Anda di halaman 1dari 26

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Investasi
2.1.1 Pengertian Investasi
Setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menentukan proporsi
dana atau sumber yang mereka miliki untuk konsumsi saat ini dan dimasa datang.
Semua kegiatan investasi pada hakekatnya memiliki motif dan tujuan yang sama
yaitu untuk mendapatkan keuntungan atau laba dalam jumlah tertentu. Investasi dapat
diartikan sebagai berikut :
Menurut Sunariyah (2006:4) investasi adalah penanaman modal untuk satu
atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan
mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang
Tandelilin ( 2010 :1) menyebutkan investasi yaitu :
“Sebagai komitmen untuk menanamkan sejumlah dana pada saat ini dengan
tujuan memperoleh keuntungan dimasa datang”.
Jogiyanto (2010:5) mengatakan :
“Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukan ke aktiva
produktif selama periode waktu yang tertentu”
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
investasi merupakan suatu bentuk pengorbanan kekayaan di masa sekarang untuk
mendapatkan keuntungan di masa depan.
2.1.2 Jenis Investasi
Berdasarkan pemilikan aktiva financial (financial assets) dalam rangka
investasi pada sebuah institusi atau perusahaan dapat dilakukan dengan dua cara
menurut Jogiyanto (2010 : 7) yaitu :
1. Investasi Langsung (Direct Investment)
Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang
dapat diperjualbelikan di pasar uang (Money market), pasar modal (Capital market),
21

atau pasar turunan (Derivative market). Investasi langsung juga dapat dilakukan
dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjualbelikan. Investasi
langsung juga dapat diartikan sebagai suatu kepemilikan surat-surat berharga secara
langsung dalam suatu institusi/perusahaan tertentu yang secara resmi telah go public
dengan tujuan mendapatkan tingkat keuntungan berupa deviden dan capital gain.

2. Investasi tidak langsung


Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga dari
perusahaan investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa
keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan sumber dana
yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya. Ini berarti bahwa
perusahaan investasi membentuk portofolio (diharapkan portofolionya optimal) dan
menjualnya eceran kepada publik dalam bentuk saham-saham. Investasi tidak
langsung lewat perusahaan investasi ini menarik bagi investor paling tidak karena dua
alasan utama, yaitu :
a. Investor dengan modal kecil dapat menikmati keuntungan karena
pembentukan portofolio.
b. Membentuk portofolio membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang
mendalam.
Berdasarkan bentuknya investasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Investasi dalam bentuk aktiva rill (real assets), yaitu :
Investasi dalam bentuk aktiva berwujud fisik, seperti emas, intan, perumahan dan
sebagainya.
2. Investasi dalam bentuk surat berharga atau sekuritas (marketable securities/
financial assets), yaitu :
Investasi dalam bentuk surat- surat berharga yang pada dasarnya merupakan
klaim atas aktiva rill yang diawasi oleh suatu lembaga atau perorangan
tertentu.
22

2.1.3 Hasil Pengembalian Investasi


Menurut Tandelilin (2010 :34) dasar keputusan berada pada tingkat return
harapan, return adalah alasan utama orang berinvestasi adalah memperoleh
keuntungan. Dalam konteks manajemen investasi tingkat keuntungan investasi
disebut sebagai return suatu hal yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat
return tertentu atas dana yang telah diinvestasikannya. Umumnya tingkat
pengembalian investasi juga diartikan sebagai suatu hasil pendapatan yang diperoleh
dari suatu dana/modal yang ditanamkan pada suatu investasi, baik berupa asset riil
(real assets) maupun asset keuangan (financial asstes ).
Menurut Halim (2005:4) pengertian return adalah :
“ Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi
dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung resiko atas
investasi yang dilakukan”.
2.1.4 Risiko Investasi
Risiko terbesar dalam investasi hilangnya seluruh nilai investasi yang
ditanamkan. Hal ini terjadi jika perusahaan dimana investor menempatkan investasi
mengalami kebangkrutan, sehingga mereka tidak dapat memenuhi kewajibannya
untuk membayar nilai pokok investasi. Pada umumnya semakin besar risiko, maka
semakin besar pula tingkat return harapan ( Tandelilin 2010 :16).
Risiko investasi diartikan oleh Tandelilin (2010 : 16) sebagai berikut :
“Risiko merupakan kemungkinan realisasi return actual lebih rendah dari
return minimum yang diharapkan”.
Menurut Halim (2010 :42) mendefinisikan risiko sebagai berikut :
“ Risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian
yang diharapkan dengan tingkat pengembalian aktual”.
Salah satu pengukur risiko adalah deviasi standar (standard deviation) dari
nilai return. Semakin besar standar deviasi, maka semakin besar risikonya (Jogiyanto
2010:256).
23

2.2. Reksadana
2.2.1 Pengertian Reksadana
Memiliki berbagai jenis saham dan berbagai jenis obligasi serta sekuritas
lainnya, jauh lebih kecil risikonya dibanding hanya memiliki satu saham saja. Jadi
semakin bervariasi bentuk suatu investasi semakin kecil risiko yang dihadapi.
Terdapat berbagai macam istilah yang digunakan untuk Reksadana, berikut adalah
pengertian Reksadana :
Pengertian Reksadana (Mutual Fund) menurut pasal 1 Undang-undang
Pasar Modal Tahun 1995 adalah sebagai berikutt :
“ Reksadana dapat diartikan sebagai suatu wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek oleh manajer investasi”
Menurut Sunariyah (2006:234) reksadana yaitu:
“ Reksadana merupakan kumpulan saham-saham, obligasi-obligasi atau
sekuritas yang dimiliki oleh sekelompok pemodal dan dikelola oleh
perusahaan investasi yang profesional”.
Pengertian Reksadana menurut Tandelilin (2010:48) :
“ Reksadana (mutual fund) merupakan suatu jenis instrument investasi yang
juga tersedia di pasar modal Indonesia di samping saham, obligasi dan
sebagainya”
Reksadana muncul karena umumnya investor mengalami kesulitan untuk
melakukan investasi sendiri secara terpisah pada berbagai efek yang ada. Kesulitan
yang dihadapi investor antara lain menyangkut kemampuan dan pengalaman untuk
melakukan berbagai analisa dan memonitor kinerja efek maupun kondisi pasar secara
terus-menerus yang menyita banyak waktu dan tenaga. Disamping itu dibutuhkan
pula dana yang relatif besar untuk melakukan investasi pada berbagai surat berharga
yang ditawarkan oleh pasar.
24

2.2.2 Bentuk Reksadana


Dilihat dari segi bentuknya, Reksadana menurut Sunariyah (2006:236) dapat
dibedakan menjadi:
1. Reksadana Berbentuk Perseroan
Bentuk Reksadana ini merupakan kontrak antar direksi perusahaan dengan
manajer investasi untuk mengelola kekayaan reksadana, dimana penyimpan kekayaan
reksadana didasarkan pada kontrak antara manajer investasi dengan Bank Kustodian.
2. Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
Bentuk kontrak investasi kolektif ini dapat dijelaskan sebagai kontrak antara
manajer investasi dengan Bank Kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan,
dimana manajer investasi bertugas dan bertanggung jawab untuk mengelola
portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian bertugas serta bertanggung jawab
dalam pengadministrasian dan penyimpanan atas kekayaan reksadana.
2.2.3 Sifat Reksadana
Jika dilihat sifatnya, Sunariah (2006:238) membagi reksadana menjadi :
1. Reksadana Terbuka (open-end investment company)
Reksadana terbuka yaitu reksadana yang dapat menawarkan dan membeli
kembali saham-sahamnya dari pemodal sampai dengan sejumlah yang telah
dikeluarkan. Pemegang saham/unit reksadana yang sifatnya terbuka ini dapat menjual
kembali saham penyertaan setiap saat apabila diinginkan.
2. Reksadana Tertutup (close-end investment company)
Reksadana tertutup yaitu reksadana yang dapat menawarkan saham-saham
kepada masyarakat pemodal tetapi tidak dapat membeli kembali saham-saham
tersebut (yang telah dijual kepada masyarakat pemodal). Dengan kata lain pemegang
saham tidak dapat menjual kembali sahamnya kepada perusahaan reksadana penerbit.
25

2.2.4 Jenis Reksadana


Berdasarkan konsentrasi portofolio menurut Tandelilin (2010:49) jenis
reksadana dibedakan menjadi :
5. Reksadana Pasar Uang (Money Market Funds)
Merupakan reksadana yang menginvestasikan dananya khusus pada berbagai
jenis sekuritas di pasar uang, contohnya adalah Reksadana Biro Dana Kas.
6. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds)
Reksadana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya
dalam bentuk efek bersifat utang atau merupakan reksadana yang
menginvestasikan dananya khusus pada portofolio obligasi.
7. Reksadana Saham (Equity Funds)
Merupakan reksadana yang menginvestasikan dananya khusus pada portofolio
saham-saham perusahaan, contohnya adalah Reksadana Niaga Saham.
8. Reksadana Campuran (Mix/ Discrentionary Funds)
Merupakan reksadana yang menginvestasikan dananya pada berbagai jenis
sekuritas yang berbeda baik di pasar modal maupun pasar uang, contohnya
adalah reksadana Anggrek yang mengkombinasikan investasinya pada
sekuritas bersifat ekuitas bersifat utang jangka panjang.
2.2.5 Pelaku dan Profesi Penunjang Reksadana
Menurut Martalena (2011:87) ada pelaku dan profesi penunjang investasi
reksadana yaitu:
1. Manajer Investasi
Merupakan badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang
kegiatannya mengelola dana nasabah perorangan maupun investasi kolektif untuk
sekelompok nasabah yang dikenal dengan reksadana, baik berbentuk Perseroan
maupun Kontrak Investasi Kolektif (KIK).
2. Bank Kustodian
Merupakan lembaga yang memberikan jasa penitipan efek, serta memberikan
jasa lain seperti menerima deviden, bunga, dan hal lainnya, menyelesaikan transaksi
26

efek, mewakili pemegang rekening menjadi nasabahnya. Lembaga kustodian ini


berbentuk sebuah bank umum. Intinya, Bank kustodian hanya mengeksekusi perintah
yang diberikan manajer investasi sesuai kontrak.
3. WAPERD (Wakil Agen Penjual Efek Reksadana)
Adalah orang perorangan yang mendapat ijin dari Bapepam untuk bertindak
sebagai wakil perusahaan efek untuk menjual efek reksadana. Namun, ijin tersebut
tidak boleh dipergunakan untuk mewakili lebih dari 1 perusahaan efek.
4. Profesi Penunjang Reksadana
a. Notaris : pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, berperan
dalam pembuatan akta kontrak-kontrak yang diperlukan dalam pendirian
reksadana.
b. Konsultan Hukum : ahli hukum yang memberikan dan menandatangani
pendapat dari segi hukum tentang penawaran umum dari suatu reksadana.
2.2.6 Keuntungan Reksadana
Pada dasarnya setiap individu yang berinvestasi di pasar modal ingin
mendapatkan keuntungan dalam investasinya. Kehadiran reksadana dalam
pasar modal cukup menarik perhatian para investor karena ada beberapa
keuntungan yang dapat diberikan kepada para investor. Beberapa keuntungan
reksadana menurut Widjaja (2006:10) yaitu :
1. Diversifikasi Investasi dan Penyebaran Risiko
Dana yang dikelola oleh reksadana cukup besar sehingga memberikan
kesempatan bagi pengelola untuk mendiversifikasi investasinya ke
berbagai jenis efek atau media investasi lainnya. Jadi, sasaran investasinya
tidak tergantung pada satu atau beberapa instrumen saja, sehingga hal ini
sekaligus juga merupakan upaya penyebaran risiko.
2. Biaya Rendah
Reksadana dikelola secara profesional sehingga akan menciptakan
efisiensi dalam pengelolaan. Biaya yang dikeluarkan relatif lebih kecil bila
dibandingkan jika seorang investor mengelola sendiri dananya.
27

3. Harga
Apabila harga saham di bursa mengalami penurunan secara umum, maka
manajer investasi akan beralih ke media investasi lain.
4. Dapat Dimonitor Secara Rutin
Pemegang saham dan atas Unit penyertaan reksadana dapat memonitor
perkembangan harga sahamnya secara rutin. Karena, setiap hari reksadana
akan mengumumkan Nilai Aktiva Bersih melalui surat kabar.
5. Likuiditas yang Terjamin
Berbeda dengan saham dan atas Unit Penyertaan perusahaan biasa, saham
reksadana terbuka sangat likuid. Apabila investor ingin menjual sahamnya
dan atas Unit Penyertaan, maka perusahaan reksadana yang besangkutan
wajib membelinya kembali pada harga NAB.
2.2.7 Tujuh Aspek yang harus dipertimbangkan dalam Investasi Reksadana
Menurut Manurung (2003:78) ada tujuh aspek yang harus
dipertimbangkan dalam investasi pada reksadana yaitu :
1) Menentukan tujuan investasi. Dalam tahapan ini sudah terkandung bahwa
dana yang dimiliki untuk investasi jangka menengah atau panjang, sesuai
karakteristik reksadana. Selanjutnya menentukan risiko yang dapat
ditolerir, sekaligus tingkat pengembalian yang diharapkan. Bila investor
menginginkan risiko yang tinggi dengan tingkat pengembalian yang agak
tinggi pula maka investor lebih tepat melakukan investasi pada reksadana
saham. Tetapi, bila ingin mendapatkan risiko rendah namun tingkat
pengembalian yang tinggi perlu memilih reksadana pendapatan tetap.
2) Aspek kedua yaitu membandingkan sekelompok reksadana sejenis yang
akan diinvestasikan. Misalnya 5 reksadana sejenis akan dipilih satu atau
dua reksadana. Jangan investasi hanya pada satu jenis reksadana, supaya
terjadi diversifikasi pada reksadana.
28

3) Mengenali pengelola reksadana. Pengelola reksadana baik secara


perorangan maupun perusahaan perlu diketahui secara cermat melalui
membaca prospectus dari reksadana tersebut.
4) Aspek keempat yaitu sponsor dari reksadana. Sponsor reksadana menjadi
sebuah kriteria untuk melihat seberapa jauh komitmen dan bonafiditas,
karena berdirinya reksdana tidak terlepas dari pengorbanan sponsor.
5) Aspek kelima pengalaman mengelola dana atau sering dikenal dengan
istilah Track Record dari pengelola dana tersebut.
6) Aspek keenam yaitu kemudahan melakukan transaksi untuk membeli dan
me-redeem reksadana tersebut serta jasa pelayanan yang diberikan
manajer investasi.
7) Aspek ketujuh yaitu jumlah investor perorangan dari reksadana yang
bersangkutan. Jumlah investor reksadana ini sangat penting karena
semakin banyak pemegang reksadana maka stabilitas dari reksadana
tersebut terjamin dan penurunan nilai aktiva yang tajam tidak akan terjadi
2.2.8 Nilai Reksadana
Penilaian terhadap kinerja reksadana penting dilakukan. Dengan melakukan
penilaian terhadap kinerja reksadana dapat diketahui kemampuan reksadana bersaing
dengan reksadana lain di pasar serta mengetahui kemampuan reksadana dalam
menghasilkan keuntungan. Return dari reksadana dikenal dengan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) dimana nilainya akan diperbaharui setiap harinya berdasarkan hasil transaksi
reksadana pada hari tersebut. Besarnya NAB dari reksadana merupakan kunci untuk
menilai kinerja reksadana.
Angka Nilai Aktiva Bersih (NAB) ini bisa dicari dengan membagi total nilai
investasi reksa dana dengan total saham yang diterbitkanya. NAB per unit ini disebut
juga dengan Harga Unit Penyertaan. Rumus Harga Unit Penyertaan menurut Siagian
(2010) adalah :
Total Aktiva Bersih
NAB / Unit 
Jumlah Unit Beredar
29

Pengukuran kinerja pengelolaaan reksadana tersebut tercermin dari perubahan


nilai asset bersih per unitnya (NAB/Unit). Naik turunnya NAB per unit penyertaan
menjadi indikator untung ruginya pemodal menurut Siagian (2010).
2.2.9 Tingkat Pengembalian Reksadana
Pada reksadana Harga NAB/Unit penyertaan yang berubah-ubah setiap
harinya menjadi indikator hasil investasi seorang investor. Naik turunnya harga
NAB/unit penyertaan menjadi indikator untung ruginya investasi kita pada reksadana.
Karena NAB/unit penyertaan yang dihitung secara harian sangat tergantung pada
harga masing-masing jenis instrument dimana reksadana berinvestasi, yang berubah-
ubah juga setiap harinya tergantung kondisi pasar.
Dalam konteks manajemen investasi, pengembalian (return) merupakan
imbalan yang diperoleh dari investasi. Pengembalian dibedakan menjadi dua, yaitu
pengembalian yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data
historis, dan pengembalian yang diharapkan (expected return) yang akan diperoleh
investor dimasa depan. Tingkat pengembalian pada penelitian ini adalah tingkat
pengembalian actual return yang pada reksadana dapat dihitung dengan rumus :
NABt  NABt 1
Ri 
NABt 1
Dalam hal ini :
NABt  NAB pada akhir periode
NABt 1  NAB pada awal periode
Sumber : Siagian (2010)
2.2.10 Risiko Reksadana
Risiko yang terkandung dalam setiap tipe reksadana besarnya berbeda-beda,
semakin tinggi return yang diharapkan semakin tinggi pula risikonya. Risiko yang
terkandung dalam reksadana perlu mendapat pertimbangan para pemodal. Risiko
tersebut menurut Martalena (2011:85) antara lain :
30

1. Berkurangnya nilai unit penyertaan. Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya


harga dari efek yang menjadi bagian portofolio reksadana yang
mengakibatkan menurunnya nilai unit penyertaan.
2. Risiko likuiditas. Penjualan kembali sebagian besar unit penyertaan oleh
pemilik kepada manajer investasi secara bersamaan dapat menyulitkan
manajer investasi dalam menyediakan uang tunai bagi pembayaran tersebut.
3. Risiko Politik dan Ekonomi. Perubahan kebijakan dibidang politik dan
ekonomi dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, tidak terkecuali perusahaan
yang telah listing di bursa efek.
4. Aset perusahaan tidak dilindungi. Asset perusahaan reksadana sebagian besar
adalah sekuritas yang tersendiri dari hak dan klaim hukum terhadap
perusahaan yang menerbitkan.
5. Nilai asset perusahaan tidak bisa ditetapkan secara tepat sehingga NAB dari
suatu saham reksadana tidak bisa dihitung dengan akurat.

Menurut Siagian (2010) ukuran kuantitatif untuk mengukur risiko reksadana


adalah Standar Deviasi. Perhitungan tingkat risiko pada reksadana dapat
menggunakan varians karena varians mencerminkan tingkat risiko.
2.2.11 Pengukuran Kinerja Reksadana
2.2.11.1 Kerangka Pikir Untuk Evaluasi Kinerja Portofolio
Seperti layaknya evaluasi terhadap kinerja suatu perusahaan, portofolio
reksadana yang telah dibentuk juga perlu dievaluasi kinerjanya. Tandelilin
(2010:489) membagi dua isu utama berkaitan dengan evaluasi kinerja portofolio
reksadana yaitu :
1. Mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu
memberikan return yang melebihi (diatas) return yang dijadikan tolok ukur
(benchmark).
2. Mengevaluasi apakah return yang diperoleh sesuai dengan tingkat risiko yang
harus ditanggung.
31

Penilaian kinerja portofolio perlu dilakukan untuk mengetahui apakah


investasi seorang investor memang bisa memberikan hasil yang baik (sesuai dengan
risikonya) ataukah tidak. Biasanya portofolio yang sering dinilai adalah portofolio-
portofolio yang dikelola oleh perusahaan pengelola dana, terutama reksadana. Tahap
penilaian kinerja portofolio memang paling akhir, karena proses investasi portofolio
merupakan keputusan yang berkesinambungan dan terus-menerus, seperti dikatakan
Tandelilin (2010 :10) :
“Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja ini meliput pengukuran kinerja
portofolio dan perbandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portofolio lain
melalui proses benchmarking. Proses benchmarking ini biasanya dilakukan terhadap
indeks portofolio pasar, untuk mengetahui seberapa baik kinerja portofolio yang telah
ditentukan dibanding kinerja portofolio pasar”.
Untuk mengetahui reksadana yang sedang diteliti memiliki kinerja yang baik,
maka IHSG dapat dijadikan sebagai pembanding. Hal ini tersebut mengacu pada
pernyataan Pratomo (2004:152) dengan contoh kinerja reksadana saham:
“Kinerja reksadana saham umumnya akan merefleksikan kinerja pasar saham
secara keseluruhan. Manajer investasi sering menggunakan kinerja IHSG sebagai
tolok ukur pembanding kinerja reksadana saham yang dikelolanya. Dalam
pembanding kinerja, periode pengukuran kinerja reksadana saham dan IHSG harus
sama, dimana kinerja reksadana saham yang baik adalah jika peluncurannya berada
diatas (atau paling tidak menyamai) kinerja IHSG”.
2.2.11.2 Metode Pengukuran Kinerja Portofolio
Seperti telah dijelaskan bahwa untuk melihat kinerja sebuah portofolio
investor tidak bisa hanya melihat tingkat pengembalian yang dihasilkan portofolio
tersebut, tetapi investor juga harus memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat
risiko portofolio tesebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa
ukuran kinerja portofolio sudah memasukan faktor pengembalian dan risiko dalam
perhitungannya. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukan faktor
risiko menurut Tandelilin (2010:493) yaitu :
32

1. Indeks Sharpe
Indeks sharpe dikembangkan oleh Willian Sharpe. Indeks sharpe mendasarkan
perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capita market line) sebagai pokok
duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya.
Dengan demikian, indeks sharpe akan bisa dipakai pada portofolio tersebut, atau
indeks sharpe atas apa yang disebut premium atas risiko (risk premium). Risk
premium adalah perbedaan (selisih) antar rata-rata return investasi dengan return
bebas risiko(risk free). Dalam penelitian ini, investasi tanpa risiko diasumsikan
sebagai tingkat bunga SBI dengan persamaan:

R rd  R F

Dimana :

R rd  Rata  rata pengembali an reksadana

R f  Tingkat pengembali an aktiva bebas risiko(riskfree rate)

Dengan rincian rumus sebagai berikut :

1. Tingkat Pengembalian ( Ri)


NABt  NABt 1
Ri 
NABt 1
dalam hal ini :
NABt  NAB pada akhir periode
NABt 1  NAB pada awal periode
33

2. Rata-rata pengembalian reksadana (Ri )


N

 Ri
Ri  i 1

N
dalam hal ini :
Ri  tingkat pengembali an reksadana
N  jumlah bulan
3. Standar deviasi reksadana atau risiko reksadana


 ( R i  Ri )
2

   2

n 1

Dimana:
2 = variance
 = standard deviation
n-1 = jumlah hari dikurangi satu
Pengukuran Sharpe membagi risk premium ( R rd  R F ) dengan standar
deviasi dari portofolio selama periode pengukuran. Standar deviasi merupakan
fluktuasi yang dihasilkan karena berubah-ubahnya return yang dihasilkan dari sub
period berikutnya selama seluruh periode. Dalam teori portofolio standar deviasi
merupakan risiko total yang merupakan penjumlahan dari risiko pasar dan risiko unit.
Melihat dari persamaan tersebut, maka metode penilaian ini hanya melihat faktor
risiko secara keseluruhan (risk total) yang menunjukan besarnya premi risiko dari
setiap standar deviasi. Dengan memperhitungkan risiko, makin tinggi nilai
pengukuran sharpe, makin baik kinerja reksadana. Selain itu, Sharpe menggunakan
suatu alat pembanding yang menghasilkan indeks portofolio pasar, sehingga dapat
dilihat tingkat efisiensi portofolio suatu reksadana. Standar kinerja yang digunakan
untuk mengukur kinerja reksadana menggunakan indeks Sharpe adalah (Sharpe
Market/IHSG) yang merupakan Indeks Sharpe pada perubahan IHSG.
34

2. Indeks Treynor
Indeks Treynor merupakan pengukuran kinerja yang dikembangkan Jack
Treynor. Sama halnya dengan Indeks Sharpe, pada Indeks Treynor kinerja portofolio
dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko
dari portofolio tersebut. Perbedaannya, Indeks Treynor menggunakan pembagi beta
yang merupakan risiko fluktuatif terhadap risiko pasar. Asumsi yang digunakan
bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap
relevan adalah risiko yang sistematis, berat return portofolio tersebut hampir
semuanya dipengaruhi oleh pengembalian pasar. Beta dapat dengan regresi linier
antar perubahan return portofolio setiap sub periode sebagai akibat dari perubahan
return pasar, dalam hal ini IHSG.
Adapun persamaan rumus model ini adalah sebagai berikut :

R rd  R F

R rd  Rata  rata pengembali an reksadana

R f  Tingkat pengembali an aktiva bebas risiko

Pengukuran kinerja dengan metode Sharpe dan metode Treynor merupakan


komplemen (pelengkap) satu terhadap yang lain. Oleh karena itu sebaliknya kedua
pengukuran tersebut dilakukan bersamaan. Seperti halnya metode Sharpe, dengan
mempertimbangkan risiko, makin tinggi nilai pengukuran Treynor, makin baik
kinerja reksadaa. Standar kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja reksadana
menggunakan Indeks Treynor adalah Treynor Market.
35

3. Indeks Jensen
Pengukuran dengan metode Jensen menilai kinerja manajer investasi
berdasarkan atas seberapa besar manajer investasi mampu memberikan pengembalian
diatas pengembalian pasar sesuai risiko yang dimiliknya, atau dapat dikatakan Indeks
Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak
dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti portofolio pasar).
“Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukan perbedaan antara tingkat
return aktual yang diperoleh dengan tingkat return yang diharapkan jika
portofolio tersebut berada pada garis pasar modal” (Tandelilin 2010:330).
Persamaan untuk Indeks Jensen adalah :

A  ( R rd  R f )   rd ( R m  R f )

Dimana :
Ard  Alpha / nilai perpotongan jensen (reksadana)

R rd  Rata  rata return portofolio reksadana selama periode pengama tan


R F  Tingkat pengembali an aktiva bebas risiko(risk free rate)
 rd  Koefisien beta / tingkat risiko sistematis reksadana
Rm  Rata  rata return pasar selama periode pengama tan
“Kinerja portofollio dapat dilihat dari hasil pengukuran Jensen dalam bentuk
positif yang semakin tinggi menunjukan kinerja reksadana yang semakin baik”
(Pratomo 2004:198).
“Pengukuran kinerja dengan menggunakan Metode Sharpe dapat diterapkan
untuk semua reksadana, karena Metode Sharpe tidak memerlukan kinerja benchmark
dalam pengukuran risikonya. Sementara untuk metode Treynor dan Jensen yang
membutuhkan pengukuran risiko relative terhadap suatu tolok ukur, sementara ini
hanya diterpkan pada reksadana saham yang dapat menggunakan IHSG sebagai tolak
ukurnya” ( Pratomo 2004:198).
36

Diharapkan dari ketiga metode pengukuran reksadana ini dapat diperoleh


informasi yang cukup, untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisien portofolio
reksadana, sehingga lebih lanjut dapat memberikan bahan untuk mengevaluasi
kemampuan manajer investasi dalam mengelola risiko portofolionya, namun pada
penelitian ini hanya menggunakan satu metode dalam perhitungan kinerja portofolio
reksadana yaitu metode Sharpe.
2.12 Faktor-Faktor Makroekonomi yang Mempengaruhi Kinerja Reksadana
Menurut Kasyfurrohman dalam jurnalnya ada 4 faktor makroekonomi yang
mempengaruhi kinerja reksadana, yaitu :

a. Pemicu berkurangnya NAB reksadana pada jangka pendek ketika SBI meningkat,
dikarenakan peningkatan SBI membuat sebagian besar masyarakat mengalihkan
dananya dari reksadana ke instrument SBI, walaupun SBI menggunakan system
bunga. Inilah behavior atau perilaku investasi sebagian besar investor yang masih
menjadikan return sebagai alat ukur investasi.

b. Kurs dan Inflasi berpengaruh terhadap kinerja reksadana. Peningkatan nilai rupiah
terhadap dolar AS, akan mendorong terjadinya aliran modal masuk (capital
inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital inflow
ini kemudian akan meningkatkan NAB reksadana.

c. Inflasi berpengaruh dalam jangka pendek terhadap NAB reeksadana. Hal ini
terjadi karena inflasi mengalami peningkatan, maka bank sentrral akan merespon
dengan menaikan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang beredar. Kenaikan
bonus inilah yang kemudian menjadi insentif bagi para investor yang
menginginkan return yang tinggi, untuk berinvestasi pada reksadana, sehingga
NAB reksadana mengalami peningkatan.

d. IHSG yang dalam jangka pendek tidak berpengaruh, namun secara jangka panjang
berpengaruh terhadap NAB reksadana. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa
reksadana merupakan investasi yang jangka waktunya menengah panjang,
sehingga perubahan IHSG dalam jangka pendek tidak berpengaruh.
37

2.3 Saham

2.3.1 Pengertian Saham


Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:7) definisi saham secara
sederhana adalah :
“Saham (stock or share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas”.

2.3.2 Klasifikasi Saham


Klasifikasi saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:8) dapat
dibedakan menjadi :

a. Cara Peralihan hak Saham


Jika dilihat dari cara peralihan hak,maka saham diklasifikasikan atas :

1. Saham atas unjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut tidak tertulis
nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke
investor lainnya.

2. Saham atas nama (registered stock), merupakan saham yang ditulis dengan
jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui
prosedur tertentu.

b. Hak Tagih dan Klaim


Jika ditinjau dari hak klaim, maka saham terbagi atas ;

1. Saham Biasa (common stocks), yaitu saham yang menempatkan pemiliknya


paling terakhir terhadap pembagian deviden, dan hak atas harta kekayaan
perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.

2. Saham Preferen (preffered stock), yaitu saham yang memiliki karakterisktik


gabungan antara obligasi dan saham bisa, karena bisa menghasilkan
pendapatan tetap.
38

c. Kinerja Saham
Jika dilihat dari kinerja perdagangan, maka saham dikategorikan atas :

1. Blue-Chip Stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki
reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang
stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

2. Income Stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan
membayar deviden lebih tinggi dari rata-rata deviden yang dibayarkan pada
tahun sebelumnya.

3. Growth Stocks, yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan


pendapatan yang tinggi, sebgai leader di industri sejenis yang memiliki
reputasi tinggi.

4. Speculative Stocks, yaitu saham perusahaan yang tidak bisa secara konsisten
memperoleh penghasilan dari tahu ke tahun, tapi mempunyai kemampuan
penghasilan tinggi di masa yang akan datang, meskipun belum pasti.

5. Counter Cylical Stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi
ekonomi makro maupun situasi secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga
saham ini tetap tinggi, biasanya bergerak dalam produk yang selalu
dibutuhkan masyarakat seperti customer goods.

2.3.3 Indeks Harga Saham


Keputusan investor memilih suatu saham sebagai objek investasinya
membutuhkan data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa. Baik
secara individual, kelompok, maupun gabungan. Mengingat traksaksi investasi saham
terjadi setiap harinya dengan variasi permasalahan yang sangat rumit dan berbeda-
beda, sehingga ribuan kejadian dan fakta historis tersebut harus dapat disajikan
dengan sistem ribuan kejadian dan fakta historis tersebut harus dapat disajikan
dengan sistem tertentu agar dapat menghasilkan suatu informasi yang sederhana,
konsisten dan mudah ditafsirkan oleh para pelaku pasar modal. Informasi ini akan
39

mewujudkan peta permasalahan yang disimbolkan oleh tanda-tanda angka ataupun


istilah tertentu. Berdasarkan peta permasalahan inilah para investor dapat
membayangkan maupun memprediksi situasi yang akan terjadi di masa yang akan
datang.
Bentuk informasi historis yang dipandang sangat tepat untuk menggambarkan
pergerakan harga saham di masa lalu adalah suatu indeks harga saham yang
memberikan deskriptif harga-harga saham pada suatu saham saat tertentu maupun
dalam periode tertentu pula.
Pengertian umum tentang Indeks Harga Saham menurut Jogiyanto
(2010:102) :
“Indikator untuk mengamati pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas
meliputi pergerakan-pergerakan harga untuk saham biasa dan saham
preferen”.
Menurut Hadianto (2001:201), di pasar modal indeks memiliki fungsi :

1. Sebagai indikator tren pasar

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan

3. Sebagai tolok ukur/ benchmark kinerja suatu portofolio

4. Memfasilitasi pembenntukan portofolio dengan strategis pasif.

5. Menfasilitasi berkembangnya produk derivatif.


2.3.3.1 Perhitungan Angka Indeks Harga Saham
Ada beberapa macam metode perhitungan yang digunakan untuk menghiutng
indeks menurut Jogiyanto (2010:103) yaitu :

1. Menghitung rata-rata harga saham yang masuk dalam anggota indeks.

2. Menghitung dari indeks individual saham yang masuk anggota indeks.

3. Menghitung rata-rata tertimbang pasar.


40

Umumnya indeks harga saham gabungan menggunakan metode rata-rata


tertimbang termasuk di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perhitungan Indeks di BEI dalah
indeks rata-rata tertimbang dari nilai pasar.
Rumus dasar perhitungannya menurut Jogiyanto (2010:102) adalah :
NilaiPasar
Indeks  x100%
NilaiDasar
Dimana :
Nilai Pasar = Jumlah saham hari ini x Harga pasar hari ini
Nilai Dasar = Jumlah saham hari dasar x Harga saham hari dasar.

Penentuan waktu dasar bisa dengan memilih periode waktu tertentu, misalnya
dengan menetapkan tanggal atau jam. Disinilah persoalan utama dalam menyusun
angka indeks, sebab bila investor memiliki waktu dasar pada saat pasar sedang dalam
keadaan bergairah, bukan tidak mungkin investor akan menentukan indeks harga
saham yang terus menurun pada waktu-waktu selanjutnya, demikian pula sebaliknya.
Karena ini sedapat mungkin memilih waktu dasar pada saat tidak terjadi gejolak
(stabil).

2.3.4 Indeks Harga Saham Gabungan


Indeks Harga Saham Gabungan seluruh saham menggambarkan suatu
rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh
saham, sampai pada tanggal tertentu. Biasanya pergerakan harga saham tersebut
disajikan setiap hari, berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut.
(Sunariyah 2006:142).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI meliputi pergerakan-
pergerakan harga untuk saham biasa dan saham preferen. IHSG mulai dikenalkan
pertama kali pada tanggal 1 April 1983 dengan menggunakan landasan dasar
(baseline) tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah saham yang tercatat pada waktu itu
adalah hanya sebanyak 13 saham.
41

Metode perhitungan tingkat pengembalian Indeks Harga Saham Gabungan


(IHSG) menurut Francis 91991:267):
S & Pt 1  S & Pt
Rmj 
S & Pt
Dimana :
S & Pt 1  Nilai S & P indeks akhir periode t  1( IHSGtm1 )
S & P1  Nilai indeks di awal periode t ( IHSGt )
Rm  Re turn Market (Re turn IHSG)
IHSG juga mempunyai ukuran kuantitatif untuk risiko yang bisa diukur
dengan menghitung standar deviasinya

Rumusnya :  m   m
2

Dimana :  m  S tan dar Deviasi IHSG

2.4 Tingkat Suku Bunga


2.4.1 Pengertian Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga di suatu Negara biasanya ditetapkan oleh pemerintah
yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan perekonomian Negara tersebut. Banyak
faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga antara lain kekuatan permintaan dan
penawaran (demand and supply), tingkat inflasi, preferensi waktu, pajak, dan biaya
transaksi.
2.4.2 Pengertian Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Dari situs Bank Indonesi (www.bi.go.id) dijelaskan bahwa Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan system
diskonto. Dasar hukum penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 juli 1998 Tentang
Penerbitan dan Perdagangan SBI serta Intervensi Rupiah.
Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mempunyai 3 tujuan, yaitu:
42

1. Sebagai instrument operasi pasar tebuka, terutama untuk kontraksi moneter


atau mengurangi jumlah uang primer dan akhirnya jumlah uang yang beredar.
2. Sebagai instrument moneter.
3. Sebagai alternatif bagi perbankan dalam pemeliharaan secondary reserve dan
menanamkan dana yang bersifat sementara.
Operasi pasar terbuka (open market operation) adalah proses pembelian dan
penjualan surat-surat berharga di pasar uang oleh Bank Indonesia dengan tujuan
mempengaruhi jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga di pasar uang. Untuk
pelaksanaan operasi pasar terbuka telah digunakan instrument SBI untuk kontraksi
moneter dan SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) untuk ekspansi moneter.
Penjualan SBI dilakukan melalui lelang dan diadakan sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka pengendalian moneter. Melalui penggunaan SBI, Bank
Indonesia dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar
uang dengan jalan menggunakan Step Out Ratio (SOR) yaitu suku bunga yang
diterima oleh Bank Indonesia atas penawaran tingkat suku bunga dari peserta pada
lelang harian maupun lelang mingguan. Selanjutnya sstep out ratio tersebut akan
dipakai sebagai indikator bagi tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada
umumnya.
Penerbitan SBI di pasar perdana dilakukan dengan mekanisme lelang setiap
hari Rabu atau hari kerja berikutnya (dalam hal hari dimaksud adalah hari libur). SBI
diterbitkan dengan jangka waktu 1 bulan sampai dengan 12 bulan dengan satuan unit
terkecil sebesar Rp.1 juta. Saat ini Bank Indonesia menerbitkan SBI 1 bulan
dilakukan secara mingguan sedangkan SBI 3 bulan dilakukan secara triwulan. Peserta
lelang SBI terdiri dari bank umum dan pialang pasar uang Rupiah dan Valas
(www.bi.go.id).
Jangka waktu SBI dari 1 malam (overnight), 7 hari,14 hari, 1 bulan, 2 bulan,
dan 6 bulan yang dinyatakan dalam jatuh tempo. Perhitungan diskonto dilakukan atas
dasar rumus diskonto murni (true discount), dimana pembeli SBI memperoleh hasil
berupa diskonto yang dibayar di muka. Besarnya diskonto adalah nilai nominal
43

dikurangi dengan nilai tunai dan dikenakan pajak penghasilan (pph) sebesar 15%
(www.bi.go.id).
2.5 Pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan terhadap Kinerja
Reksadana
Selain menanamkan dana investasinya pada instrument pasar uang
seperti valas, deposito, dan SBI besar manajer investasi juga mengalokasikan
dana yang dikelola kedalam instrument pasar modal, seperti saham dan
obligasi. Bahkan terdapat beberapa jenis reksadana yang menempatkan
dananya ke dalam portofolio pasar modal dengan proporsi yang lebih besar
dibandingkan dengan portofolio pasar uang, hal ini disebabkan selain oleh
adanya peraturan BAPEPAM yang mewajibkan sejumlah reksadana tertentu
untuk memiliki alokasi portofolio investasi minimum di pasar modal, juga
disebabkan masih terdapat peluang bagi para manajer investasi untuk
memperoleh keuntungan dari penempatan modal di pasar modal. Oleh sebab
itu, fluktuasi kinerja pasar modal yang secara keseluruhan tercermin dari
perubahan nilai IHSG, dapat mempengaruhi keputusan manajer investasi
untuk mengalokasikan dana investasinya ke instrument investasi di pasar
modal.
Dengan contoh fenomena Pada tahun 2008 adanya fluktuasi
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang disebabkan oleh
keadaan perekonomian yang tidak stabil dan IHSG sempat mengalami
pergerakan. Jika IHSG mengalami penurunan, pasti ada beberapa saham yang
mengalami penurunan karena saham merupakan instrument dalam reksadana
maka nilai NAB reksadana akan turun dan sebaliknya apabilai IHSG
mengalami kenaikan maka nilai NAB pun akan ikut naik. Maka demikian,
dapat dinyatakan bahwa perubahan nilai Indeks Harga Saham Gabungan
memang memiliki pengaruh terhadap fluktuasi yang dicapai oleh Reksadana
tertentu.
44

Pernyataan tersebut didukung dalam penelitian Suryana (2010) yang


terdapat kesimpulan menyatakan adanya pengaruh yang positif antara Indeks
Harga Saham Gabungan terhadap Kinerja Reksadana. Namun pernyataan
berbeda pada penelitian Khoirul yang menyatakan terdapat pengaruh yang
yang negatif antara IHSG terhadap Kinerja reksadana dimana apabila IHSG
mengalami penurunan maka nilai NAB meningkat. Dengan alasan kenaikan
indeks harga saham gabungan akan dikuti dengan turunnya kinerja reksadana
saham. Hal ini dikarenakan naiknya indeks harga saham gabungan, lebih
disebabkan pada naiknya harga – harga saham yang tidak blue chip sedangkan
saham – saham yang blue chip beberapa mengalami penurunan. Padahal
investasi di reksadana saham sebagian besar ekuitasnya akan di investasikan
pada saham – saham yang blue chip, hal inilah yang diduga menyebabkan
turunnya kinerja reksadana saham.
2.6 Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Kinerja Reksadana
Dengan fenomena pertama yaitu, krisis moneter yang berlangsung
sejak pertengahan juli 1997 menunjukan bahwa aktivitas pasar modal
dipengaruhi oleh perkembangan kurs dan tingkat suku bunga. Ketika kurs
dollar meningkat tajam(dollar mengalami apresiasi). Aktivitas pasar modal
mengalami penurunan. Tingginya suku bunga menyebabkan beralihnya
sebagian investasi dari pasar modal ke deposito dan tabungan. Reksadana
yang pada hakikatnya terkait dengan instrument pasar uang dan modal
mengalami imbasnya.
Pernyataan tersebut di tegaskan pada penelitian Suryana dimana SBI
berpengaruh negatif pada kinerja reksadana. Namun pendapat lain muncul
pada penelitian Khoirul yang mengatakan Pengaruh tingkat suku bunga SBI
dengan tingkat kinerja reksadana saham menunjukkan hasil yang positif.
Dimana dalam sebuah perusahaan yang selalu meningkatkan laba belum tentu
mempunyai kinerja yang bagus, sebab laba tersebut lebih disebabkan oleh
meningkatnya tingkat suku bunga SBI. Dengan kata lain laba bersih yang
45

diperoleh perusahaan mungkin lebih di akibatkan oleh adanya kenaikan


tingkat suku bunga SBI, sehingga banyak perusahaan yang menanamkan
investasinya di SBI karena returnnya yang cukup tinggi dengan risiko yang
rendah pula. Apalagi pada pertengahan tahun 2008, dunia dikejutkan dengan
adanya krisis global sehingga banyak negara – negara baik di eropa maupun
asia yang memangkas suku bunga acuannya hingga 0%, tetapi Indonisia tidak
melakukan apa yang telah dilakukan oleh negara – negara di dunia bahkan ada
kecenderungan kenaikan pada tingkat suku bunga SBI, sehingga banyak
perusahaan – perusahaan yang tertarik menanamkan modalnya di SBI. Hal
inilah yang diduga menyebabkan tidak konsisten pengaruh tingkat suku bunga
SBI terhadap kinerja Reksadana Saham.
Penelitian ini juga sejalan dengan jurnal Ali, menyatakan pemicu
berkurangnya NAB reksadana syariah pada jangka pendek ketika SBI
meningkat, dikarenakan peningkatan SBI membuat sebagian besar masyarakat
mengalihkan dananya dari reksadana syariah ke instrument SBI.

Anda mungkin juga menyukai