality rates dari 0,9 sampai 7,9%.
Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada tahun yang sama.(1)
Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga
dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang
biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%.
Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori
ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai
resiko tinggi terjadinya kematian.
Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa
mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang
ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi.
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus.
Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual
hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara,
militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang
mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang atau
rafting.
Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih
tinggi dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan
tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu.
Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang
8-29%.

23
Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan
peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi
perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing,
selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan
kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah
dan bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko.

5. PENULARAN(1,2,3)
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur
yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira.
Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir.
Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius
memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun
dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang
sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap
kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai
resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau
orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.

24
6. PATOGENESIS (1)
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun
demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi
secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan
mencapai convoluted tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui urin.
Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian.
Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman
ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase
leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan
ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

25
7. PATOLOGI(1,6)

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin


yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada bebrapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada
leptospirosis terdapat perbedaan anatara derajat gangguan fungsi organ dengan
kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari
organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur
organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan
sel plasma. Pada kasus yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan yang
luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira
juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan
serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis
yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :

26
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal
ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi
imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme
juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit
fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang
diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini
terdapat diantara sel-sel parenkim.
3. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi
sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi
neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen
leptospira pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi.
Hal ini akan menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit

27
7. Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan
dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan
sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi
adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.

Weil Disease(1,2)
Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam
tipe kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga
terjadi perdarahan dalam jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih
ringan dari leptospirosis.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada hari ke-3 sampai
hari ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan
merasakan sakit saat berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati
biasanya ringan dan akan sembuh total.
Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga
dilaporkan oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa
gangguan renal, hepatik atau disfungsi vaskular.

8. GAMBARAN KLINIS(1,5,6)
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan
fase imun.
Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit
kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual,
muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
Sedangkan manifestasi klinis yang jarang terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe,

28
delirim, perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal,
neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis.

29
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis
dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi
kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau
tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi
relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva
suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk
makular, makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7
hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6
minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun
setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi
demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam
yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat
rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot
betis. Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan
hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik,
purpura, ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan
paling sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus
merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50%
gejala dan tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada 50-
90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu,

30
tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dijumpai
didalam urin.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG(s-1)
Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau
granular) dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal
ginjal dan azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya
meningkat. Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-
26000/μL, dengan pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering ditandai
oleh leukositosis. Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan
dihubungkan dengan gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis
virus akut, leptospirosis memiliki bilirubin dan alkali phospatase serum yang
meningkat sama dengan peningkatan ringan dari aminotransferase serum
(sampai 200/ul). Pada Weil’s sindrome, protrombin time dapat memanjang
tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin phospokinase yang
meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama
perjalanan penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi
hepatitis virus.
Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit
polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi
protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal.
Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran
radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab
hemoragik alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah
onset. Abnormalitas radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah
paru.

10. DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien
biasanya datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma
syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik,

31
bahkan beberapa kasus datang dengan pankreatitis. Pada anamnesis penting
diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko
tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit
kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau
muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan
otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin
bisa dijumpai leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran
neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai
proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ hati terlibat, bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin juga
bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat
pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh
dan serologi.
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari
pertama perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan
mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic.
Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur
urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk
isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium
Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium
Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena
leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari.
Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan.

Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk
mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan
Polymerase Chain Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain,
dan mikroskop lapangan gelap.

32
Table 3. Jenis uji serologi pada Leptospirosis
Microscopic Agglutination Test (MAT)
Macroscopic Slide AgglutinationTest (MSAT)
Uji carik celup :
- Lepto Dipstick (ELISA) Enzyme linked immunosorbant assay
- LeptoTek Lateral Flow Microcapsule agglutination test
Aglutinasi lateks kering Patoc-slide agglutination test (PSAT)
(LeptoTek Dry-Dot) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)
Indirect Fluorescent antibody test (IFAT) Counter immune
electrophoresis (CIE)
Indirect haemagglutination test (IHA)
Uji aglutinasi lateks
Complement fixation test (CFT)

11. DIAGNOSIS BANDING(1)


Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan
dengan sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik,
hepatitis virus, dan penyakit rickettsia.
o Dengue Fever
o Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
o Hepatitis
o Malaria
o Meningitis
o Mononucleosis, influenza
o Enteric fever
o Rickettsial disease
o Encephalitis
o Primary HIV infection

33
12. PENATALAKSANAAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat
penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan
akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa
pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.(1)
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya
pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik
pilihan, seperti : (1)

Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G,


amoxiciliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk
kasus-kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin,
ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosporin. (1)
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan
utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira
masih di dalam darah (fase leptospiraemia). Pada pemberian penisilin,
dapat muncul reaksi Jarisch- Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah
pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti-leptospira.

34
Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalu
terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis. (1)

13. PROGNOSIS(1)
Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus
yang lebih berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang
fatal, karena pada kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada
umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan
leptospirosis selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas fetus.

14. KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan
pendengaran, distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis
yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk
berat dari penyakit ini disebut Weil’s disease. Masalah kardiovascular juga
dapat terjadi.(2)
o Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
o Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
o Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal
jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
o Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
o Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran
pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata
(konjungtiva).
o Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.

15. PENCEGAHAN
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit.
Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi

35
mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari
kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang
reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat
untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko
tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika
di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan
leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.(1)
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil
dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut. (1)
Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar
terhindar dari penyakit ini, diantaranya:
 Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
 Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
 Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja
di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar
lainnya.
 Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas
kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan
menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
 Menjaga kebersihan lingkungan.
 Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.
 Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
 Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
 Menghindari pencemaran oleh tikus.
 Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh
tikus.
 Meningkatkan penangkapan tikus.

36
KESIMPULAN

o Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi


bakteri Leptospirainterogans berbentuk spiral yang menyerang hewan
dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan.
o Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara
dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia
untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, dll.
o Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae,
suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit,
tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus,
lebarnya 0,1-0,2 um.
o Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang
diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada
tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4
penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam,
perdarahan dan gangguan ginjal.
o Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur
yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi
leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit
ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius ataupun dari gigitan binatang yang
terinfeksi leptospirosis.
o Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : ginjal,hati,jantung,otot
rangka,mata,pembuluh darah,susunan saraf pusat.
o Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran,
demam tipe kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk
membeku sehingga terjadi perdarahan.

37
o Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia
dan fase imun.
o Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit
kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual,
muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
o Fase leptospira : Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah
dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal
sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama
pada paha, betis dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti
dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga
didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret.
o Fase Imun : Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat
timbul demam yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan
kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut,
dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahn berupa
epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik.
Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie,
epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling
sering.
o Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular)
dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal
dan azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya
meningkat. Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-
26000/μL, dengan pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering
ditandai oleh leukositosis.Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50%
pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal.
o Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat
penting pada leptospirosis,antibiotik, tindakan suportif diberikan sesuai
dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan

38
cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan
gagal ginjal secara umum.
o Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan
pendengaran, distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular
necrosis yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal
hati.
o Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis
harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat
melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi
dengan kemih binatang reservoir.
o Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko
tinggi dan terpapar dalam waktu singkat.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III
edisi IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam
FKUI. 2006. Hal 1823-5.
2. Anonim. Leptospirosis, diunduh dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis pada hari minggu, 20 Desember
2009.
3. Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Leptospirosis&action=edit&secti
on=5 pada hari minggu, 20 Desember 2009.
4. Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit/190/Leptospirosis.html hari minggu, 20
Desember 2009.
5. Cunha, John P. Leptospirosis.
http://www.medicinenet.com/leptospirosis/page2.htm
6. Dugdale, David C. Leptospirosis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001376.htm

40

Anda mungkin juga menyukai