Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM BEDAH DIGESTIF


RSUD Dr. MOEWARDI
TAHUN 2017 - 2020

Appendicitis

Pengertian Appendicitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan dalam dari apendiks


1.
(Definisi) vermiform yang menyebar ke bagian lain.

1. Sering dimulai dengan nyeri di daerah epigastrium. Setelah beberapa jam, nyeri

berpindah dan menetap di fosa iliaka kanan.

2. Anamnesis 2. Gejala ini disusul dengan anoreksia, mual dan muntah – muntah.

3. Suhu badan sub febril 37.5 – 38.5 C, sampai terjadi penyulit dimana suhu badan
akan meningkat sampai 40 C.

 Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.

 Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Pada penekanan

3. Pemeriksaan fisik perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan
terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).

 Pemeriksaan colok dubur


Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks
apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri,
maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.

 Uji psoas dan uji obturator


Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika

4. Kriteria diagnosis  Kriteria anamnesis diatas


 Kriteria pemeriksaan fisik diatas
5. Diagnosis Kerja Apendisitis akut

 Batu ureter kanan


6. Diagnosis banding  Tumor sekum
 Crohn’s disease
 Kehamilan ektopik terganggu
 Colitis
Radiological Imaging

Tinjauan sistematis 2007 (25 penelitian dan 9.121 pasien) memeriksa USG (US)
dalam diagnosis apendisitis akut samar-samar menghasilkan sensitivitas 83,7% dan
spesifisitas 95,9%

Laboratory Markers:

 White Blood Cells (WBCs)


Pemeriksaan
7.  C- Reactive Protein (CRP)
penunjang
 Granulocyte Count and Proportion of Polymorphonuclear (PMN) Cells

Urinalysis and Urinary 5-HIAA

 Urinalysis
 Urinary 5- hydroxindoleacetic acid
CT Scan

Computed tomography (CT) scanning dengan oral contrast medium atau rectal
Gastrografin enema telah menjadi studi pencitraan yang paling penting dalam
evaluasi pasien dengan gambaran atipikal dari appendicitis. Kontras intravena
biasanya tidak diperlukan.

USG

Karena kekhawatiran tentang paparan pasien terhadap radiasi selama computed


tomography (CT) scan, ultrasonografi telah disarankan sebagai modalitas diagnostik
primer yang lebih aman untuk appendisitis, dengan CT scan digunakan sekunder
ketika ultrasonogram negatif atau tidak meyakinkan.

Abdominal Radiography

Gambaran radiografi ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) biasanya digunakan untuk


memvisualisasikan appendicolith pada pasien dengan gejala yang konsisten dengan
radang usus buntu. Temuan ini sangat sugestif apendisitis, tetapi appendicoliths juga
terjadi pada kurang dari 10% kasus. Konsensus dalam literatur adalah bahwa
radiografi polos tidak sensitif, tidak spesifik, dan tidak efektif biaya.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Secara tradisional, magnetic resonance imaging (MRI) telah memainkan peran yang
relatif terbatas dalam evaluasi radang usus buntu karena biaya tinggi, waktu scan
yang lama, dan ketersediaan terbatas. Namun, kurangnya radiasi pengion
membuatnya menjadi modalitas yang menarik pada pasien hamil. Bahkan, Cobben
et al menunjukkan bahwa MRI jauh lebih unggul dari ultrasonografi transabdominal
dalam mengevaluasi pasien hamil dengan dugaan radang usus buntu. Selain itu,
sensitivitas dan spesifisitas MRI untuk apendisitis tampaknya serupa dengan yang
dilakukan computed tomography (CT) scanning.

Perawatan departemen darurat adalah sebagai berikut:

 Buat akses IV dan berikan terapi kristaloid agresif pada pasien dengan
tanda-tanda klinis dehidrasi atau septikemia
8. Tatalaksana*
 Jaga pasien yang dicurigai menderita NPO appendisitis
 Berikan analgesik parenteral dan antiemetik sesuai kebutuhan untuk
kenyamanan pasien; tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa
analgesik berdampak buruk pada akurasi pemeriksaan fisik
Apendektomi

1. Penderita dalam posisi terlentang, ahli bedah dalam general anestesi.


Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada seluruh abdomen dan dada
bagian bawah, kemudian lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
2. Dilakukan insisi dengan darah oblik melalui titik Mc.Burney tegak lurus
antara SIAS dan umbilikus (irisan Gridiron), irisan lain yang dapat
dilakukan adalah insisi traversal dan paramedian.
3. Irisan diperdalam dengmemotong lemak mencapai aponeurosis muskulus
oblikus abdominis Ekternus (MOE)
4. MOE dibuka sedikit dengan skalpel searah dengan seratnya, kemudian
diperlebar ke lateral dan ke medial dengan pertolongan pinset anatomi.
Pengait luka tumpul dipasang di bawah MOE, tampak di bawah MOE
muskulus Oblikus Internus (MOI)
5. MOI, kemudian dibuka secara tumpul dengan gunting atau klem arteri
searah dengan seratnya sampai tampak lemak peritoneum, dengan haak
LangenBack otot dipisahkan. Pengait dipasang di bawah muskulus
tranversus abdominis.
6. Peritoneum yang berwarna putih dipegang dengan menggunakan 2 pinset
bedah dan dibuka dengan gunting, perhatikan apa yang keluar pus, udara
atau cairan lain (darah, feses dll) periksa kultur dan tes kepekaan kuman dari
cairan yang keluar tsb. Kemudian pengait luka diletakkan di bawah
peritonium.
7. Kemudian sekum (yang berwarna putih, memilikitanca koli dan haustra)
dicari dan diluksir. Apendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga
taenia mempunyai bermacam – macam posisi antara lain antesekal,
retrosekal, anteileal dan pelvinal.
8. Setelah ditemukan sekum dipegang dengan darm pinset dan ditarik keluar,
dengan kassa basah sekum dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum yang
telah keluar dipegang oleh asisten dengan ibu jari berada di atas.
9. Mesenterium dengan ujung spendiks di pegang dengan klem Kocher
kemudian mesoapendiks di klem potong dan diligasi berturut – turut sampai
pada basis apendiks dengan menggunakan benang suter 3/0.
10. Pangkal apendiks di crush dengan apendiks klem kocher dan pada bekas
crush tersebut diikat dengan sutera No, 00 – 2 ikatan
11. Dibagian distal dari ikatan diklem dengan kocher dan diantara klem kocher
dan ikatan tersebut apendiks dipotong dengan pisau yang telah diolesi
betadine, ujung sisa apendiks digosok betadine.
12. Sekum dimasukkan ke dalam rongga perut.
13. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Pada kasus perforasi dapat
dipasang drain sub facial.
Antibiotik

 Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum setiap operasi usus buntu


 Antibiotik pra operasi harus diberikan bersamaan dengan konsultan bedah
 Cakupan gram-negatif dan anaerobik spektrum luas ditunjukkan
 Cefotetan dan cefoxitin tampaknya menjadi pilihan antibiotik terbaik
 Pada pasien alergi penisilin, carbapenems adalah pilihan yang baik
 Pasien hamil harus menerima antibiotik kategori A atau B kehamilan
 Pengobatan antibiotik dapat dihentikan ketika pasien menjadi demam dan
jumlah WBC menormalkan
9 Kompetensi

Merah Kuning Hijau Biru


Kompetensi Diagnosis
10
PPDS** Pengelolaan
Medis
Prosedur
1. Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi

11. Edukasi 2. Menjelaskan perawatan luka di rumah, kontrol luka jahitan 7 hari post operasi,
bila tidak ada faktor resiko lain diet bebas tinggi protein.

Apendisitis akut adalah alasan paling umum untuk operasi perut darurat.
Appendektomi membawa tingkat komplikasi 4-15%, serta biaya terkait dan
ketidaknyamanan rawat inap dan operasi. Oleh karena itu, tujuan dari ahli bedah
12. Prognosis adalah untuk membuat diagnosis yang akurat sedini mungkin. Diagnosis yang
tertunda dan akun perawatan untuk banyak mortalitas dan morbiditas yang terkait
dengan radang usus buntu.

Tingkat mortalitas keseluruhan 0,2-0,8% disebabkan komplikasi penyakit daripada


intervensi bedah. Angka kematian pada anak-anak berkisar antara 0,1% hingga 1%;
pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tingkatnya meningkat di atas 20%,
terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapeutik.

13. Tingkat evidens*** Terapi : I/ II/ III/ IV

14. Penelaah kritis

1. Kriteria pulang perbaikan klinis minimal 3 hari perawatan


15. Indikator medis 2. Indikasi operasi bila didapatkan apendisitis akut, periapendikuler infiltrat,
dan apendisitis perforate
Craig, S., Inceu, L. and Taylor, C., 2011. Appendicitis. Emedicine Medical
Reference Site.
16. Kepustakaan
Sjamsuhidajat, R, de Jong, W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. EGC, Jakarta
1997.

Keterangan :

*Tatalaksana : Bila RS Dr.Moewardi belum dapat melakukan tatalaksana tersebut mohon di beri keterangan
(RUJUK)
**Kompetensi residen :
1. Mengenali dan menjelaskan
2. Mendiagnosis dan merujuk
3. Mendiagnosis dan memberikan tatalaksana awal dan merujuk
4. Mendiagnosis , memberikan penatalaksanaan mandiri dan tuntas.

*** Tingkat Evidens (sumber rujukan) :


I : metaanalisis dan sistimatik review dari RCT
II : design penelitian dengan kohort
III : design penelitian dengan kasus kontrol
IV : dari seri kasus

Surakarta,
Komite Medik Ketua KSM .......................
Ketua

Dr. .....................................
NIP. NIP.

Direktur RSUD Dr Moewardi


...................................................

Anda mungkin juga menyukai