Anda di halaman 1dari 20

RISIKO SUKU BUNGA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Manajemen Risiko Investasi Jurusan Syariah Program

Studi Perbankan Syariah Kelompok 2

DISUSUN OLEH:

Kelompok 3

Sri Wahyuni 01165034

Yulia Sarma 01165058

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami

dapat menyelesaikan makalah tentang "Risisko Suku Bunga" ini. Sholawat

dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,

yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang

lurus.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang

menjadi tugas Ushul Fiqih dengan judul "Risiko Suku Bunga". Disamping itu,

kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga

terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa

bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini

agar kedepannya bisa kami perbaiki.

Watampone, 25 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Risiko Suku Bunga ............................................................. 3

B. Risiko pada Situasi Suku Bunga dan Saham .................................. 4

C. Suku Bunga dan Jangka Waktu Obligasi ........................................ 8

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ....................................................................................... 15

B. Saran............................................................................................. 16

DAFTAR RUJUKAN................................................................................. .17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan
nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan
wahana investasibagi masyarakat.Pasar modal bertindak sebagai
penghubung antara investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah
melalui perdagangan instrument jangka panjang seperti obligasi, saham, dan
lainnya yang disebut dengan investasi.
Suku bunga merupakan faktor yang penting dalam perekonomian
suatu negara karenasangat berpengaruh terhadap “kesehatan” suatu
perekonomian.Hal ini tidak hanya mempengaruhi keinginan konsumen untuk
membelanjakan ataupun menabungkan uangnya tetapi juga mempengaruhi
dunia usaha dalam mengambil keputusan.Oleh karena itu tingkat suku bunga
mempunyai pengaruh yang sangat luas, tidak hanya pada sektor moneter,
melainkan juga pada sektor riil, sektor ketenagakerjaan, bahkan sector
internasional.
Secara teoritisterdapat dua jalur utama mekanisme transmisi
kebijakan moneter, yaitu melalui jumlah uang yang beredar dan jalur harga
malalui suku bunga.Jalur suku bunga ini merupakan channel yang penting
untuk perekonomian Indonesia khususnya. Upaya untuk menekan fluktuasi
tingkat suku bunga tergantung pada keberhasilan mengendalikan gejolak di
pasar uang.
Kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa
yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat.Perilaku
masyarakat tersebut di pengaruhi oleh ekpestasi mereka terhadap laju inflasi
di masa yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan
mendorongmasyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya
menjadi asset riil, dan sebaliknya ekspektasilaju inflasi yang rendah akan

1
2

memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabungserta melakukan


investasi pada sektor-sektor produktif.Ekspektasi masyarakat mengenai hal
inflasi dapat dilihat dari perkembangan suku bunga nominal, yang dimana
suku nominal itu mencerminkan suku bunga rill ditambah ekspektasi
inflasi.Dengan demikian, perkembangan suku bunga nominal dapat
digunakan sebagai indikator ekspektasi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi risiko suku bunga?
2. Bagaimana risiko pada situasi suku bunga dan saham?
3. Bagaimana konsep mengenai suku bunga jangka waktu?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi risiko suku bunga.
2. Mengetahui risiko pada situasi suku bunga dan saham.
3. Mengetahui konsep suku bunga dan jangka waktu obligasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Risiko Suku Bunga
Yang dimaksud dengan risiko adalah besar-kecilnya unsur
kepastian suatu aset dalam memberikan tambahan kekayaan kepada
pemiliknya. Risiko. Imbalan rill suatu aset biasanya sangat sulit di
prediksikan. Imbalan yang di peroleh kerap berbeda dengan yang di
harapkan penginvestasi tatkala membeli suatu aset.1
Menurut Mishkin (2011a:95), “suku bunga atau yield to maturity
merupakan return hingga jatuh tempo yang menyamakan nilai sekarang dari
pembayaran arus kas yang diterima dari suatu instrumen dengan nilai hari
ini.” Teori klasik dalam Nopirin (2012:167) menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat bunga, maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk menabung,
namun semakin rendah keinginan masyarakat untuk melakukan investasi.
Masyarakat termotivasi menabung pada tingkat bunga yang tinggi karena
mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna
menambah tabungan. Keadaan sebaliknya, masyarakat termotivasi
melakukan investasi apabila keuntungan yang diharapkan lebih besar dari
tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk biaya transaksi atau pada tingkat
bunga yang rendah.
Adapun risiko suku bunga dalam Mishkin (2011a:100) merupakan
tingkat risiko dari return aset akibat perubahan suku bunga. Semakin tinggi
suku bunga mengimplikasikan semak58.in rendah pembayaran kupon atau
dividen di masa mendatang, dan semakin rendah pembayaran akhir atau nilai
penjualan ketika didiskontokan ke masa sekarang, serta semakin rendah
return aset, sehingga semakin rendah permintaan. Semakin rendah suku
bunga mengimplikasikan semakin tinggi pembayaran kupon atau dividen di

1Paul R. Krugman, Ekonomi Internasional, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,


1996), h. 58.

3
4

masa mendatang, dan semakin tinggi pembayaran akhir atau nilai penjualan
ketika didiskontokan ke masa sekarang, serta semakin tinggi return aset,
sehingga semakin rendah penawaran.2

B. Risiko pada Situasi Suku Bunga dan Saham


Suku bunga dan prakiraan nilainya dimasa depan merupakan salah
satu masukan yang penting dalam keputusan investasi (Bodie et al..,
2008:180). Meningkatnya tingkat bunga akan menurunkan nilai sekarang dari
pendapatan dividen di masa datang, sehingga kondisi ini akan menurunkan
harga saham di pasar modal. Investor lebih suka menanamkan uangnya
dalam bentuk investasi yang lain, misalnya dengan menyimpan uangnya di
bank daripada menginvestasikannya dalam bentuk saham (Karini, 2009).
Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present
value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi
yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan
meningkatkan biaya modal yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan
menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan
meningkat (Wismantara, 2017).
Beberapa bukti empiris juga membuktikan bahwa pengaruh tingkat
suku bunga terhadap return saham menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
Penelitian yang dilakukan Oshaibat (2016) bahwa tingkat suku bunga
berpengaruh negatif terhadap return saham, penelitian yang sama juga
dilakukan oleh Quadir (2012), Olweny & Omondi (2011), Latha et al. (2016),
Butt et al.. (2010), Bilal et al.. (2012), Kandir (2008), Sadikin (2010),
Setyaningrum (2016), Oktiar (2014), Saputra & Dharmadiaksa (2016),
Faoriko (2013), Nidianti (2013) dan Adeputra & Wijaya (2016). Sebaliknya,
menurut Sudarsono & Sudiyanto (2016), Karim (2015), dan Buana (2014)

2Guardian Muhammad, dkk. “Pengaruh Suku Bunga terhadap Aktivitas Perdagangan


Saham”, Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 23 No.1, Juni 2015, h. 3-4.
5

bahwa suku bunga berpengaruh positif terhadap return saham. Sedangkan


menurut Kristanto (2016) dan Dwita, & Rahmidani (2012) suku bunga tidak
berpengaruh terhadap return saham.
Pada kondisi perekonomian yang tidak stabil inflasi dapat terjadi
kapan saja. Sebagai seorang investor harus dapat mengantisipasi kondisi
tersebut pada saat melakukan investasi. Inflasi adalah suatu keadaan
senantiasa meningkatnya hargaharga pada umumnya, atau suatu keadaan
senantiasa turunnya nilai uang karena meningkatnya jumlah uang yang
beredar tidak diimbangi dengan peningkatan persediaan barang
(Setyaningrum, Muljono, 2016). Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif
maupun negatif tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang
berlebihan dapat menyebabkan kerugikan pada perekonomian secara
keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami
kebangkrutan. Inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar,
sedangkan tingkat inflasi yang sangat rendah akan mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga
saham juga akan bergerak dengan lamban (Samsul, 2006).
Beberapa bukti empiris mengenai inflasi menurut Jamaludin et al.
(2017), Olweny & Omondi (2011), Ouma., dan Muriu (2014), Butt et al.
(2010), Ioannides et al. (2005), Singh et al.. (2011), Adusei (2014), Kristanto
(2016), Sudarsono & Sudiyanto (2016), Setyaningrum (2016), Karim (2015),
Oktiar (2014), Faoriko (2013) dan Dwita & Rahmidani (2012) bahwa inflasi
berpengaruh negatif terhadap return saham. Sebaliknya menurut Oshaibat
(2016), Tripathi (2015), Khalid (2012), Kandir (2008), Lindayani & Dewi
(2016) dan Nidianti (2013) bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap return
saham. Sedangkan menurut Purnomo & Widyawati (2013), Setyaningrum
(2016) dan Adeputra & Wijaya (2016) hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap return saham.
6

Menurut Arifin dan Hadi (2009 : 82) nilai tukar adalah suatu mata
uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap
nilai mata uang lainnya. Case and Fair (2007 : 364), tingkat kurs adalah rasio
perdagangan dua mata uang. Harga suatu mata uang dibandingkan dengan
mata uang lain. Stabilnya nilai tukar rupiah terhadap nilai tukar mata uang
asing akan menjaga kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang
tercermin pada inflasi. Sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan
kebijakan moneter dengan sasaran utama yaitu inflasi sehingga Indonesia
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peningkatan
nilai mata uang (apresiasi) menjadi faktor pendorong semakin menurunnya
tekanan inflasi, hal tersebut dikarenakan nilai mata uang rupiah menguat.
Menurut Setyaningrum, Muljono (2016) Nilai tukar suatu mata uang
merupakan hasil interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang
terjadi di pasar valuta asing. Penentuan kurs rupiah terhadap valuta asing
merupakan hal yang penting bagi pelaku pasar modal di Indonesia. Karena
kurs valas sangat mempengaruhi jumlah biaya yang harus dikeluarkan, dan
besarnya biaya yang akan diperoleh dalam transaksi saham dan surat
berharga di bursa pasar modal. Fluktuasi kurs yang tidak stabil akan dapat
mengurangi tingkat kepercayaan investor asing terhadap perekonomian
Indonesia. Ini tentu akan menimbulkan dampak negatif terhadap
perdagangan saham di pasar modal, bagi investor asing akan cenderung
melakukan penarikan modal sehingga terjadi Capital of Flow dan hal ini akan
berimbas pada menurunnya tingkat return yang akan dibagikan.3

3
Ni Kadek Suriyani dan Gede Mertha Sudiartha, “Pengaruh Tingkat Suku Bunga,
Inflasi dan Nilai Tukar terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia”, E-Jurnal
Manajemen Unud, Vol. 7, No. 6, 2018, h. 3174-3177.
7

Faktor- faktor yang mempengaruhi harga saham dapat di bagi


menjadi dua yaitu:
a. Faktor internal (mikro), merupakan faktor yang berasal dari dalam dan
dapat dikendalikan oleh perusahaan meliputi kualitas, reputasi
manajemen, struktur permodalan, dan struktur perusahaan.
b. Faktor eksternal (makro), merupakan faktor yang berasal dari luar dan
tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan seperti kebijakan moneter
dan fiskal, terjadinya inflasi, kenaikan suku bunga, depresiasi nilai tukar,
dan lain- lain.4

LAST UPDATE: 26 OKT 2018 PORTFOLIO SELECTED COMPANIES


P: 26 Okt P: 25 Okt P/E Yield Gain/Loss
Company Gain/Loss
2018 2018 ttm % YTD
Astra InternationalASII 7,425 7,375 0.68% N/A 0.00% -9.45%
Bank Central
23,600 22,900 3.06% N/A 0.00% 7.76%
AsiaBBCA
Bank MandiriBMRI 6,450 6,475 -0.39% N/A 0.00% -17.83%
Garuda IndonesiaGIAA 202 202 0.00% N/A 0.00% -33.11%
Indocement Tunggal
16,500 16,775 -1.64% N/A 0.00% -28.26%
PrakarsaINTP
Indofood Sukses
5,700 5,800 -1.72% N/A 0.00% -24.50%
MakmurINDF
Nippon Indosari
1,060 1,080 -1.85% N/A 0.00% -16.21%
CorpindoROTI
Telekomunikasi
3,630 3,550 2.25% N/A 0.00% -17.69%
IndonesiaTLKM
Ciputra
800 820 -2.44% N/A 0.00% -31.03%
DevelopmentCTRA
Unilever
44,175 44,300 -0.28% N/A 0.00% -20.94%
IndonesiaUNVR
Combined Total 109,542 109,277 0.24% -16.71%

4 Mawar Farida dan Aril Darmawan, Jurnal Administrasi Bisnis: Pеngaruh Risiko
Inflasi, Risiko Suku Bunga, Risiko Valuta Asing, dan Profitabilitas Terhadap Return Saham,
(Malang: Vol. 50, No. 1, 2017), h. 50.
8

P = harga

E = penghasilan

D = dividen (pembagian laba)

Yield = D/P

“N/A” menunjukkan P/E <0 (pendapatan negatif) “-“ menunjukkan E,D,P atau
YTD tidak tersedia.

C. Suku Bunga dan Jangka Waktu Obligasi


Suku bunga (interest rate) merupakan jenis informasi pertama untuk
memperkirakan imbalan suatu devisa, yakni jumlah sewa atau imbalan yang
diterima seseorang atas kesediannya meminjamkan sejumlah devisa selama
satu tahun. Suku bunga dolar sebesar 0,10 (dibaca: 10% setahun) artinya
akan membuat seseorang yang meminjam $1 akan menerima seluruh
uangnya sebesar $1,10 di akhir tahun; $1 adalah uang pokok orang itu, dan
10 sen adalah bunganya. Bila dilihat dari sisi transaksi yang lain, suku bunga
dolar itu juga merupakan jumlah yang harus dibayarkan untuk meminjam
(tariff sewa) $1 selama setahun.
Suku bunga memainkan peranan penting dalam pasar valuta asing
mengingat simpanan-simpanan berjumlah besar yang diperdagangkan di
pasar itu menghasilkan bunga, masing-masing tingkat bunganya berlainan
sesuai dengan mata uang yang menjadi satuannya. Sebagai contoh, suku
bunga dolar adalah 10% (artinya simpanan dalam dolar sebesar $100.000,
dalam waktu setahun nilainya akan meningkat menjadi $110.000),
sedangkan suku bunga DM adalah 5% (simpanan dalam DM sebesar
DM100.000, setahun kemudian menjadi DM 105.000). Simpanan-simpanan
ini menghasilkan bunga, karena pada dasarnya simpanan-simpanan ini
merupakan pinjaman dari pemiliknya kepada pihak bank. Bila sebuah
perusahaan atau lembaga keuangan tersebut menyisihkan pembelanjaan
9

uangnya disebuah bank, itu artinya perusahaan atau lembaga keuangan


tersebut menyisihkan pembelanjaan uangnya untuk dipinjamkan kepada
bank tadi. Dalam kalimat lain si penyimpan menciptakan sebuah asset yang
tak ternilai dalam mata uang yang disimpan.
Suku bunga dolar pada hakikatnya adalah imbalan dolar dari
simpanan dolar. Anda “membeli” simpanan dengan meminjamkan $100.000
kepada sebuah bank, dan pada saat Anda dibayar kembali dengan suku
bunga 10% di akhir tahun, asset anda berharga $110.000. Ini memberikan
rate of return sebesar (110.000 – 100.000)/100.000= 0,01 atau 10% per
tahun. Sama halnya, suku bunga valuta asing mengukur imbalan valuta asing
dari simpanan yang berupa valuta asing tersebut (misalnya, suku bunga dolar
adalah ukuran imbalan dalam dolar yang dibutuhkan oleh simpanan yang
berupa dolar). Suku bunga keduanya tidak dihitung atas dasar yang sama
sehungga wajar bila pergerakan kedua suku bunga tidak selalu beriringan.5
Terdapat begitu banyak obligasi dengan suku bunga yang berbeda.
Dengan memahami mengapa suku bunga berbeda dari satu obligasi dengan
obligasi yang lain dapat membantu bisnis-bisnis, bank-bank, perusahaan-
perusahaan asuransi, dan investor-investor swasta dalam memutuskan
obligasi mana yang di beli sebagai investasi dan mana yang akan di jual.
Pertama kita perhatikan mengapa obligasi dengan jangka waktu
jatuh tempo yang sama mempunyai suku bunga yang berbeda. Hubungan
antar suku bunga ini disebut struktur risiko suku bunga (risk structure of
interest rates), meskipun risiko, likuiditas, dan peraturan-peraturan pajak
penghasilan berperan dalam menentukan struktur risiko. Jangka waktu jatuh
tempo suatu obligasi juga mempengaruhi suku bunganya, dan hubungan
antara suku bunga obligasi dan masa jatuh tempo yang berbeda disebut
dengan struktur jangka waktu suku bunga (term structure of interest rates).

5
Paul R. Krugman, Ekonomi Internasional, h. 59.
10

Salah satu karakter obligasi yang mempengaruhi suku bunganya


adalah risiko gagal bayar (default risk), yang terjadi ketika penerbit obligasi
tidak dapat atau tidak ingin membayar bunga yang telah dijanjikan atau
membayarkan nilai nominal pada saat jatuh tempo. Perusahaan yang
mengalami kerugian besar, seperti perusahaan penerbangan besar United,
Delta, US Airways, dan North West di pertengahan tahun 2000-an,
kemungkinan besar menunda pembayaran obligasinya. Dengan demikian,
risiko gagal bayar pada obligasi tersebut akan tinggi. Sebaliknya, obligasi
Treasury AS pada umumnya dianggap tidak mempunya risiko gagal bayar
karena pemerintah federal selalu dapat meningkatkan pajak untuk
membayarkan kewajiban-kewajibannya. Obligasi gagal bayar disebut seperti
ini disebut sebagai obligasi bebas risiko gagal bayar (default-free-bonds).
Namun demikian, selama negosiasi anggaran Kongres pada tahu 1995 dan
1996, partai Republik mengancam untuk membiarkan obligasi Treasury
mengalami gagal bayar, dan hal ini berdampak terhadap pasar obligasi.
Jika kemungkinan gagal bayar meningkat karena perusahaan
mengalami kerugian yang besar, risiko gagal bayar obligasi perusahaan akan
menjadi lebih tidak pasti. Teori permintaan asset memprediksi bahwa karena
perkiraan imbal hasil obligasi perusahaan turun relative terhadap perkiraan
imbal hasil atas obligasi Treasury bebas risiko gagal bayar, sementara tingkat
risiko relatifnya meningkat, maka obligasi perusahaan menjadi kurang
diminati (dengan asumsi hal lainnya tetap sama).
Karakter lain obligasi yang mempengaruhi suku bunga adalah
likuiditas, asset likuid adalah asset yang dapat secara cepat dan murah untuk
di konversikan ke dalam bentuk tunai jika dibutuhkan. Semakin likuid suatu
aset, semakin aset tersebut diminati (dengan konsumsi hal lainnya konstan).6

6FredericS. Mishkin, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, (Jakarta:


Penerbit Selemba Empat, 2008), h. 167-169.
11

Struktur jangka waktu suku bunga harus menjelaskan tiga fakta


empiris yang penting :
1. Suku bunga pada obligasi dengan jatuh tempo yang berbeda bergerak
bersama-sama sepanjang waktu.
2. Ketika suku bunga jangka waktu pendek rendah, kurva yield (sebagai
kurva yang mempunyai kemiringan ke atas, datar, dan kemiringan ke
bawah) kemungkinan besar mempunyai kemiringan ke atas; ketika
suku bunga jangka pendek tinggi, kurve yield kemungkinan ke bawah
dan terbalik.
3. Kurva yield hampir selalu mempunyai kemiringan ke atas.
Tiga teori ini telah dikemukakan untuk menjelaskan struktur jangka
waktu suku bunga yaitu, hubungan antara suku bunga pada obligasi dengan
jatuh tempo yang berbeda yang tercermin dalam pola-pola kurva yield.
Setiap obligasi pasti mempunyai masa jatuh tempo atau dikenal
dengan istilah maturity date dimana tanggal nilai pokok obligasi tersebut
harus dilunasi atau diabayar oleh penerbit obligasi. Aarstol dan Sapto
Rahardjo mengemukakan bahwa semakin pendek jangka waktu obligasi
maka akan semakin diminati investor karenadianggap resikonya lebih kecil.
Obligasi yang memiliki periode jatuh tempo lebih lama maka akan
semakin lebih tinggi tingkat risikonya sehingga yield yang didapatkan juga
berbeda dengan obligasi yang umur jatuh temponya cukup pendek. Oleh
karena itu, periode jatuh tempo untuk obligasi perusahaan di Indonesia
biasanya dibuat dalam jangka waktu 5 tahun saja.7
 Resiko pasar atau risiko tingkat bunga pada obligasi
Harga suatu obligasi bergerak berlawanan arah dengan perubahan tingkat
bunga di pasar. Ketika tingkat bunga naik maka harga obligasi akan turun,
begitu sebaliknya. Investor yang ingin memegang obligasi sampai dengan

7Nurfaisah dan Adistien, Jurnal Siasat Bisnis: Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Yield Obligasi Perusahaan,( Vol. 2, No. 9, 2004), h. 245.
12

jatuh tempo akan menanggung risiko kehilangan kesempatan untuk


mendapatkan bunga yang lebih tinggi jika tingkat bunga naik tetapi
malahan dapat keuntungan jika suku bunga turun. Namun, bagi investor
yang tidak ingin memegang obligasi hingga jatuh tempo, kenaikan suku
bunga merupakan realisasi dari capital loss karena harga obligasi turun.
 Resiko obligasi dilunasi sebelum jatuh tempo
Beberapa obligasi ada yang berisi syarat bahwa perusahaan pengeluar
obligasi mempunyai hak untuk untuk melunasi obligasi sebelum jatuh
tempo. Ini sebagai antisipasikalau tingkat bunga pasar jatuh di bawah
coupon rate.
Dari sudut investor,ada tiga kerugian dengan adanya persyaratan
tersebut.
1. Pertama, cash flow dari obligasi tersebut menjadi tidak bisa diketahui
denganpasti.
2. Kedua, karena perusahaan akan menarik kembali obligasi pada saat
tingkat bunga turun, maka investor akan menghadapi risiko
reinvestasi, yaitu mereka hanya bisa reinvesatasi pada obligasi yang
memberikan bunga yang lebih rendah.
3. Ketiga, potensi kenaikan kapital dari obligasi akan berkurang karena
harganya tidakakan naik.
 Strategi memilih tingkat risiko investasi obligasi Investor obligasi bisa
menggunakan salah satu dari tiga strategi manajemen portfolio berikut
yang sesuai dengan tingkat risiko yang berani mereka tanggung.
1. Pertama, strategi pasif : Buy andHold. Strategi ini berupa kegiatan
membelidan memegang suatu obligasi hingga jatuh tempo dan
kemudian menginvestasikan kembali penerimaan kas dari pelunasan
obligasi tersebut dalam obligasi yang sejenis.Dengan memegang
obligasi hingga jatuh tempo, investortidakakan terpengaruh oleh
13

perubahan nilai obligasi yang disebabkan oleh berubahnya suku bunga


bank.
2. Kedua, strategi semi-aktif: Immunization merupakan strategi hybrid yang
mempunyai baik elemen pasif maupunaktif.Investoryang menginginkan
tingkat yang tinggi terhdap akumulasi hasil dalam periode tertentu di
masa yang akandatang cocok menggunakan strategi ini.
3. Ketiga, strategi aktif. Bagi investor yang ingin memperoleh kemunkinan
mendapat hasil yang tertinggi, maka strategi aktif ini memberi
kesempatan yang terbesar untuk memperolehnya, tentunya dengan
resiko yang lebih besar pula. Ada beberapa strategi aktif yang dapat
dipilih namun ada dua yang terpenting yaitu strategi antisipasi suku
bunga dan strategi analisis penilaian.
Strategi antisipasi suku bunga mungkin merupakan strategi
yang paling berisiko karena tergantung pada peramalanyang tidak past!
tentang perilaku suku bunga dimasa yang akan datang. Tujuannya
adalah untuk melindungi investasi ketika suku bunga diperkirakan naik
dan mendapatkan capital gain ketika suku bunga diperkirakan turun.
Dalam strategi ini jika telah diputuskan untuk memperpendek
durasi untuk melindungi investasi, maka hilanglah kesempatan untuk
memperoleh capital gain.Demikian juga jika durasi diperpanjang
sebagai antisipasi penurunan suku bunga maka tindakan ini juga sangat
berisiko karena jika yang terjadi sebaliknya (suku bunga naik) maka
akan hilanglah kesempatan untuk mendapatkan obligasi yang memberi
coupon yang lebih tinggi.
Dengan menggunakan metodeanalisis penilaian (Valuation
Analysis), investor dapat memilih obligasi berdasarkan nilai intrinsiknya.Hasil
perhitungan nilai intrinsik dibandingkan dengan harga obligasi di pasar. Jika
harga pasar lebih tinggi dari pada nilai intrinsik berarti obligasi tersebut
14

overvalue, sebaliknya jika harga pasar lebih rendah dari pada nilai intrinsik
maka obligasi undervalue.8

8Sapto Rahardjo,Panduan Investasi Obligasi. (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,


2003), h. 87.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Risiko suku bunga dalam Mishkin (2011a:100) merupakan tingkat
risiko dari return aset akibat perubahan suku bunga. Semakin tinggi
suku bunga mengimplikasikan semakin rendah pembayaran kupon
atau dividen di masa mendatang, dan semakin rendah pembayaran
akhir atau nilai penjualan ketika didiskontokan ke masa sekarang,
serta semakin rendah return aset, sehingga semakin rendah
permintaan. Semakin rendah suku bunga mengimplikasikan semakin
tinggi pembayaran kupon atau dividen di masa mendatang, dan
semakin tinggi pembayaran akhir atau nilai penjualan ketika
didiskontokan ke masa sekarang, serta semakin tinggi return aset,
sehingga semakin rendah penawaran.
2. Meningkatnya tingkat bunga akan menurunkan nilai sekarang dari
pendapatan dividen di masa datang, sehingga kondisi ini akan
menurunkan harga saham di pasar modal. Investor lebih suka
menanamkan uangnya dalam bentuk investasi yang lain, misalnya
dengan menyimpan uangnya di bank daripada menginvestasikannya
dalam bentuk saham (Karini, 2009).
3. Terdapat begitu banyak obligasi dengan suku bunga yang berbeda.
Dengan memahami mengapa suku bunga berbeda dari satu obligasi
dengan obligasi yang lain dapat membantu bisnis-bisnis, bank-bank,
perusahaan-perusahaan asuransi, dan investor-investor swasta
dalam memutuskan obligasi mana yang di beli sebagai investasi dan
mana yang akan di jual.

15
16

B. Saran

Bagi investor maupun calon investor yang akan melakukan

investasi, sebaiknya lebih memperhatikan kondisi keuangan perusahaan agar

investor mengetahui keadaan perusahaan ketika akan menanamkan

modalnya sehingga investor bisa menghindari kerugian.


DAFTAR RUJUKAN

Krugman, Paul R. Ekonomi Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


1996.
Mishkin, Frederic S. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan.
Jakarta: Penerbit Selemba Empat, 2008.
Muhammad, Guardian dkk. “Pengaruh Suku Bunga terhadap Aktivitas
Perdagangan Saham”. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 23 No.1,
Juni 2015.
Nurfaisah dan Adistien. Jurnal Siasat Bisnis: Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Yield Obligasi Perusahaan. Vol. 2, No. 9, 2004.
Rahardjo, Sapto. Panduan Investasi Obligasi. Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2003.
Suriyani, Ni Kadek dan Gede Mertha Sudiartha. “Pengaruh Tingkat Suku
Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar terhadap Return Saham di Bursa Efek
Indonesia”. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 7, No. 6, 2018.

17

Anda mungkin juga menyukai