NPM : 1206244346
Laporan Pendahuluan
Congestive Heart Failure (CHF)
Etiologi dan faktor risiko gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut (Black &
Hawks, 2009):
1) Kelainan mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)
b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban awal
dan sebagainya)
c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).
d. Tamponade perikardium.
e. Restriksi endokardium atau miokardium.
f. Aneurisme ventrikel.
2) Kelainan miokardium
a. Primer
Kardiomiopati.
Miokarditis.
Kelainan metabolik.
Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
Presbikardia.
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis)
Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
Kelainan metabolik.
Inflamasi.
Penyakit sistemik.
Penyakit paru obstruktif menahun.
3) Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
Henti jantung.
Fibrilasi.
Takikardi atau bradikardi yang berat.
Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.
Gagal jantung kongestif (CHF) dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut (New York Heart
Association (NYHA) berdasarkan seberapa kecil keterbatasannya selama aktivitas
fisik, yaitu :
Class I
Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan
yang tidak semestinya, palpitasi atau dyspnea (sesak napas).
Class II
Sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Lebih nyaman beristirahat dan tidak
menunjukkan tanda gagal jantung. Aktivitas fisik yang biasa menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dyspnea (sesak napas).
Class III
Ditandai membatasi aktivitas fisik. Lebih nyaman beristirahat dan tidak timbul
tanda gagal jantung. Kurang dari aktivitas biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi,
atau dyspnea.
Class IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal
jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan meski sangat ringan (seperti
duduk atau berdiri), ketidaknyamanan meningkat dan gejala gagal jantung
bertambah berat dirasakan.
NYHA juga menambahkan pembagian kelas A-D sebagai lanjutan yang merupakan
kelas tanda-tanda yang ditemukan oleh tenaga kesehatan, antara lain:
Class A
Tidak ada bukti obyektif tentang penyakit kardiovaskular. Tidak ada gejala dan
tidak ada batasan dalam aktivitas fisik biasa.
Class B
Bukti obyektif tentang penyakit kardiovaskular minimal. Gejala ringan dan sedikit
keterbatasan selama aktivitas normal. Nyaman beristirahat.
Class C
Bukti obyektif penyakit kardiovaskular yang cukup parah. Keterbatasan ditandai
dalam aktivitas karena gejala, bahkan selama aktivitas yang kurang biasa. Nyaman
hanya saat istirahat.
Class D
Bukti obyektif tentang penyakit kardiovaskular berat. Keterbatasan yang parah.
Mengalami gejala bahkan saat istirahat
Contoh:
Pasien dengan gejala minimal atau tidak ada tapi terdapat tekanan besar di katup
aorta atau penyumbatan parah arteri koroner utama kiri, diklasifikasikan: Fungsi
Kapasitas I, Pemeriksaan Objektif D
Seorang pasien dengan sindrom angina berat tapi secara angiografi arteri koroner
normal, diklasifikasikan: Kapasitas Fungsional IV, Pemeriksaan Objektif A
2. Pengkajian Sekunder
- Aktifitas/istirahat: Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah,
dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah
saat beraktifitas.
- Integritas ego : Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
- Eliminasi: gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare / konstipasi
- Makanan/cairan: Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan
diuretic distensi abdomen, edema umum, dan sebagainya
- Hygiene: Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
- Neurosensori: Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
- Nyeri/kenyamanan: Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot,
gelisah
- Interaksi sosial : penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
- Penyuluhan/ pembelajaran: penggunakan obat-obat jantung, bukti tentang
ketidakberhasilan terapi untuk topik pembelajaran.
3. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG: hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardia, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukan adanya aneurisma ventrikuler (dapat menyebabkan gagal atau
disfungsi jantung).
2. Sonogram: dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
3. Scan Jantung: tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
4. Rontgen dada: dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan
peningkatan tekanan pulmonal abnormal, misalnya : pulgus pada pembesaran
jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma ventrikel.
5. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
6. Oksimetri nadi: saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika gagal jantung kiri
akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
7. AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 akhir
8. Radiologi:
a. Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir
berkurang
b. Lapangan paru bercak-bercak karena edema paru
c. Distensi vena paru
d. Hidrothorak
e. Pembesaran jantung, Cardio-thoragic ratio meningkat
9. Ekokardiografi: Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang
menjadi penyebab gagal jantung
10. Kateterisasi Jantung: Pada gagal jantung kiri didapatkan 10 mmHg atau
Pulmonary arterial wedge Pressure > 12 mmHg dalam keadaan istirahat.
Curah jantung lebih rendah dari 2,7 lt/mnt/m2 luas permukaan tubuh.
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji kecepatan dan ritme jantung untuk Takikardia biasanya muncul walaupun
memastikan apakah adanya aritmia seperti sedang dalam keadaan istirahat
takikardia
Auskultasi bunyi jantung untuk mengamati S1 dan S2 akan tidak terdengar karena
perubahan bunyi jantung seperti murmur atau kegagalan pompa jantung. Murmur
gallop menandakan adanya stenosis katup dan
gallop menandakan distensi ruang
jantung
Palpasi nadi perifer dan tekanan darah Nadi mungkin akan ireguler dan terasa
cepat karena penurunan curah jantung.
Pada awal atau kronik gagal jantung
tekanan darah akan meningkat, namun
hipotensi juga dapat terjadi
Inspeksi kulit pucat dan sianosis Pucat mengindikasikan gangguan
perfusi perifer, sedangkan sianosis
menunjukan area kongesti vena
meningkat
Monitor intake dan output dan analisa penemuan Jika intake melebihi output, klien berada
Catat warna dan jumlah urin dalam risiko kelebihan cairan dan tidak
dapat menghilangkan kelebihan cairan
karena dekompensasi jantung. Urin yang
pekat dan oliguria dapat menjadi akibat
dari penurunan perfusi jaringan ginjal
akibat penurunan curah jantung.
Kaji perubahan status mental Penurunan status mental dapat
mengindikasikan penurunan perfusi
jaringan otak
Elevasi kaki untuk menghindari luka tekan di lutut. Menurunkan statis vena dan
Dorong klien melakukan latihan aktif dan pasif menurunkan insiden trombus dan
untuk meningkatkan ambulasi dan aktivitas embolus
Anjurkan istirahat fisik dan psikologis Peningkatan tekanan fisik atau
psikologis dapat meningkatkan kerja
miokardium dan kebutuhan oksigen
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi Meningkatkan kadar oksigen untuk
mengurangi hipoksia dan iskemia
Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang dianjurkan bertujuan
untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan penurunan preload dan
afterload, respon klien perlu dievaluasi.
Kebutuhan klien perlu dievaluasi untuk
efek potensial obat.
Monitor dan berikan terapi elektrolit Perpindahan cairan dan penggunaan
diuretik dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit yang
mempengaruhi kontraktilitas
Monitor serial perubahan EKG dan rontgen dada Dokumentasi ritme memperkuat ritme
dan memberikan garis dasar untuk
perubahan, Perubahan segmen ST dapat
mengindikasikan iskemia miokardium
yang terjadi akibat penurunan perfusi
arteri koronia.
2. Diagnosa: Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
curah jantung
Tujuan: Perfusi jaringan adekuat
Kriteria Evaluasi: Kulit hangat dan tidak ada sianosis, nadi perifer, dan output
urin yang adekuat
Intervensi Rasional
Catat warna dan temperatur kulit setiap Kulit dingin dan pucat adalah indikasi penurunan
4 jam perfusi jaringan
Amati nadi perifer setiap 4 jam Penurunan nadi mengindikasikan penurunan
perfusi jaringan dari vasokontriksi pembuluh
darah
Sediakan lingkungan yang hangat Lingkunganyang hangat dapat meningkatkan
vasodilatasi yang dapat meingkatkan preload dan
meningkatkan perfusi jaringan
Anjurkan active range of motion Range of motion dapat membantu menurunkan
pengumpulan darah di vena dan meningkatkan
perfusi jaringan
Monitor output urin setiap 4 jam Penurunan perfusi jaringan ke ginjal dapat
menyebabkan oliguria
Lindungi kulit dari trauma Perfusi jaringan yang buruk menyebabkan
penyembuhan luka yang lama
Intervensi Rasional
Amati intake dan output cairan Keseimbangan intake dan output cairan dapat
menggambarkan status cairan.
Timbang berat badan klien setiap hari Berat badan adalah indikator yang sensitif
terhadap keseimbangan cairan.
Kaji edema perifer Gagal jantung dapat menyebabkan kongesti
vena dan berakibat pada peningkatan tekanan
kapiler dan selanjutnya menyebabkan edema.
Kaji distensi vena jugular, hepatomegali, dan Peningkatan volume vena cava dapat
nyeri abdomen menyebabkan distensi vena jugular,
hepatomegali, dan nyeri abdomen
Ikuti diet rendah sodium dan restriksi cairan Diet rendah sodium membantu mencegah
peningkatan retensi sodiumyang juga dapat
menyebabkan retensi air. Restriksi cairan
dapat digunakan untuk menurunkan intake
cairan, karena itu penurunan volume cairan
meningkat.
Auskultasi bunyi napas dan amati produksi Suara crackles dapat muncul akibat
sputum penumpukan cairan di paru-paru. Sputum
berwarna sedikit merah muda dapat
mengindikasikan komplikasi edema
pulmonar.
Atur terapi diuretik seperti yang diminta dan Diuretik adalah terapi yang dianjurkan untuk
evaluasi keefektifan terapi mengurangi akumulasi cairan pada klien.
Daftar Pustaka
Black, J.M., & Hawks, J.N. (2014). Keperawatan medical bedah: Manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan, Edisi 8, Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Berman, A., & Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2016). KOZIER & ERB's Fundamentals of
Nursing: Concepts, Process, and Practice, 10th Ed. USA: Pearson Education, Inc.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing international
classification (NIC) (6th ed). St. Louis: Mosby, Elsevier Inc.
Doenges, M. E. (2008). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.
McCance., & Huether. (2010). Pathophysiology: the biologic basis for disease in adults &
children. USA: Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (Eds.). (2013). Nursing Outcome
Clasification (5 ed.). USA: Elsevier.
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.
6. Jakarta: EGC.