Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN NEMATODA JARINGAN

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Parasitologi I

Oleh :
Kelompok 5
Nopcyra Liana 1611E1048
Thia Yunita Febriani1611E076
Veni Meilania 1611E1080
D3B Analis Kesehatan

SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG


Jl. Padasuka Atas No.233 Bandung 40192
2018
I. Judul : Identifikasi Cacing Nematoda Jaringan
II. Tanggal : 17 April 2018
III. Landasan Teori
Spesies nematoda darah dan jaringan atau yang biasa dikenal dengan cacing
filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada manusia.
Spesies yang paling sering menginfeksi manusia antara lain Wuchereria brancrofti,
Brugia malayi, Bugria timori (di Indonesia) ( Onggowaluyo, 2002).
1. Wuchereria bancrofti
Manusia merupakan tuan rumah definitive bagi Wuchereria bancrofti. Habitan
utamanya adalah saluran limfe dapat juga pada kelenjar limfe yaitu di bagian bawah
diafragma, antara lain inguinal, epitrochlear, dan axiler. Mikrofilaria terdapat di dalam
darah perifer (Natadisastra, 2005).
W. bancrofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis bankrofti
atau wukereriasis bankrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik, bersama
dengan penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia timori.W. bancrofti
tidak terdapat secara alami pada hewan (Sutanto, 2008).
1.1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spirurida
Upaordo : Spirurina
Famili : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Spesies : Wuchereria bancrofti Gambar 1. W.bancrofti
(Sumber: Eccies Health Sciences Library. U. Utah)
1.2. Epidemiologi
Wuchereria bancrofti atau Filariasis bancrofti dapat dijumpai di perkotaan
atau pedesaan. Di Indonesia parasit ini lebih sering dijumpai di pedesaan
dibandingkan dengan di perkotaan dan pernyebarannya bersifat lokal. Kurang lebih 20
juta penduduk Indonesia bermukim di daerah endemis filariasis bankrofti, malayi dan
timori dan mereka sewaktu-waktu dapat ditulari. Kelompok umur dewasa muda
merupakan kelompok penduduk yang paling sering menderita, terutama mereka yang
tergolong penghasilan rendah. Obat DEC tidak menmpunyai khasiat pencegahan.
Oleh sebab itu, penduduk perlu dididik untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk
(Sutanto,2008).

1. Distribusi Geografik
Parasit ini tersebar luas didaerah yang beriklim tropis di seluruh dunia
(Sutanto,2008). Walaupun sebanyak 80% populasi daerah endemik mungkin
terinfeksi, kurang dari 10-20% menderita morbiditas yang berarti secara
klinis.Mereka yang bekerja di daerah-daerah dimana ada pemajanan berulang dan
kronis terhadap nyamuk yang mengandung larva, seperti di daerah perkotaan yang
penuh sesak dengan sanitasi yang sangat jelek adalah daerah paling berisiko.Infeksi
W. bancrofti tersebar di seluruh Afrika tropik dan subtropik, Asia, dan Amerika
Selatan. (Behrman, 2000)
Distribusi W. bancrofti terdapat di daerah berhawa panas (daerah
katulistiwa).Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk sebagai
vektornya.Tergantung vektornya dengan tempat perindukan berlainan, filariasis
bancrofti dibedakan menjadi dua jenis yaitu filariasis bancroftiperkotaan (urban
bancrofti filariasis) vector utamanya Culex fatigans yang hidup di dalam rumah,
tempat perindukannya pada air kotor di sekitar rumah. Filariasis brancofti pedesaan
(rural bancrofti filariasis) vector nyamuknya Aedes, Anopheles, dan Mansoni
(Natadisastra, 2005).
2. Siklus hidup & kondisi penyakit terkini

Gambar 2. Siklus Hidup W.bancrofti


Sumber : http://dpd.cdc.gov/dpdx
Daur hidup parasit yang membutuhkan manusia (hospes definitif) dan nyamuk
(hospes perantara) memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan parasit
didalam nyamuk Culex quinquefasciatus, atau nyamuk Anopheles, Aedes, dan
Mansonia untuk pedesaan sebagai vektor kurang lebih dua minggu. Pada manusia,
masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7
bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam Presbytis cristata
(lutung). Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya didalam
lambung, menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot toraks. Mula-
mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I.
Dalam waktu kurang lebih satu minggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi
lebih gemuk dan panjan, disebut larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan
selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi, dan tumbuh makin panjang dan kurus
disebut larva stadium III.
Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke
rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang
mengandung larva stadium III (bentuk infektif) mengigit manusia, maka lava tersebut
secara aktif masuk melalui luka tusuk kedalam tubuh hospes dan bersarang disaluran
limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami dua pergantian kulit,
tumbuh menjadi larva stadium IV, lalu stadium V atau cacing dewasa.

Gambar 3. Nyamuk Culex quinquefasciatus Gambar 4. Nyamuk Aedes


Gambar 5. Nyamuk Anopheles
Sumber gambar : http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/gen_info/vectors.html

1.3 Morfologi
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe, bentuknya
halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing baetina berukuran 65-100 mm x
0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. cacing betina mengeluarkan filarial yang
bersarung dengan ukuran 250-300 mikron x 7-8 mikron. Mikrofilaria hisup di dalam
darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi
mempunyai periodisitas.Pada umumnya W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna,
artinya mikrofilaria hanya terdapat dalam darah tepi pada malam hari saja.Pada siang
hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru, jantung, ginjal, dan sebagainya.
(Sutanto, 2008)
Sesuai dengan periodisitasnya, mikrofilaria sampai ke pembuluh darah
perifer.Darah dihisap nyamuk yang bertindak sebagai vector, mikrofilaria terhisap
sampai ke lambung nyamuk.Kemudian dengan ujung chepalicnya, dinding lambung
nyamuk ditembus dan menuju ke otot thoraks. Dengan melalui tiga metamorphosis,
pada hari ke 10-11 menjadi larva kecil, langsing, infektif berukuran (1,4-2) mm x
(18-23) m menuju kelenjar liur nyamuk. Larva bergerak aktif menembus kulit hospes
menuju kelenjar limfe perifer.Larva tumbuh kemudian bermigrasi menuju pembuluh
limfe untuk menjadi dewasa yang dapat bertahan hidup selama 10-18 tahun.
(Natadisastra, 2005)
Bila nyamuk sedang aktif mencari darah akan terbang berkeliling sampai
adanya rangsangan hospes yang cocok diterima oleh alat penerima rangsangannya.
Rangsangan ini akan memberi petunjuk pada nyamuk untuk mengetahui dimana
adanya hospes baru menggigit (Natadisastra, 2005)
Pada manusia, masa pertumbuhan belum diketahui secara pasti, tetapi diduga
kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasite ini di dalam Presbytis
cristata (lutung). Mikro-filaria yang terhisap oleh nyamuk melepaskan sarungnya di
dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot
toraks.Mula-mula parasite ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut
larva stadium I. larva ini bertukar kulit kurang lebih selama seminggu dan tumbuh
menjadi lebih gemuk dan panjang, disebut larva stadium II.Pada hari ke sepuluh
selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi tumbuh menjadi makin panjang dan lebih
kurus, disebut larva stadium III. (Sutanto, 2008)
Gerak larva stadium III sangat aktif.Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke
rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk.Bila nyamuk yang
mengandung larva stadium II (bentuk infektif) menggigit manusia, maka larva
mengalami dua pergantian kulit menjadi larva stadium IV dan stadium V atau cacing
dewasa. (Sutanto, 2008)

1.4. Patologi
Cacing dewasa menyebabkan limfadenitis, limfangitis retrograd, demam,
funikolitis, orkitis, hidrokel, elefantisiasis mammae dan alat kelamin. Mikrofilaria
menyebabkan Occult filariasis (Prianto, Juni. 2006).
Patogenesis filariasis bankrofti dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium
mikrofilaremia, stadium akut dan stadium kronis. Ketiga stadium ini tidak
menunjukan batas-batas yang tegas karena prosesnya menjadi tumpang tindih. Pada
stadium akut terjadi peradangan kelenjra, limfadenitis maupun limfangitis retrogad.
Dalam waktu satu tahun, peradangan ini hilang timbul berkali-kali. Kasus
peradangan yang umum dijumpai adalah peradangan sistem limfatik organ genital
pria, misalnya epididimis, funikutilis dan orkitis. Saluran sperma mengalami
peradangan hingga mebengkak dan keras menyerupai tali, bila diraba terasa nyeri
sekali. Pada stadium kronis (menahun) gejala yang sering terjadi adalah terbentuknya
hidrokel. Kadang-kadang terjadi limfedema dan elefantiasis yang mengenai daerah
tungkai dan lengan, payudara, testes dan vulva yang dapat diperbaiki dengan
tindakan operatif. Beberapa kasus pada penderita terjadi kiluria (Onggowaluyo,
2002).

1.5 Pencegahan Serta Pengendalian


Untuk mengurangi serangan akut oleh infeksi bakteri dan jamur serta mencegah
perkembangan lanjut limfedem a maka pada penderita limfedema perlu diajarkan cara
membersihkan kaki dengan air dan sabun terutama didaerah lipatan kulit dan sela jari.
Bila ditemukan luka harus segera diobati dengan antibiotik atau antimkotik.
Pemberian antibiotik pada filariasis dapat membunuh Wolbachia dan parasit filaria
serta mengurangi efek samping DEC (Sutanto, 2008).

2. Brugia malayi dan Brugia timori


Brugia malayi dapat dibedakan menjadi dua varian yaitu yang hidup pada
manusia dan hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing, kera dan lain - lain.
Brugia timori hanya terdapat pada manusia.Penyakit yang timbul karena brugia
malayai disebut filariasis malayi dan yang disebabkan oleh Brugia timori disebut
filariasis timori (Sutanto, 2008).

2.1 Klasifikasi
Brugia timori
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secermentea
Ordo : Spirurida
Genus : Brugia
Species : Brugia timori
Brugia malayi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secermentea
Ordo : Spirurida
Genus : Brugia
Species : Brugia malayi

2.2 Epidemiologi
Brugia timori merupakan spesies baru yang ditemukan di Indonesia sejak
1965, yang ditularkan oleh vektor yaitu Anopheles barbirostris yang berkembang biak
di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori
hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa
pulau kecil di Nusa Tenggara Timur (Sutanto, 2008).
B. malayi menginfeksi 13 juta orang di selatan dan Asia Tenggaradan yang
bertanggung jawab untuk hampir 10% dari total kasus didunia filariasis limfatik.
Infeksi B. malayi adalah endemik atauberpotensi endemik di 16 negara, di mana ia
paling umum di Cinaselatan dan India, tetapi juga terjadi di Indonesia,
Thailand,Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan. Penyebaran B.malayi
tumpang tindih dengan W. bancrofti di wilayah ini, tetapi tidak hidup berdampingan
dengan B. timori. Daerah fokus dariendemisitas ditentukan sebagian oleh vektor
nyamuk (Muslim, 2009).

1. Distribusi Geografik
B.malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke Jepang, termasuk Indonesia
Timur di pulau Timor, Flores, Rote, Alor, dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara
Timur (Sutanto, 2008).

2. Siklus Hidup & Kondisi Penyakit Terkini

Gambar 6. Siklus Hidup B.timori & B.malayi


Sumber : http://doctorology.net/?p=92
Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di dalam
nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh
nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva
stadium I menjadi larva stadium II dan III.
2.3 Morfologi
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembuluh limfe.
Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 21 –
39 mm x 0,1 mm dan yang jantan 13- 23 mm x 0,08 mm. Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria yang bersarung. Ukuran mikrofilaria Brugia timori adalah 280 – 310
mikron x 7 mikron.
Dewasa menyerupai cacing nematoda cacing gelang klasik. Panjang dan
benang, B. dan lain nematoda malayi hanya memiliki otot longitudinal dan bergerak
dalam S-bentuk gerakan sebuah. Orang dewasa biasanya lebih kecil dari dewasa W.
bancrofti, meskipun beberapa orang dewasa telah di isolasi. cacing dewasa Wanita
(50 mikro) lebih besar dari cacing jantan (25 mikro). Mikrofilaria Mikrofilaria B.
malayi mempunyai panjang 200-275 mikro dan bulat mengakhiri anterior dan
posterior ujung runcing. Microfilaria ini adalah berselubung, yang banyak noda
dengan Giemsa. Selubung ini sebenarnya kulit telur, lapisan tipis yang mengelilingi
kulit telur sebagai mikrofilaria yang beredar dalam aliran darah. mikrofilaria yang
mempertahankan sarungnya sampai dicerna dalam midgut nyamuk.
Perioditas mikrofilaria Brugia malayi adalah periodik nokturna, subperiodik
nokturna atau non periodik, sedangkan mikrifilaria brugia timori mempunyai sifat
periodik nokturna. Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk
Anopheles barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh
nyamuk Mansonia. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris.

Gambar 7. Cacing Dewasa


Sumber : http://encrypted-tbn3.gdtatic.com
2.4 Patologi
Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina,
mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada
dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform
infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva
filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk
di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana
kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi
cacing dewasa.
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran
dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai
kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita
bekerja berat di ladang atau di sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan
dapat sembuh dengan sendirinya. Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke
bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat
khas pada filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis
merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan
sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai
bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis
biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha
ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan
salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala
komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya.
Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat
laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah
sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar
limfe lain di bagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering
terkena. Pada filariasis brugia, elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah
lutut, atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara
tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan
filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia (Purnomo,
2005).
IV. Alat dan Bahan
 Atlas Parasitologi
 Mikroskop cahaya atau listrik
 Preparat awetan mikrofilaria W.bancrofti, B.malayi, dan B.timori
V. Cara Kerja
1. Diamati preparat awetan mikrofilaria W.bancrofti, B.malayi, dan B.timori di
bawah mikroskop dengan perbesaran lemah terlebih dahulu (10x10) lalu
dengan pembesaran 10x40.
2. Digambar hasil pengamatan pada kolom yang telah disediakan serta
dilengkapi dengan keterangan gambar yang memperlihatkan ciri khas.
VI. Hasil Pengamatan
VII. Pembahasan
Daftar Pustaka
 Behrman, Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC.
 Muslim. 2009. Parasitologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
 Natadisastra, Djaenudin. 2005. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang. Jakarta : EGC.
 Onggowaluyo, Samidjo Jangkung. 2002. Parasitologi Medik 1 Helmintologi. Jakarta :
EGC
 Prianto, Juni. 2006. Atlas Parasitologi. Jakarta : Gramedia.
 Purnomo. 2005. Atlas Helmintologi Kedokteran. Jakarta : Gramedia.
 Sutanto,Inge, Is Suhariah I, Pudji K.S, Saleha.S. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi
Keempat. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai