Anda di halaman 1dari 16

Nama : Thatiana Dwi Arifah

NPM : 1206244346

Laporan Pendahuluan
Congestive Heart Failure (CHF)

I. Anatomi dan Fisiologi Jantung


Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium
yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan dalam (perikardium viseralis) dan lapisan
luar (perikardium parietalis). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh cairan pelumas yang
mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke
depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dan ke bawah pada diafragma.
Perikardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga
melindungu terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke
jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah yang
merupakan lapisan otot (miokardium), dan lapisan terdalam yang merupakan lapisan endotel
(endokardium).
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteri pulmonaris dan
aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah
bawah (ventrikel) oleh suatu anulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan
tempat melekatnya k atup maupun otot). Urutan aliran darah secara anatomi: vena kava,
atrium kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel
kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava. Apeks jantung dapat dipalpasi di
garis midklavikula pada ruang interkostal keempat atau kelima (Price & Wilson, 2005).
Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan sebagai penyalur darah
dari vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan. Darah yang berasal dari
pembuluh vena ini masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava superior, vena kava
inferior, dan sinus koronarius. Yang memisahkan vena kava dari atrium hanya lipatan katup
atau pita otot yang rudimenter. Oleh karena itu, peningkatan tekanan atrium kanan akibat
bendungan darah di sisi kanan jantung akan dibalikkan kembali ke dalam vena sirkulasi
sistemik. Sekitar 75% aliran balik vena ke dalam atrium kanan akan mengalirkan secara pasif
ke dalam ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. 25% sisanya akan mengisi ventrikel
selama kontraksi atrium. Ventrikel kanan harus menghasilkan kekuatan yang cukup besar
untuk dapat memompa darah yang diterimanya dari atrium ke sirkulasi pulmonal maupun
sirkulasi sistemik. Beban kerja ventrikel kanan lebih ringan dibandingkan ventrikel kiri.
Sehingga tebal dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari tebalnya dinding ventrikel kiri.
Atrium kiri menerima darah teroksigenasi dari paru-paru melalui keempat vena pulmonalis.
Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan
tekanan atrium kiri mudah membalik secara retrogad ke dalam pembuluh paru-paru.
Peningkatan akut tekanan atrium kiri menyebabkan bendungan paru. Darah mengalir dari
atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitralis. Ventrikel kiri harus menghasilkan
tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan
aliran darah ke jaringan perifer. Ventrikel kiri memiliki otot-otot yang tebal dengan bentuk
yang menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama
ventrikel berkontraksi (Price & Wilson, 2005).

Gambar 1. Anatomi jantung


Gambar 2. Lapisan jantung

Gambar 3. Aliran darah melalui sistem kardiovaskular


II. Definisi, faktor resiko, dan etiologi penyakit
Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (cardiac output
tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat
akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam
darah yang mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada
berbagai organ (Black & Hawks, 2009).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya adakalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. Pengertian lain
menyebutkan bahwa dekompensasi cordis adalah ketidakmampuan jantung
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kebutuhan oksigen
jaringan (Doenges, 2008). Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa CHF
merupakan keadaan jantung yang sudah tidak mampu lagi memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh.

Etiologi dan faktor risiko gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut (Black &
Hawks, 2009):
1) Kelainan mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
 Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
 Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)
b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban awal
dan sebagainya)
c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).
d. Tamponade perikardium.
e. Restriksi endokardium atau miokardium.
f. Aneurisme ventrikel.
2) Kelainan miokardium
a. Primer
 Kardiomiopati.
 Miokarditis.
 Kelainan metabolik.
 Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
 Presbikardia.
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis)
 Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
 Kelainan metabolik.
 Inflamasi.
 Penyakit sistemik.
 Penyakit paru obstruktif menahun.
3) Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
 Henti jantung.
 Fibrilasi.
 Takikardi atau bradikardi yang berat.
 Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.

Gagal jantung kongestif (CHF) dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut (New York Heart
Association (NYHA) berdasarkan seberapa kecil keterbatasannya selama aktivitas
fisik, yaitu :
 Class I
Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan
yang tidak semestinya, palpitasi atau dyspnea (sesak napas).
 Class II
Sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Lebih nyaman beristirahat dan tidak
menunjukkan tanda gagal jantung. Aktivitas fisik yang biasa menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dyspnea (sesak napas).
 Class III
Ditandai membatasi aktivitas fisik. Lebih nyaman beristirahat dan tidak timbul
tanda gagal jantung. Kurang dari aktivitas biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi,
atau dyspnea.
 Class IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal
jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan meski sangat ringan (seperti
duduk atau berdiri), ketidaknyamanan meningkat dan gejala gagal jantung
bertambah berat dirasakan.
NYHA juga menambahkan pembagian kelas A-D sebagai lanjutan yang merupakan
kelas tanda-tanda yang ditemukan oleh tenaga kesehatan, antara lain:
 Class A
Tidak ada bukti obyektif tentang penyakit kardiovaskular. Tidak ada gejala dan
tidak ada batasan dalam aktivitas fisik biasa.
 Class B
Bukti obyektif tentang penyakit kardiovaskular minimal. Gejala ringan dan sedikit
keterbatasan selama aktivitas normal. Nyaman beristirahat.
 Class C
Bukti obyektif penyakit kardiovaskular yang cukup parah. Keterbatasan ditandai
dalam aktivitas karena gejala, bahkan selama aktivitas yang kurang biasa. Nyaman
hanya saat istirahat.
 Class D
Bukti obyektif tentang penyakit kardiovaskular berat. Keterbatasan yang parah.
Mengalami gejala bahkan saat istirahat

Contoh:
Pasien dengan gejala minimal atau tidak ada tapi terdapat tekanan besar di katup
aorta atau penyumbatan parah arteri koroner utama kiri, diklasifikasikan: Fungsi
Kapasitas I, Pemeriksaan Objektif D

Seorang pasien dengan sindrom angina berat tapi secara angiografi arteri koroner
normal, diklasifikasikan: Kapasitas Fungsional IV, Pemeriksaan Objektif A

III. Manifestasi klinis


Gejala gagal jantung tergantung pada kegagalan ventrikel kanan atau kiri yang
terjadi.
1. Gagal jantung kiri
Gejala yang khas adalah kongesti paru karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi, yaitu:
a. Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Tahap lanjut dari dyspnea adalah ortopnea, yaitu sesak yang terjadi saat posisi
terlentang. Ortopnea pada malam hari yang dinamakan paroksimal nokturnal
dispnea, yaitu sensasi kesulitan bernapas saat tiba-tiba terbangun dari tidur.
b. Pernapasan Shyene-stokes, terjadi akibat waktu sirkulasi memanjang antara
sirkulasi pulmonal dan sistem saraf pusat.
c. Batuk
Jenis batuk kasar merupakan gejala khas dengan dahak berbusa kental dan
bercampur darah. Hal tersebut terjadi karena cairan berada di saluran pernapasan
dan mengiritasi mukosa paru.
d. Keletihan dan kelemahan otot
Terjadi karena curah jantung kurang sehingga menghambat jaringan dari dari
sirkulasi normal dan oksigen. Menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme
juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
e. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Gagal jantung kanan :


a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
c. Hepatomegali. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
e. Nokturia, kelemahan.

IV. Patofisiologi (WOC/ mindmap)


Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme
dengan menggunakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan kardiak output
dinamakan cadangan jantung (Black & Hawks, 2009). Cadangan jantung merupakan
kemampuan jantung berkompensasi sebagai respon terhadap stres, meliputi:
a. Respon sistem saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor
b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan
volume
c. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin
d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap cairan

Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah


sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh
pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari
arteri coronaria. Menurunnya kardiak output dan menyebabkan oksigenasi yang tidak
adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan
tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik
atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan. WOC terlampir.
V. Komplikasi
Komplikasi gagal jantung kiri adalah edema paru akut dan menyebabkan kesulitan
bernapas. Pemantauan kritis pada edema paru akut diantarnya muncul dyspnea berat,
ortopnea, pucat, takikardia, batuk berdahak dan sejumlah besar dahak berbusa kental
bercampur darah, ketakutan, mengi, berkeringat, sianosis, napas cuping hidung,
penggunaan otot napas tambahan, takipnea, vasokonstriksi dan hipoksia pada hasil AGD
(Black & Hawks, 2009).
VI. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway : batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan
b. Breathing : dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
c. Circulation :
Riwayat hipertensi, miokardial infark akut, gagal jantung kiri sebelumnya,
penyakit katup jantung, anemia, syok dan sebagainya. Tekanan darah, nadi,
frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi
perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit,
kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, pembesaran hepar, bunyi nafas
krakles atau ronchi, edema

2. Pengkajian Sekunder
- Aktifitas/istirahat: Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah,
dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah
saat beraktifitas.
- Integritas ego : Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
- Eliminasi: gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare / konstipasi
- Makanan/cairan: Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan
diuretic distensi abdomen, edema umum, dan sebagainya
- Hygiene: Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
- Neurosensori: Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
- Nyeri/kenyamanan: Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot,
gelisah
- Interaksi sosial : penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
- Penyuluhan/ pembelajaran: penggunakan obat-obat jantung, bukti tentang
ketidakberhasilan terapi untuk topik pembelajaran.

3. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG: hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardia, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukan adanya aneurisma ventrikuler (dapat menyebabkan gagal atau
disfungsi jantung).
2. Sonogram: dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
3. Scan Jantung: tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
4. Rontgen dada: dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan
peningkatan tekanan pulmonal abnormal, misalnya : pulgus pada pembesaran
jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma ventrikel.
5. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
6. Oksimetri nadi: saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika gagal jantung kiri
akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
7. AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 akhir
8. Radiologi:
a. Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir
berkurang
b. Lapangan paru bercak-bercak karena edema paru
c. Distensi vena paru
d. Hidrothorak
e. Pembesaran jantung, Cardio-thoragic ratio meningkat
9. Ekokardiografi: Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang
menjadi penyebab gagal jantung
10. Kateterisasi Jantung: Pada gagal jantung kiri didapatkan 10 mmHg atau
Pulmonary arterial wedge Pressure > 12 mmHg dalam keadaan istirahat.
Curah jantung lebih rendah dari 2,7 lt/mnt/m2 luas permukaan tubuh.

VII. Masalah keperawatan dan diagnosis yang mungkin muncul


1. Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi/ irama jantung, perubahan stroke
volume, perubahan afterload, perubahan preload, perubahan kontraktilitas
2. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
6. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam
lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya, tindakan yang
dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin muncul

VIII. Prioritas Diagnosis


Prioritas diagnosis melihat etiologi CHF yang terjadi yaitu kegagalan memompa darah
ke seluruh tubuh, sehingga terjadi penurunan curah jantung dan perfusi jaringan menjadi
tidak efektif. Manifestasi klinis seperti edema, dyspnea dan kecemasan dapat diatasi
seiring dengan kembalinya jantung memompa darah.

IX. Rencana asuhan keperawatan (NCP) minimal 3 diagnosis keperawatan


1. Diagnosa: Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi/
irama jantung, perubahan stroke volume, perubahan afterload, perubahan
preload, perubahan kontraktilitas
Kriteria Evaluasi:
 Pompa jantung efektif ditandai dengan tanda vital yang dapat diterima,
disaritmia terkontrol, dan adekuat urin output
 Managemen mandiri penyakit jantung dengan klien berpartisipasi dalam
aktivitas yang meningkatkan kerja jantung

Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji kecepatan dan ritme jantung untuk Takikardia biasanya muncul walaupun
memastikan apakah adanya aritmia seperti sedang dalam keadaan istirahat
takikardia
Auskultasi bunyi jantung untuk mengamati S1 dan S2 akan tidak terdengar karena
perubahan bunyi jantung seperti murmur atau kegagalan pompa jantung. Murmur
gallop menandakan adanya stenosis katup dan
gallop menandakan distensi ruang
jantung
Palpasi nadi perifer dan tekanan darah Nadi mungkin akan ireguler dan terasa
cepat karena penurunan curah jantung.
Pada awal atau kronik gagal jantung
tekanan darah akan meningkat, namun
hipotensi juga dapat terjadi
Inspeksi kulit pucat dan sianosis Pucat mengindikasikan gangguan
perfusi perifer, sedangkan sianosis
menunjukan area kongesti vena
meningkat
Monitor intake dan output dan analisa penemuan Jika intake melebihi output, klien berada
Catat warna dan jumlah urin dalam risiko kelebihan cairan dan tidak
dapat menghilangkan kelebihan cairan
karena dekompensasi jantung. Urin yang
pekat dan oliguria dapat menjadi akibat
dari penurunan perfusi jaringan ginjal
akibat penurunan curah jantung.
Kaji perubahan status mental Penurunan status mental dapat
mengindikasikan penurunan perfusi
jaringan otak
Elevasi kaki untuk menghindari luka tekan di lutut. Menurunkan statis vena dan
Dorong klien melakukan latihan aktif dan pasif menurunkan insiden trombus dan
untuk meningkatkan ambulasi dan aktivitas embolus
Anjurkan istirahat fisik dan psikologis Peningkatan tekanan fisik atau
psikologis dapat meningkatkan kerja
miokardium dan kebutuhan oksigen

Kolaborasi
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi Meningkatkan kadar oksigen untuk
mengurangi hipoksia dan iskemia
Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang dianjurkan bertujuan
untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan penurunan preload dan
afterload, respon klien perlu dievaluasi.
Kebutuhan klien perlu dievaluasi untuk
efek potensial obat.
Monitor dan berikan terapi elektrolit Perpindahan cairan dan penggunaan
diuretik dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit yang
mempengaruhi kontraktilitas
Monitor serial perubahan EKG dan rontgen dada Dokumentasi ritme memperkuat ritme
dan memberikan garis dasar untuk
perubahan, Perubahan segmen ST dapat
mengindikasikan iskemia miokardium
yang terjadi akibat penurunan perfusi
arteri koronia.
2. Diagnosa: Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
curah jantung
 Tujuan: Perfusi jaringan adekuat
 Kriteria Evaluasi: Kulit hangat dan tidak ada sianosis, nadi perifer, dan output
urin yang adekuat

Intervensi Rasional
Catat warna dan temperatur kulit setiap Kulit dingin dan pucat adalah indikasi penurunan
4 jam perfusi jaringan
Amati nadi perifer setiap 4 jam Penurunan nadi mengindikasikan penurunan
perfusi jaringan dari vasokontriksi pembuluh
darah
Sediakan lingkungan yang hangat Lingkunganyang hangat dapat meningkatkan
vasodilatasi yang dapat meingkatkan preload dan
meningkatkan perfusi jaringan
Anjurkan active range of motion Range of motion dapat membantu menurunkan
pengumpulan darah di vena dan meningkatkan
perfusi jaringan
Monitor output urin setiap 4 jam Penurunan perfusi jaringan ke ginjal dapat
menyebabkan oliguria
Lindungi kulit dari trauma Perfusi jaringan yang buruk menyebabkan
penyembuhan luka yang lama

3. Diagnosa: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi dan kelebihan asupan natrium
 Tujuan: Keseimbangan cairan adekuat
 Kriteria Evaluasi: intake dan output cairan seimbang, tidak ada suara napas
tambahan, edema berkurang

Intervensi Rasional
Amati intake dan output cairan Keseimbangan intake dan output cairan dapat
menggambarkan status cairan.
Timbang berat badan klien setiap hari Berat badan adalah indikator yang sensitif
terhadap keseimbangan cairan.
Kaji edema perifer Gagal jantung dapat menyebabkan kongesti
vena dan berakibat pada peningkatan tekanan
kapiler dan selanjutnya menyebabkan edema.
Kaji distensi vena jugular, hepatomegali, dan Peningkatan volume vena cava dapat
nyeri abdomen menyebabkan distensi vena jugular,
hepatomegali, dan nyeri abdomen
Ikuti diet rendah sodium dan restriksi cairan Diet rendah sodium membantu mencegah
peningkatan retensi sodiumyang juga dapat
menyebabkan retensi air. Restriksi cairan
dapat digunakan untuk menurunkan intake
cairan, karena itu penurunan volume cairan
meningkat.
Auskultasi bunyi napas dan amati produksi Suara crackles dapat muncul akibat
sputum penumpukan cairan di paru-paru. Sputum
berwarna sedikit merah muda dapat
mengindikasikan komplikasi edema
pulmonar.
Atur terapi diuretik seperti yang diminta dan Diuretik adalah terapi yang dianjurkan untuk
evaluasi keefektifan terapi mengurangi akumulasi cairan pada klien.

X. Treatment/ pengobatan dan terapi/medikasi


Terapi medikasi yang diberikan pada pasien dengan gagal jantung terdiri atas:
1. ACE inhibitors berfungsi untuk mengurangi afterload sehingga meningkatkan curah
jantung (biasanya digunakan secara terus - menerus, perlu terus dipantau terhadap
tekanan darah rendah/tinggi. Prinsip kerja obat ini menghmbat konversi angiotensin
1 menjadi angiotensin 2 sehingga menurunkan aldosteron. Akibatnya tekanan darah
menurun, tidak terjadi retensi natrium dan air dan volume cairan banyak dikeluarkan
dari tubuh sehingga menurunkan hipertensi.
2. Diuretics (furosemide/lasix) berfungsi untuk mengurangi preload dan kongesti
pulmonal sehingga mengurangi kerja jantung dan meningkatkan Curah jantung.
Prinsip kerja obat ini memungkinkan pasien mengeluarkan urin lebih banyak dan baik
diberikan saat pagi hari. Contoh obat ini adalah furosemide, dan
bendoroflumethiazide (brondofluazide).
Diuretik terbagi menjadi lima golongan yakni; Inhibitor karbonik anhidrase
(asetazolamid) obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada
glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus, Loop diuretik (furosemid, as
etakrinat, torsemid, bumetanid) Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi
natrium, klorida, dan kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron)
melalui inhibisi pembawa klorida, Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
Obat ini menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi
air, natrium, dan klorida, Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren) Diuretik
yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan kalium dalam
urine dan Osmotik (manitol, urea) diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk
menurunkan edema serebri atau peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma
serta menimbulkan diuresis setelah overdosis obat.
3. Vasodilators termasuk nitroglycerine untuk mengurangi preload; pantau hipotensi
4. Inotropik berfungsi untuk meningktatkan kontraktilotas jantung. Ada dua jenis obat
inotropik positif, yaitu glikosida jantung alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis
purpurea yang kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja
sebagai inotropik positif pada gagal jantung. Penghambat fosfodiesterase Obat-obat
dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang selektif
bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik
AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel.

Daftar Pustaka

Black, J.M., & Hawks, J.N. (2014). Keperawatan medical bedah: Manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan, Edisi 8, Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Berman, A., & Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2016). KOZIER & ERB's Fundamentals of
Nursing: Concepts, Process, and Practice, 10th Ed. USA: Pearson Education, Inc.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing international
classification (NIC) (6th ed). St. Louis: Mosby, Elsevier Inc.
Doenges, M. E. (2008). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.
McCance., & Huether. (2010). Pathophysiology: the biologic basis for disease in adults &
children. USA: Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (Eds.). (2013). Nursing Outcome
Clasification (5 ed.). USA: Elsevier.
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.
6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai