1. Penetapan Kriteria
Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari faktor-faktor penting yang
menentukan hal-hal yang diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal tersebut bukan
hanya performa return tetapi dapat mencakup proses investasi, pengambilan
resiko, pelayanan terhadap investor, management fee, dan lain-lain.
Menetapkan kriteria dimulai dengan menggali masalah fundamental bagi calon
investor yang meliputi jenis asset class (saham, pendapatan tetap, pasar uang,
dll), gaya investasi (saham blue chip, obligasi swasta, obligasi pemerintah,
saham perusahaan kecil/menengah, internasional, dll), dan manajemen investasi
aktif (aktif dalam memilih saham/obligasi) vs. pasif (index fundz). Jenis asset
class sangat menentukan return dan resiko yang akan didapatkan. Beberapa riset
di Amerika menyebutkan bahwa 90%-95% return yang diperoleh ditentukan
oleh jenis asset class di mana investor berinvestasi. Jika investor memilih asset
class pendapatan tetap maka hasil maksimum investasi jangan diharapkan bisa
menyamai hasil maksimum investasi di saham. Namun pada saat yang
bersamaan, resiko yang dianut juga tidak sebesar resiko saham. Penentuan ini
harus sesuai profil resiko investor masing-masing. Gaya investasi (investment
style) bermanfaat jika calon investor mencari diversifikasi melalui alokasi aset
(asset allocation). Pada dasarnya setiap asset class dapat dibagi lagi menjadi
beberapa gaya investasi. Di negara-negara maju, diversifikasi alokasi aset
adalah lazim, tetapi di Indonesia praktek ini masih terbatas karena kendala
jumlah saham yang ada di dalam tiap kategori kapitalisasi (blue chip/kapitalisasi
besar, kapitalisasi menengah, dan kapitalisasi kecil), pengetahuan investor
individual, dan jenis produk reksa dana yang ditawarkan. Untuk jenis
pendapatan tetap, gaya investasi dapat terdiri dari investasi dengan fokus pada
obligasi pemerintah, obligasi swasta, atau obligasi internasional/asing.
2. Penyaringan (Screening)
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, calon investor kemudian
menyeleksi para potensial manajemen investor. Daftar lengkap seluruh reksa
dana di Indonesia dan jenis-jenisnya dapat dilihat di website Bapepam
(www.bapepam.go.id/e-monitoring). Untuk lebih mengetahui informasi tentang
suatu perusahaan MI, calon investor dapat melakukan riset lebih jauh tentang
calon MI tersebut. Berita-berita tentang sebuah perusahaan MI jika
dikumpulkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang
perusahaan tersebut. Sumber lain yang layak digali adalah pengalaman pihak-
pihak lain dalam berinvestasi melalui MI tersebut. Informasi dan pengalaman
dari orang dalam juga sangat berguna dalam mengevaluasi MI. Berdasarkan
informasi yang telah dikumpulkan, calon investor bisa membandingkan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan keadaan para MI yang
sebenarnya.
3. Seleksi
Proses screening menghilangkan sebagian besar MI dan menyisakan beberapa
saja yang akan dievaluasi lebih jauh. Dalam tahap seleksi, calon investor
memfokuskan dalam mendapatkan gambaran menyeluruh apa yang disebut
dengan P7 yaitu People, Process, Philosophy, Product, Progress, Price, dan
Performance.
1. Risiko Inflasi
Dalam industri finansial khususnya dalam ekonomi berbasis uang, risiko yang
cukup mengkhawatirkan adalah ancaman akan penurunan nilai uang.
Penggerusan nilai uang ini terlalu banyak faktor yang bisa dijadikan alasan,
padahal aspek utamanya adalah menurunnya nilai uang. Contoh paling
sederhana soal inflasi ini adalah apabila uang bernominal Rp1.000 yang pada
kemarin lusa bisa membeli dua butir telur, tapi hari ini hanya dapat ditukar
dengan satu telur. Akibatnya untuk membeli dua butir telur kita harus
mengeluarkan kocek Rp1.000 lagi. Kalau itu terjadi berarti sudah terjadi inflasi,
turunnya nilai uang. Penurunan nilai uang tersebut juga terjadi tidak saja untuk
membeli produk, tapi juga dalam menggunakan jasa. Dalam kondisi saat ini,
pemerintah mengatakan akan mempertahankan bahwa target inflasi dipatok
pada bilangan lima persen. Itu berarti dalam berinvestasi, investor yang
memiliki dana Rp1.000 saat ini harus bisa memperkerjakan uangnya itu dengan
minimal penghasilan (return) di atas lima persen, sehingga pada akhir tahun
nilai uang tersebut tetap bisa digunakan dan memiliki nilai yang sama pada saat
ini. Nilai uang pada masa kini dan masa yang akan datang diharapkan bobot
(nilai atau harganya) tetap sama. Artinya kalau saat ini bisa membeli telur satu
butir maka tahun depan minimal nilainya tetap sama. Inflasi adalah suatu proses
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Penyebab inflasi
ini bisa berupa naiknya harga barang dan jasa, bisa juga karena turunnya nilai
uang yang terjadi secara mekanis. Inflasi yang disebabkan karena naiknya harga
barang, juga tidak bergerak sendirian. Bisa jadi karena bahan baku atas produk
itu sulit didapat, seperti BBM. Akibat tidak adanya subtitusi dari BBM ini
dipastikan kenaikan harga BBM akan menyebabkan naiknya harga barang-
barang dan jasa. Hal ini karena ketergantungan yang sangat tinggi atas produk
yang bernama BBM ini. Inflasi lainnya adalah karena terlalu banyaknya uang
yang beredar, sehingga secara mekanis akan mempengaruhi nilai uang. Untuk
inflasi yang disebabkan banyak uang beredar, Bank Sentral bisa melakukan
tindakan dengan cara membuat kebijakan meningkatkan suku bunga.
Peningkatan sukubunga ini dengan sendirinya akan menarik para pemilik dana
untuk kembali memarkir dananya di perbankan. Kendati upaya tersebut harus
diikuti oleh kebijakan lain, diantaranya membuat kebijakan guna terciptanya
iklim investasi. Bagi pasar modal risiko inflasi ini akan sangat mempengaruhi
keputusan investasi. Kalau inflasi tinggi, kita ibaratkan dalam setahun 10
persen, maka boleh jadi harga saham diciptakan oleh pasar itu sebenarnya sudah
terdiskon sebesar 10 persen. Kalau harga saham Rp1.000 maka akibat inflasi
yang 10 persen itu harga saham tersebut sebenarnya hanya Rp900. Akan tetapi,
kondisi yang sebenarnya terjadi akan bertambah kompleks akibat dampak
inflasi. Kalau kita ibaratkan harga BBM mengalami kenaikan dengan begitu
biaya produksi perusahaan akan mengalami kenaikan. Belum lagi dampak dari
BBM ini akan diikuti dengan melemahnya daya beli, sehingga barang yang
diproduksi tidak akan laku terjual. Kalau hal itu yang terjadi maka bisa
dipastikan pemutusan hubungan kerja, akibat pengurangan produksi hampir
pasti akan dilakukan perusahaan, sehingga pada gilirannya ekspektasi investor
saham atas saham perusahaan itu akan menurun.
3. Risiko Pasar
Risiko pasar sering terjadi di pasar modal karena kondisi yang tidak bisa
dijelaskan secara ekonomi. Karena ekspektasi seseorang terhadap produk dan
jasa tertentu akan berbeda dengan ekspektasi pasar. Dalam konteks
perdagangan saham, ketika ekspektasi atas saham secara jangka panjang naik,
maka boleh jadi ekspektasi pasar atas saham pada saat pasar bereaksi justru
turun. Karenanya bagi investor saham yang perlu dipahami bahwa investasi
saham adalah investasi pada saham, sedangkan penciptaan harga saham yang
dibuat pasar adalah harga yang terjadi pada saat selama pasar berlangsung.
Penyebab ekspektasi pasar berbeda dengan kondisi sebenarnya atas nilai saham,
penyebabnya bisa beragam. Yang paling sederhana boleh jadi karena supply
dan demand yang tidak seimbang. Ketika supply atas saham berlebih, sementara
demand tetap maka dengan sendirinya harga saham akan turun. Di pasar modal
Indonesia sering terjadi begitu ada perusahaan yang akan melakukan penawaran
umum (IPO) biasanya akan diikuti dengan penurunan indikator perdagangan.
Turunnya indikator perdagangan itu lantaran investor menjual saham yang telah
menjadi portofolionya untuk kemudian membeli saham yang akan IPO.
Perilaku tersebut merupakan contoh yang paling sangat sederhana dari faktor
risiko pasar. Tidak sama besarnya posisi supply dan demand ini juga terjadi
apabila terjadi investor melakukan perubahan portofolio sebagaimana yang
kerap terjadi pada akhir tahun dan awal tahun bursa saham.
Untuk mengetahui apakah proses investasi yang dilakukan benar atau tidak, berikut
merupakan langkah-langkahnya:
a. Pengetahuan tentang pengembalian dan resiko investasi.
b. Mengetahui sikap investor terhadap resiko. Setiap investor harus mau menerima
resiko investasi yang terkadang di dalam aset riil maupun surat berharga, dan
dapat mengidentifikasi kombinasi pengembalian dan resiko yang dapat
diterima. Dengan kata lain, sebelum menerima resiko investasi, investor harus
berada pada posisi finansial yang logis, dan harus siap menggunakan alasan-
alasan yang masuk akal untuk proses pembuatan keputusan.
c. Pengetahuan dari setiap tipe surat berharga / aset yang tersedia untuk investasi,
termasuk pengembalian yang diharapkan dan resiko yang berhubungan dengan
tipe aset / surat berharga tersebut.
d. Memilih beberapa surat berharga / aset yang dapat memberi suatu pengembalian
dan resiko yang dapat diterima berdasarkan kebutuhan -kebutuhan dari investor
tertentu.
Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko, yaitu: semakin tinggi
pengembalian, semakin tinggi resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga tingkat
resiko dengan pengembalian yang seimbang. Berikut beberapa faktor Risiko dalam
Analisis Finansial:
1. pengertian resiko sendiri yaitu penyimpangan hasil (return) yang diperoleh dari
rencana hasil (return) yang diharapkan.
2. Risiko invetasi adalah risiko yang dihadapi investor akan kemungkinan tidak
tercapainya hasil (keuntungan) yang diharpkan. Hal tersebut dikarenakan factor
uncertainty yang besar.
3. Sikap investor terhadap risiko yaitu ; senang (desire) menghadapi risiko, anti
risiko ( risk aversion), dan acuh (indifference) terhadap risiko.
Diperhitungkannya faktor risiko dalam keputusan keuangan, mempengaruhi
investor untuk menentukan hasil atau mensyaratkan hail (required rate of
return).
4. Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola agar risiko tersebut dapat
diminimalisasi (risiko terkontrol). Dan ada pula risiko yang tidak dapat
dikontrol/dikendalikan. Sehingga jenis risiko terbagi ke dalam:
i. Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal dari proyek investasi secara
individu tanpa dipengaruhi proyek yang lain.
ii. Risiko perusahaan, yaitu risiko yang diukur tanpa mempertimbangkan
penganekaragaman (diversifikasi) atau portofolio yang dilakukan oleh
investor.
iii. Risiko pasar atau beta, yaitu risiko investasi ditinjau dari investor yang
menanamkan modalnya pada investasi yang juga dilakukan oleh
perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain. Besarnya risiko ini tidak
dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi.
- Kebutuhan Liquiditas
Investor dalam melakukan investasi kadang terbentur dengan kebutuhan
liquiditasnya. Dia dapat memerlukan uang sewaktu-waktu. Oleh karena
itu, investor sebaiknya mengetahui kebutuhan kas dia di masa yang akan
datang, sehingga tidak menghambat investasi yang telah dilakukan.
2. Membentuk Portofolio
Investor menggunakan kebijakan investasi dan ekspektasi pasar modal untuk
memilih portofolio atau aset. Pada pemilihan portofolio dan aset, investor harus
menentukan saham-saham mana saja yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam
portofolionya. Investor juga menggunakan prosedur optimisasi untuk memilih
saham dari saham-saham yang sesuai dan menentukan berat (proporsi) saham
pada portofolionya. Model Markowitz adalah model formal dari investasi yang
dilakukan oleh investor.
3. Alokasi Aset
Alokasi aset berhubungan dengan keputusan untuk menentukan berat (proporsi)
bagi kas, obligasi, atau saham yang akan dimiliki oleh investor. Keputusan ini
sangat penting karena perbedaan alokasi atas aset akan menyebabkan perbedaan
performa dari portofolio itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan investor. Faktor-faktor itu antara lain
return yang disyaratkan, toleransi risiko dan umur dari investor itu sendiri. Investor
yang lebih muda cendering bersifat risk taker. Sebaliknya, investor yang lebih tua
cenderung bersifat risk averse. Perbedaan faktor yang diperhitungkan akan
mempengaruhi alokasi aset investasi.
1. Alokasi Strategis Aset
Investor perlu melakukan prosedur simulasi yang digunakan untuk menentukan
kemungkinan range hasil yang dihubungkan dengan tiap-tiap komposisi aset.
Simulasi ini akan memberikan gambaran mengenai keuntungan dan risiko yang
mungkin akan diperoleh investor apabila memilih komposisi aset tersebut.
Investor juga perlu membentuk strategi alokasi aset untuk jangka panjang.