Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KEGIATAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU

KEDOKTERAN FORENSIK-MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KENDARI
PERIODE 5 MARET – 31 MARET 2018

Oleh :
HENY HASTUTI (K1A1 11 008)
RITA ASLITA (K1A1 11 029)

Pembimbing :
dr. Sukardi Yunus, M.Kes, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK - MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu kedoteran forensik, Juga dikenal dengan nama legal medicine
adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari
pemenfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta
keadilan. Dimasyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang
mneyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan
serta penyelesaian masalah hukum ini ditingkat lebih lanjut sampai akhirnya
pemutusan perkara dipengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli dibidang
terkait utnuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara
tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang meninggal
akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran
untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut.
Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal
pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam khazanah
ilmu kedokteran forensik.
Dalam bentuknya yang sederhana, ilmu kedokteran forensik telah
dikenal sejak zaman Babilonia, yang mencatat ketentuan bahwa dokteer saat
itu mempunyai kewajiban untuk memberi kesembuahan bagio para pasiennya
dengan ketentuan ganti rugi bila hal tersebut tidak tercapai. Sejarah mencatat
Anthitius, seorang dokter di zaman romawi kuno yang pada suatu forum
semacam intitusi peradilan waktu itu, menyatakan bahwa dari 21 luka yang
ditemukan pada tubuh Maharaja Julius Caesar, hanya satu luka saja, yang
menembus sela iga ke 2 sisi kiri depan yang merupakan luka mematikan.
Nama kedokteran forensik dikatakan berasal dari kata forum ini.
Dalam perkembangannya lebih lanjut,ternyata ilmu kedokteran forensik
tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan penegakan hukum dan keadilan
dilingkup pengadilan saja, tetpi juga bermanfaat dalam sigi kehidupan
bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi

2
yang adil, baik bagi pihak yang diasuransi maupun pihak yang mengasuransi,
dalm membantu pemecahan masalah paternitas (penemuan keayahan),
membantu upaya keselamatan kerja dalam bidang industri dan otomotif
dengan pengumpulan data korban kecelakaan industri maupun kecelakaan
lalulintas dan sebagainya.
Untuk dapat memberi bantuan yang maksimal bagi berbgaia keperluan
diatas seorang dokter dituntut untuk dapat memanfaatkan ilmu kedokteran
yang dimiliki secara optimal. Dalam menjalankan fungsinya sebagai dokter
yang diminta untuk memebantu dalam pemeriksaan kledokteran forensik oleh
penyidik, dokter tersebut dituntut oleh UUD untuk melakukannya dengan
sejujur-jujurnya serta menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Bantuna yang wajib diberikan oleh dokter apabila diminta oleh penyidik
antara lain adalah melakukan pemeriksaan kedokteran forensik terhadap
seseorang, baik terhadap korban hidup, korban mati maupun terhadap bagian
tubuh atau benda yang diduga berasal dari tubuh manusia. Apabila dokter lalai
memberikan bantuan tersebut, maka ia dapat diancam dengan pidana penjara.
Dalam suatu perkara pidana yang emnimbulakan korban, dokter
diharapkan dapat menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban,
bilamana kelainan tersebut timbul, apa penyebabnya serta apa akibat yang
timbul terhadap kesehatan korban. Dalam hal korban meninggal, dokter
diharapkan dapata menjelaskan penyebab kematian yang bersangkutan,
bagaimana mekanisme terjadinya kematian tersebut, serta membantu dalam
perkiraan saat kematian dan perkiraan cara kematian.
Untuk semuanya itu dalam bidang ilmu kedokteran forensik dipelajari
tatalaksana medikolega tanatologi, traumatologi, toksikologi, teknik
pemriksaan serta segala sesuatu yang terkait, agar semua dokter dalam
memenuhi kewajiban menbatu penyidik, dapat benar-benar memanfaatkan
segala pengetahuan kedokterannya untuk kepentingan peradilan serta
kepentingan lain yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.

3
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari pelaksanan kepaniteraan klinik ilmu kedokteran forensik-
medikolegal FK UHO adalah
1. Dapat melakukan komunikasi efektif.
2. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan autopsi/bedah mayat.
3. Mengetahui landasan ilmiah ilmu kedokteran forensik
4. Mampu menganalisis sebab kematian alamiah dan non alamiah
5. Mampu mengidentifikasi korban
6. Mengetahui pengelolaan jaringan informasi dengan instansi terkait
7. Mawas diri dan pengembangan diri
8. Memahami pendekatan berlandaskan etika, moral, profesionalisme dan
aspek medikolegal serta keselamatan pasien

C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


Waktu pelaksanaan kepaniteraan dilaksanakan tanggal 5 Maret – 31
Maret 2018, bertempat di Rumah Sakit Bhayangkra Kendari.

D. MANFAAT
1. Mahasiswa dapat melakukan komunikasi efektif.
2. Mahasiswa dapat ,empunyai pengetahuan dan keterampilan
autopsi/bedah mayat.
3. Mahasiswa dapat mengetahui landasan ilmiah ilmu kedokteran forensik
4. Mahasiswa mampu menganalisis sebab kematian alamiah dan non
alamiah
5. Mahasiswa mampu mengidentifikasi korban
6. Mahasiswa dapat mengetahui pengelolaan jaringan informasi dengan
instansi terkait
7. Mahasiswa dapat mawas diri dan pengembangan diri
8. Mahasiswa dapat memahami pendekatan berlandaskan etika, moral,
profesionalisme dan aspek medikolegal serta keselamatan pasien

4
BAB II
KEGIATAN
1. Pembagian Jadwal Pelaksanaan Kepaniteraan Klinik Kedokteran
Forensik-Medikolegal
BAGIAN
MINGGU KE TANGGAL KEGIATAN KETERANGAN
UTAMA
I 5 – 10 Bagian Diskusi -
Maret 2018 KMFL Investigasi - Heny Hastuti
II 12 – 17 Bagian Diskusi - - Rita Aslita
Maret 2018 KMFL Investigasi
III 19 – 24 Bagian Diskusi -
Maret 2018 KMFL Investigasi
IV 26 – 31 Bagian Diskusi -
Maret 2018 KMFL Investigasi

2. Laporan Kegiatan Harian Minggu I

Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Kegiatan

Senin, 5 Maret 2018

Melapor kepada kepala SMF


10.00 - 10.30 RS. Bhayangkara
Forensik UHO
Pengenalan stase Forensik oleh RS. Bhayangkara
10.30 - 11.00
sekretaris bagian forensik UHO
Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara
11.00 – 17.00
IGD

Selasa, 6 Maret 2018

Penjelasan singkat mengenai visum


08.00 - 09.00 et repertum RS. Bhayangkara

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


09.00 – 17.00
IGD

5
Rabu, 7 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

Kamis, 8 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

Jumat, 9 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

Sabtu, 10 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

3. Laporan Kegiatan Harian Minggu II

Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Kegiatan

Senin, 12 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

Selasa, 13 Maret 2018

Pembacaan referat bersama dr. RS. Bhayangkara


08.00 – 09.00
Mauludin, Sp.F, SH, MH
Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara
09.00 – 17.00
IGD

Rabu, 14 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

6
Kamis, 15 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

Jumat, 16 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

Sabtu, 17 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD

4. Laporan Kegiatan Harian Minggu III

Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Kegiatan

Senin, 19 Maret 2018

Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara


08.00 – 17.00
IGD
Selasa, 20 Maret 2018
Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara
08.00 – 17.00
IGD
Rabu, 21 Maret 2018
Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara
08.00 – 17.00
IGD

Kamis, 22 Maret 2018


Dinas RS. Bhayangkara dan Jaga RS. Bhayangkara
08.00 – 17.00
IGD

Jumat, 23 Maret 2018


Diskusi Forensik bersama dr. Eko RS. Bhayangkara
08.00 – 10.00
Yunianto, Sp.F, M.Kes

10.00 – 17.00 Dinas dan Jaga RS. Bhayangkara RS. Bhayangkara

7
Sabtu, 24 Maret 2018

08.00 – 17.00 Ujian akhir stase Forensik RS. Bhayangkara

5. Laporan Kegiatan Harian Minggu IV

Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Kegiatan

Senin, 26 Maret 2018

08.00 – 17.00 Dinas RS. Bhayangkara RS. Bhayangkara

Selasa, 27 Maret 2018

08.00 – 17.00 Dinas RS. Bhayangkara RS. Bhayangkara

Rabu, 28 Maret 2018

08.00 – 17.00 Dinas RS. Bhayangkara RS. Bhayangkara

Kamis, 29 Maret 2018

08.00 – 17.00 Dinas RS. Bhayangkara RS. Bhayangkara

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Ekshumasi
Ekshumasi atau penggalian mayat kadang perlu dilakukan ketika
dicurigai kematian seseorang dianggap tidak wajar. Ada terdapat banyak
alasan mengapa penggalian kuburan (ekshumasi) dilakukan, namun sebelum
ekshumasi dilakukan terlebih dahulu harus ada permintaan dari penyidik.
Beberapa alasan mengapa ekshumasi perlu dilakukan antara lain kesalahan
identifikasi mayat, studi toksikologi yang tidak lengkap, jejak bukti hilang
atau terabaikan sebelumnya, dan analisis luka yang tidak benar atau tidak
lengkap.(1)
Menurut hasil survey yang dilaksanakan oleh Department of Pathology,
Occupational Association Hospital, Bergmannsheil-Bochum selama tahun
1967-1998, didapatkan dari 371 ekshumasi, rata-rata jumlah hari setelah
dikubur adalah selama 74 hari. Waktu tersingkat adalah 9 hari dan waktu
terlama 478 hari. Semuanya laki-laki berusia 27-87 tahun saat meninggal
(rata-rata 66 tahun). Pertanyaan yang sering diajukan lebih ke arah penyakit
yang diderita (93%). Dan 12% diantaranya merupakan pertanyaan mengenai
dampak kecelakaan pada korban, baik kecelakaan itu sendiri atau gabungan
dengan penyakit yang dideritanya juga. Pada 99,2% kasus tujuan utama
asuransi kesehatan adalah apakah seseorang berhak mendapatkan klaim atau
ganti rugi.(1)
Ekshumasi adalah suatu tindakan medis yang dilakukan atas dasar
undang-undang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana dengan
menggali kembali jenazah yang sudah dikuburkan dan berdasarkan izin dari
keluarga korban.(2,3)
Kata Ekshumasi berasal dari bahasa latin yaitu “ex” yang artinya
diluar dan “humus” yang artinya tanah. Jadi gabungan dari kedua kata itu
adalah diluar tanah, yang artinya menggali kembali kuburan orang yang
sudah meninggal untuk mencari penyebab kematiannya dan mencari
identitas seseorang.(5)

9
Ekshumasi adalah suatu tindakan medis yang dilakukan atas dasar
undang-undang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana dengan
menggali kembali jenazah yang sudah dikuburkan dan berdasarkan izin
dari keluarga korban.(2,3) Definisi ekshumasi tersebut berlaku secara
universal tetapi penekanan tujuannya yang berbeda. Di luar negeri
ekshumasi diperkenankan untuk kepentingan asuransi sedangkan di
Indonesia hal tersebut belum pernah dilaporkan karena penekanan tujuan
ekshumasi di Indonesia adalah untuk kepentingan peradilan khususnya
tindak pidana. Penggalian kuburan atau ekshumasi diperlukan untuk
tujuan tertentu sesuai dengan kepentingan : (2)
1. Penggalian atau pembongkaran kuburan untuk kepentingan peradilan.
Untuk kepentingan penyidikan kepolisian kadang-kadang suatu kuburan
perlu digali kembali untuk memeriksa dan membuat visum et repertum
dari jenazah yang yang beberapa waktu lalu dikubur. Hal ini terjadi
atas dasar laporan atau pengaduan masyarakat agar polisi dapat
melakukan penyidikan atas kematian tersebut tidak wajar dan
menimbulkan kecurigaan. Kadang-kadang korban suatu pembunuhan
atau tidak kejahatan lain dimana korban dikubur disuatu tempat atau
suatu kematian yang pada waktu itu dianggap atau dibuat seolah-olah
kematian wajar sehingga pada waktu itu tidak dimintakan Visum et
repertum. Ternyata beberapa waktu kemudian diketahui bahwa
kematian itu tidak wajar.
2. Penggalian non forensik atau bukan untuk peradilan
a. Biasanya dilakukan untuk keperluan kota-kota, pengembangan
gedung-gedung dan sebagainya atas perintah dari penguasa
pemerintah setempat. Untuk pelaksanaan biasanya ada petunjuk
pelaksanaan yang diatur oleh pemerintah setempat yang bekerjasama
dengan keluarga. Oleh karena itu sifatnya lebih sederhana dan
sifatnya tidak perlu ikut serta kepolisian dari segi pengamanan
pelaksanaan sehingga hanya untuk mencegah seandainya terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.

10
b. Kadang-kadang atas kemauan keluarga sendiri untuk memindahkan
kuburan seseorang ke kuburan lain atau ke kota lain. Untuk tujuan
ini sudah ada cara tertentu dan biasanya tidak menjadi urusan
kepolisian.
c. Untuk identifikasi.(4)
Ekshumasi harus dilakukan sesuai hukum dan mentaati prosedur
pemeriksaan dan dilakukan secara ilmiah oleh pakar dari institusi yang
netral dan imparsial. Semakin dini ekshumasi dilakukan semakin baik.
Selain itu pengamanan barang bukti harus dilakukan semaksimal mungkin
sejak awal penggalian dengan melibatkan ahli. Penggalian awal biasa
dilakukan oleh orang yang bukan ahli forensik, tetapi begitu sudah
kelihatan ada mayat atau peti maka menjadi bagian ahli forensik untuk
melanjutkan.
Alasan Ekshumasi (2) :
1. Tertangkapnya terdakwa.
2. Pengakuan terdakwa sudah membunuh dan mengubur seseorang.
3. Adanya kecurigaan tindak pidana.
4. Pemeriksaan ulang atas permintaan hakim, karena pada awalnya
sudah diperiksa tetapi hanya pemeriksaan luar. Tetapi kemudian ada
kecurigaan penyebab kematian karena tindak pidana maka dilakukan
autopsi.
5. Awalnya dianggap mati wajar, kemudian ditemukan bukti bahwa
penyebab mati tidak wajar.
Dasar pertimbangan pelaksanaan penggalian mayat sebenarnya hanya
kepada persoalan hukum. Dimana pihak keluarga korban ataupun pihak
penyidik merasa adanya kecurigaan atas kematian korban. Namun pada
kasus tertentu juga untuk identifikasi lanjutan karena keluarga korban
terlambat memperoleh informasi, ataupun pada kasus dimana kuburan
dibongkar kembali karena si pelaku/ tersangka didapat/ tertangkap dan
kemudian menunjukan lokasi korban pembunuhan dikubur. (4)
Permintaan penyidik untuk melakukan pemeriksaan mayat dari
penggalian kuburan ini diatur dalam pasal 135 terkait pula pasal 133, 134

11
dan 136 KUHAP. Penyidik berhak pula untuk memerintahkan dilakukan
penggalian mayat, dan bagi yang menghalang-halangi atau menolak
membantu pihak peradilan dapat dikenakan sanksi hukum seperti yang
tercantum dalam pasal 222 KUHP. Dalam proses pemeriksaan mayat
maka sebaiknya dokter bekerja seteliti mungkin karena apabila tidak maka
pihak peradilan/ penegak hukum dapat meragukan kebenaran hasil
pemeriksaan tersebut dan visum et repertum yang dibuat dokter mungkin
tidak akan dipergunakan sebagai benda bukti di pengadilan. Pekerjaan
dokter menjadi sia-sia serta yang lebih merepotkan lagi bahwa dokter
dapat dituntut karena membuat keterangan palsu, terkait dengan pasal 163
dan pasal 180 KUHAP, dan penggalian mayat dapat dilakukan kembali.(5)
Bila mayat baru beberapa hari dikuburkan maka penggalian kuburan
harus segera dilakukan, tidak boleh ditunda tunda. Tetapi bila telah
beberapa bulan dikuburkan maka penundaan beberapa hari tidak menjadi
masalah yang penting. Segala persiapan harus rapi dan lengkap.
Penggalian kubur atau Ekshumasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau
siang hari, jadi hakim dan petugas yang meminta penggalian kubur harus
hadir pada tempat penggalian kuburan. (5)

B. Visum et Repertum
Visum et Repertum berasal dari bahasa Latin. Yaitu kata “visum” atau
“visa” dalam bentuk tunggalnya berarti tanda melihat atau melihat, sedangkan
“Repertum” berarti melapor. Visum et Repertum secara etimologi adalah apa
yang dilihat dan diketemukan. Visum et Repertum diartikan sebagai laporan
tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atau janji
yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, yang memuat
pemberitaan tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan pada
benda bukti berupa badan manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang sebaikbaiknya dan pendapat mengenai apa yang
ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.
Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undah Hukum
Acara Pidana (KUHAP):

12
Pasal 133
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat bukti yang sah
KUHAP pasal 184
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.
Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum
perlukaan (termasuk keracunan), visum et repertum kejahatan susila, visum et
repertum jenazah, dan visum et repertum psikiatrik. Tiga jenis visum yang
pertama adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam
hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis terakhir
adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa atau saksi. Permintaan
Visum et Repertum guna membuat terang suatu perkara pidana hanya dapat
dilakukan oleh penyidik (KUHAP Pasal 133). Penyidik adalah pejabat polisi
negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang (KUHAP Pasal 6).
Bentuk dan isi Visum et Repertum adalah sebagai berikut :
1. Pro Justitia
Kata “Pro Justitia” merupakan pernyataan yang menunjukkan semata-mata
demi keadilan, guna kepentinganperadilan. Kata tersebut harus dicantumkan

13
di kiri atas sebagai pemenuhan syarat yuridis, pengganti materai, sehingga
Visum et Repertum tidak perlu bermaterai.
2. Visum et Repertum
Kata “ Visum et Repertum” menyatakan jenis dari barang bukti atau
pengganti barang bukti.
3. Pendahuluan
Kata “Pendahuluan” tidak dituliskan dalam Visum et Repertum. Bagian ini
menerangkan identitas dokter pemeriksa yang membuat Visum et Repertum,
identitas pemohon Visum et Repertum, tanggal diterimanya permohonan
Visum et Repertum, waktu dan tanggal dilakukan pemeriksaan, tempat
pemeriksaan, dan identitas subjek yang diperiksa: nama, jenis kelamin,
umur, bangsa, pekerjaan, alamat.
4. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Menerangkan hasil pemeriksaan yang objektif, sesuai dengan apa yang
diamati, dilihat dan ditemukan pada subjek yang diperiksa. Pemeriksaan
dilakukan secara sistematis dari atas kebawah untuk menghindari
ketertinggalan bagian yang diamati. Deskripsinya tertentu, mulai dari letak
anatomisnya, koordinatnya, jenis luka atau cedera, karakteristik serta
ukurannya. Rincian tersebut sangat dibutuhkan terutama pada pemeriksaan
subjek mati yang pada tidak dapat dihadirkan kembali pada persidangan.
Pemberitaan pada pemeriksaan korban hidup terdiri dari:
a) Anamnesis mengenai apa yang menjadi keluhan,apa yang diriwayatkan
terkait penyakit yang diderita subjek sebagai dugaan hasil tindak pidana
yang berhubungan dengan badan manusia.
b) Hasil pemeriksaan yang mencakup keseluruhan pemeriksaan, meliputi
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan
penunjang lainnya.
c) Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau keadaan sebaliknya,
alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan.
Deskripsi meliputi semua temuan pada saat itu. Hal tersebut perlu
diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tepat atau tidaknya
penanganan dokter dan tepat atau tidaknya kesimpulan yang diambil.

14
d) Keadaan akhir korban. Deskripsi lengkap mengenai segala sisa dan cacat
badan. 6 unsur yang termuat didalamnya yaitu anamnesis, tandavital,
lokasi luka pada badan, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan
pengobatan atau perawatan yang diberikan.
5. Kesimpulan
Memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil pemeriksaan, berupa
opini pribadi dokter pemeriksa, bersifat subjektif, tidak terikat oleh
pengaruh pihak tertentu, namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dari fakta yang ditemukan oleh dokter pemeriksa dan pembuat Visum et
Repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et
Repertum tersebut. Hal pokok yang wajib tercantum pula adalah jenis luka,
jenis kekerasan dan kualifikasi luka. Kesimpulan menjadi jembatan temuan
ilmiah dengan manfaatnya sebagai pendukung penegakan hukum.
6. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan
mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat Visum et
Repertum.

C. Teknik Autopsi
Autopsi berasal dari kata auto : sendiri, dan opsi : lihat. Autopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab
akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan pendidikan,
hukum dan ilmu kesehatan.

15
Jenis Autopsi:
1. Autopsi Anatomi
Autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran di bawah
bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi laboratorium anatomi fakultas
kedokteran. Tujuannya adalah untuk mempelajari susunan jaringan dan
organ tubuh dalam keadaan normal. Menurut hukum, hal ini dapat
dipertanggung jawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya
menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUH Perdata pasal 1129). Ada
kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada
fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.
KUHPerdata pasal 935 : Dengan sepucuk surat di bawah tangan yang
seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewaris, dapat
ditetapkan wasiat, tanpa formalitas-formalitas lebih lanjut tetapi semata-
mata hanya untuk pengangkatan para pelaksana untuk penguburan, untuk
hibah-hibah wasiat tentang pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan badan
tertentu, dan perkakas-perkakas khusus rumah.
2. Autopsi Klinik
Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi
akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian
yang pasti, menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis
postmortem (diagnosis setelah autopsi), pathogenesis penyakit, dan
sebagainya.
3. Autopsi Forensik/Medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan
yang berwenang, sehubungan dengan adanya penyidikan dalam perkara
pidana yang menyebabkan korban meninggal. Biasanya dilakukan pada
kematian yang tidak wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,
kecelakaan lalu lintas, keracunan, kematian mendadak dan kematian yang
tidak diketahui atau mencurigakan sebabnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada autopsi medikolegal :
- Tempat untuk melakukan autopsi adalah pada kamar jenazah

16
- Autopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk autopsi oleh pihak
yang berwenang
- Autopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan
untuk autopsy
- Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus
dikumpulkan dahulu sebelum memulai autopsi. Tetapi harus
berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik
- Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan autopsy
- Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat
pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-
tanda identifikasi, foto, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh
- Ketika dilakukan autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak
berwenang
- Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan oleh asisten
- Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus
- Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diautopsi
Adapun keempat teknik autopsi dasar tersebut adalah Teknik
Virchow; teknik ini merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah
dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ – organ dikeluarkan satu
persatu dan langsung diperiksa. Teknik Rokitansky; setelah rongga tubuh
dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan in
situ, baru kemudian seluruh organ – organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan – kumpulan organ (en bloc). Teknik Latulle : setelah rongga
tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan
sekaligus (en masse). Kepala diletakkan di atas meja dengan permukaan
posterior menghadap ke atas. Teknik Ghon : setelah rongga tubuh dibuka,
organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, organ
urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc). Saat ini
berkembang teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari teknik
Letulle; organ tidak dikeluarkan secara en masse, tetapi dalam 2
kumpulan. Organ leher dan dada sebagai satu kumpulan, organ perut serta
urogenital sebagai kumpulan yang lain, setelah terlebih dahulu usus

17
diangkat mulai dari perbatasan duodenojejunal sampai perbatasan
rectosigmoid.
Pelaksanaan otopsi didahului dengan pemeriksaan luar
jenazah.Pemeriksaan ini dilakukan mulai dari pemeriksaan identitas
jenazah, memastikan keamanan pengelolaan jenazah (ada/tidaknya label),
memeriksa benda-benda di sekitar jenazah (baik yang menutupi, melekat
ataupun yang dikenakan korban), menilai keadaan umum jenazah (utuh
atau tercerai-berai), memeriksa ukuran jenazah (tinggi badan-berat badan),
memeriksa tanda-tanda kematian sekunder untuk memperkirakan saat
kematian, dan mencari tanda-tanda kekerasan serta kelainan-kelainan yang
mungkin berhubungan dengan peristiwa kematian korban (Tanatologi;
penurunan suhu tubuh mayat,lebam mayat, kaku mayat, Pembusukan,
Adipocere dan Mummifikasi).
Pada pemeriksaan dalam perlu diperhatikan pengirisan kulit yang
merupakan hal pertama yang dilakukan pada pemeriksaan dalam, jenis
pengisrisan kulit dalm forensik dikenal dengan irisan lurus (‘I’), irisan
berbentuk ‘Y’ dan irisan berbentuk ‘Y’ Modifikasi. Setelah pengirisan
kulit dilakukan pembukaan rongga tubuh (pembukaan dinding abdomen,
pembukaan dinding dada), pengeluaran dan pemeriksaan isi rongga
(pengeluaran isi rongga dada, pengeluaran isi rongga perut, pengeluaran
dan pemeriksaan isi rongga pelvis), Seksi kepala dan otak (pengirisan kulit
kepala, pemotongan tulang atap tengkorak, pengangktan dan pemeriksaan
otak, pengangkatan selaput otak dari dasar otak), seksi Trakhea-Esofagus
(Pada kasus asfiksia mekanik mutlak diperlukan pemeriksaan trakhea-
esofagus. Seksi bagian ini sebaiknya dilakukan paling akhir setelah
pengangkatan organ tubuh maupun pengangkatan otak agar bersih dari
darah)

18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tujuan penggalian mayat untuk menemukan kasus-kasus kriminal
dalam membantu proses peradilan tentang identifikasi mayat dan
kemungkinan sebab-sebab kematian. Tindakan penggalian mayat (ekshumasi)
dilakukan ketika sesudah dilakukan penguburan, maka beberapa waktu
kemudian dicurigai bahwa kematian pada korban meninggalkan kecurigaan.
Dapat pula terjadi bahwa tindakan tersebut terjadi karena pelaku tindak
kejahatan tertangkap dan mengakui bahwa telah melakukan penguburan
terhadap korban pada tempat tertentu. Pemeriksaan terhadap mayat yang telah
dikubur tidak lebih baik apabila mayat tersebut diperiksa ketika masih segar.
Penggalian mayat memerlukan persiapan khusus dan pelaksanaannya juga
memerlukan tindakan dan kecakapan / keahlian tersendiri. Setiap dokter
khususnya ahli kedokteran kehakiman harus bersedia setiap saat untuk
melakukan pemeriksaan dan penggalian mayat dimana memerlukan keahlian
yang khusus pula.
Visum et Repertum berasal dari bahasa Latin. Yaitu kata “visum” atau
“visa” dalam bentuk tunggalnya berarti tanda melihat atau melihat, sedangkan
“Repertum” berarti melapor. Visum et Repertum secara etimologi adalah apa
yang dilihat dan diketemukan. Visum et Repertum diartikan sebagai laporan
tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atau janji
yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, yang memuat
pemberitaan tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan pada
benda bukti berupa badan manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang sebaikbaiknya dan pendapat mengenai apa yang
ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.
Autopsi berasal dari kata auto : sendiri, dan opsi : lihat. Autopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab

19
akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan pendidikan,
hukum dan ilmu kesehatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Mun’im Idries, Abdul. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam


Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto
2. Gordon. I, H. A. Sharpiro dan S. D Berson, Forensic Medicine (a guide to
principles) third edition, Chirchill Livingstone, 1988.
3. www.yahoo.com (Anil Aggrawal’s Internet journal of Forensic Medicine and
Toxicology).
4. Parikh C. K, Parikhs. textbook of Medical Jurisprudence and Toxicology,
Medical Publication, Bombay – India,1979, pp.126.
5. Solichin, S. 2008. Penggalian Jenazah. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
6. Chadha P.V, Ilmu Forensik dan Toksikologi , Alih bahasa Johan Hutauruk,
Widya Medika, Jakarta, 1975.
7. Knight B, Arnold, Simsons Forensic Medicine, 11th Edition, Oxford
university Press. Inc, New York – USA, 1997, p.19.
8. Idries AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensic, Edisi Pertama, PT. Binarupa
Aksara, Jakarta, 1989, pp.254.
9. Nandy A, Principles of Forensic Medicine, New General Book Agency (P)
Ltd, Calcuta-India, 1995, p.184.
10. Amir, A. 2004. Autopsi Medikolegal Edisi Kedua. Medan: Percetakan
Ramadan.
11. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda, Surabaya.
12. Camps, Francis. E, Ed. Legal Medicene, Bristol, John Wright & Sons LTD.
1968.
13. Gonzales, Thomas. A, Morgan Vance, dkk, Legal Medicine Pathology And
Toxicology second edition. Appleton-Century-Crofts Inc. 1825.
14. Teknik Autopsi Forensik, Bagian Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
15. Amir A, Kapita Selekta Kedokteran Forensik, FK–USU, Medan, 1995,
pp.57.
16. Sinaga, Edward J. 2010. Peranan Toksikologi Dalam Pembuatan Visum Et
Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan
Menggunakan Racun.

21

Anda mungkin juga menyukai