Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang

disebut sebagai sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang

paling luas.Sistem ini terdiri atas kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku, rambut,

kelenjar (keringat dan sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk stimuli

perubahan internal atau lingkungan eksternal).

Sistem integumen terdiri dari organ terbesar dalam tubuh, kulit. Ini sistem

organ yang luar biasa melindungi struktur internal tubuh dari kerusakan,

mencegah dehidrasi, menghasilkan vitamin dan hormon. Hal ini juga membantu

untuk mempertahankan homeostasis dalam tubuh dengan membantu dalam

pengaturan suhu tubuh dan keseimbangan air. Sistem integumen adalah garis

pertama pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus dan mikroba lainnya. Hal ini

juga membantu untuk memberikan perlindungan dari radiasi ultraviolet yang

berbahaya. Kulit adalah organ sensorik dalam hal ini memiliki reseptor untuk

mendeteksi panas dan dingin, sentuhan, tekanan dan nyeri. Komponen kulit

termasuk rambut, kuku, kelenjar keringat, kelenjar minyak, pembuluh darah,

pembuluh getah bening, saraf dan otot. Mengenai anatomi sistem yang menutupi,

kulit terdiri dari lapisan jaringan epitel (epidermis) yang didukung oleh lapisan

jaringan ikat (dermis) dan lapisan yang mendasari (hypodermis atau subcutis).

Selain kulit, ada pula rambut dan kuku yang termasuk kedalam sistem

integumen. Rambut adalah organ seperti benang yang tumbuh di kulit terluar.

1
Rambut muncul dari epidermis (kulit luar), walaupun berasal dari folikel rambut

yang berada jauh di bawah dermis. Serta pada kuku tumbuh dari sel mirip gel

lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat mulai tumbuh dari

ujung jari. Kulit ari pada pangkal kuku berfungsi melindungi dari kotoran. Fungsi

utama kuku adalah melindungi ujung jari yang lembut dan penuh urat saraf, serta

mempertinggi daya sentuh. Secara kimia, kuku sama dengan rambut yang antara

lain terbentuk dari keratin protein yang kaya akan sulfur.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi pada kulit

2. Bagaimana adneksa kulit

3. Bagaimana vaskularisasi dan persarafan pada kulit

4. Apa saja fungsi dari kulit

5. Bagaimana cara menegakkan diagnosis penyakit kulit

6. Apa saja eflorosensi pada kulit

7. Bagaimana dengan lesi pada kulit

8. Apa saja flora norma pada kulit

9. Bagaimana pemeriksaan laboratorium khusus

10. Apa saja pengobatan untuk penyakit kulit

11. Bagaimana prognosa dari penyakit kulit

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui anatomi pada kulit

2. Untuk mengetahui adneksa kulit

3. Untuk mengetahui vaskularisasi dan persarafan pada kulit

2
4. Untuk mengetahui fungsi dari kulit

5. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis penyakit kulit

6. Untuk mengetahui eflorosensi pada kulit

7. Untuk mengetahui lesi pada kulit

8. Untuk mengetahui flora norma pada kulit

9. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium khusus

10. Untuk mengetahui pengobatan untuk penyakit kulit

11. Untuk mengetahui prognosa dari penyakit kulit

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit

Gambar 1. Lapisan-lapisan dan apendiks kulit (Mescher, 2010)

2.1.1 Lapisan Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel

berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan

epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua

nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis

gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit.

Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang

secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanan-nya, sel-sel ini

berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam

sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-sel ini mati dan secara tetap dilepaskan

(terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20

sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari

4
sel-sel epider-mis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel

memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap

permukaan kulit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum

basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum

korneum.

Gambar 2. Lapisan-lapisan epidermis kulit tebal (Mescher, 2010).

a. Stratum basal (lapis basal, lapis benih)

Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang

tersusun berderet -deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di

bawahnya. Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding

ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya

terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi

epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk

memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial. Pergerakan ini

dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal

cepat.

5
b. Stratum spinosum (lapis taju)

Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar

berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila

dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada

dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-

taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya.

Pada taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain

pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng.

c. Stratum granulosum (lapis berbutir)

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung

banyak granula basofilik yang disebut granula kerato-hialin, yang dengan

mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran

tetapi dikelilingi ribosom. Mikro-filamen melekat pada permukaan

granula.

d. Stratum lusidum (lapis bening)

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus

cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel

lapisan ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi

kurang sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang

memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya.

e. Stratum korneum (lapis tanduk)

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak

berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling

6
permukaan merupa-kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu

terkelupas.

2.1.1.1 Sel-sel Epidermis

Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel

Langerhans, dan sel Merkel.

a. Keratinosit

Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari

ektoderm permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi,

menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses

keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis,

diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap

akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran

sel, kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi

sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain.

b. Melanosit

Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil

dengan cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di

stratum basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal,

folikel rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan rutin sulit

dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4-dihidroksi-fenilalanin), melanosit

akan terlihat hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam melanosom, salah

satu organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin dan

enzim tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi

7
melanin yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang

berbahaya.

c. Sel Langerhans

Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler,

ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak

berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit,

merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas

tipe lambat pada kulit.

d. Sel Merkel

Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan

ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran

mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek.

Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti

cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan badan

Merkel ini merupakan mekano-reseptor atau reseptor rasa sentuh.

2.1.2 Lapisan Dermis

Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara

kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.

a. Stratum papilaris

Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila

dermis yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2. Jumlahnya

terbanyak dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar,

seperti pada telapak kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-

pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila

8
lainnya mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner.

Tepat di bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.

b. Stratum retikularis

Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan

sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada

bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya

terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut.

Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti

folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah

dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot

ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan

hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar

yang banyak mengandung sel lemak.

2.1.2.1 Sel-sel Dermis

Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel

jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.

a. Hipodermis

Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut

hipodermis. Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen

halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan

beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah

tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di

atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke

dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih

9
banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan

keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah

tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan

kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat

mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut pannikulus

adiposus.

b. Warna kulit

Warna kulit ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: pigmen melanin

berwarna coklat dalam stratum basal, derajat oksigenasi darah dan keadaan

pembuluh darah dalam dermis yang memberi warna merah serta pigmen

empedu dan karoten dalam lemak subkutan yang memberi warna

kekuningan. Perbedaan warna kulit tidak berhubungan dengan jumlah

melanosit tetapi disebabkan oleh jumlah granul -granul melanin yang

ditemukan dalam keratinosi.

2.1.3 Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis ini adalah kelanjutan dari lapisan dermis, terdiri atas

jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel ini membentuk

kelompok terpisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan

sel-sel lemak disebut panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan

makanan, lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah

bening.

10
2.2 Adneksa Kulit

Gambar 3. Adneksa Kulit (Mescher, 2010).

Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.

1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan

kelenjar palit.

a. Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)

Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-

kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar

apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.

Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan

berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk

spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh

permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila.

Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf

kolinergik, faktor panas, dan emosional.

11
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di

aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi

apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada

pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air,

elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8.

b. Kelenjar palit (glandula sebasea)

Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di

telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin

karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi

sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut

dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum

mengandungi trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan

kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak jumlah

kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta

mulai berfungsi secara aktif.

2. Kuku

Kuku adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian

kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di

atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku,

dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar

kuku keluar dengankecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku

agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku

di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian

kuku bebas disebut hiponikium.

12
3. Rambut

Rambut terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang

berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan

rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut

terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai

medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di

kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan

janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus

di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik,

fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35

mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase

tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%,

hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% .

2.3 Vaskularisasi dan Persarafan

2.3.1 Vaskularisasi

1. Subkutis

2. Dermis, terdapat 2 pleksus yaitu :

a. pleksus superfisialis

b. pleksus profunda

2.4 Persarafan

Persarafan pada kulit terdapat 2 yaitu :

1. sensorik : raba, tekanan, nyeri, suhu

2. simpatis :

13
a. Kolinergik mempengaruhi keringat

b. Adrenergik mempengaruhi vasokontriksi, apokrin, kontraksi otot

penegak rambut (m. erektor pili)

2.5 Fungsi Kulit

1. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau

mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya

zat-zat kimia terutama bersifat iritan, contohnya pada lisol, karbol, asam,

dan alkali kuat lainnya. Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan

lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang

berperanan sebagai pelindung gangguan fisis.

2. Fungsi absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda

padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun

yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air

memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.

Kemampuan absorpsinya kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,

hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis vehikulum.

3. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna

lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCL, urea, asam surat,

ammonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormone androgen dari

ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan

amonion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa.

14
4. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung saraf sensorik didermis dan subkutis.

Pada ransangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan

subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan badan Krause yang

terletak di dermis.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh

Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringan

dan mengkerutkan otot pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh

darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik.

6. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak dilapisan basal dan sel

ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah

10 : 1. Jumlah melanosit menentukan warna kulit ras pada individu. Sel ini

jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrite, yang disebut sebagai

clear cell.

7. Fungsi keratinisasi

Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu

keratinosit, sel langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal

yang lain akan berpindah keatas dan berubah bentuknya menjadi sel

spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula

menjadi sel granulosum.

8. Fungsi pembentukan vit D

Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolestrol dengan

pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak

15
cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik

masih tetap diperlukan.

2.6 Cara Menegakkan Diagnosis Penyakit Kulit

Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dan penetuan diagnosis dilakukan

sebagai berikut:

1. Anamnesis

Bila penderita datang untuk pertama kali pada dokter dapat

ditanyakan kepada penderita berobat untuk penyakit atau keluhan apa.

Sudah seaykaya penderita berobat untuk ekzem, dokter tidak mengobati

lipoma atau fibroma yang diderita olehnya. Namun bila dilihat penderita

juga menderita basalioma, tentunya juga diberi nasehat supaya tumor

tersebut juga diobati.

Hal yang penting ditanyakan pada penderita adalah: riwayat

penyakit, penggunaan obat-obat untuk penyakit yang dideritanya maupun

untuk penyakit lain, penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang

lain, penyakit-penyakit lain yang diderita sekarang maupun pada masa

lampau, dan kebiasaan tertentu. Anamnesis tidak perlu lebih terperinci,

akan tetapi dapat dilakukan lebih teraah kepada diagnosis banding setelah

dan sewaktu inspeksi.

2. Inspeksi

Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan.

Pemeriksaan ini mutlak dilakukan dalam ruangan yang terang. Anamnesis

terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dilakukan inspeksi

untuk melengkapi data diagnostic. Misalnya pada penderita yang

16
menderita dermatitis pada tangannyaperlu ditanyakan ada tindakan atau

tidaknya kelainan di tempat lain. Dalam hal ini juga dilakukan inspeksi

seluruh kulit tubuh penderita. Demikianpun perlu dilakuakn pemeriksaan

rambut, kuku, dan selaput lender, terutama pada penyakit tertentu,

misalnya liken planus atau psoriasis.

Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran,

penyebaran, batasm dan efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan

pada kulit ada tiga kemungkinan: eritema, purpura, dan telangiektasis.

Cara membedakannya yakni ditekan dengan jari dan digeser. Pada eritema

warna kemerahan akan hilang dan warna tersebut akan kembali setalah jari

dilepaskan karena terjadi vasodilatasi kapiler. Sebaliknya pada purpura

tidak menghilang sebab terjadi perdarahan dikulit, demikia pula

telangiektasis akibat pelebaran kapiler yang menetap. Cara lain ialah yang

disebut diaskopi yang berarti menekan dengan benda transparan pada

tempat kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif, jika warna merah

menghilang (eritema), disebut negative jika warna merah tidak menghilang

(purpura atau telangiektasis). Pada telangiektasis akan tampak kapiler yang

berbentuk seperti tali yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau

biru.

3. Palpasi

Pada pemeriksaan ini diperhatikan adanya tanda-tandaradang akut

atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsiolaesa (rubor dan tumor dapat pula

dilihat), ada tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional

maupun generalisata.

17
4. Setelah dilakukan pemeriksaan dermatologic (inspeksi dan palpasi) dan

pemeriksaan umum (intern) selesai dapat dibuat diagnosis sementara dan

diagnosis banding.

5. Bila diperlukan dapat dikonsultasikan ke bagian lain, misalnya untuk

pemeriksaan umum internis dan juga dapat dilakukan pemeriksaan

pembantu, misalnya pemeriksaan bakteriologik, mikologik, histopatologik,

darah, urin, dan imunologik (antara lains serologi, tes temple,

imunofluoresensi).

6. Setelah pemeriksaan selesai dapat diharapkan sampai diagnosis pasti.

2.7 Efloresensi

Efloresensi atau “ruam” adalah kelainan kulit dan selaput lender yang

dapat dilihat dengan mata telanjang (secara objektif) dan bila perlu dapat diperiksa

dengan perabaan.Efloresensi kulit dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan

proses patologik. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari

luar, misalnya trauma garukandan pengobatan yang diberikan, sehingga

perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini, gambaran klinis morfologik

penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali.Untuk mempermudah

dalam pebuatan diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi beberapa kelompok.

Menurut terjadinya, efloresensi dibagi atas 2 yaitu:

18
2.7.1 Primer

No Nama Penjelasan Gambar Gambaran Klinis

1. Makula perubahan warna pada


kulit tanpa perubahan
bentuk

2. Nodula penonjolan padat di


atas permukaan kulit,
diameter > 0.5 cm

3. Papula penonjolan padat di


atas permukaan kulit,
diameter < 0.5 cm

4. Plak peninggian diatas


permukaan kulit
seperti dataran tinggi
atau mendatar
(plateau-like) yang
biasanya terbentuk
dari bersatunya
(konfluen) beberapa
papul, diameter lebih
dari > 0.5 cm

5. Vesikel lepuh berisi cairan


serum, diameter <0.5
cm

6. Urtika penonjolan yang


ditimbulkan akibat
edema setempat yang
timbul mendadak dan
hilang perlahan

19
No Nama Penjelasan Gambar Gambaran Klinis

7. Bula vesikel yang


berukuran > 0,5 cm

8. Pustula vesikel berisi nanah

9. Purpura warna merah dengan


batas tegas yang tidak
hilang jika ditekan,
terjadi karena adanya
ekstravasasi dari
pembuluh darah ke
jaringan

10. Kista ruangan/ kantong


berdinding dan berisi
cairan atau material
semi solid (sel atau
sisa sel), biasanya
pada lapisan dermis

2.7.2 Sekunder

No Nama Penjelasan Gambar Gambaran Klinis


1. Skuama Sisik berupa
lapisan stratum
korneum yang
terlepas dari kulit

2. Krusta kerak / keropeng


yang menunjukan
adanya cairan
serum atau darah
yang mengering

20
No Nama Penjelasan Gambar Gambaran Klinis
3. Erosi lecet kulit yang
diakibatkan
kehilangan
lapisan kulit
sebelum stratum
basalis, bisa
ditandai dengan
keluarnya serum
4. Ekskoriasi lecet kulit yang
disebabkan
kehilangan
lapisan kulit
melampaui
stratum basalis
(sampai stratum
papilare) ditandai
adanya bintik
perdarahan dan
bisa juga serum
5. Ulkus tukak atau borok,
disebabkan
hilangnya
jaringan lebih
dalam dari
ekskoriasi,
memiliki tepi,
dinding, dasar dan
isi

6. Likenifikasi Penebalan lapisan


epidermis disertai
guratan garis kulit
yang makin jelas,
akibat garukan
atau usapan yang
bersifat kronis.

7. Fisura hilangnya
epidermis dan
dermis yang
berbatas tegas
berbentuk linier

8. Atropi penipisan lapisan


epidermis ataupun
dermis

21
No Nama Penjelasan Gambar Gambaran Klinis
9. Skar digantinya
jaringan normal
kulit dengan
jaringan fibrotik
pada tempat
penyembuhan
luka, contoh: skar
hipertrofi, skar
atrofi, keloid

10. Komedo infundibulum


folikel rambut
yang melebar dan
tersumbat keratin
dan lipid.
a. Komedo
terbuka (open
comedo/
blackhead):
unit pilosebasea
terbuka pada
permukaan
kulit dan
terlihat
sumbatan
keratin
berwarna
hitam.
b. Komedo
tertutup: unit
pilosebasea
tertutup pada
permukaan
kulit dan
terlihat
berwarna putih
(close comedo/
whitehead)
11. Poikiloderm kombinasi dari
a atropi,
hiperpigmentasi,
hipopigmentasi
dan
teleangiekstasi,
yang memberikan
gambaran belang
(mottled)
12. Teleangiekta dilatasi pembuluh
si darah superfisialis

22
2.8 Lesi

Berbagai istilah ukuran. Susunan kelainan/ bentuk serta penyebaran dan

lokalisasi dijelaskan berikuti :

1. Ukuran

a. Miliar: Sebesarkepalajarumpentul

b. Lentikular: Sebedsarbijijagung

c. Numular: Sebesaruanglogam 5 rupiah atau 100 rupiah

d. Plakat: en plaque, lebih besar dari nummular

2. Susunan kelainan/bentuk

a. Liniar: sepertigarislurus

b. Sirsinar/anular: sepertilingkaran

c. Arsinar: berbentukbulansabit

d. Polisiklik: bentukpinggiran yang sambungmenyambung

e. Korimbiformis: Susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-

anaknya.

f. Bentuk lesi

Teratur: misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya.

Tidak teratur: tidak mempunyai bentuk teratur

3. Penyebaran dan lokalisasi

a. Sirkumskrip: berbatas tegas

23
b. Difus: tidak berbatas tegas

c. Generalisata: tersebar pada sebagian besar bagian tubuh

d. Regional: mengenai daerah tertentu bagian tubuh badan

e. Universalis: seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%-100%)

f. Solitar: hanya satu lesi

g. Herpetiformis: vesikel berkelompok sepert ipada herpes zozter

h. Konfluens: dua atau lebih lesi yang menjadi satu

i. Diskret: terpisah satu dengan yang lain

j. Serpiginosa: proses yang menjalar kesatujurusan diikuti oleh

penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan

k. Irisformis: Eritema berbentuk putar lonjong dengan vesikel yang

warna lebih gelap di tengahnya

l. Bilateral: Mengenai kedua belah badan

m. Unilateral: Mengenai sebelah badan

2.9 Flora Normal

PRINCE pada tahun 1938 membedakan flora transien dan flora residen.

Flora transien terdiri atas organisme yang sangat beraneka ragam, dapat bersifat

pathogen atau nonpatogen, yang tiba di permukaan kulit dari sekitarnya dan bukan

merupakan organisme yang secara teratur dijumpai dipermukaan kulit. Flora

tersebut dianggap tidak memperbanyak diri di permukaan kulit dan cepat

menghilang dengan hapusan, jadi tidak dapat mempertahankan dirinya secara

tetap pada kulit normal. Flora transien juga lebih mudah dihilangkan dari kulit

normal dengan desinfektan.

24
Flora residen terdiri atas sejumlah kecil jenis organisme yang

memperbanyak diri di permukaan kulit. Flora residen hamper selalu secara teratur

terdapat pada kebanyakan individu normal, berupa organisme yang nonpatogen

dan tidak mudah menghilang dengan hapusan. Perbedaan antara flora residen

dengan flora transien dicantumkan di bawah ini.

2.10 Flora Residen

Flora Residen Flora Trasien


No
Ciri-ciri Flora Ciri-ciri Flora
a. Nonpatogen a. Micrococcac a. Pathogen atau a. Organisme
b. Sebagai organisme eae nonpatogen aerobic yang
yang stabil di b. Corynebacte b. Bukan membentuk
permukaan kulit. rium acnes merupakan spora
Hamper selalu c. Aerobic organisme b. Streptococcus
secara teratur diphteroids yang secara c. Neisseria
terdapat pada teratur d. Basil negative-
kebanyakan terdapat di gram yang
individu normal. permukaan berasal dari
c. Dapat kulit. daerah
mempertahankan c. Tidak dapat intertriginosa
diri dari tekanan- mempertahank dapat menjadi
tekanan kompetisi an dirinya flora transien di
oleh organisme secara tetap tempat lain.
lainnya yang secara pada kulit
kontinyu normal. Tidak
mengontaminasika dapat
n permukaan kulit. memperbanya
Dapat k diri.
memperbanyak diri d. Mudah
secara teratur. dihilangkan
d. Tidak mudah dari kulit
dihilangkan dengan normal
cara menghapus dengan cara
e. Jenis organismenya menghapus
sangat kecil. atau dengan
Kebanyakan desinfektan.
organismenya Tetapi lebih
termasuk salah satu sukar
dari dua family, dihilangkan
yaitu family dari kulit yang
micrococceae atau sakit.
family e. Jenis
corynebacteriaceae. organismenya
sangat banyak

25
2.11 Pemeriksaan Laboratorium Khusus

a. Kerokan jamur kulit

b. Pemeriksaan laprae

c. Metilen biru

d. Sarcoptes scabiei

e. Tzank’s test

f. Mikroskop lab gelap

g. Patologi anatomi

2.12 Pengobatan

Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara yaitu:

1. Topikal

2. Sistemik

3. Intralesi

Apabila cara pengobatan di atas belum memadai maka masih dapat

dipergunakan cara-car lain sebagai berikut :

1. Radioterapi

2. Sinar ultraviolet

3. Pengobatan Laser

4. Krioterapi

2.13 Prognosis

a. Kategori prognosis dibedakan menjadi :

1. Quo ad sanam

2. Quo ad vitam

3. Qua ad kosmetikum

26
4. Quo ad fungsionam

b. Prognosis digolongkan menjadi tiga yaitu :

1. Malam

2. Dubia

3. Bonam

27
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar, yaitu :

1. Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis gepeng

dengan lapisan tanduk. Penbuluh darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel.

Kelenjar-kelenjar kulit merupakan kelenjar epitelial.

2. Terdapat beberapa jenis jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin,

dan sel-sel lemak pada dermis.

3. Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot polos,

yaitu otot penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh

darah, sedangkan jaringan otot bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi

wajah.

4. Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit

berupa ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan

Meissner dan badan Pacini.

3.2 Saran

Kulit merupakan bagian yang sangat penting untuk melindungi bagian

organ dalamnya sehingga diperlukan perhatian yang cukup untuk menjaga kulit

dengan melakukan perawatan serta mempertahankan kesehatannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A., dkk. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Universitas Indonesia.
Jakarta. Hal: 3-34.

Kalangi, S.J.R. 2010. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5,


Nomor 3, Suplemen, November 2013, hlm. S12-20.

McKenzie JC, Klein RM. Basic Concepts in Cell Biology and Histology. A Student’s
Survival Guide. New York: McGraw-Hill; 2000.

Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York: McGraw Hill
Medical; 2010.

Ross MH, Pawlina W. Histology a Text and Atlas (Sixth Edition). Philadelphia: Wolters
Kluwer Lippincott Williams & Wilkins; 2011.

29

Anda mungkin juga menyukai