Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM BEDAH ONKOLOGI


RSUD Dr. MOEWARDI
TAHUN 2017 - 2020

JUDUL

◦ (ICD: 10 ICD-10 : C.50 malignant neoplasma of breast)

Semua keadaan rudapaksa pada thoraks dan dinding thoraks, baik trauma/rudapaksa

tajam maupun tumpul.

Pengertian - Bila kemudian di dapatkan udara atau gas dalam rongga pleura
1.
(Definisi) tersebut kita sebut sebagai pneumothoraks

- Bila terjadi kumpulan darah didalam rongga pleura kita sebut dengan

hemaothoraks

1. Sesak nafas, pernafasan asimetri


2. Nyeri, nafas berkurang dan batuk. Hemothoraks jarang menimbulkan nyeri.
2. Anamnesis 3. Denyut jantung lebih cepat
4. Kulit dapat sianosis untuk yang berat, kadang anemia dan syok hipovolemik
1. terjadi untuk hemothoraks
1. Pneumothoraks : dapat terjadi pengembangan pada sisi yang sakit, dan saat

bernafas tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

(pneumomediastinum).
3. Pemeriksaan fisik
Palpasi : pada sisi yang sakit celah intercostal melebar, iktus terdorong kesisi

sehat, fremitus melemah pada sisi sakit. Didapatkan emfisema subcutis

Perkusi : suara ketok sisi sakit hipersonor sampai timpani, batas jantung
terdorong ke arah sehat.

Auskultasi : suara nafas lemah sampai hilang pada sisi sakit.

2. Hematothorax : saat bernafas dada yang sakit tertinggal, trakea dan jantung

terdorong ke sisi yang sehat bila berat.

Palpasi : pada kondisi berat sisi yang sakit celah intercostal melebar, iktus

terdorong kesisi sehat, fremitus melemah pada sisi sakit.

Perkusi : suara ketok sisi sakit yang terakumulasi darah pekak/redup, batas

jantung terdorong ke arah sehat.

Auskultasi : suara nafas lemah sampai hilang pada sisi sakit yang

terakumulasi darah.

4. Kriteria diagnosis Sesuai kriteria anam nesis dan pemeriksaan fisik diatas

5. Diagnosis Kerja Trauma thoraks ( pneumothorax/hematothorax)

1. Cardiac tamponade
6. Diagnosis banding
2. Sesak non trauma – asma

1. X-Foto thoraks 2 arah (PA/AP & Lat)


Pemeriksaan
7. 2. Lab Darah
penunjang
3. CT scan thorax

1. Observasi dan pemberian Oksigen

2. Tindakan dekompresi (dapat menggunakan infus set, jarum abocath, atau

lebih baik dengan WSD)


8. Tatalaksana*
Pemasangan SWD

1. Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (±45 )

2. Dilakukan desinfeksi dan penutuban lapangan operasi dengan doek steril


3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah

kulit sampai pleura

4. Tempat yang akan dipasang drain adalah :

o Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau)

o Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak – anak karena

letak diafragma tinggi

o Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)

5. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit

6. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1

7. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan

bawah kulit dibebaskan sampai pleura dengan secara pelan pleura ditembus

hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parictalis sudah terbuka.

Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada

pnemothoraks, udara yang keluar.

8. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial

lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klaim

tumpul, untuk memudahkan mengarahkan drain.

9. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau

terdapat lobang – lobang samping yang panjangnya kira – kira dari jarak apex

sampai lobang kulit duapertiganya.

10. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai

ujungnya kira – kira ada dibawah apex paru (Bulleau)

11. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda,
diakhiri dengan simpul hidup.

12. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan

lateral sampai ujungnya kira – ira dipertengahan rongga toraks.

13. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka
harus

diklem dahulu.

14. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung, yang

akan menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural,


disamping juga akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks.

3. Thoracoscopy

4. Thoracostomy

9 Kompetensi

Merah Kuning Hijau Biru


Kompetensi Diagnosis
10
PPDS** Pengelolaan
Medis
Prosedur
- Untuk sementara waktu dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu

keras.

11. Edukasi - Berlatih meniup balon perlahan lahan

- Kontrol 7 hari setelah diperbolehkan pulang atau bila ada keluhan

batuk, sesak nafas

Bila dilakukan secara benar, komplikasi dapat dihindari. Morbiditas sangat rendah,
12. Prognosis
mortalitas 0%.
1. Ad vitam : dubia at bonam

2. Ad sanationam : dubia at bonam

3. Ad functionam : dubia at bonam

13. Tingkat evidens*** Terapi : I/ II/ III/ IV

14. Penelaah kritis

1. Kriteria pencabutan

Sekrit serous, tidak hemorage

Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24 jam

Anak – anak : jumlah kurang dari 25 – 50 cc/24 jam

Paru mengembang

Klinis : suara paru mengembang kanan = kiri

Evaluasi foto toraks

2. Kondisi

Pada trauma
15. Indikator medis
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung

dicabut dengan cara air-tight (kedap udara)

Pada thoracotomi

a. Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut

b. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsung dicabut (airtight)

c. Post pneumonektomi : hari ke – 3 bila mediastinum stabil (tak perlu

air-tight)

3. Alternatif

1) Paru tetap kolaps, hisap sampai 25cmH20 :


- Bila kedua kriteria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik cabut

- Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2 minggu dekortikasi

2) sekrit lebih dari 200cc/24 jam : curiga adanya Chylo thoraks (pastikan

dengan pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan 4 minggu.

- Bila tidak berhasil Toracotomi

- Bila sekrit kurang 100 cc/24 jam, klem kemudian dicabut.

1. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta
16. Kepustakaan
1997.

Keterangan :

*Tatalaksana : Bila RS Dr.Moewardi belum dapat melakukan tatalaksana tersebut mohon di beri keterangan
(RUJUK)
**Kompetensi residen :
1. Mengenali dan menjelaskan
2. Mendiagnosis dan merujuk
3. Mendiagnosis dan memberikan tatalaksana awal dan merujuk
4. Mendiagnosis , memberikan penatalaksanaan mandiri dan tuntas.

*** Tingkat Evidens (sumber rujukan) :


I : metaanalisis dan sistimatik review dari RCT
II : design penelitian dengan kohort
III : design penelitian dengan kasus kontrol
IV : dari seri kasus

Surakarta,
Komite Medik Ketua KSM .......................
Ketua

Dr. .....................................
NIP. NIP.

Direktur RSUD Dr Moewardi

...................................................

Anda mungkin juga menyukai