Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARMAKOLOGI

P-TREATMENT ANTI MIKROBA

Afifah Roselina Khairunnisa NIM. 1810029007


Izzaty Firdawati NIM. 1810029011
Andi Alifka RN. Ahsan NIM. 1810029017
Agil Kusumawati NIM. 1810029020

Pembimbing:
dr. Ika Fikriah, M.Kes

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA, SEPTEMBER 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang “P-Treatment
Anti Mikroba”. Makalah ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Ika Fikriah, M. Kes, selaku dosen
pembimbing kami. Terdapat ketidaksempurnaan dalam makalah ini, sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini berguna bagi para pembaca.

Samarinda, 13 September 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
BAB 3 ANALISA KASUS DAN P-TREATMENT ..................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai sesak nafas atau nafas cepat,
penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang
dewasa, dan pada orang usia lanjut. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang serius dan
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling
banyak meyebabkan kematian pada balita. Pneumonia menyebabkan empat juta
kematian pada anak balita di dunia dan 30% dari seluruh kematian yang terjadi.
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas
tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak,
dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang).
Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia merupakan penyakit penyebab
kematian kedua tertinggi setelah diare diantara balita yaitu sebesar 15,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian
balita di Indonesia.

1.2. Tujuan
Memilih jenis terapi yang sesuai dengan diagnosis pasien yaitu berdasarkan
efek farmakodinamik, farmakokinetik, efek samping, indikasi dan kontraindikasi, dan
biaya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses
infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah
pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi,
terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal kembali. Namun pada
pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh staphylococcus atau
kuman gram negative terbentuk jaringan parut atau fibrosis.
Diagnosis pneumonia harus didasarkan kepada pengertian patogenesis
penyakit hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya
proses penyakit dan etiologi pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik
kepada terapi empiris dan pemilihan antibiotic yang paling sesuai terhadap
mikroorganisme penyebabnya.
Pneumonia Komuniti (PK) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi
di luar RS, sedangkan Pneumonia Nosokomial adalah Pneumonia yang terjadi >
48 jam atau lebih setelah dirawat di RS, baik di ruang rawat umum ataupun ICU
tetapi tidak sedang memakai ventilator. Pneumonia yang berhubungan dengan
pemakaian ventilator (PBV) adalah Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam
atau lebih setelah intubasi tracheal. Pada Pneumonia yang di dapat di Pusat
Perawatan Kesehatan (PPK) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut
di RS selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal di
rumah perawatan, mendapat AB intravena, kemoterapi, atau perawatan luka
dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun dating ke klinik RS atau klinik
Hemodialisa.

B. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia yang lazim dipakai adalah didasarkan pada faktor
inang dan lingkungannya. Klasifikasi ini membantu pelaksanaan terapi
pneumonia secara empirik.

1. Pneumonia komunitas ( sporadis, endemik; muda atau orang tua)


2. Pneumonia nosokomial (didahului perawatan di RS)
3. Pneumonia rekurens (terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru kronik)
4. Pneumonia aspirasi ( alkhoholik, usia tua)
5. Pneumonia pada gangguan imun (pada pasien transplantasi,onkologi,AIDS)

C. Etiologi
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe pneumonia.

5
1. Etiologi pneumonia komunitas :
- H. influenza (pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram negatif
pada pasien rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopulmonal/jamak, atau pasca terapi antibiotika sepktrum luas)
- Ps.aeruginosa (pada pasien bronkiektasis, terapi steroid > 10 mg/hari, malnutrisi,
dan imunosupresi dengan disertai lekopeni)
- Str. pneumoniae
- S. aureus
- Legionella pneumophila
- Enterobacteriaceae
2. Etiologi Pneumonia nosokomial :
- Staphylococcus aureus ( koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat IV,DM,
gagal ginjal)
- Pseudomonas aeruginosa (pada pasien bronkiektasis, terapi steroid > 10 mg/hari,
malnutrisi, dan imunosupresi dengan disertai lekopeni, terapi antibiotik)
- Anaerob (aspirasi, selesai operasi abdomen)
- Acinobachter spp. (antibiotik sebelum onset pneumonia dan ventilasi mekanik)
3. Etiologi pneumonia aspirasi :
- PAK : berupa kuman anaerob peptococcus, Kleibsiella pneumoniae, dan
Stafilokokus, atau Fusobacterium nucleatum, Bacteriodes melanogenicus, dan
Peptostreptococcus.
- PAN : kuman anaerob fakultatif, batang gram negatif, pseudomonas,
proteus, serriata, dan S. aureus dan kuman anaerob obligat diatas.
4. Etiologi pneumonia pada gangguan imun :
Dapat berupa kuman patogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen,
berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, cacing.

D. Patogenesis

Proses patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan


imunitas seseorang, mikroorganisme yang menyerang, pasien dan lingkungan
yang berinteraksi satu sama lain. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan
jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus
pneumoniae, melalui selang infuse oleh Staphylococcus aureus, sedangkan
infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter.
Dijumpai peningkatan patogenitas/jenis kuman akibat adanya berbagai
mekanisme, terutama oleh S. Aureus, B. Catarrhalis, H. influenza, dan
Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai bakteri enterik gram negatif.
Pada masa pra-antibiotik, pneumonia pneumokokkus mengenai seluruh
atau hampir seluruh lobus dan berkembang melalui 4 stadium :

1. Kongesti : lobus-lobus yang terkena menjadi berat, merah, dan sembab; secara
histoogis, dapat terlihat kongesti vaskuler, dengan cairan berprotein, beberapa
neutrofil, dan banyak bakteri di alveolus.

6
2. Hepatisasi merah : pada stadium tersebut lobus paru memperlihatkan konsistensi
seperti hati, rongga alveolus dipenuhi oleh neutrofil, sel darah merah, dan fibrin,
dan pleura biasanya memperlihatkan eksudat fibrinosa atau fibrinopurulen.
3. Hepatisasi abu-abu : paru menjadi kering, abu-abu dan padat, karena sel darah
merah mengalami lisis sementara eksudat fibrinosa menetap dalam alveolus.
4. Resolusi : berlangsung pada kasus nonkomplikata, yang eksudatnya di dalam
alveolus dicerna secara enzimatis dan diserap atau dibatukkan sehingga arsitektur
paru tetap utuh. Reaksi pleura mungkin mereda dengan cara serupa atau
mengalami organisasi, meninggalkan penebalan fibrosa atau perlekatan
permanen.

E. Manifestasi Klinis
Gejala pneumonia bisa lokal dengan batuk produktif, sesak nafas, nyeri
pleuritik. Batuk produktif menghasilkan sputum (seringkali berwarna hijau) atau
mengandung darah (klasik sputum berwarna karat pada pneumonia
pneumokokal). Dan disertai gejala sistemik berupa demam, diikuti kelelahan,
anoreksia, mialgia, menggigil. Jika berat pneumonia bisa menimbulkan sesak
nafas, syok, atau bingung.

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang memengaruhi gambaran klinis pneumonia pada
anak adalah:
1. Imaturitas anatomik dan imunologik
2. Mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak
khas terutama pada bayi
3. Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering
4. Faktor patogenesis
5. Kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan
karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam
tatalaksana pneumonia.

2. Pemeriksaan Fisik
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare;
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

7
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas
melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

3. Pemeriksaan Penunjang
a) Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau


serologis sebagai dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang
yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis
berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori
sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan
suara napas melemah.
WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan
Primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara
berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi napas cepat, sesak
napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan
kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama
satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai

8
dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika
menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2
bulan–5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah
malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan
terasa dingin.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman WHO adalah:
1. Bayi dan anak berusia 2 bulan–5 tahun
a. Pneumonia berat
Ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b. Pneumonia
Tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas:

>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan–1 tahun


>40 x/menit untuk anak >1–5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat dan sesak napas

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis,
distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai dan pengobatan suportif yang meliputi :
1. Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah
2. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik
3. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif
4. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat
5. Komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi

 Pneumonia Rawat Jalan


Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara
oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat
jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai
90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia
rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari

9
mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP − 20 mg/kgBB
sulfametoksazol.
 Penumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-
laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-
laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin,
amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.
Sebaiknya segera dirujuk jika tidak tersedia antibiotik yang sesuai.
Kriteria Rujukan
1. Pneumonia berat
2. Pneumonia rawat inap

10
BAB III

PEMBAHASAN

Kasus

Eko Jatuh Sakit

Eko (3 tahun) dibawa ibunya ke dokter karena sesak nafas 2 hari inidan demam
sejak 4hari yang lalu, sebelumnya eko mengalami batuk dan pilek sudah
seminggu. Hasil pemeriksaan didapatkan :

Anamnesis :
 Jenis kelamin : Laki-laki, Umur : 3 tahun, BB : 15 kg, TB : 100 cm
 Keluhan utama : Sesak nafas
 Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat asma tidak ada (-)
 Tidak terdapat alergi (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga:
 Riwayat asma tidak ada (-)
 Status gizi cukup

Hasil Pemeriksaan Fisik didapatkan :


 Kondisi umum : sesak nafas disertai batuk, tampak sakit sedang, gizi cukup
 Tanda Vital (RR : 50 x/menit, N : 120x/menit, T: 100/60 mmHg, T: 39,20C)
 Kesadaran: CM (kompos mentis), GCS= E4M6V5
 Pem. Kepala : Konjungtiva anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), napas cuping
hidung (-)
 Pem. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar.
 Thoraks:
 Inspeksi : kanan kiri simetris, retraksi dinding dada (-/-)
 Palpasi : fremitus meningkat kanan dan kiri, sela iga
kiri=kanan, nyeri tekan (-)
 Perkusi : sonor kanan = kiri
 Auskultasi : vesikuler, ronki basah pada thoraks kanan (-/+),
wheezing (-/-)
 Abdomen : semua dalam batas normal.
 Ekstremitas : semua dalam batas normal.

Pemeriksaan penunjang lab :


 Leukosit : 14.300/μL
 Hb : 11,8 g/dl

11
 Trombosit : 275.000/μL
 Hct : 35,3 %

A. P-Treatment
1. Menentukan Problem Pasien
Masalah utama : Sesak
Masalah tambahan : Demam, batuk, pilek
Diagnosis : Pneumonia
DD : Bronkhitis
Pemeriksaan penunjang : Bila tidak ada perbaikan keluhan (DL, Foto Thoraks)

2. Menentukan Tujuan Terapi


 Mengobati pneumonia
 Menurunkan demam
 Meredakan batuk

3. Merencanakan Terapi
Terapi Non Farmakologis
 Banyak istirahat
 Menjaga asupan cairan dan nutrisi anak

Terapi Farmakologis
Diberikan obat antibiotik

Golongan Obat Efficacy Safety Suitability Cost

B laktam +++ ++ ++ +++


FD: ES: reaksi alergi, KI: hipersensitif Kaps
menghambat syok anafilaktik, terhadap Rp7.000-
sintesis dinding kemerahan kulit, penisilin, bayi 15.000
sel bakteri iritasi saluran yang baru lahir Syr Rp
cerna (mual, dari ibu yang 18.500
FK: muntah, diare), hipersensitif
A: di GIT nefritis tapi dengan penisilin
D:Didistribusi jarang, diathesis
luas dan hemoragik,
berikatan perubahan
dengan protein biologik flora
plasma normal.
M: hepar
E: melalui urin

Makrolida ++ + ++ ++

12
FD: ES: reaksi alergi KI: hipersensitif Kaps
menghambat berupa demam, terhadap Rp.9.000-
sistesis protein eosinofilia, makrolida 12.000
bakteri melalui eksantem, Syr Rp
ikatan dengan gangguan GIT, 20.000-
ribosom 50S. ototoksik, 90.000
gangguan saluran
FK: A: saluran kemih, sakit
cerna, makanan kepala, vertigo,
menghambat somnolen
penyerapan,
rusak oleh asam
lambung D: t ½
= 1,5 jam
M: hepar
E: hepar

Pada dasarnya kedua golongan antibiotik bisa menimbulkan reaksi hipersensitivitas.


Antibiotik golongan B laktam memiliki sifat bakterisid dengan efek samping yang
lebih minimal, lebih banyak berspektrum luas, dan lebih cost effective.

Pilihan Antibiotik Penisilin


Obat Efficacy Safety Suitability Cost

Penisilin G + ++ ++ ++
FD: ES: reaksi alergi KI: hipersensitif Vial Rp 9.800
menghambat (tersering dari terhadap
reaksi obat lain), syok penisilin, bayi
transpeptidase anafilaktik, yang baru lahir
tahap ketiga kemerahan kulit, dari ibu yang
dalam sintesis iritasi saluran hipersensitif
dinding sel cerna (mual, dengan penisilin
bakteri muntah, diare),
nefritis tapi
FK: jarang, diathesis
A: IM, IV hemoragik,
D: ikatan protein perubahan
50-60%, t ½ = biologik flora
0,5 jam normal.
M: hepar
E: ginjal
Penisilin V + ++ ++ ++
FD: ES: reaksi alergi, KI: hipersensitif
menghambat syok anafilaktik, terhadap Tab Rp 10.750
reaksi kemerahan kulit, penisilin, bayi

13
transpeptidase iritasi saluran yang baru lahir
tahap ketiga cerna (mual, dari ibu yang
dalam sintesis muntah, diare), hipersensitif
dinding sel nefritis tapi dengan penisilin
bakteri jarang, diathesis
hemoragik,
FK: A: oral, perubahan
60% biologik flora
D: ikatan protein normal.
80%, t ½ = 0,5-1
jam
M: hepar
E: ginjal
Ampisilin ++ ++ ++ ++
FD: ES: reaksi alergi, KI: hipersensitif Kaps Rp 10.500 Syr
menghambat syok anafilaktik, terhadap Rp 9.250
reaksi kemerahan kulit, penisilin, bayi Vial Rp 4.400- Rp
transpeptidase iritasi saluran yang baru lahir 9.600
tahap ketiga cerna (mual, dari ibu yang
dalam sintesis muntah, diare), hipersensitif
dinding sel nefritis tapi dengan penisilin
bakteri jarang, diathesis
hemoragik,
FK: A: oral, IM, perubahan
IV, oral 40% biologik flora
D: ikatan protein normal.
17-20%, t ½ = 1
jam
M: hepar
E: ginjal
Amoksisilin +++ ++ ++ ++
FD: ES: reaksi alergi, KI: hipersensitif Kaps Rp 14.800 Syr
menghambat syok anafilaktik, terhadap 13.750
reaksi kemerahan kulit, penisilin, bayi
transpeptidase iritasi saluran yang baru lahir
tahap ketiga cerna (mual, dari ibu yang
dalam sintesis muntah, diare), hipersensitif
dinding sel nefritis tapi dengan penisilin
bakteri jarang, diathesis
hemoragik,
FK: A: oral, 75- perubahan
90% biologik flora
D: ikatan protein normal.
plasmanya 17-

14
20%, t ½ = 1
jam
M:hepar
E: tinja
Sefalosporin +++ + ++ ++
FD: ES: reaksi alergi, KI: hipersensitif Kaps Rp 27.000-
menghambat anafilaksis terhadap 77.000
reaksi dengan spasme penisilin atau Syr Rp 38.500;
transpeptidase bronkus dan sefalosporin,
tahap ketiga urtikaria, depresi gangguan fungsi
dalam sintesis sumsum tulang ginjal berat, bayi
dinding sel terutama premature
bakteri granulositopenia,
nefrotoksik,
FK: diare,
A: saluran cerna hipoprotrombine
D: t ½ = 0,6-1,5 mia, reaksi
jam, ikatan Coomb positif
dengan protein
plasma
bervariasi
M: hepar
E: ginjal

Carbapenem + + + +
Indikasi pada inflamasi dan Sediaan Vial 0,5 @ vial 0,5 Rp
pasien infeksi trombofeblitis g dan 1 g 180.000@vial 1 g
nasoklomial pada tempat Rp 330.000
yang resisten suntikan, sakit
terhadap kepala, mual,
antibiotik muntah, diare,
lainnya, infeksi
saluran napas
bawah
Monobactam + + + +
Indikasi pada Kontraindikasi Sediaan Vial 1g @vial 1g Rp
infeksi gram pada pasien 360.000
negatif dan hipersensitif
hanya pada terhadap
aerob antibiotik beta-
lakyam,
gangguan fungsi
hati, dan
gangguan fungsi

15
ginjal dosis perlu
disesuaikan.

Dipilih amoksisilin karena bioavabilitas nya yang paling baik dan pemberiannya
tidak perlu via parenteral.

4. Pemberian terapi
Non farmakologis:
 Menjelaskan kepada ibu pasien untuk menjaga asupan nutrisi dan cairan
anak.
 Menjelaskan kepada ibu pasien untuk membawa anaknya kontrol dalam 2
hari atau lebih cepat bila keadaan anak :
1. Pernapasan menjadi cepat atau sesak
2. Tidak dapat minum
3. Sakitnya bertambah parah

Farmakologis

dr. Sehat Sejati


Jl. Perjuangan No. 09
SIP : 20181309

Samarinda, 13 September 2018

R/ Amoxicillin Syr fl No. I


S 3 dd cth I

R/ Paracetamol Syr fl No. I
S 3 dd cth 1 ½

Pro : Eko
Usia : 3 tahun
BB : 15 kg

5. Komunikasi Terapi
Informasi Penyakit
 Pneumonia adalah penyakit infeksi akut pada paru-paru yang disebabkan virus
atau bakteri. Pada pasien ini kemungkinan penyebabnya adalah bakteri karena
terdapat demam yang cukup tinggi. Pneumonia ditandai dengan batuk, sesak,
demam, dan tampak lemah. Pada pemeriksaan fisik pneumonia bisa dijumpai
retraksi dinding dada dan suara nafas tambahan berupa rhonki halus.

16
 Berdasarkan derajat keparahannya, pneumonia diklasifikasikan menjadi
pneumonia ringan dan berat. Pneumonia berat ditandai dengan adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Pada pasien ini termasuk pneumonia
ringan.

Informasi terapi

 Pneumonia ringan diterapi dengan farmakologi dan non farmakologi.


 Terapi farmakologi bertujuan untuk membunuh bakteri penyebab pneumonia,
menurunkan demam, dan mengurangi sesak. Obat yang diberikan untuk
membunuh bakterinya adalah antibiotic. Pada pasien ini diberikan antibiotic
amoksisilin.
 Antibiotic ini memiliki efek samping berupa reaksi alergi, syok anafilaktik,
kemerahan kulit, iritasi saluran cerna (mual, muntah, diare), nefritis tapi
jarang, diathesis hemoragik,, dan perubahan biologik flora normal. Bila terjadi
hal-hal tersebut pada anak maka segera hentikan pengobatan dan kontrol ke
dokter.
 Anak dibawa kontrol pada hari ke dua dan dibawa kontrol lebih cepat bila
terjadi :
 Napas cepat atau sesak
 Tidak dapat minum
 Sakit bertambah parah
 Obat ke dua yang diberikan adalah paracetamol. Obat ini berfungsi untuk
menurunkan demam. Efek samping obat ini adalah alergi (jarang), mual dan
muntah (bila melebihi dosis).
 Di samping obat yang harus diminum. Ibu harus selalu menjaga asupan nutrisi
dan cairan anak dengan memberikan makan yang bergizi seimbang dan teratur
serta memberi banyak minum.

6. Monitoring dan evaluasi


 Pasien diminta kembali ke dokter dalam 2 hari atau lebih cepat bila ada
perburukan kondisi.

Daftar Pustaka

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

17
Mandell Al, et al (2007). Infectious Diseases Society of American Guidelines on The
Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults Clinical Infectious
Diseases.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.


Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Organization, World Health. (2009). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta:
WHO Indonesia.

Setiabudy, R. (2012). Pengantar Antimokroba. In S. G. Gunawan, R. Setiabudy, Nafrialdi, &


Elysabeth, Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

Sudoyo, Dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Indonesia

18

Anda mungkin juga menyukai