Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik

dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis

akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah

hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga

menimbulkan penyumbatan.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan

negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun

secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.

Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.

Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan

meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-

an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki

rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada

masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10

cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal

dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar

dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi

ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.

Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan

berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks

terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%),

subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri

apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end

arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju

ke nodus limfe ileocaeca.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari

n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar

umbilikus.

2
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum.

Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated

Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika

apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya

yang sedikit sekali.

B. Etiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh

beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang

apendiks, diantaranya :

 Faktor Obstruksi

Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya

1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

 Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.

Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,

Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

 Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter

dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan

letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

 Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan

sehari-hari.

3
C. Patofisiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan

oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama

mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam

sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan

flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di

mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit

yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor

pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu

motilitas normal apendiks.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.

Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin

iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).

Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat

berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus

dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis

supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks

yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

4
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut.

5
Mekanisme terjadinya appendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.

Penyumbatan
Fekalit
secret mukus

Mukus >>

Obstruksi
lumen
appendiks

Gangguan aliran mucus


dari Appendik - sekum

Bendungan
mukus

Peningkatan Gangguan edema,


tekanan aliran limfe diapedesis
intraluminal bakteri, dan
ulserasi mukosa

Obstruksi arteri (a. Obstruksi apendisitis akut


terminalis appendikularis) vena

Nyeri daerah
Edema >> epigastrium

infark dinding
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.

gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut

apendisitis
ganggrenosa Nyeri perut kanan
bawah 6
D. Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut

Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :

 Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan

anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila

suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.

 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan

peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya

defans muskuler.

 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan

kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri

dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan

Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

- Tidak ditemukan gambaran spesifik.

- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.

-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses

periapendikuler.

-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

 Palpasi

- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.

- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk

menentukan adanya rasa nyeri.

 Perkusi

- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.

 Auskultasi

- biasanya normal
7
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata

akibat apendisitis perforata

 Rectal Toucher

- tonus musculus sfingter ani baik

- ampula kolaps

- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12

- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

 Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul

kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri.

 Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.

obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada

apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

8
 Alvarado Score

Characteristic Score

M = Migration of pain to the RLQ 1

A = Anorexia 1

N = Nausea and vomiting 1

T = Tenderness in RLQ 2

R = Rebound pain 1

E = Elevated temperature 1

L = Leukocytosis 2

S = Shift of WBC to the left 1

Total 10

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin

Pemeriksaan Penunjang

1.Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada

kasus dengan komplikasi.

-pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di


9
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis

banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala

klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Radiologis

a. Foto polos abdomen

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi

(misalnya peritonitis) tampak :

- scoliosis ke kanan

- psoas shadow tak tampak

- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak

- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

b. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan

USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan

USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti

kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

c.Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon

melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-

komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk

menyingkirkan diagnosis banding.

d. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

10
e. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang

dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara

langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.

Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada

appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan

pengangkatan appendix (appendectomy).

E. Penatalaksanaan Apendisitis Akut

Perawatan Kegawatdaruratan

 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau

septicemia.

 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui

mulut.

 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.

 Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan

pengukuran kadar hCG

 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan

pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.

Antibiotik Pre-Operatif

 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam

menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.

 Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob

diindikasikan.

 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.

Tindakan Operasi

 Apendiktomi, pemotongan apendiks.


11
 Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam

fisiologis dan antibiotika.

 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika

IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase

dalam jangka waktu beberapa hari.

12
BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama Pasien : Tn.M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 35tahun

Pekerjaan : swasta

Status Pernikahan : Menikah

Suku : Banjar

Tanggal Masuk Perawatan : 6 September 2018

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Awalnya

nyeri dirasakan di ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri yang dirasakan

tajam seperti ditusuk jarum dan hilang timbul sepanjang hari. Pasien merasakan nyeri

dengan skala 6-7 dari 10. Aktivitas pasien terhambat karena pasien merasakan sangat

nyeri.

13
Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah setelah mulai merasa nyeri,saat di

IGD Datu Sanggul pasien mengalami munath 1x.. 1 hari SMRS pasien mengalami demam.

Pasien sudah ada membeli obat anti nyeri dan obat demam, tetapi keluhan hanya

berkurang sebentar, kemudian muncul lagi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-) Diabetes Mellitus (-) Asma (-) Alergi (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-) Diabetes Mellitus (-) Asma (-) Alergi (-)

III. Pemeriksaan Fisik Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis; GCS 15 (E4 M6 V5)

Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Pernafasan : 22x/menit

Nadi : 110x/menit

Suhu : 37.7oC

VAS : 6-7/10

14
Kepala dan leher

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema


periorbita (-/-)

Leher : Peningkatan JVP (-/-), pembesaran KGB (-/-)

Toraks

Pulmo I : Tarikan nafas simetris

P : Fremitus raba simetris

P : Suara perkusi sonor (+/+)

A : Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula, getaran/


thrill (-)

P : Suara perkusi pekak, batas kanan ICS III, IV, V linea


parasternalis dextra , batas kiri ICS V linea midclavicula
sinistra

A : S1 dan S2 tunggal, reguler, suara bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung, distensi (-), venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) 8x/m

Palpasi : Turgor cepat kembali, nyeri tekan McBurney (+), Rovsing


sign (+), defans muskular (-) lokal, psoas sign (+), obturator
sign (+). Hepar dan lien sulit dievaluasi ec durdol

Perkusi : Shifting dullness (-), undulasi (-)

Ekstremitas

Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)

Bawah : Akral hangat (</<), edema (-/-), parese (-/-)

15
IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan

DARAH

Hemoglobin 13,8 12,0-15,0 g/dL

Leukosit 15.800 4.000- /uL

11.000

Eritrosit 4,99 4-5,5 Juta/uL

Trombosit 199.000 150.000- /uL

400.000

Hematokrit 42 35-47 %

Gula Darah Sewaktu 147 <140 mg/dl

BT 2’ 1-3’ MENIT

CT 9’ 5-15’ MENIT

HBsAg Nonreaktif

16
Alvarado Score

Temuan Poin Pasien

Perpindahan nyeri ke fossa iliaca dextra 1 1

Anoreksia 1 1

Mual atau muntah 1 1

Nyeri tekan : fossa iliaca dextra 2 2

Nyeri lepas : fossa iliaca dextra 1 1

Demam ≥36,3oC 1 1

Leukositosis ≥10 x 109 /L 2 2

Shift to the left of neutrophils 1 0

Total 10 9

Interpretasi : Kemungkinan besar apendisitis (≥7)

17
V. Resume

Pasien Tn.M, laki-laki, berusia 35 tahun datang ke IGD dengan keluhan

nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Awalnya pada ulu hati lalu

berpindah ke kanan bawah. Nyeri dirasa tajam seperti ditusuk jarum dan hilang

timbul. Skala nyeri 6-7 dari 10. Terdapat mual, muntah dan penurunan nafsu

makan. mengalami demam sejak 1 hari SMRS.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, compos

mentis dan GCS 15. Tekanan darah 130/80 mmHg, pernafasan 22x/menit, nadi

110x/menit, suhu 37. 7C, dan VAS 6-7/10. Pada status generalis tidak ditemukan

kelainan, kecuali abdomen. Dari inspeksi didapatkan abdomen datar. Dari

auskultasi didapatkan bising usus (+) 8x/menit. Dari palpasi didapatkan nyeri

tekan titik McBurney (+), nyeri lepas titik McBurney (+), Rovsing sign (+), nyeri

lepas indirek (+), Dari perkusi didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (15.800/μL).

Selain itu pemeriksaan hematologi, koagulasi, kimia klinik, dalam batas normal.

Didapatkan skor 9 pada Alvarado score, yang diinterpretasikan sebagai

kemungkinan besar apendisitis (skor ≥7).

VI. Diagnosis

Appendisitis akut

VII. Penatalaksanaan

- Non-medikamentosa

Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan rencana tatalaksana

18
Informed consent tindakan pembedahan appendektomi.

- Medikamentosa:

- Pre-operasi

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxone 2 x 1 g IV

Ranitidin 2 x 50 mg IV

Ondansentron 1 ampul 8mg (now)

Puasakan

- Tindakan

Open appendectomy cito

VIII. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosa apendisistus akut pada kasus ini dapat ditegakkan dengan dasar

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan

keluhan utama berupa nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Awalnya nyeri

dirasakan di ulu hati menggambarkan gejala akibat distensi apendiks yang menstimulasi

ujung saraf dari afferent stretch fiber. Lalu nyeri berpindah ke kuadran kanan bawah

menggambarkan peradangan yang telah menyebar ke peritoneum parietalis. Nyeri yang

dialami pasien berupa nyeri akibat iritasi peritoneum sehingga memburuk saat bergerak

atau batuk (Dunphy sign) dan membaik saat diam. Pasien juga mengeluhkan adanya gejala

gastrointestinal berupa mual dan muntah setelah gejala nyeri muncul, hal ini sering

dijumpai pada appendisitis akibat multiplikasi bakteri yang cepat di dalam apendiks.

Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya demam yang menggambarkan adanya infeksi

yang terjadi. Untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap penyakitlain abdominal, pada

anamnesis dipastikan pasien tidak mengeluhkan adanya pola BAB. Selain itu pasien juga

menyangkal adanya riwayat penyakit lainnya yg diidap pasien ataupun keluarga.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan

hemodinamik stabil, namun didapatkan suhu tubuh pasien 37, 7C dan VAS 6-7/10. Suhu

tubuh pasien nantinya dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam Alvarado Score,

sedangkan VAS dapat mendukung keluhan nyeri perut pasien. Berdasarkan pemeriksaan

status generalis, ditemukan kelainan pada abdomen melalui palpasi berupa : nyeri tekan

dan nyeri lepas titik McBurney, Rovsing sign, dan defans muskular lokal. Penemuan ini

mendukung adanya iritasi peritoneum parietalis lokal yang diduga akibat peradangan

apendiks. Tanda-tanda ini mendukung diagnosa apendisitis akut.

20
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan leukositosis

(15.800/μL) dari pemeriksaan laboratorium. Selain itu, didapatkan skor 9 pada Alvarado

score, yang diinterpretasikan sebagai kemungkinan besar apendisitis (skor ≥7). Alvarado

score sangatlah berguna untuk menyingkirkan diagnosa apendisitis dan memilah pasien

untuk manajemen diagnostik lanjutan.

Temuan Poin Pasien

Perpindahan nyeri ke fossa iliaca dextra 1 1

Anoreksia 1 1

Mual atau muntah 1 1

Nyeri tekan : fossa iliaca dextra 2 2

Nyeri lepas : fossa iliaca dextra 1 1

Demam ≥36,3oC 1 1

Leukositosis ≥10 x 109 /L 2 2

Shift to the left of neutrophils 1 0

Total 10 9

Berdasarkan diagnosa klinis yang telah ditegakkan, maka pasien direncanakan

untuk dioperasi open appendectomy cito. Tindakan ini menjadi pilihan karena apendisitis

akut termasuk dalam kegawatdaruratan dalam bidang bedah. Operasi cito menjadi pilihan

21
untuk mencegah progresi penyakit yang nantinya dapat menyebabkan kerusakan dan

komplikasi yang lebih berat. Selain itu, dengan berkembangnya apendisitis akut dan terjadi

perforasi maka peritonitis akan terjadi dan akan mempersulit penanganan pasien serta

meningkatkan mortalitas. Sebagai tatalaksana awal pasien dipasangkan IV line untuk

memudahkan akses memasukkan obat dan rehidrasi. Pasien diberikan cairan RL sebanyak

20 tpm), antibiotik (ceftriaxone 2 x 1 g IV), ranitidin 2 x 50 mg IV, ondansentron 8mg IV,

,pasien dipuasakan selagi mempersiapkan operasi. Lalu open appendectomy dilakukan

dalam anastesi umum.

22
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 35 tahun yang didiagnosis Appendisitis

Akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium. Pasien telah ditatalaksana dengan terapi suportif, simptomatik dan pasien

dilakukan operasi cito appendektomi persiapan dari IGD.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo . Pedoman Diagnosis

dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.2008

2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.2004

3. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi

16.USA: W.B Saunders companies.2002

4. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.2005

5. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.1995

6. Brunicardi F, Schwartz S. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. New York: McGraw-

Hill, Health Pub. Division; 2010.

7. Wibisono E, Jeo W. Apendisitis. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta E, ed.

24

Anda mungkin juga menyukai