Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

HEPATOMA

Oleh:
dr. Dwi Juanita Putri

Pembimbing:
dr. Kaprawi, SpPD

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT
SUMATERA SELATAN
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Hepatoma. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Kaprawi, SpPD selaku pembimbing yang telah
membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin YRA.

Lahat, September 2018

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN

2
Laporan Kasus

Judul

Hepatoma

Oleh:
dr. Dwi Juanita Putri

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Dokter Internship di Rumah Sakit Umum Daerah Lahat periode 10 November
2017- 4 November 2018.

Lahat, September 2018

dr. Kaprawi, SpPD

BAB I
PENDAHULUAN

3
Hepatoma adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma
merupakan kanker hati primer yang sering ditemukan. Tumor ini merupakan
tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim.
Hepatoma merupakan salah satu tumor yang paling sering ditemukan di
dunia. Tumor ini sangat prevalen di daerah-daerah tertentu di Asia dan Afrika,
tempat insidensi tahunan mencapai 500 kasus per 100.000 populasi. Karsinoma
hepatoseluler empat kali lebih sering pada laki-laki daripada perempuan dan
biasanya timbul pada pasien dengan sirosis. Secara epidemiologis tingkat
kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang dengan prevalensi tinggi
hepatitis virus.
Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas,
diabetes mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor
resiko terjadinya proses patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya
HCC. Ketiadaan ataupun ketidakmampuan penerapan terapi yang bersifat kuratif
menyebabkan HCC berprognosis buruk dengan tingkat morbiditas dan mortalitas
yang tinggi.
Hepatoma seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup
oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hepatis atau hepatitis kronik. Jika
gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa
minggu sampai bulan. Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera
makan, penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas dan mata tampak kuning.
Keluhan lain yang bisa menyertai adalah badan terasa lemas, perut membesar
karena adanya asites, mual, tidak bisa tidur, BAB hitam dan bengkak pada kaki.
Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan
diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi (USG), Computed
Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga
penting untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor.
BAB II
LAPORAN KASUS

4
2.1 Identitas Pasien

· Nama : Rushan Badarudin


· Umur : 53 tahun
· Pekerjaan : Petani
· Pendidikan : SMP
· Agama : Islam
· Alamat : Pagar Agung, Lahat
· Tanggal masuk RS : 2 Juni 2018, 10.27 WIB

2.2 Anamnesa : Autoanamnesis, 2 Juni 2018

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas

Riwayat Penyakit Sekarang:


± 1 bulan yang lalu os mulai mengeluh nyeri perut kanan atas hilang
timbul, perut terasa kembung, mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+),
penurunan BB (+) ditandai baju yang makin longgar. Demam (-), lemas (+).
Bengkak pada tungkai tidak ada. BAK sekitar 3 hingga 4 kali per hari,tidak nyeri,
warna kekuningan, tidak berpasir, dan tidak banyak berbusa. Os BAB 1 kali per
hari, warna kekuningan atau kecoklatan. BAB hitam (-), BAB darah (-). Os belum
berobat.
± 1 minggu yang lalu nyeri perut kanan atas bertambah berat dan terus
menerus sehingga os sulit beraktivitas, perut terasa kembung, mual (+), muntah
(-), nafsu makan menurun (+), BB dirasakan semakin menurun. Demam (-),
lemas (+). Bengkak pada tungkai tidak ada. BAK sekitar 3 hingga 4 kali per
hari,tidak nyeri, warna kekuningan, tidak berpasir, dan tidak banyak berbusa. Os
BAB 1 kali per hari, warna kekuningan atau kecoklatan. BAB hitam (-), BAB
darah (-).Lalu os berobat ke IGD RSUD Lahat dan dirawat.
Riwayat Penyakit Dahulu
· Riwayat penyakit kencing manis disangkal
· Riwayat penyakit jantung disangkal
· Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
· Riwayat penyakit hepatitis disangkal

5
· Riwayat penyakit alergi terhadap makanan dan obat disangkal
· Riwayat mengkonsumsi obat-obatan disangkal

Riwayat Keluarga
· Riwayat penyakit kencing manis disangkal
· Riwayat penyakit tekanan darah tinggi pada keluarga disangkal
· Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Habitualis
· Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol sejak usia
20 tahun, ± 4x dalam seminggu.
· Riwayat minum jamu-jamuan jangka panjang disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik (02-06-2018)

· Keadaan umum : Tampak lemah


· Kesadaran : Compos mentis
· Tanda – tanda Vital
o Tekanan darah : 130/90 mmHg
o Nadi : 86 kali/menit, kuat
o Pernafasan : 22 kali/menit
o Suhu : 36,5 oC
· Berat badan : 50 kg
· Tinggi badan : 165 cm
· BMI : 19,5 (normal)

Pemeriksaan Spesifik
· Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+)

6
- Hidung : Bentuk normal, simetris, deviasi septum (-),
penciuman baik, sekret (-)
- Telinga : Bentuk normal, simetris, nyeri tekan tragus (-/-), liang
lapang (+/+), serumen (-/-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), pucat (-), lidah tremor (-), lidah
kotor (-), stomatitis (-), uvula di tengah, arcus faring
simetris, faring hiperemis (-), tonsil T 1-T1, tenang,
tonsil hiperemis (-)

· Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB leher (-) ,


pembesaran tiroid (-)

· Thorax
- Jantung
§ Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
§ Palpasi : Pulsasi ictus cordis dalam batas normal
§ Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
§ Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, gallop (-), murmur (-)

- Paru-paru
§ Inspeksi : Simetris kiri = kanan dalam keadaan statis,
Pergerakan kiri = kanan dalam keadaan dinamis
§ Palpasi : Fremitus kiri=kanan
§ Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
§ Auskultasi : Vesikuler(+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

— Abdomen
§ Inspeksi : Dilatasi vena (+) spider nevi (+)
§ Auskultasi : Bising usus (+) normal
§ Perkusi : Shifting dullness (+)

7
§ Palpasi : Nyeri tekan region kanan atas (+) hepar
teraba 3 jari di bawah arcus costae, konsistensi
keras, batas ireguler.

· Ekstermitas : Akral hangat, edema pretibia (+/+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

— Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (02-06-2018)
Darah Rutin 02-06-2018
Hemoglobin 11.1 g/dL
Hematokrit 32.3 %
Leukosit *28.200 /L
RBC 4.140.000/L
Trombosit 269.000 /L
MCV 78.0 fl
MCH 26.9 pg
MCHC 34,5 g/dL

Kimia Darah (02-06-2018)


Glukosa Sewaktu 110 mg/dl
Ureum *58 mg/dl

8
Kreatinin 1.3 mg/dl
Kalium 4.6 mEg/l
Natrium *124 mEg/l
Bilirubin total *5.1 mg/dl
Bilirubin direk *2.1 mg/dl
Bilirubin indirek *3.0 mg/dl
SGOT *97 U/L
SGPT *48 U/L
Protein total 6.6 g/dl
Albumin *2.6 g/dl
Globulin 4 g/dl

Imunoserologi (02-06-2018)
HbsAg: (-)

Urin rutin (04-06-2018)


Air Seni 04-06-2018
Glukosa (-)
Protein (-)
Bilirubin *++
Urobilinogen (-)
pH 6.0
Specify grafity 1.030
Blood (-)
Keton (-)
Turbidity Jernih
Warna Kuning

— Pemeriksaan USG abdomen (05-06-2018)

9
Hasil:
- Hepatomegali dengan multiple nodul hipoechoic yang tersebar di
parenkim hepar mengarah ke gambaran hepatocellular carcinoma.
- Sludge di gallbladder
- Asites

10
- Tak tampak kelainan pada pankreas, lien, kedua ginjal, vesica
urinaria, dan prostat
- Tak tampak limfadenopati paraorta

2.5 Diagnosa Kerja


Hepatoma

2.6 Penatalaksanaan

· IVFD D5% gtt xx/m (makro)


· Inj. Ceftriaxone 2x1 gram (iv)
· Inj. Ketorolac 3x30mg (iv)
· Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)
· Inj. Furosemid 1x40mg (iv)
· Spironolakton 1x25mg
· Curcuma 3x1 tab
· Ulsidex 3x 1 tab
· Antasida 3x1 tab

2.7 Follow Up

Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana


03/06/2018 S : nyeri perut kanan atas · IVFD D5% gtt
08.00 O : Kes : CM xx/m (makro)
TD : 120/80 mmHg · Inj. Ceftriaxone
RR : 22 kali/menit 2x1 gram (iv)
Nadi : 86 kali/menit · Inj. Ketorolac
Suhu : 36,6 C 3x30mg (iv)
A : Hepatoma · Inj. Ranitidin
2x50mg (iv)
· Inj. Furosemid
1x40mg (iv)

11
· Spironolakton
1x25mg
· Curcuma 3x1 tab
· Ulsidex 3x1 tab
· Antasida 3x1 tab
04/06/2018 S : nyeri perut kanan atas · IVFD D5% gtt
08.00 O : Kes : CM xx/m (makro)
TD : 130/80 mmHg · Inj. Ceftriaxone
RR : 20 kali/menit 2x1 gram (iv)
Nadi : 80 kali/menit · Inj. Ketorolac
Suhu : 36,9 C 3x30mg (iv)
A : Hepatoma · Inj. Ranitidin
2x50mg (iv)
· Inj. Furosemid
1x40mg (iv)
· Spironolakton
1x25mg
· Curcuma 3x1 tab
· Ulsidex 3x1 tab
· Antasida 3x1 tab
05/06/2018 S : nyeri perut kanan atas · IVFD D5% gtt
O : Kes : CM xx/m (makro)
TD : 125/70 mmHg · Inj. Ceftriaxone
RR : 20 kali/menit 2x1 gram (iv)
Nadi : 78 kali/menit · Inj. Ketorolac
Suhu : 36,6 C 3x30mg (iv)
A : Hepatoma · Inj. Ranitidin
2x50mg (iv)
· Inj. Furosemid
1x40mg (iv)
· Spironolakton

12
1x25mg
· Curcuma 3x1 tab
· Ulsidex 3x1 tab
· Antasida 3x1 tab

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Karsinoma Hepatoseluler


3.1.1 Definisi

13
Karsinoma hepatoselular (Hepatocelluar Carcinoma = HCC)
merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian
pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati
lainnya, kolangiokarsinoma dan sitoadenokarsinoma berasal dari sel epitel
bilier, sedangkan angiokarsinoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel
mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85%
merupakan HCC; 10% CC; dan 5% adalah jenis lainnya.1
Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya
penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati
dalam waktu cepat. 2,3
Hepatoma primer secara histologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 4
1. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel
hepatosit.
2. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel
saluran empedu intrahepatik.
3. Karsinoma campuran hepatoselular dan kolangioselular.

3.1.2 Epidemiologi
HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia serta
menempati peringkat kelima pada laki-laki dan peringkat kesembilan pada
perempuan sebagai kanker tersering di dunia dan urutan ketiga dari kanker
saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat
kematian (rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di
urutan kedua setelah kanker pankreas.1
Di seluruh dunia HCC terutama mengenai laki- laki dengan
perbandingan antara 3:1 di daerah dengan insidensi rendah dan 8:1 dengan
daerah yang insidensinya tinggi. Hal ini berkaitan dengan tingginya
prevalensi infeksi HBV, alkoholisme, dan penyakit hati kronis pada laki-
laki. Di daerah dengan insidensi tinggi, HCC umumnya timbul pada masa
dewasa dekade ketiga hingga kelima), sedangkan di daerah dengan insidensi
rendah tumor ini paling sering ditemukan pada orang yang berusia enam

14
puluh hingga tujuh puluh tahun. Secara geografis, di dunia terdapat tiga
kelompok wilayah tingkat kekerapan rendah (kurang dari 3 kasus);
menengah (tiga hingga sepuluh kasus); dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus
per 100.000 penduduk) (Buku Ajar IPDL, 2009).1

3.1.3 Etiologi
Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah
dapat diprediksi faktor risiko yang memicu hepatoma, yaitu: 2,4,5,6,7
1. Virus hepatitis B (HBV)
Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi
melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,
integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein
spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel
hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen
yang berubah akibat HBV.

2. Virus hepatitis C (HCV)


Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui proses
inflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian,
disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV
adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap.
3. Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 8% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering
terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas,
ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah
suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati,

15
hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi
darah.

4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan
dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada
kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH)
yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut
menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC).

6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker

7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum
berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati
alkoholik.

3.1.4 Manifestasi Klinis

16
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimptomatik sampai
yang bergejala dan tandanya sangat jelas dan disertai dengan gagal hati.
Gejala yang paling sering dikeluarkan adalah nyeri atau perasaan tidak
nyaman di kuadran kanan atas abdomen. Pasien sirosis hati yang makin
memburuk kondisinya, disertai dengan keluhan nyeri di kuadran kanan atas
atau teraba pembengkakan hepar patut dicurigai menderita HCC. Demikian
pula bila tidak terjadi perbaikan pada asites atau prekoma setelah diberi
terapi yang adekuat atau pasien penyakit hati kronik dengan HbsAg atau
anti-HCV positif yang mengalami perburukan kondisi secara mendadak.
Juga harus diwaspadai bila ada keluhan rasa penuh di abdomen disertai
perasaan lesu, penurunan berat badan dangan atau tanpa demam.1
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi
atau diare. Sesak nafas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang
menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian
besar pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih stadium
kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati
seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis
tersering pada HCC adalah hepatomegali, dengan atau tanpa bruit hepatik,
splenomegali, asites, ikterus, demam atau atrofi otot.1

3.1.5 Patogenesis
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus
berlanjut merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan
proses dari pembentukan hepatoma, walaupun pada pasien – pasien dengan
hepatoma, kelainan sirosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan
dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga
memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel
hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein
tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi
diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari
keganasan yang nantinya akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan

17
proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen – gen yang berubah
dalam perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari
gen p53, PIKCA, dan β-Catenin.
Sementara pada proses sirosis terjadi pembentukan nodul – nodul di
hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif
menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul – nodul diatas
yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan
bahwa nodul yang terbentuk dari sel – sel yang kecil meningkatkan proses
pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem sel hati.
Sel – sel ini meregenerasi sel – sel hati yang rusak tetapi sel – sel ini
juga berkembang sendiri menjadi nodul – nodul yang ganas sebagai respons
dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus. Nodul
– nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi
hepatoma.

Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer: 4


Ia : Tumor tunggal berdiameter ≤ 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A

18
Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤ 5 cm, di separuh
hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh:
Child A
IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤10cm, di separuh
hati, atau dua tumor dengan gabungan ≤5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan,
tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child
A
IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan ≥ 10cm, di separuh
hati, atau tumor multiple dengan gabungan > 5cm, dikedua belahan hati kiri dan
kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh; Child A. Terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatika
atau saluran empedu dan atau Child B
IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah
satu daripadanya; Child A atau B
IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

3.1.6 Diagnosis
a. Alpha Fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus
vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP
dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat
sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali
muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain
(seperti karsinoma gaster, paru dll.) dalam serum pasien juga dapat
ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut kandungan
AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat.
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma
hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L
bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan
kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat

19
diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari
timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil
terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan
waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya
turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah
turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.

b. USG Abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis
hati dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil
pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum
berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-80%. 2
Secara umum pada USG sering ditemukan adanya hepar yang membesar,
permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan
struktur echo yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya
menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi disertai nekrosis sentral berupa
gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya
irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium awal
di mana gambaran struktur echo yang masih isoechoic dengan parenkim hati
normal.8

c. CT Scan
CT scan telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk
diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT scan dapat membantu memperjelas
diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati,
hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan modalitas terapi.8

d. Biopsi Hati
Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil dari daerah
lokal dengan ultrasound atau CT. karena tumor ini cenderung akan ke
pembuluh darah, biopsi perkutan harus dilakukan dengan hati-hati.

20
pemeriksaan sitologi cairan asites adalah selalu negatif untuk tumor.
kadang-kadang laparoskopi atau minilaparatomi, untuk biopsi hati dapat
digunakan. pendekatan ini memiliki keuntungan tambahan kadang
mengidentifikasi pasien yang memiliki tumor cocok untuk partial
hepatectomy.

3.1.6 Penatalaksanaan
Terapi Operasi
a. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai
fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk
pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu
timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra
indikasi tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler
karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit
penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.2

b. Transplantasi Hati
Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan
tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi.
Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di
dalam maupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm
lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih
dari 5 cm.2

c. Terapi Operatif non Reseksi


Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan
reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi
obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat
operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat operasi, ligasi arteri
hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi

21
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser
energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.4

Terapi Lokal
a. Radiofrequency Ablatio (RFA)
RFA adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif
dewasa ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi
radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn
panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali
RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga
dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.4

b. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan


Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati
perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan
umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi
adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.4
Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan
cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan
lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat
pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul
kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat
pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati
secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat
besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak
tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren
yang tak dapat direseksi, pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif,
dll.4

Kemoterapi

22
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivitas
kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipakai adalah 5FU, ADR,
MMC, karboplatin, MTX, 5- FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.4

Radioterapi
Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain
seperti ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan
untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi
lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk
radioterapi internal terhadap hepatoma.4

Gambar 1. Alur penatalaksanaan Hepatoma, dikutip dari kepustakaan 8

3.1.7 Prognosis
Prognosis tergantung atas stadium penyakit dan penyebaran
pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan

23
kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%.
Kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu ke waktu. Pasien tumor masif
kurang mungkin dapat bertahan hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang
dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil,
kelangsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis masif
perjalanannya lebih singkat dibandingkan nodular. Metastasis paru dan
peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup. Ukuran
tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin < 3 g/dl merupakan
gambaran yang tidak baik.9
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini dari anamnesa didapatkan pasien laki-laki, berusia 53


tahun, dengan keluhan nyeri perut kanan atas, mual, nafsu makan menurun, dan
badan lemas, keluhan ini makin memberat sejak 1 minggu SMRS. Os tidak
mempunyai riwayat darah tinggi, kencing manis, maupun riwayat penyakit
hepatitis sebelumnya. Hepatitis merupakan etiologi terjadinya hepatoma karena
karsinogenitas virus hepatitis B dan C terhadap hati mungkin terjadi melalui
proses inflamasi kronik dan sirosis. Os memiliki kebiasaan minum alkohol sejak
usia 20 tahun, ±sebanyak 4 kali dalam seminggu. Meskipun alkohol tidak
memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol berisiko untuk
menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran os compos mentis dengan
keadaan umum tampak lemah. Tanda-tanda vital: tekanan darah : 130/90mmHg,
nadi 86 kali per menit, pernapasan 22 kali per menit, suhu 36,5 oC. Dari
pemeriksaan fisik khusus didapatkan sklera ikterik, pada abdomen didapatkan
dilatasi vena, spider nevi, shifting dullness dan nyeri tekan kuadran kanan atas,
serta hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae dengan konsistensi keras, batas
ireguler, dan pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema pretibia minimal.
Pada pasien ini, ikterus pada kulit dan sklera umumnya karena tumor mendesak
saluran empedu dan menyebabkan gangguan fungsi hati sehingga didapatkan

24
SGOT, SGPT, dan bilirubin meningkat. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau
menusuk secara terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang,
disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul
hati. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit, bilirubin total,
bilirubin direk, bilirubin indirek, SGOT, SGPT meningkat, sedangkan
pemeriksaan HbsAg (-), kadar albumin menurun dan terdapat bilirubin (++) pada
pemeriksaan urin rutin. Hasil pemeriksaan USG abdomen menunjukkan
hepatomegali dengan multiple nodul hipoechoic yang tersebar di parenkim hepar
mengarah ke gambaran hepatocellular carcinoma dan ditemukan juga asites.
Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-80%.2 Secara umum
pada USG penderita hepatoma sering ditemukan adanya hepar yang membesar,
permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur
echo yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur
eko yang lebih tinggi disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai
anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya irreguler. Pemeriksaan penunjang lain
yang mendukung diagnosa hepatoma adalah pemeriksaan tumor marker seperti
Alfa Feto Protein (AFP) dan carcinoembryonic antigen (CEA). Namun pada
pasien ini tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas. AFP adalah sejenis
glikoprotein yang disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam
serum darah janin. Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. AFP
memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP >
500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit
hati aktif, kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat
diagnosis hepatoma. Selain AFP, tumor marker lainnya yang berhubungan dengan
karsinoma hepatoseluler adalah carcinoembryonic antigen (CEA). CEA akan
meningkat pada hampir seluruh bentuk penyakit hati kronis dan memiliki kadar
yang tinggi pada metastasis tumor pada hati.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, ditegakkan
diagnosis hepatoma. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini berupa terapi
simptomatik yaitu IVFD D5% gtt xx/m (makro), inj. Ceftriaxone 2x1 gram (iv),
inj. Ketorolac 3x30mg (iv), inj. Ranitidin 2x50mg (iv), inj. Furosemid 1x40mg

25
(iv), Spironolakton 1x25mg, Curcuma 3x1 tab, Ulsidex 3x 1 tab, Antasida 3x1 tab.
Terapi kuratif untuk kasus hepatoma berupa tindakan operatif seperti reseksi
hepatik dan transplantasi hati. Namun banyak pertimbangan untuk melakukan
tindakan tersebut, sehingga tidak dilakukan pada pasien ini. Hepatoma relatif
kurang peka terhadap kemoterapi dan radioterapi, efektivitas kemoterapi sistemik
kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I hal. 685-691. Jakarta: Interna Publishing.

2. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

3. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.


Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC

4. Desen, Wan. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi
2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

5. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Jacobson
R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226- overview

6. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular


(Hepatoma). Diakses dari http:/ repository.usu.ac.id/bitstream.pdf

7. Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22.
Jakarta : EGC

8. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma,


Hemangioma, and Metastasis) with CT. Diakses dari
http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf

26
9. Braunwald, Fugene, MD. Principles Of Internal Medicine. In Horrison’s 15
th editon.

27

Anda mungkin juga menyukai