TINJAUAN TEORITIS
Struktur tulang dan jaringan ikan menyusun kurang lebih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi sistem
muskuloskletal sangaat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh.
Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang
menyimpan kalsium, fosfor, magnesium dan flour. Lebih dari 99% kalsium
tubuhterdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah terletak dalam tulang
menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakan
hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan
maupun produksi panas untuk mempertahankan temperature tubuh. (Brunner &
Suddarth,2002).
Tulang terbagi dalam enpat kategori: tulang panjang (mis. Femur), tulang
pendek (mis. Tarsal) tulang pipih (mis. Sternum) dan tulang tidak teratur (mis.
Vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselus (trabekular/spongius)
atau kortikel (kompak), tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada
sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan
gerakan.
Tulang pendek (mis. Metakarpal) terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis
tulang kompak. Tulang pipih (misal, sternum) merupakan tempat penting untuk
hematopoesis dak sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang tak
teratur (misal, vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik
tulang dan terletak dalam osteon (unit matrik tulang). Osteoklas adalah sel multi
nuklea atau berinti banyak yang berperan dalam penghancuran dan resobsi tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang konselus. (Rasjad, 1999)
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dan fibula/tulang betis: tibia adalah tulang pipa dengan batang
dan dua ujung.
2. Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan dapat
berupa suatu retakan, pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahanlengkap
dangan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini
disebut fraktur tertutup, kalau kulit salah satu dari rongga tubuh tertembus
keadaan ini disebut fraktur terbuka yang cenderung untuk megalami kontaminasi
dan infeksi (A. Graham. A & Louis, S. 2000).
Fraktur adalh patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap (Price, A & L. Wilson, 2006).
3. Etiologi
Menurut Oswari E, (2000), penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung, menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung, menyebabkan patah tulang ditempat jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Fraktur biasanya terjadi pada bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot, fraktur akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemutiran, penekukan dan penekanan atau
kombinasi dari ketiganya.
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gaya punter mendadak dan kontraksi otot ekstremitas,
organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan fraktur atau
akibat fragmen tulang.
4. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma dalam tubuh,
seperti stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbukan ataupun yang tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun.
COP menuru maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan
didalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi udara luar dan
kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma gangguan metabolik, patologik yang menyebabkan fraktur terbuka atau
tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006:1183).
Perdarahan fraktur biasanya terjadi disekitar fragmen yang patah dan kedalam
jarungan lunak sekitar tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbuk hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai dari
tempat parah membentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsobsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000).
5. Manifestasi klinis
6. Klasifikasi
a. Menurut Brunner & Suddarth (2005) jenis jenis fraktur :
1. Complate fracture, patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fracture (fraktur tertutup), tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
3. Open fracture (fraktur terbuka), mrtupakan frakture dengan luka pada
kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol smpai
menembus kulit) atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang.
Fraktur terbuka terbagi menjadi:
- Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
Ekstensif
7. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Price, A dan Willson (2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan dalam suatu ruangan yang disebabkan perdarahan
pasif pada suatu tempat.
e. Syok terjadi karena kehilangn banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh
darah.
g. Tromboembolik komplication, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
tidak kemampuan lazimnya komplikasi perbedaan ekstremitas bawah
atau trauma komplikasi paling fatal bisa terjadi pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam.
i. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
j. Refleks symphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti
mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Doengoes, 2000), pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. CT-Scan/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusajan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakana pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress
normal setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat teradi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hati.
9. Penatalaksanaan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl MRS, diagnosa medis dan no registrasi.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung lamanya serangan. Unit
memperbolehkan pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan :
P (Provoking inciden) : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
prepitasi nyeri.
Q (Quality of pain) : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
R (region radiation) : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
S (Scale of pain) : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
T (Time) : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur dapat disebabkan oleh trauma/kecelakan, degenatif
dan patologis yang didahuli dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan
warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur femur) atau
punya penyakit menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita oteoporosis, arthritis
dan TB paru atau penyakit lain yang bersifat menurun atau menular.
f. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur mengalami perubahan/gangguan pada personal
hygine, misalnya mandi, mengganti pakaian, BAK dan BAB.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan dirumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet
pasien.
3. Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyerii, misalnya nyeri akibat fraktur.
5. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat/keluarga.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak
dapat bekerja lagi.
7. Pola sensori kognitif
Nyeri disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedangkan pola pada
kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami gangguan.
8. Pola hubungan dan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.
9. Pola penanggualangan stress
Perlu ditanyakan apakah daktor yang menyebabkan klien menjadi
stress dan biasanya masalah dipendam sendiri/dirundingkan
dengan keluarga.
10. Pola reproduksi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum
berkeluarga tidak akan menglami gangguan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan/mendekatkan diri dengan Allah SWT.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (kecelakaan)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
Rencana tindakan:
Brunner & Suddarth, 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2.Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2.
Jakarta : EGC.