MAKALAH
September 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah Carpal Tunnel
Syndrome ini disusun berdasarkan kebutuhan yang dirasakan oleh mahasiswa
sarjana kesehatan masyarakat Universitas Negeri Malang. Makalah ini merupakan
materi yang membahas sedikit mengenai definisi carpal tunnel syndrome, etiologi
dan faktor risiko, gejala dan tanda, pencegahan, pengobatan, prognosis, dan
diagnosis banding dengan de Quervian’s Syndrome.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang namanya
tidak dapat kami sebutkan satu per satu, yang telah menyiapkan, memberikan
masukan, dan menyusun makalah Carpal Tunnel Syndrome ini. Segala upaya telah
dilakukan untuk menyempurnakan makalah Carpal Tunnel Syndrome ini, namun
tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan komentar yang dapat dijadikan
masukan dalam menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi para mahasiswa sarjana
kesehatan masyarakat Universitas Negeri Malang, tetapi juga bagi semua pihak di
luar mahasiswa sarjana kesehatan masyarakat Universitas Negeri Malang yang juga
membutuhkan materi ini guna menambah keilmuannya.
Penyusun
ii
Daftar Isi
iii
Daftar Gambar
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus
medianus sehingga timbullah carpal tunnel syndrome. Pada sebagian kasus
etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis
menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan
bertambahnya risiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk carpal
tunnel syndrome (Salawati dkk, 2014).
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Gambar 1. Anatomi terowongan karpal
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus
medianus sehingga timbullah carpal tunnel syndrome. Pada sebagian kasus
4
etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis
menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan
bertambahnya risiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk carpal
tunnel syndrome (Salawati dan Syahrul, 2014).
1. Faktor intrinsik,
5
berhubungan dengan hobi, contohnya adalah pekerjaan rumah tangga
(menjahit, merajut, menusuk, memasak), kesenian dan olahraga.
Carpal tunnel syndrome berhubungan dengan pekerjaan meliputi
kegiatan yang membutuhkan kekuatan, penggunaan berulang atau lama pada
tangan dan pergelangan tangan, terutama jika faktor risiko potensial tersebut
muncul secara bersamaan misalnya:
a) Penggunaan tangan yang kuat terutama jika ada pengulangan,
b) Penggunaan tangan berulang dikombinasikan dengan beberapa unsur
kekuatan terutama untuk waktu yang lama,
c) Konstan dalam mencengkeram benda,
d) Memindahkan atau menggunakan tangan dan pergelangan tangan terhadap
perlawanan atau dengan kekuatan,
e) Menggunakan tangan dan pergelangan tangan untuk getaran teratur yang
kuat,
f) Tekanan biasa atau intermiten pada pergelangan tangan.
6
3. Faktor trauma.
Faktor trauma dapat berupa trauma kecelakaan karena pekerjaan dan bukan
pekerjaan. Kasus akut carpal tunnel syndrome dapat terjadi karena trauma pada
pergelangan tangan yang menyebabkan terjebaknya saraf medianus, sebagai akibat
kecelakaan pada saat bekerja atau ketika sedang berolahraga. Banyak kasus carpal
tunnel syndrome terjadi dari kombinasi beberapa faktor, sebagai contoh seorang
wanita yang minum pil KB, bekerja dengan menggerakkan tangan berulang akan
meningkatkan risiko menjadi carpal tunnel syndrome dibandingkan hanya satu
faktor saja. Sebagai contoh lain kombinasi faktor stres pada pekerjaan, kejiwaan
dan sosial (Tana, 2003).
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa
parestesia, tebal (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada
jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus
medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari (Rambe,
2004).
Carpal tunnel syndrome memiliki dua bentuk yaitu akut dan kronis. Bentuk
akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau
tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan
oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik
disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan
trofik. Nyeri proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome. Keluhan
parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di
tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering
membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang
bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan
meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila
penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Apabila tidak segera ditangani
dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil misalnya saat memungut
benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan
7
adanya kesulitan yang otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis
brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Rambe,2014)
“The diagnosis of carpal tunnel syndrome is a clinical one that may be supported
by specific tests and electrophysiological studies. The diagnosis should be
suspected in patients of any age, although it is much less common among
children and the diagnosis is less likely to be idiopathic.10 Patients commonly
report intermittent tingling, pain, or altered sensation of the fingers in the
distribution of the median nerve: the thumb, index finger, middle finger, and
radial half of the ring finger (box 1). These symptoms may extend atypically to
include the little finger or may manifest as less well localised symptoms in the
forearm, radiating as far proximally as the shoulder. Where symptoms are
isolated to the ring and little fingers, a diagnosis of carpal tunnel syndrome is
less likely. Permanentsensory change as well as motorsigns and symptoms are
late manifestations of carpal tunnel syndrome. More severe disease may also
present with unremitting sensory symptoms, thenar muscle wasting (fig 2⇓), or
weakness. Patients may become aware of reduced dexterity with fine taskssuch
as doing up buttons or become clumsy and drop items. Patients may relate their
symptoms to their occupation, particularly where thisinvolves heavy manual or
repetitive hand and wrist actions. Examination may identify trophic ulceration to
the pulps or tips of affected fingers, representing loss of protective sensation.
Weakness of thumb abduction istested by assessing the abductor pollicis brevis
muscle. Tinel’s sign (fig 3⇓), the modified Phalen’s test (fig 4⇓), and Durkan’s
compression test (fig 5⇓) are provocative tests commonly used to support a
diagnosis of carpal tunnel syndrome. These tests are considered to be more
supportive of the diagnosis where two or all of them show abnormal results, but
they are less reliable when used individually, with wide variation in their
reported sensitivity and specificity”
Didefinisikan menjadi diagnosis carpal tunnel syndrome adalah yang klinis
dapat didukung oleh tes spesifik dan elektrofisiologi studi. Diagnosis harus
dicurigai pada pasien segala usia, meskipun pada pasien usia anak-anak dan
diagnosis kurang cenderung idiopatik. Pasien biasanya merasakan kesemutan,
nyeri, atau sensasi intermiten dari jari-jari dalam distribusi saraf median: jempol,
indeks jari, jari tengah, dan setengah radial jari manis Gejala-gejala ini dapat
memperpanjang atipikal untuk memasukkan si kecil jari atau mungkin
bermanifestasi sebagai gejala lokal kurang baik di lengan bawah, memancar sejauh
proksimal seperti bahu. Perubahan permanen serta motorsigns dan gejala adalah
manifestasi akhir dari carpal tunnel syndrome. Lebih parah penyakit juga dapat
hadir dengan gejala sensorik yang tak henti-hentinya,yang dapat terjadi pada
8
kelemahan otot bahu. Pasien mungkin menjadi sadar ketangkasan berkurang
dengan tugas-tugas baik seperti yang dilakukan tombol atau menjadi item yang
kikuk dan drop. Pasien mungkin mengaitkan gejala mereka dengan pekerjaan
mereka, terutama pada pekerja yang melakukan pekerjaan menggunakan tangan
secara berulang-ulang maupun melakukan pekerjaan yang berat dengan
menggunakan tangan. Pemeriksaan dapat mengidentifikasi dari ulkus tropik pada
pulpa atau ujung jari yang terkena dampak, mewakili hilangnya sensasi protektif.
Kelemahan pada ibu jari dicobai dengan menilai otot pollicis brevis. Tanda Tinel
yang dimodifikasi Tes Phalen , dan uji kompresi Durkan adalah tes provokatif yang
biasa digunakan untuk mendukung diagnosis carpal tunnel syndrome. Tes-tes ini
dianggap lebih mendukung diagnosis di mana dua atau semua dari mereka
menunjukkan hasil abnormal, tetapi kurang dapat diandalkan saat digunakan secara
individual, dengan variasi yang luas dalam sensitivitas yang dilaporkan. Kombinasi
dari sejarah, pemeriksaan, dan hasil tes spesifik ini akan mengarahkan klinisi ke
kesan subjektif dari kemungkinan carpal tunnel syndrome sebagai klinis diagnosa.
Diagnosis yang paling mungkin adalah carpal tunnel sindrom karena prevalensinya
yang cukup besar; namun, Kondisi dapat membingungkan dengan penyakit lain.
Bentuk pencegahan dari carpal tunnel syndrome, hal yang perlu dilakukan
adalah penerapan prinsip-prinsip ilmu ergonomi pada pekerjaan, peralatan kerja,
prosedur kerja dan lingkungan kerja sehingga dapat diperoleh penampilan pekerja
yang optimal. Rotasi kerja pada jangka waktu tertentu dapat dilakukan, yaitu dengan
merotasi pekerja pada tugas dengan risiko yang berbeda. Penyesuaian peralatan
kerja dapat meminimalkan masalah yang terjadi contohnya penyesuaian peralatan
yang ergonomik kepada pekerja. Beberapa tahun terakhir telah dikembangkan
pekerjaan sedemikian rupa, sehingga pekerja tidak perlu bekerja dengan rangsangan
berulang pada tangan dan pergelangan tangan (Salawati dkk, 2014).
Untuk mengurangi efek beban tenaga pada pergelangan maka alat dan tugas
seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi gerakan
menggenggam atau menjepit dengan kuat. Contohnya antara lain (Salawati dkk,
2014):
9
a. Perancangan alat kerja contohnya tinggi meja kerja yang dipakai sesuai dengan
ukuran antropometri pekerja, penggunaan alat pemotong atau gunting yang
tajam sehingga mengurangi beban pada pergelangan tangan dan tangan.
b. Pekerjaan dengan memegang suatu alat seperti pensil, stir mobil, atau alat lain
untuk waktu yang lama, maka pekerja harus menggenggam alat tersebut
senyaman mungkin.
c. Pegangan alat-alat seperti pemutar sekrup, peraut atau peruncing dan
penahannya dapat dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan genggaman
dapat disalurkan melalui otot di antara dasar ibu jari dan jari kelingking, tidak
hanya pada bagian tengah telapak tangan. Alat dan mesin seharusnya dirancang
untuk meminimalkan getaran.
d. Pelindung alat seperti pemakaian shock absorbers, dapat mengurangi getaran
yang ditimbulkan.
Postur kerja yang baik sangat penting untuk mencegah carpal tunnel
syndrome, contohnya pada pengetik dan pengguna komputer. Operator keyboard
seharusnya duduk dengan tulang belakang bersandar pada kursi dengan bahu rileks,
siku ada di samping tubuh dan pergelangan lurus.
Latihan berguna bagi pekerja yang bekerja dengan gerak berulang. Latihan
pada tangan dan pergelangan tangan yang sederhana selama 4-5 menit setiap jam
dapat membantu mengurangi risiko berkembangnya atau mencegah carpal tunnel
syndrome. Peregangan dan latihan isometrik dapat memperkuat otot pergelangan
tangan dan tangan, leher serta bahu, sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah
tersebut. Latihan harus dimulai dengan periode pemanasan yang pendek disertai
periode istirahat dan bila mungkin menghindari peregangan berlebihan pada otot
tangan dan jari-jari.13 Memberlakukan periode istirahat saat bekerja dan
memodifikasi pekerjaan dapat membantu memecahkan permasalahan carpal tunnel
syndrome. Pemakaian alat pelindung diri berupa sarung tangan khusus yang terbuat
dari karet elastis, agar dapat menyangga dan membatasi pergerakan pergelangan
tangan (Salawati dkk, 2014).
10
2.5 Pengobatan Carpal Tunnel Syndrome
Terapi yang dilakukan selain ditujukan langsung terhadap carpal tunnel
syndrome, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang
mendasari terjadinya carpal tunnel syndrome. Oleh karena itu sebaiknya terapi
carpal tunnel syndrome dibagi atas 2 kelompok, yaitu:
11
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa
penulis lainnya juga berpendapat bahwa pemberian piridoksin
tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar (Moeliono, 1993, Greenberg, 1994,
Rambe, 2004, Aroori, 2008).
b) Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif atau apabila terjadi gangguan
sensorik yang berat atau adanya athrofi otot-otot thenar. Pada carpal
tunnel syndrome bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada
tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi
mutlak dilakukan bila terapi konservatif atau bila ada attrofi otot-
otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
sensibilitas yang persisten (Barnardo, 2014 Rambe, 2004).
Biasanya tindakan operasi carpal tunnel syndrome dilakukan
secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi
endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jarigan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan
operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi
seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab carpal tunnel
syndrome seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik di operasi secara terbuka
(Greenberg, 1994).
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari carpal tunnel
syndrome
Keadaan atau penyakit yang mendasari carpal tunnel syndrome
harus ditanggulagi, sebab bila tidak dapat menimbulakan kekambuhan
carpal tunnel syndrome kembali. Pada keadaan dimana carpal tunnel
syndrome terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan.
12
Beberapa upaya yang dapat pencegah terjadinya carpal tunnel
syndrome atau mencegah kekambuhannya antara lain :
a) Mengurangi posis kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif,
getaran pergelangan tangan saat bekerja.
b) Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posis natural saat
kerja.
c) Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.
d) Mengubah metode bekerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja.
e) Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini
carpal tunnel syndrome sehingga pekerja dapat mengenali gejala-
gejala carpal tunnel syndrome lebih dini.
Disamping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang
sering mendasari terjadinya carpal tunnel syndrome seperti: trauma
akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya,
gagal ginjal, penderita yang sering hemodialisa, myxedema akibat
hiotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau
penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis,
tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain
yang dapat menyebabkan retensi atau menyebabkan bertamabahnya isi
terowongan karpal ( Moeliono, 1993, Barnardo, 2004).
2.6 Prognosis Carpal Tunnel Syndrome
Pada kasus carpal tunnel syndrome ringan, dengan terapi konservatif
umumnya prognosa baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif
maka tindakan operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik,
tetapi karena operasi hanya dilakukan oleh penderitab yang sudah lama menderita
carpal tunnel syndrome penyembuhan post operatifnya bertahap (Barnardo, 2004 ,
Rambe, 2004).
Bila setelah tindakan opersi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, ungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianaus terletak ditempat yang lebih proksimal.
13
2. Telah terjadi kerusakan total nervus pada nervus medianus.
3. Terjadi carpal tunnel syndrome yang baru sebagai akibat komplikasi operasi
seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematorna atau jaringan perut
hipertrofik.
Sekalipun prognosa carpal tunnel syndrome dengan terapi konservatis
aupun operatif cukup baik, tetapi risiko untuk kembali kambuh lagi masih tetap ada.
Bila terjadi kekambuhanprosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat
diulangi kembali (Rambe, 2004).
2.7 De Quervains Syndrome
De Quervain’s syndrome dikenal dengan beberapa macam cara penulisan.
Pada beberapa referensi seperti pada kamus Dorland tertulis de Quervain’s disease,
pada kamus Stedman tertulis de Quervain disease, pada kamus M-W medical
dictionary tertulis deQuervain’s disease dan pada kamus Wikipedia tertulis de
Quervain’s syndrome. Sebagian besar referensi menuliskan penyakit ini dengan de
Quervain’s disease. Penyakit ini disebut juga dengan de Quervain’s tenosynovitis
atau de Quervain’s syndrome. Ada pula yang menyebut penyakit ini dengan nama
washerwoman’s sprain karena lebih banyak menyerang wanita daripada pria (Al-
Faruqi, 2014).
De Quervain’s syndrome dinamakan sesuai dengan nama orang yang
pertama kali mendeskripsikan penyakit ini yaitu Fritz de Quervain (1868-1940),
seorang ahli bedah Swiss yang lahir pada tanggal 4 Mei 1868 dan meninggal pada
tahun 1940 akibat penyakit pankreatitis akut yang dideritanya. Penyakit ini
dideskripsikan untuk yang pertama kalinya oleh Fritz de Quervain pada tahun 1895.
Awalnya, Fritz de Quervain mendeskripsikan penyakit ini dengan apa yang kita
kenal sebagai tenovaginitis yaitu proliferasi jaringan fibrosa retinakulum otot-otot
ekstensor dan tendon sheath dari otot ekstensor polisis brevis dan otot abduktor
polisis longus. Beberapa tahun kemudian, terjadi stenosis tenosynovitis dari kedua
tendon tersebut (kompartemen dorsal pertama) hingga kemudian penyakit ini
dikenal dengan nama de Quervain’s tenosynovitis (Al-Faruqi, 2014).
De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah
prosesus stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abduktor
polisis longus dan ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada
14
kedua tendon tersebut. De Quervain’s syndrome atau tenosinovitis stenosans ini
merupakan tendovaginitis kronik yang disertai penyempitan sarung tendon. Sering
juga ditemukan penebalan tendon. Lokasi de Quervain’s syndrome ini adalah pada
kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan. Kompartemen dorsal
pertama pada pergelangan tangan termasuk di dalamnya adalah tendon otot
abduktor polisis longus (APL) dan tendon otot ekstensor polisis brevis (EPB) (Al-
Faruqi, 2014).
15
tendon dan pembungkusnya, terjadi misalnya pada wanita yang pekerjaannya
memeras kain (Al-Faruqi, 2014).
b. Diagnosis
Kelainan ini sering ditemukan pada wanita umur pertengahan. Gejala
yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan kedua
otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor
polisis longus dan otot ekstensor polisis brevis. Perlu ditanyakan juga kepada
pasien riwayat terjadinya nyeri. Sebagian pasien akan mengungkapkan riwayat
terjadinya nyeri dengan trauma akut pada ibu jari mereka dan sebagian lainnya
tidak menyadari keluhan ini sampai terjadi nyeri yang lambat laun makin
menghebat. Untuk itu perlu ditanyakan kepada pasien apa pekerjaan mereka
karena hal tersebut akan memberikan kontribusi sebagai onset dari gejala
tersebut khususnya pada pekerjaan yang menggunakan jari-jari tangan.
Riwayat penyakit lain seperti pada rheumatoid arthritis dapat menyebabkan
pula deformitas dan kesulitan menggerakkan ibu jari. Pada kasus-kasus dini,
nyeri ini belum disertai edema yang tampak secara nyata (inspeksi), tapi pada
kasus-kasus lanjut tampak edema terutama pada sisi radial dari polluks (Al-
Faruqi, 2014).
Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus
stiloideus radius, kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat
penebalan pembungkus fibrosa pada sedikit proksimal prosesus stiloideus
radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari pergelangan tangan dan ibu jari.
Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi ulnar, penderita merasa nyeri
oleh karena jepitan kedua tendon di atas dan disebut uji Finkelstein positif (Al-
Faruqi, 2014).
Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervain’s syndrome
adalah tes Finkelstein positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh
pasien untuk mengepalkan tangannya di mana ibu jari diletakkan di bagian
dalam dari jari-jari lainnya. Si pemeriksa kemudian melakukan deviasi ulnar
pasif pada pergelangan tangan si pasien yang dicurigai di mana dapat
menimbulkan keluhan utama berupa nyeri pergelangan tangan daerah
dorsolateral (Al-Faruqi, 2014).
16
Gambar 3. Daerah yang nyeri pada de Quervains Syndrome
c. Penatalaksanaan
Pengobatan yang dilakukan adalah dengan terapi konservatif dan
intervensi bedah. Pada terapi konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya penderita
menghindari pekerjaan yang menggunakan jari-jari mereka. Hal ini dapat
membantu penderita dengan mengistirahatkan (immobilisasi) kompartemen
dorsal pertama pada ibu jari (polluks) agar edema lebih lanjut dapat dicegah.
Idealnya, 15 immobilisasi ini dilakukan sekitar 4-6 minggu. Kompres dingin
pada daerah edema dapat membantu menurunkan edema (cryotherapy). Jika
gejala terus berlanjut dapat diberikan obat-obat anti inflamasi baik oral maupun
injeksi. Beberapa obat oral dan injeksi yang diberikan sebagai berikut (Al-
Faruqi, 2014):
1. Nonsteroid anti-inflammatory drug misalnya ibuprofen yang merupakan
drug of choice untuk pasien dengan nyeri sedang.
2. Kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat
mensupresi migrasi dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah
peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada tahap awal diberikan analgetik atau injeksi lokal kortikosteroid
serta mengistirahatkan pergelangan tangan, tetapi kadang-kadang
penyembuhan hanya bersifat sementara. Operasi dilakukan pada penderita
yang resisten atau untuk meredakan nyeri secara permanen dengan membuka
bagian sarung tendon yang sempit. Intervensi bedah diperlukan jika terapi
konservatif tidak efektif lagi terutama pada kasus-kasus lanjut di mana telah
terjadi perlengketan pada tendon sheath (Al-Faruqi, 2014).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa
parestesia, tebal (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada
jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus
medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari (Rambe,
2004).
Carpal tunnel syndrome memiliki dua bentuk yaitu akut dan kronis. Bentuk
akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau
tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan
oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik
disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan
trofik.
Bentuk pencegahan dari carpal tunnel syndrome, hal yang perlu dilakukan
adalah penerapan prinsip-prinsip ilmu ergonomi pada pekerjaan, peralatan kerja,
prosedur kerja dan lingkungan kerja sehingga dapat diperoleh penampilan pekerja
yang optimal. Rotasi kerja pada jangka waktu tertentu dapat dilakukan, yaitu
dengan merotasi pekerja pada tugas dengan risiko yang berbeda. Penyesuaian
18
peralatan kerja dapat meminimalkan masalah yang terjadi contohnya penyesuaian
peralatan yang ergonomik kepada pekerja.
19
3.2 Saran
20
Daftar Rujukan
21
Tana. 2013. Sindrom Terowongan Karpal pada Pekerja: Pencegahan dan
Pengobatannya. Jakarta. (online), (http://www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/Lusianawaty.pdf), diakses 13 September 2018.
22