Anda di halaman 1dari 18

AKHLAK TERPUJI DAN AKHLAK TERCELA

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok

Mata Kuliah Akhlak Tasauf Pada Jurusan Syariah

Program Studi Perbankan Syariah 2

KELOMPOK IV
NAMA :
-SRI WAHYUNI
-ERNA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat

menyelesaikan makalah tentang "Akhlak Terpuji dan Akhlak Tercela" ini. Sholawat

dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi

Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi

tugas Ushul Fiqih dengan judul "Akhlak Terpuji dan Akhlak Tercela". Disamping itu,

kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah

ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat

dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa

diperbaiki.

Watampone, 24 September 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Objek Pembicaraan Akhlak Terpuji ....................................2

B. Pengertian dan Objek Pembicaraan Akhlak Tercela ....................................7

C. Metode Pendidikan Akhlak ........................................................................10

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ....................................................................................................14

B. Saran ...........................................................................................................14

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 15

BAB I

iii
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Islam menginginkan umatnya untuk memiliki akhlak yang baik.

Sebagaimana Rasulullah SAW. diutus oleh Allah SWT. dengan salah satu misinya

untuk menyempurnakan akhlak seluruh umatnya.

Secara umum ada dua macam akhlak yang kita kenal, akhlak mahmudah

dan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah adalah akhlak yang mulia yang harus dan
wajib dilakukan oleh seluruh umat muslim. Dan akhlak mazmumah ialah akhlak yang

harus diinggalkan jauh oleh umat muslim.

Bagi umat muslim, akhlak yang paling mulia adalah akhlak mahmudah

yang terdapat pada diri Rasulullah SAW. karena sifat dan perangainya merupakan

contoh teladan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan objek pembahasan akhlak terpuji?
2. Bagaimana pengertian dan objek pembahasan akhlak tercela?
3. Bagaiamana metode pendidikan akhlak?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan objek pembahasan akhlak terpuji.
2. Mengetahui pengertian dan objek pembahasan akhlak tercela.
3. Mengetahui metode pendidikan akhlak.

BAB II

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Objek Pembicaraan Akhlak Terpuji

Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji yaitu menghilangkan

semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama islam serta

menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat

kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintaintainya. Menurut Hamka, ada

beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, diantarannya:

1. Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain.

2. Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela.

3. Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani).

4. Mengharapkan pahala dan surga.

5. Mengharap pujian dan takut azab tuhan.

6. Mengharap keridhan Allah semata.

Akhlak terpuji terbagi dibagi menjadi menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Taat lahir

Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan


Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan, dan

dikerjakan oleh anggota lahir. Beberapa perbuatan yang dikategorikan taat

lahir adalah:

a. Tobat, dikategorikan kepada taat lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku

seseorang. Namun sifat penyesalannya merupakan taat batin. Tobat,

menurut para sufi adalah fase awal perjalanan menuju Allah (taqarub ila

Allah).

2
3

b. Amar makruf dan nahi mungkar, perbuatan yang dilakukan kepada

manusia untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan

dan kemungkaran.

c. Syukur, berterimah kasih terhadap yang telah dianugrahkan Allah

kepada manusia dan makhluknya. Perbuatan ini termasuk yang sedikit

dilakukan oleh manusia.1

2. Taat batin
Taat batin adalah segala sifat yang baik, yang etrpuji yang dilakukan

oleh anggota batin (hati). Beberapa perbuatan yang dikategorikan taat batin

adalah:

a. Tawakal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam

menghadapi, menanti, atau menunggu hasil pekerjaan.

b. Sabar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sabar dalam beribadah,

sabar ketika dilanda malapetaka, sabar tehadap kehidupan dunia, sabar

terhadap maksiat, sabar dalam perjuangan. Dasarnya adalah keyakinan

bahwa semua yang dihadapi adalah ujian dan cobaan dari Allah Swt.

c. Qana’ah, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberiaan yang


dianugrahkan oleh Allah. Menurut Hamka qana’ah meliputi:

1) Menerima dengan rela akan apa yang ada.

2) Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas dan ikhtiar.

3) Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.

4) Bertawakal kepada Tuhan.

5) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

1
Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.
158-159.
4

Taat batin memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan taat lahir, karena batin merupakan penggerak dan sebab bagi

etrciptanya ketaatan lahir. Dengan terciptanya ketaatan batin (hati

dan jiwa), maka pendekatan diri kepada Tuhan melalui perjalanan

ruhani (salik) akan dapat dilakukan.

Ada banyak cara yang ditempuh untuk meningkatkan akhlak yang

terpuji secara lahiriah, diantarannya:


1. Pendidikan. Dengan pendidikan, cara pandang seseorang akan bertambah

luas, tentunya dengan mengenal lebih jauh akibat dari masing-masing

(akhlak terpuji dan akhlak tercela). Semakin baik tingkat pendidikan dan

pengetahuan seseorang, sehingga mampu lebih mengenali mana yang

terpuji dan mana yang tercela.

2. Menaati dan mengikuti peraturan dan undang-undang yang ada di

masyarakat dan negara. Bagi seorang muslim tertentu mengikuti aturan

yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad

Saw.

3. Kebiasaan, akhlak terpuji dapat ditingkatkan melalui kehendak atau


kegiatan baik yang dibiasakan.

4. Memilih pergaulan yang baik, sebaik-baik pergaulan adalah berteman

dengan para ulama 9orang beriman) dan ilmuan (intelektual).

5. Melalui perjuangan dan usaha. Menurut Hamka, bahwa akhlak terpuji,

tidak timbul kalau tidak dari keutamaan tercapai melalui perjuangan.

Sedangkan akhlak terpuji yang batiniah, dapat dilakukan melalui

beberapa cara, yaitu:


5

1. Muhasabah, yaitu selalu menghitung perbuatan-perbuatan yang telah

dilakukannya selama ini, baik perbuatan buruk beserta akibat yang

ditimbulkannya, ataupun perbuatan baik beserta akibat yang ditimbulkan

olehnya.

2. Mu’aqobah, memberikan hukuman terhadap berbagai perbuatan dan

tingkatan yang telah dilakukannya. Hukuman tersebut tentu bersifat

ruhiyah dan berorientasi pada kebajikan, seperti melakukan shalat sunnah


yang lebih banyak dibanding biasanya, berzikir, dan sebagainnya.

3. Mu’ahadah, perjanjian dengan hati nurani (batin), untuk tidak mengulangi

kesalahan dan keburukan tindakan yang dilakukan, serta menggantinya

dengan perbuatan-perbuatan baik.

4. Mujahadah, berusaha maksimal untuk melakukan perbuatan yang baik

untuk mencapai derajat ihsan, sehingga mampu mendekatkan diri pada

Allah Swt. Hal tersebut dilakukan dengan kesungguhan dan perjuangan

keras, karena perjalanan untuk mendekatkan diri kepada Allah banyak

rintangannya.

Implikasi akhlak terpuji bagi individu dan sosial:


1. Bagi individu

Akhlak terpuji memiliki beberapa akibat bagi individu seperti:

a. Meningkatkan wibawa.

b. Mendapat kehormatan dimasyarakat.

c. Banyak disenanggi sesamanya.

d. Mudah mendapat perlindungan.

e. Mendapat ketentraman dan kebahagiaan hati.


6

Karena akhlak yang terpuji sesuai dengan fitrah manusia yang

menyukai kebaikan. Melalui akhlak yang terpuji pula, derajat manusia

di sisi Allah akan semakin meningkat, karena dengan hanya kebaikan

(ihsan), seseorang dapat semakin meningkatkan diri dengan Allah, serta

terhindar dari hukuman yang bersifat manusiawi.

2. Bagi sosial

Sebaliknya, akhlak terpuji mampu membina dan menjaga


kerukunan antartetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati,

saling melindungi, saling menjaga dan saling peduli satu sama lainnya

(toleransi), sehingga selurah lapisan masyarakat akan menjadi tenang,

aman, damai dan sejahtera.

Dengan adanya keadaan masyarakat (lingkungan sosial) seperti

itu, akan tercipta suasana kondusif yang terjadi di masyarakat, sehinnga

setiap orang dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, tanpa adanya

gangguan dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, dan pembangunan

masyarakat (saran dan prasarana) akan terlaksana dengan baik.2

2
Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, h. 162-164.
7

B. Pengertian dan Objek Pembicaraan Akhlak Tercela

Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela dikenal dengan sifat-sifat

muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada

kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk

selalu mengarah kepada kebaikan. Al-Ghazali menererangkan manusia melakukan

perbuatan tercela (maksiat), diantaranya:

1. Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan)
yang ingin dimiliki manusia sebagai kebutuhan dalam melangsungkan

hidupnya (agar bahagia).

2. Manusia. Selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan

keburukan, seperti istri, anak. Karena kecintaan mereka, misalnya, dapat

melalaikan manusia dari kewajibannya terhadap Allah dan terhadap sesama.

3. Setan (iblis). Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda

manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan.

4. Nafsu. Nafsu ada kalanya baik (muthmainah) dan ada kalanya buruk

(amarah), akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan.

Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:

1. Maksiat Lahir

Maksiat berasal dari bahasa Arab, ma’siyah, artinya “pelanggaran oleh

orang yang berakal balig (mukallaf), karena melakukan perbuatan yang

dilarang, dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat Islam.


8

Maksiat lahir dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a. Maksiat lisan, seperti berkata-kata yang tidak memberikan manfaat,

berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara hal yang batil, berdebat

dan berbantah yang hanya mencari menangnya sendiri tanpa

menghormati orang lain, berkata kotor, mencaci maki atau

mengucapkan kata laknat baik kepada manusia, binatang maupun

kepada benda-benda lainnya, menghina, menertawakan, atau


merendahkan orang lain, berkata dusta, dan lain sebagainya.

b. Maksiat telinga, seperti mendengarkan pembicaraan orang lain,

mendengarkan orang yang sedang namimah, mendengarkan nyanyian-

nyanyian atau bunyi-bunyian yang dapat melalaikan ibadah kepada

Allah SWT.

c. Maksiat mata, seperti melihat aurat wanita yang bikan muhrimnya,

melihat aurat laki-laki yang bukan muhrimnya, melihat orang lain

dengan gaya menghina, melihat kemungkaran tanpa beramar makruf

nahi mungkar.

d. Maksiat tangan, seperti menggunakan tangan untuk mencuri,


menggunakan tangan untuk merampok, menggunakan tangan untuk

mencopet, menggunakan tangan untuk merampas, menggunakan tangan

untuk mengurangi timbangan.

Maksiat lahir, karena dilakukan dengan menggunakan alat-alat lahiriah,

akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat

berbahaya bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, seperti pencurian


9

dan perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, atau adu

domba).

2. Maksiat Batin

Maksiat batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksiat lahir, karena

tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Selama maksiat batin belum

dilenyapkan, maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Bahkan para

sufi menganggap maksiat batin sebagai najis maknawi, yang karena adanya
najis tersebut, tidak memungkinkan mendekati Tuhan (taqarrub ila Allah)

Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia, atau digerakkan oleh tabiat

hati. Sedangkan tabiat hati memiliki sifat yang tidak tetap, terbolak-balik,

berubah-ubah, sesuai dengan keadaan atau sesuatu yang mempengaruhinya.

Hati terkadang baik, simpati, dan kasih sayang, tetapi disaat lainnya hati

terkadang jahat, pendemdam, syirik dan sebagainya.

Beberapa contoh penyakit batin (akhlak tercela) adalah:

a. Marah (ghadab), dapat dikatakan seperti nyala api yang terpendam di

dalam hati, sebagai salah satu hasil godaan setan terhadap manusia.

Islam menganjurkan, orang yang marah agar berwudhu (menyiram api


kemarahan dengan berwudhu dengan air).

b. Dongkol (hiqd), perasaan jengkel yang ada di dalam hati atau buah

dari kemarahan yang tidak dapat tersalurkan. Rasulullah bersabda,

“orang mukmin itu bukanlah orang yang suka mendongkol”.

c. Dengki (hasad), penyakit hati yang ditimbulkan kebencian, iri, dan

ambisi. Islam melarang bersikap dengki, sebagaimana sabda nabi,


10

“Jauhilah olehmu akan dengki, karena sesungguhnya dengki dapat

memakana kebaikan seperti api memakan kayu bakar”.

d. Sombong (takabur), perasaan yang terdapat di dalam hati seseorang,

bahwa dirinya hebat dan mempunyai kelebihan.

Selain beberapa sifat tersebut, masih banyak sifat tercela lainnya. Menurut

Menurut A. Mustofa, terdapat 33 sifat mazmumah (tercela). Adapun obat

(terapi) untuk mengatasi akhlak tercela, menurut Ahmad Amin ada 2 cara,
yaitu:

1) Perbaikan pergaulan, seperti pendirian pusat pendidikan anak nakal,

mencegah perzinahan, mabuk, dan peredaran obat-obat terlarang.

2) Memberikan hukuman. Dengan adanya hukuman, akan muncul suatu

ketakutan pada diri seseorang karena perbuatannya akan dibalas

(dihukum). Hukuman pada akhirnya bertujuan untuk mencegah

melakukan yang berikutnya, serta berusaha keras memperbaiki

akhlaknya.

Sedangkan hukuman, dapat diberikan secara bertahap, sesuai dengan

tingkat kejahatan yang dilakukannya.3

C. Metode Pendidikan Akhlak

Mendidik akhlak anak merupakan pekerjaan yang bernilai tinggi dan paling

penting, dimana hatinya suci bagaikan mutiara yang cemerlang dan jiwanya

sederhana yang kosong dari segala lukisan dan ukiran padanya, serta condong kepada

sesuatu yang mengotorinya. Jika ia dibiasakan dengan kebiasaan yang baik, maka ia

3
Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, h. 153-158.
11

akan tumbuh menjadi baik, dan ia akan hidup bahagia di dunia dan akhirat, dan

begitu pula sebaliknya.

Beberapa metode yang bisa digunakan dalam rangka pendidikan akhlak

menuju terwujudnya peserta didik berakhlak baik, antara lain:

a. Metode Alami

Sebagai berkat anugerah Allah, manusia diciptakan telah dilengkapi

dengan akal, syahwat, dan nafsu. Semua anugerah tersebut berjalan sesuai
dengan hajat hidup manusia yang diperlukan adanya keseimbangan. Metode

alami ini adalah suatu metode dimana akhlak yang baik diperoleh melalui

insting atau naluri yang dimilikinya secara alami.

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik,

seperti halnya berakhlak baik. Sebab bila dia berbuat jahat, sebenarnya sangat

bertentangan dan tidak dikehendaki oleh jiwa (hati) yang mengandung fitrah

tadi. Meskipun demikian, metode ini tidak bisa diharapkan csecara pasti tanpa

adanya metode atau faktor lain yang mendukung, seperti pendidikan,

pengalaman, latihan dan lain-lain, tetapi paling tidak metode alami ini jika

dipelihara dan dipertahankan akan melakukan akhlak yang baik sesuai dengan
fitrah dan suara hati manusia. Metode ini cukup efektif untuk menanamkan

kebaikan pada anak, karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk

berbuat kebaikan, tinggal bagaimana memelihara dan menjaganya.

b. Metode Langsung

Maksud dari metode langsung adalah dengan cara mempergunakan

petunjuk, tuntutan dan nasihat, menyebutkan manfaat dan bahayanya sesuatu.

Kepada murid dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak,


12

menuntunnya pada amal-amal baik, mendorong mereka berbudi pekerti yang

tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela.

c. Metode Tidak Langsung

Yaitu dengan jalan sugesti, seperti mendiktekan sajak-sajak yang

mengandung hikmat-hikmat pada anak, memberikan nasihat-nasihat dan

berita berharga, mencegah mereka dari membaca sajak-sajak kosong.

d. Metode Mujahadah dan Riyadhah


Orang yang ingin dirinya menjadi penyantun, maka jalannya dengan

membiasakan bersedekah, sehingga menjadi tabiat yang mudah

mengerjakannya dan merasa tidak berat lagi. Mujahadah atau perjuangan yang

dilakukan oleh guru menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Memang

pada awalnya cukup berat, namun apabila manusia bersungguh-sungguh pasti

akan menjadi suatu kebiasaan. Metode ini sangat tepat untuk

mengajarkantingkah laku dan berbuat lainnya, agar peserta didik mempunyai

tingkah laku dan berbuat baik lannya, agar peserta didik mempunyai kebisaan

berbuat baik sehingga menjadi akhlak baginya, walaupun dengan usaha yanh

keras dan melalui perjuangan yang sungguh-sungguh.


Imam Al-Ghazali sangat menganjurkan agar mendidik anak dan membina

akhlaknya dengan cara latihan dan pembisaan yang sesuai dengan

perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, agar anak dapat

terhindar dari keterlanjutan yang menyesatkan. Oleh karena itu, guru haru

memberikan bimbingan secara terus menerus kepada peserta didik agar

peserta didiknya agar tujuan pendidikan akhlak dapat tercapai secara optimal.
13

e. Metode Teladan

Akhlak yang baik tidak hanya diperoleh melalui mujahadah, latihan atau

riyadhah, dan diperoleh secara alami berdasarkan fitrah saja. Akan tetapi

akhlak juga bisa diperoleh melalui teladan, yaitu mengambil contoh atau

meniru orang yang dekat dengannya. Oleh karena itu dianjurkan untuk

bergaul denganorang-orang yang berbudi luhur. Pergaulan sebagai salah satu

bentuk komunikasi manusia memang sangat berpengaruh dan akan


memberikan pengalaman-pengalan yang bermacam-macam.

Metode teladan ini ini memberikan kesan atau pengaruh atas tingkah laku

perbuatan manusia. Metode ini sangat efektif untuk pengajaran akhlak.4

4
Chabib Thoha, Metodologi Pengajaran Agama, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, 1999), h. 127-129.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji yaitu menghilangkan semua
adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama islam serta
menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat
kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintaintainya.
2. Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela dikenal dengan sifat-sifat
muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada
kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan
fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan.

3. Mendidik akhlak anak merupakan pekerjaan yang bernilai tinggi dan paling

penting, dimana hatinya suci bagaikan mutiara yang cemerlang dan jiwanya

sederhana yang kosong dari segala lukisan dan ukiran padanya, serta condong

kepada sesuatu yang mengotorinya. Jika ia dibiasakan dengan kebiasaan yang

baik, maka ia akan tumbuh menjadi baik, dan ia akan hidup bahagia di dunia

dan akhirat, dan begitu pula sebaliknya.

B. Saran
Apabila di dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan

kesalahan mohon untuk dimaafkan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya

dari Dosen Pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa, agar dalam pembuatan

makalah berikutnya dapat menjadi baik dan benar.

14
DAFTAR RUJUKAN

Thoha, Chabib. Metodologi Pengajaran Agama, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN


Walisongo, 1999.
AR, Zahruddin. Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

15

Anda mungkin juga menyukai