BAB I Fix
BAB I Fix
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekolah adaah tempat belajar bagi siswa dan tugas guru adalah
sebagian besar dalam kelas adalah membeajarkan siswa dengan
menyediakan kondisi belajar yang optimal. Kondisi belajar yang potimal di
capai jika guru mampu mengatur sisiwa dan sarana pengajar serta
mengendalikannya dalam situasi yang menyenangkan untuk mencapai
tujuan dalam pembelajaran.
Kegiatan guru di dalam kelas meliputi dua pokok yaitu mengajar dan
mengelola kelas. Pengelolaan kelas bermaksud menciptakan dan
mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan belajar mengajar itu
dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding
lurus dengan ketidak mampuan guru mengelola kelas. Indikator dari
kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan
standar atau bataas aturan yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas
merupakan kompetensi guru yang sangat penting.
Disini jelas bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan
persyaratan mutlak bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif
pula. Maka dari itu, pentingnya pengelolaan kelas yang kondusif dan
optimal demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas
menjadi tugas dan tanggungjawab guru dengan memberdayakan segala
potensi yang ada dalam kelas demi kelangsungan proses pembelajaran.
1
B. RUMUSAN MASALAH
Terkait dengan luasnya pembahasan tentang Pengeolaan Kelas, maka
dalam makalah ini penulis secara khusus akan membatasi pembahasan
tentang masalah-masalah sekitar, seperti:
1. Apa Pengertian Pengelolaan Kelas?
2. Apa Saja Fungsi dan Tujuan Manajemen Kelas?
3. Apa Saja Faktor-Faktor Penghambat Manajemen Kelas?
4. Apa Saja Masalah –Masalah dalam Manajemen Kelas?
5. Apa Saja Elemen-Elemen Manajemen Kelas yang Efektif?
6. Bagaimana Prosedur Manajemen Kelas?
7. Bagaimana Menciptakan Lingkungan Kelas yang Kondusif?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagaimana berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Novi Safitri dan Choirul Furqon, Pengelolaan Lingkungan Kelas dalam Mencapai Hasil
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi, Jurnal Manajerial, Vol. 3 (4), 2018, hlm. 128.
3
tujuan yang berbeda. Kalau pengajaran mencangkup semua kegiatan yang
secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus
pengajaran (menentukan entry behaviour siswa, menyusun rencana
pembelajaran, memberi informasi bertanya menilai dan sebagainya). Maka
manajemen kelas merujuk kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal dalam proses belajar (pembinaan
rapport, penghentian tingkah laku siswa yang menyelewangkan perhatian
kelas, pemberian ganjaran bagi siswa yang tepat waktu mengerjakan tugas
penerapan norma kelompok yang produktif).
4
pendidikan atau pembe-lajaran, peranan guru dianggap sangat dominant
dalammenentukan hasil pendi-dikan atau pembelajaran, karena guru lah
sebagai pelaksana sekaligus sumber belajar yang sehari-harinya berinteraksi
langsung dengan siswa.3
Guru yang professional adalah guru yang inspiratif dalam segala hal
sehingga mampu memberikan keteladanan bagi siswa, kreatif untuk
mengembangkan siswa dalam upaya mencapai potensinya secara optimal
serta mampu menghadirkan suasana penuh prestasi bagi siswa. Seiring
dengan hal tersebut, guru dituntut untuk terampil mengimplementasikan
pengelolaan kelas dalam rangka mengoptimalkan seluruh potensi yang
dimiliki oleh siswa.Adapun keberhasilan kegiatan belajar mengajar sangat
ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola kelas. Hal ini
disebabkan kelas merupakan lingkungan belajar yang menjadi bagian dari
lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.4
3
Mareta Parlina Rachman dan Awaluddin Tjalla, Keterampilan Pengelolaan Kelas Dilihat
Dari Jenis Kelamin dan Kecerdasan Emosi Guru Sekolah Luar Biasa, Jurnal Psikologi, Vol. 2 (1),
2008, hlm. 2.
4
Ayu Nur Wahyuni, Implementasi Pengelolaan Kelas dalam Meningkatkan Efektifitas
Pembelajaran Mata Pelajaran Al – Islam Kelas Iii Di Sd Muhammadiyah 26 Surabaya, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 4(2), 2015, hlm. 2.
5
membantu individu agar dapat bekerjasama dengan kelompok/kelas,
membantu prosedur kerja dan mengubah kondisi kelas; (2) memelihara agar
tugas itu dapat berjalan lancar.
Sedangkan tujuan manajemen kelas adalah: (1) mewujudkan situasi
dan kondisi kelas, sebagai lingkungan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka semaksimal
mungkin; (2) menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi
terwujudnya interaksi pembelajaran; (3) menyediakan dan mengatur fasilitas
serta media pembelajaran yang mendukung dan memungkinkan peserta
didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan intelektual
mereka dalam kelas; (4) membina dan membimbing siswa sesuai dengan
latar belakang social, ekonomi, budaya dan sifat-sifat individunya.
John W. Santrockberpendapat manajemen kelas yang efektif bertujuan
membantu siswa menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan
mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan
pembelajaran dan mencegah siswa mengalami problem akademik dan
emosional. Kelas yang dikelola dengan baik tidak hanya akan meningkatkan
pembelajaran yang berarti, tetspi juga membantu mencegah berkembangnya
problem emosional dan akademik. Kelas yang dikelola dengan baik akan
membuat siswa sibuk dengan tugas yang menantang dan akan memberikan
aktivitas di mana siswa menjadi terserap ke dalamnya, termotivasi belajar,
memahami aturan dan regulasi yang harus dipatuhi. Dalam kelas seperti itu,
kecil kemungkinannya siswa mengalami masalah emosional dan akademik.
Sebaliknya, kelas yang dalam kelola dengan buruk, problem emosional dan
akademik akan lebih mudah muncul. Siswa yang tidak termotivasi secara
akademik akan menjadi makin tidak termotivasi. Siswa yang pemalu akan
menjadi reklusif dan siswa yang bandel akan makin kurang ajar.5
5
Martinis Yamin dan Maisah, Manajemen Pembelajaran Kelas Strategi Meningkatkan
Mutu Pembelajaran, (Jakarta: GP.Press, 2016) hlm. 55-58.
6
Dalam pelaksanaanya manajemen kelas akan ditemui berbagai faktor
penghambat, yaitu:
1. Faktor Guru
Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan
menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena
kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan di antara murid-murid di
suatu kelas.Dalam arti sempit guru yang berkewajiban mewujudkan
program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan
pelajaran di kelas.Dalam arti sempit guru yang berkewajiban
mewujudkan program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau
memberikan pelajaran di kelas.Secara lebih luas, guru berarti orang
yang bekerja dalam hidang pendidikan dan pengajaran yang ikut
bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan
masing-masing.
Guru dalam pengertian ini bukanlah sekedar orang yang berdiri
di depan kelas untuk menyampaikan materi pelajaran tertentu, akan
tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa
bebas serta kreatif dalam mengarahkan peekembangan anak didiknya
untuk menjadi masyarakat sebagai orang dewasa.
Dalam manajemen kelas, guru pun dapat merupakan faktor
penghambst dalam melaksanakan penciptaan suasana yang
menguntungkan Dalam proses belajar mengajar. Faktor yang
menghambat yang datang dari guru dapat berupa:
7
mengajar bervariasi merupakan kunci manajemen kelas untuk
menghindari kejenuhan serta pengulangan-pengulangan aktivitas
Yang menyebabkan menurunnya kegiatan belajar dan tingkah laku
positif siswa. Jika terdapat berbagai variasi maka proses menjadi
jenuh akan berkurang dan siswa akan cenderung meningkatkan
keterlibatannya dalam tugas dan tidak akan mengganggu
kawannya.
Adapun komponen-komponen keterampilan mengadakan
variasi sebagai berikut: (1) variasi dalam gaya mengajar, yang
meliputi variasi penggunaan suara, pemusatan perhatian,
kesenyapan, mengadakan kontrak pandang, gerakan badan dan
mimik; (2) variasi dalam penggunaan media pembelajaran,
misalnya variasi penggunaan media visual, media auditif, dan
media taktil; (3) variasi pols interaksi pembelajaran, baik interaksi
antar siswa dengan siswa, interaksi antar guru dengan siswa.
Variasi pola interaksi pembelajaran ini berkaitan dengan variasi
metode pembelajaran yang digunskan oleh guru.
c. Kepribadian Guru
Seorang guru yang berhasil dituntut untuk bersikap adil,
hangat, objektif dan fleksibel sehingga terbina suasana emosional
yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Sikap yang
bertentangsn dengan kepribadian tersebut akan menimbulkan
masalah manajemen bagi siswa.
d. Terbatasnya Kesenpatan Guru untuk Memahami Tingkah Laku
Siswa dan Latar Belakangnya
Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru
dengan sengaja memahami siswa dan latar belakangnya,
mungkin karena tidak tahu caranya ataupun karena beban
mengajar guru yang di luar batas kemampuannya yang
wajar.Misalnya guru mengajar di berbagai sekolah, sehingga
guru datang ke sekolah semata-mata untuk mengajar.
8
e. Terbatasnya Pengetahuan Guru tentang Masalah Manajemen dan
Pendekatan Manajemen Baik yang Sifatny Teoritis naupun
Pengalaman Praktis
Untuk mengatasi problema ini, salah satu upaya yang
disarankan adalah mendiskusikan masalah ini dengan para
kolega. Diharapkan dengan cara ini membantu mereka dalam
meningkatkan keterampilan manajemen proses belajar mengajar.
2. Faktor Siswa
Siswa sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan ysng
sangat penting artinya bagi terciptanya situasi kelas yang
dinamis.Setiap siswa harus memiliki perasaan diterima (membership)
terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan-kegiatan
kelas. Perasaan diterima itu akan menentukan sikap bertanggung
jawab terhadap kelas yang secara langsung berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing.
Siswa dalam kelas dapat dianggap sebagai individu dalam suatu
masyarakat kecil yaitu kelas dan sekolah. Mereka harus tahu hak-
haknya sebagai bagian dari satu kesatuan masyarakat, di samping itu
mereka juga harus tahu akan kewajibannya dan keharusan
menghormati hak-hak orang lain yaitu teman-teman sekelasnya. Siswx
harus sadar bahwa kalau mereka mengganggu temannya yang sedang
belajar berarti tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota satu
masyarakat kelas dan tidak menghormati hak siswa lain untuk
mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan belajar
mengajar.
Kekurangsadaran siswa dalam memenuhi tugas dan haknya
sebagai anggota satu kelas atau satu sekolah dapat merupakan faktor
utama penyebab masalah manajemen kelas. Pembiasaan yang baik di
sekolah dalam bentuk tata tertib sekolah yang disetujui dan diterima
bersama oleh sekolah dan siswa penuh kesadaran akan membawa
siswa menjadi tertib.
3. Faktor Keluarga
9
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk
berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subjek manusia.
Berdasarkan asas cinta kasih yang asasi ini lahirlah anak sebagai
generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang
luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara
dijatakan supaya orang tua (sebagai pendidik ) mengabsi kepada sang
anak.
Motivasi pengabdian keluarga ini semata-mata demi cinta kasih
yang bersifat kodrati. Di dalam suasana cinta dan kemesraan inilah
proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam tanggung jawab
keluarga. Keluarga dan sekolah merupaksn dua jalan yang mempunyai
satu tujuan dalam pendidikan seorang anak.Banyak hsl yang dipelajari
seorang anak di rumah, sebelum dan bertahun-tahun
bersekolah.Belajar yang dilakukan di rumah itu berlangsung melalui
bahasa yang didengarnya, tingksh laku yang dilihat dan ditirunya serta
nilai-nilai yang diharuskan dan dimengerti atau diterimanya.Semua itu
mewarnai tingkah laku dan kegiatannya di kelas atau sekolah. Dengan
kata lsin, setiap anak membawa kebiasaan-kebiasaan yang
diperolehnya di lingkungan keluarga sebagai hasil dari proses
sosialisasi yang dilakukannya dalam bentuk meniru, mengadaptasi dan
menyeleksi tingkah laku dari sijap anggota keluarga, terutama dari
kedua orangtuanya sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya.
Kebiasaan-kebiasaan itu tidak sama antara anak yang satu dengan
anak yang lain.
Tingkah laku anak di dalam kelas merupakan pencerminan
keadaan keluarganya. Sikap otoriter orangtua akan tercermin dari
tingkah laku anak yang agresif atau apatis. Di dalam kelas sering
ditemukan siswa-siswi pengganggu dan pembuat ribut di kelas
biasanya berawal dari keluarga yang tidak utuh dan broken home.
Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga, seperti
tidak patuh pada disiplin, tidak tertib, kebebasan yang berlebihan atau
pun terlampaui dikekang akan merupakan latar belakang yang
10
menyebabkan siswa melanggar disiplin di kelas. Jadi jelaslah bahwa
bila tuntutan di kelas atau di sekolah berbeda jauh dengan kondisi
kehidupan keluarga, akan merupakan kesukaran tersendiri bagi siswa
untuk menyesuaikan diri.
Salah perlakuan siswa terhadap situadi kelas pada umumnya
merupakan masalah manajemen.Di sinilah letak pentingnya hubungan
kerjasama yang seimbang antara sekolah dengan keluarga agar
terdapat keselarasan antara situasi dan tuntutan dalam lingkungan
keluarga dengan situasi dan tuntutan di kelas atau sekolah.
4. Faktor Fasilitas
Faktor fasilitas merupakan pembatasan dalam manajemen
kelas.Fasilitas tersebut meliputi besar kelas, besar ruangan kelas dan
ketersediaan alat belajar.Kelas yang jumlah siswanya sangat besar
merupakan masalah manajemen. Misalnya besar kelas di Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) mencapai rata-rata 60 siswa dan pada
Perguruan Tinggi yang kadang-kadang mencapai 100 mahasiswa
merupakan masalah tersendiri dalam manajemen.
Ruang kelas yang kecil dibanding dengan jumlah siswa dan
kebutuhan siswa untuk bergerak dalam kelas merupakan salah satu
problema yang terjadi pada manajemen kelas.Demikian pula halnya
dengan jumlah ruangan yang kurang dibandingkan dengan banyaknya
kelas dan jumlah ruangan khusus yang dibutuhkan seperti
laboratorium, ruang kesenian, ruang gambar, ruang olah raga, dan
sebagainya diperlukan manajemen tersendiri.
Jumlah buku yang kurang atau alat lain yang tidak sesuai
dengan jumlah siswa yang membutuhkannya juga akan menimbulkan
masalah dalam manajemen kelas.
Demikian keempat faktor yang telah disebutkan di atas yaitu
faktor guru, siswa, lingkungan keluarga dan sarana (fasilitas)
merupakan faktor yang senantiasa harus diperhitungkan dalam
menangani masalah manajemen kelas.6
6
Ibid., hlm. 59-61.
11
D. MASALAH –MASALAH DALAM MANAJEMEN KELAS
1. Masalah Perorangan
Masalah ini muncul karena dalam individu ada kebutuhan ingin
diterima kelompok dan ingin mencapai harga diri. Apabila kebutuhan
itu tidak dipenuhi menggunakan cara lazim yang dapat diterima
masyarakat, maka individu yang bersangkutan akan berusaha
mencapainya dengan cara lain. Dengan perkataan lain individu akan
berbuat tidak baik.
Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan
dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian
suatu tujuan.Setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki
dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seseorang mencapai kegagalan
dalam mengembangkan rasa memilki dan rasa dirinya berharga maka
dia akan bertingkah laku yang menyimpang.
Dalam konteks inimembedakan empat kelompok masalah
manajemen kelas yang individual, yaitu:
a. Attention-getting behaviors (tingkah laku menarik perhatian
orang lain)
b. Power-seeking behaviors (tingkah laku mencari kekuasaan)
c. Revenge-seeking behaviors (tingkah laku mnuntut balas)
d. Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali
menolak untuk mencoba melakukan apa pun karena yakin
kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
Keempat tingkah laku yang menyimpang ini diurutkan makin
lama makin berat. Seorang siswa yang memperoleh kegagalan
12
menemukan kedudukan drinya secara wajar dalam suasana hubungan
sosial yang saling menerima biasanya bertingkah laku mencari
perhatian porang lain, baik secara aktif maupun pasif. Tingkah laku
percarian perhatian aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka
pamer, membikin onar, melawak, terus-menerus bertanya,
memperlihatkan kenakalan dan sebagainya. Tingkah laku pencarian
p[erhatian secara pasif dapat ditemukan pada anak-anak yang terus
menerus meminta bantuan orang lain atau anak-anak yang malas.
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan tingkah laku
pencari perhatian, tetapi lewbih mendalam. Pencari kekuasaan yang
psif tampak pada anak-anak yang sangat menonjol kemalasnnya
sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak seperti ini
amat pelupa, keras kepala dan secara p[asif memperlihatkan
ketidakpatuhan. Pencari kekuasaan yang aktif suka berbohong, tidak
mau melakukan yang diperintahkan orang lain, menampilkan adanya
pertentangan pendapat dan menunjukkan sikap tidak patuh secara
terbuka.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang sangat
mendalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses
dengan jalan menyakiti orang lain. Anak-anak seperti ini sering
melakukan penyerangan secara fisik terhadap seama siswa, petugas
atau guru bahkan binatang.
Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka
bertindak secara aktif dari pada secara apasif dan dirinya merasa sakit
kalau dikalahkan. Anak yang menuntut balas pasif dikenal sebagai
anak-anak pencemberut dan tidak patuh, sedang yang aktif sering
dikenal sebagai anak-anak yang kejam.
Siswa yang menunjukkan ketidakmampuan pad dasarnya
merasa sangant tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang
diinginkannya dan bersikap menyerah terhadap tantangan yang
menghambatnya, bahakan siswa ini menganggap bahwa yang ada di
13
depannya hanyalah kegagalan yang terus-menerus. Perasaan tanpa
harapan biasanya diikuti tingkah laku mengundurkan diri.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya maslah-
maslah perorangan seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.
Pertama, apabila seorang guru merasa terganggu oleh perbuatan
seorang siswa, mak kemingkinan siswa yang bersangkutan ada pada
kategori attention-getting behaviors.Kedua, apabila guru merasa
dikalahkan atau terancam, maka kemungkinan siswa yang
bersangkutan ada pada kategori power-seeking behaviors.Ketiga jika
guru merasa tersinggung atau terluka hati, maka kemungkinan
pelakunya ada pada kategori revenge seeking behaviors.Keempat, jika
guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal ini merupakan tanda
bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah
ketidakmampuan. Guru herndaknya benar-benar mampu mengenal
dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa yang mengarah ke
mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas atau
memperlihatkan ketidakmampuan agar guru itu mampu menangan
masalah siswa secara tepar pula.
Menurut Maman Rahman, bahwa dari keempat tindakan
individu diatas akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah
laku yang sering dijumpai pada anak usia sekolah, yaitu:
a. Pola aktif konstruktif yaitu tingkah laku yang ekstrem,
ambiguous untuk menjadi superstar di kelasnya dan berusaha
membentuk guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
b. Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan
dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan
memberontak.
c. Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada
satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya
selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
d. Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjukkan
kamalasan dan keras kepala.
14
Pengklasifikasian dua kategori pokok tentang maslah pengelolaan
siswa, yaitu masalah perortangan dan masalah kelompok agaknya juga
mengandung resiko, sebab masalah perorangan dan maslah kelompok,
seperti juga masalah pengelolaan pengajaran dan pemhelolaan kelas
sering berkaitan.Walaupun demikian, pengklasifikasi ini sangat
berguna.
2. Masalah Kelompok
Louis V Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan tujuh
ketegori maslah kelompok dalam menejemen kelas. Masalah-maslah
yang dimaksud adalah:
a. Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
b. Penyebalan terhadap norma-norma tingkah laku yang
disepakati sebelumnya, misalnya sengaja berbicara keras-keras
diruang baca perpustakaan.
c. Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya,
misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni
suara, menyanyi dengan suara sumbang.
d. Membimbing anggota kelas yang justru melanggar norma
kelompok, misalnya pembinaan semangat kepada badut kelas.
e. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas
yang tengah dikerjakan.
f. Semangat kerja rendah atau melakukan semacam aksi protes
kepada guru karena menganggap yang diberikan kurang fair.
g. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru,
seperti gangguan jadwal, guru kelas terpaksa diganti sementara
oleh guru lain dan sebagainya.
Kurang kohesifnya (kompak) kelompok dalam suatu kelas
ditandai dengan adanya konflik diantara para anggota
kelompok.Misalnya konflik antara siswa-siswi dan kelompok yang
disebabkan perbedaan jenis kelamin, suku dan agama. Dapat
dibayangkan kelas terdiri dari siswa-siswi yang tidak kompak akan
15
beriklim tidak sehat yang diwarnai akan adanya ketegangan,
kekerasan dan konflik. Siswa-siswi dikelas ini akan merasa tidak
senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa
tertarik dengan kelas yag mereka duduki itu. Akibatnya siswa-siswi
tidak saling bantu membantu.
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswi tidak
mematuhi norma-norma kelas yang telah ditetapkan, maka masalah
yang kedua muncul adalah ketidakmampuan mematuhi peraturan
kelompok.Misalnya berbicara keras-keras atau mengganggu teman-
teman padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja ditempat
duduknya masing-masing.
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila
ekspresi yang bersifat kasar dilontarkan terhadap anggota kelompok
yang kurang diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang
menghambat kegiatan kelompok atau anggota kelompok yang
menyimpang dari aturan kelompok. Anggota kelompok dianggap
menyimpang ini kemudian dipaksa oleh kelompok itu untuk
mengikuiti kemauan krlompok.Penerimaan (membimbing)
anggotakelompok (kelas) yang bertingkah laku menyimpang dari
norma-norma sosial pada umumnya.Misalnya mendorong anggota
kelompok membuat gambar-gambar yang lucu tentang gurunya dan
sebagainya. Jika hal ini terjadi maka masalah perorangan akan
berkembang, dan masalah kelompok perlu mendapat perhatian.
Masalah kelompok siswa timbulapabila kelompok itu mudah
terganggu dalam kelancaran kekuatannya.Dalam hal ini kelompok itu
mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak
berarti.Misalnya siswa-siswi menolak melakukan kegiatan karena
mereka beranggapan guru tidak adil.Jika hal ini terjadi, maka suasana
diwarnai oleh kekhawatiran dan ketidaktentuan.Masalah kelompok
yang paling rumit apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak
mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka
maupun terselubung.Misalnya tidak mengerjakan tugas rumah,
16
kehilangan pensil, permintaan penjelasan terus-menerus terutama
sesuatu tugas dan lain-lain.Pada umunya protes dan keengganan
seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara
terbuka jarang sekali.
Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi
apabila kelas mereaksi secara tidak wajar terhadap pergantian guru,
perubahan jadwal kegiatan, perubahan peraturan atau peraturan baru
dan lain-lain.Apabila hal itu terjadi sebenarnya, siswa-siswi sedang
mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu dan mereka beranggapan
bahwa perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan
kelompok.7
1. Memulai Pelajaran
Salah satu elemen yang jelas tetapi sering diabaikan dalam
manajemen kelas adalah memulai pelajaran tepat waktu.Alasan untuk
terlambat memulai pelajaran sangat beragam, termasuk pelajaran
sebelumnya berjalan terlambat, waktu istirahat berlangsung terlalu
lama, pergantian yang kacau dari waktu istirahat ke pelajaran, dan
manajemen yang tidak efektif ketika murid-murid memasuki ruang
kelas.
Waktu dimulainya pelajaran dapat menyebabkan beberapa
kesulitan manajemen kelas yang perlu diperhatikan oleh guru.Masalah
utamanya adalah bahwa murid dating dari tempat istirahat atau makan
siang di mana aturan-aturan lebih longgar dalam berprilaku sehingga
peralihan ke perilaku tertib di kelas menimbulkan kesulitan. Guru
dapat membantu meminimalkan distrupsi dengan menerapkan
sejumlah prosedur yang terkait dengan memulai pelajaran. Guru
dapat, misalnya menuliskan instruksi-instruksi di papan tulis sebelum
murid-murid tiba sehingga mereka dapat langsung memulai pelajaran
7
Syaifurrahman dan Tri Ujiati, Manajemen dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Indeks, 2013),
hlm. 11-18.
17
begitu masuk kelas atau memiliki rangkaian kegiatan yang dapat
dikerjakan murid-murid segera setelah mereka masuk kelas.
8
Syaifurahman, Tri Ujiati, Manajemen dalam Pembelajaran, (Jakarta Barat: , Permata Puri
Media, 2013), hlm. 112.
18
A. Gaya Tatap Muka (Face to face)
Dalam gaya ini, siswa saling berhadapan. Dan gangguan
dengan model penataan seperti ini lebih besar ketimbang
gayaauditorium.
B. Gaya Off-Set
Penataan meja belajar dengan gayaoff-set (biasanya 3-4
siswa) duduk di bangku tetapi tidak berhadapan langsung satu sama
lain. gangguan dalam gaya ini lebih sedikit ketimbang gaya tatap
muka, dan lebih efektif untuk pembelajaran kooperatif. Karena
siswa lebih berkosentrasi terhadap materi pelajaran dan tugas-tugas
yang sedang dikerjakan.Setting duduk semacam ini juga
19
mengurangi singgungan antartemen dan lebih bersifat
pribadi, namun tetap dapat berkomunikasi dengan anggota
kelompoknya. 9
C. Gaya Seminar
Sejumlah besar siswa (10 siswa atau lebih) duduk di susunan
berbentuk lingkaran, persegi, atau bentuk huruf U. ini akan lebih
efektif ketika guru ingin agar para siswanya berbicara satu sama
lain atau bercakap-cakap dengan gurunya.
9
Ibid.,hlm. 113 .
10
Ibid.,hlm. 114-115.
20
3. Mengatasi Disrupsi Dari Luar
21
Agar aturan dan prosedur dapat bekerja perlu diajarkan secara
aktif kepada murid.Lebih baik aturan yang dengan jelas dimengerti
dan ditegakkan secara konsisten daripada sejumlah besar peraturan
yang sulit untuk ditegakkan. Penting bahwa guru tidak hanya
memberitahukan apa aturan-aturannya tetapi juga menjelaskan
mengapa aturan-aturan itu harus ada. Jadi, ketika memberitahu murid
untuk diam pada saat murid lain sedang menjawab, guru perlu
menjelaskan alasan untuk ini, misalnya untuk menunjukkan sikap
hormat terhadap murid lain dan belajar dari jawaban yang diberikan.
22
anggota kelompok dari salah satu meja untuk pindah secara bersama-
sama atau dengan menunjuk anak tertentu untuk membereskan kertas-
kertas dan pensil-pensil yang tertinggal diatas meja.
Salah satu teknik bermanfaat adalah cueing. Teknik ini
digunakan untuk memberi peringatan kepada murid-murid untuk siap
mengahdapi transisi pelajaran yang akan segera terjadi. Saah satu
contoh dengan mengatakan kepada murid-murid bahwa mereka punya
waktu 5 menit untuk meninggalkan pekerjaannya dan mengulanginya
lagi satu menit sebelum seatwork berakhir.Cuering dapat membantu
mencegah masalah murid-murid yang terus mengerjakan kegiatan
sebelumnya ketika mereka harus sudah pindah kegiatan berikutnya.
6. Murid Yang Berbicara Selama Pelajaran
Murid-murid yang berbicara secara pelajaran akan
meninggalkan tugasnya sendiri dan dapat menganggu murid-murid
lainnya. Mengkoreksi perilaku buruk ini akan memperlambat
pelajaran dan akan membuat iklim di kelas menjadi kurang
menyenangkan. Oleh sebab itu, aturan yang jelas tentang boleh
tidaknya murid berbicara perlu diterapkan.
7. Memberikan Pekerjaan Rumah
Memberikan pekerjaan rumah (PR) dapat menjadi salah satu
bagian yang lebih sulit dari sebuah pelajaran, karena tidak semua
murid mau mengerjakan dengan ringan hati. Untuk meminimalkan
masalah ini, guru-guru yang efektif memberikan PR segera setelah
sebuah kegiatan di kelas selesai. Sebagai contoh guru yang
mengatakan “penting bagi kalian untuk melatih aspek ini, suapaya
kalian dapat menggunakannya dengan baik ketika kita sampai pada
latihan-latihan yang lebih sulit. Jadi saya akan memberi kalian
beberapa PR tentang aspek itu” akan menciptakan ekspektasi yang
berbeda dibandingkan guru yang mengatakan misalnya “Saya sudah
menyiapkan PR untuk kalian, jadi kerjakan latihan 10 dan 11.” PR
mestinya tidak digunakan atau diberikan sebagai hukuman.
8. Mempertahankan Momentum Selama Pelajaran
23
Salah satu cara paling berfaedah untuk mencegah periaku buruk
murid selama pelajaran adalah dengan memastikan kelancaran
jalannya pelajaran. Cara-cara tindakan menghentikan kegiatan yang
sudah dimulai diantaranya:
a. Dangle terjadi bila guru mengerjakan sebuah kegiatan, tetapi
kemudian menghentikannya di tengah jalan, membiarkannya
menggantung di udara. Misal ketika guru mulai menyiapkan
sebuah kegiatan seatwork dan tiba-tiba memutuskan bahwa ia
perlu mengajarkan hal lain terlebih dahulu.
b. Flip-Flop di mana guru memulai sebuah kegiatan tetapi
kemudian pindah ke kegiatan lain sebelum menyelesaikan
kegiatan sebelumnya. Dan setelah itu kembai lagi ke kegiatan
pertama. Baik dangle atau flip-flop menyebabkan kebingungan
sebagaian murid.
c. Overdwelling di mana guru terus menjelaskan berbagai
instruksi kepada murid setelah mereka sebenarnya telah
menangkap apa yang harus mereka kerjakan. Ini akan
menimbulkan kebosanan dan keresahan.
d. Fragmentation terjadi bila guru memecahkan kegiatan
menjadi berbagai langkah yang jumlahnya terlalu banyak.
9. Downtime
Jika pelajaran selesai lebih awal, dan tidak ada topik
pembahasan baru atau murid-murid harus menunggu bahan-bahan
yang sedang diambilkan. Situasi-situasi ini dapat dengan mudah
menyebabkan distrupsi bila tidak ada prosedur yang jelas. Guru yang
efektif memiliki aturan yang jelas. Cara terbaik untuk menghindari
masalah downtime adalah membatasi kemunculannya. Ini dapat
dilakukan dengan misalnya memastikan bahwa ada cukup banyak
lembar kerja dan tugas-tugas tambahan untuk murid-murid yang
selesai lebih awal dan memastikan semua bahan yang digunakan
sudah tersedia di kelas sebelum memulai pelajaran. Dan lebih baik
memiliki lebih banyak latihan dibanding yang di kerjakan murid-
murid selama pelajaran.
24
10. Mengakhiri Pelajaran
Masalah yang dapat terjadi pada titik ini termasuk tidak ada
cukup waktu untuk menyelesaikan semua kegiatan yang direncanakan,
pelajaran melampaui waktu yang disediakan, dan waktu untuk
menjelaskan hilang karena murid-murid bergegas mengumpulkan
barang-barangnya dan segera pergi keluar. Guru yang efektif memiliki
aturan yang jelas, misalnya menggunakan metode-metode seperti
merencanakan dan mengatur kecepatan pelajaran dan memberi tanda
kepada murid agar mereka tahu berapa lama lagi pelajaran akan
berakhir. 11
25
Peningkatan kesadran diri sebagai guru, merupakan
langkah sangat strategis dan mendasar karena akan
meningkatkan rasa tanggug jawab (sense of responsibility) dan
rasa memiliki (sense of belonging) yang merupakan modal dasar
bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Manajemen kelas ini
akan dipengaruhi oleh sikap dan nilai guru, bagaimana
menyikapi siswa yang pada gilirannya sbagai manusia akan
merespon sikap guru tersebut secara positif sehingga terjadilah
interaksi edukatif yang hangat, intim, dan terbuka.
26
Adapun strategi membimbing siswa agar mampu
mengembangkan tanggung jawab, menutut Fitzpatrick sebagai
berikut : (1) libatkan siswa dalam perencanaan dan
implementasi inisiatif sekolah dan kelas. Partisipasi ini
membantu memuaskan kebutuhan siswa untuk merasa percaya
diri dan merasa memiliki; (2) dorong siswa untuk menilai
tindakannya sendiri. Daripada memberikan penghakiman bagi
siswa , lebih baik ajukan pertanyaan yang memotivasi siswa
untuk mengevaluasi perilaku mereka; (3) jangan menerima
dalih. Alas an biasanya dimaksudkan untuk menghindari
tanggung jawab. Jangan mendiskusikan alasan. Lebihbaik
tanyakan siswa apa yang akan merka lakukan jika menghadapi
masalah yang sama terjadi; (4) beri waktu agar siswa mau
menerima tanggung jawab. Siswa tidak akan berubah jika
menjadi anak yang bertanggung jawab dalam waktu semalam
saja; (5) biarkan siswa berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan dengan mengadakan rapat kelas.
27
akan membuka kemungkinan yang bear guna terjadinya
interaksi dan komunikasi yang wajar, berarti tidak menimbulkan
manajemen kelas.
28
ikut membuat dan memiliki peraturan sekolah yang ada. Jika hal
ini terjadi, maka apa lagi yang diharapkan kecuali menunggu
masalah manajemen kelas yang akan muncul secara silih
berganti.
29
ini dilakukan dengan baik berarti telah meetakkan dasar
penanggulangan yang kuat yang akan mendorong terlaksananya
perbaikkan yang mendukung teraksananya proses belajar
mengajar. .
30
Tentukan waktu diskusi atas dasar persetujuan antara guru dan
siswa
12
Ibid., hlm.127-130.
31
individual bagi peserta didik, terutama bagi mereka yang lambat
belajar akan membangkitkan nafsu dan semangat belajar, sehingga
membuat mereka betah belajar di sekolah.
2. Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang
kurang berprestasi, atau berprestasi rendah. Dalam system
pembelajaran klasikal, sebagian peserta didik akan sulit untuk
mengikuti pembelajaran sevara optimal, dan menuntut peran ekstra
guru untuk memberikan remedial.
3. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan
aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
Termasuk dalam hal ini adalah penyediaan bahan pembelajaran yang
menarik dan menantang bagi peserta didik, serta pengelolaan kelas
yang tepat efektif, dan efisien.
4. Menciptakan suasana kerjasama saling menghargai, baik antar peserta
didik dengan guru dan pengelolaan pembelajaran lain.hal ini
mengandung implikasi bahwa setiap peserta didik memeliki
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan pandanganya
tanpa ada rasa takut mendapatkan sanksi atau dipermalukan.
5. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaa belajar dan
pembelajaran. Dalam hal ini guru harus mampu memposisikan diri
sebagai pembimbing. Sekali-kali cobalah uyntuk melebitkan peserta
didik dalam proses perencanaan pembelajaran, agar mereka
bertanggung jawab terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
6. Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab
bersama antara pserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak
bertindak sebagai fasilitator dan sebagi sumber belajar.
7. Mengembangkan system evaluasi belajar dan pembelajaran yang
menekankan pada evaluasi diri (self assessnment). Dalam hal ini, guru
sebagai fasilitator harus mampu membantu peserta didik untuk
menilai bagaimana mereka memperoleh kemajuan dalam proses
belajar yang dilaluinya.
32
Dengan demikian ruang kelas akan jarang sepi dan mati. Kebersamaan
dan interaksi adalah komponen vital dari iklim yang menyenangkan.
Penemuan, pembelajaran gaya baru, dan kegairahan mencapai prestasi
menuntut ekspresi yang meyakinkan. Jika iklim keasyikan tersebut msampu
Anda hadirkan begitu memasuki ruangan kelas yang direncanakan dengan
baik, itulah langkah pertama dalam menyiapkan suasana kondusif untuk
proses belajar yang efektif.13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
13
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung :PT. Remaja Rosdakarya,2012)
,hlm. 165-168
33
pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang
pengajar agar kegiatan pembelajaran di dalam kelas dapat berlasung
secara kondusif dan lancar sesuai dengan yang diharapkan.
2. Dalam pengelolaan kelas juga memiliki fungsi dan tujuan. Fungsi dari
pengelolaan kelas, adalah (1) memberi dan melengkapi fasilitas untuk
segala macam tugas, (2) memelihara agar tugas itu dapat berjalan
lancar. Sedangkan tujuan dari pengelolaan kelas, adalah (1)
mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang kondusif sehingga mampu
mengembangkan potensi peserta didik secara maksimal, (2)
menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi
terwujudnya interaksi pembelajaran, (3) menyediakan dan mengatur
fasilitas serta media pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan
sosial, emosional dan intelektual peserta didik dalam kelas, (4)
membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang social,
ekonomi, budaya dan sifat-sifat individu.
3. Faktor penghambat dalam pengelolaan kelas, adalah faktor guru,
siswa, keluarga dan fasilias.
4. Masalah yang ada dalam pengelelolaan kelas biasanya ditimbulkan
oleh masalah perorangan dan masalah kelompok.
5. Elemen-elemen yang efektif dalam pengelolaan kelas dimulai dari,
memulai pelajaran, penataan tempat dudukyang tepat, mengatasi
disrupsi dari luar, menetapkan aturan dan prosedur yang jelas, dll.
Sampai pada kelas berakhir seperti yang tercantum pada pembahasan
dalam makalah ini.
6. Prosedur pengelolaan kelas dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: (1)
prosedur manajemen kelas dimensi pencegahan (preventif), (2) prosedur
manajemen kelas dimensi penyembuhan (kuratif).
7. Untuk menciptakan kelas yang kondusif dapat dilakukan dengan cara:
a. Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun
yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran,
34
b. Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang
kurang berprestasi, atau berprestasi rendah,
c. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik,
nyaman, dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta
didik secara optimal,
d. Menciptakan suasana kerjasama saling menghargai, baik antar
peserta didik dengan guru dan pengelolaan pembelajaran, dll.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
35
Majid, Abdul. 2012. Perencanaan Pembelajaran. Bandung :PT. Remaja
Rosdakarya.
Reynolds, Danie Muijs dan David. 2008. Effective Teaching Teori dan Aplikasi
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ujiati, Syaifurrahman dan Tri. 2013. Manajemen dan Pembelajaran. Jakarta: PT.
Indeks.
Studi Kasus
36
proses terlahirnya seekor binatang kedunia, jika teknologi dapat digunakan
mungkin guru akan memanfaatkanya. Namun disini tidak terdapat media apapun
selain papan tulis, meja, kursi dan lingkungan sekitar.
Apa yang harus dilakukan guru agar kompetensi tersebut dapat benar-
benar menarik dan memberi makna yang dalam dalam penyerapan pengetahuan
tersebut.
Solusi : cluenya, desa terpencil, jauh dari teknologi, sarana dan prasarana,
monoton.Kurang, bahkan tidak ada teknologi dan sarana yang mendukung
membuat guru sulit untuk memberikan teori-teori secara konkrit dan
bervariasi.Itulah guru saat ini yaitu tidak mampu melihat dan memanfaatkan
benda-benda disekitar yang dpaat memberi manfaat tinggi dalam menyelesaikan
kompetensi materi ajar yang ditempuh.Kekreatifan dan inovasi dibutuhkan
olehguru dalam menghadapi hal-hal yang demikian.
Cara efektif yang dapat digunakan guru dalam menyelesaikan
kompetensinya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lingkungan alam sekitar
dengan kontrol dan pengawasan yang diberikan guru kepada siswanya, melalui
alam siswa dapat secara langsung melihat binatang-binatang yang ada
disekitarnya, dan dapat dilakukan praktek melihat proses terlahirnya seekor
binatang kedunia dnegan memperhatikan binatang sekitar yang sedang hamil dan
akan mengeluarkan anaknya.
37