Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep teoritis fraktur


1. Anatomi dan fisiologi

Struktur tulang dan jaringan ikan menyusun kurang lebih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi sistem
muskuloskletal sangaat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh.
Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang
menyimpan kalsium, fosfor, magnesium dan flour. Lebih dari 99% kalsium
tubuhterdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah terletak dalam tulang
menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakan
hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan
maupun produksi panas untuk mempertahankan temperature tubuh. (Brunner &
Suddarth,2002).

Tulang terbagi dalam enpat kategori: tulang panjang (mis. Femur), tulang
pendek (mis. Tarsal) tulang pipih (mis. Sternum) dan tulang tidak teratur (mis.
Vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselus (trabekular/spongius)
atau kortikel (kompak), tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada
sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan
gerakan.

Tulang pendek (mis. Metakarpal) terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis
tulang kompak. Tulang pipih (misal, sternum) merupakan tempat penting untuk
hematopoesis dak sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang tak
teratur (misal, vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik
tulang dan terletak dalam osteon (unit matrik tulang). Osteoklas adalah sel multi
nuklea atau berinti banyak yang berperan dalam penghancuran dan resobsi tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang konselus. (Rasjad, 1999)
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dan fibula/tulang betis: tibia adalah tulang pipa dengan batang
dan dua ujung.

a. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral,


kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persediaan
sendi fibio- fibular superior, tuberkel dan fibia ada disebelah depan
dengan tepat dibawah kondil-kondil ini bagian depan memberi kaitan pada
tendon dari insrsi otot ekstensor kwadrisep.
b. Batang dalam irirdan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling
menjulang dan sepertiga sebelah tengah, terletak subkutan bagian ini
membentuk krista tibia.
c. Ujung bawag masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya
sedikit dan kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleoulus medial-
maleolus tibia.
d. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar
dari tibia, tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
e. Batangnya ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyak
kaitan.
f. Ujung bawah sebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus
lateralis/maleolus fibula. (Evelyn Paecce, 2002).

2. Definisi

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan dapat
berupa suatu retakan, pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahanlengkap
dangan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini
disebut fraktur tertutup, kalau kulit salah satu dari rongga tubuh tertembus
keadaan ini disebut fraktur terbuka yang cenderung untuk megalami kontaminasi
dan infeksi (A. Graham. A & Louis, S. 2000).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang


umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2005).

Fraktur adalh patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap (Price, A & L. Wilson, 2006).

3. Etiologi
Menurut Oswari E, (2000), penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung, menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung, menyebabkan patah tulang ditempat jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Fraktur biasanya terjadi pada bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot, fraktur akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemutiran, penekukan dan penekanan atau
kombinasi dari ketiganya.

Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gaya punter mendadak dan kontraksi otot ekstremitas,
organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan fraktur atau
akibat fragmen tulang.

4. Patofisiologi

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma dalam tubuh,
seperti stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbukan ataupun yang tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun.
COP menuru maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan
didalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi udara luar dan
kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma gangguan metabolik, patologik yang menyebabkan fraktur terbuka atau
tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006:1183).

Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya


pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karen ada cedera,
respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak
jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung. Pelepasan katekolamin-
katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan
meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse
pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syok, termasuk hisatamin, bradikinin beta-endopin dan sejumlah bear
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih
dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous
retrun) dengan cara kontraksi volume darah didalam sistem vena sistemik. Cara
yang paling efektif untuk memulikan kardiak volume pada tingkat seluler, sel
dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang
sangat diperlukan utnuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik,
yang mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya asidosis
metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk
pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka membran sel
tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal
hilang. Pembengkakan retikulum endoplasmik merupakan tanda ultra struktural
pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur
intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel dan
terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah
cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel.
Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi
(Purwadinata,2000).

Perdarahan fraktur biasanya terjadi disekitar fragmen yang patah dan kedalam
jarungan lunak sekitar tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbuk hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai dari
tempat parah membentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsobsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000).

Insufiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berikatan


dengan pembengkakakn yang tidak dapat ditangani dapat menurunkan asupan
darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan
rusaknya saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).

5. Manifestasi klinis

Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


immobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai mnyebabkan
deformitas ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi itit yang melekat diatas ada dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

6. Klasifikasi
a. Menurut Brunner & Suddarth (2005) jenis jenis fraktur :
1. Complate fracture, patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fracture (fraktur tertutup), tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
3. Open fracture (fraktur terbuka), mrtupakan frakture dengan luka pada
kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol smpai
menembus kulit) atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang.
Fraktur terbuka terbagi menjadi:
- Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
Ekstensif

- Grade III : luka sangat terkon taminasi dan mengalami


kerusakan jaringan lunak ekstensif
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan yang
lainnya membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
7. Spiral, fraktur memutar sepanjang batang tulang.
8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sring
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit
(kista tulang, paget, metastasis tulang dan tumor).
12. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
13. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.

b. Menurut Sjamsuhidajat (2005), fraktur tulangan dapat dibagi menurut :


1. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:
- Patah tulang tertutup
- Patah tulang terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk kedalam luka sampai ketulang yang patah.
2. Patah tulang menurut garis fraktur
- Fisura tulang disebabkan oleh cedera tulang hebat atau oleh cedera
terus-menerus yang cukup lama seperti juga ditemukan pada retak
stress pada struktur logam.
- Patah tulang serong
- Patah tulang melintang
- Patah tulang kuminutif oleh cedera hebat
- Patah tulang segmental karena cedera hebat
- Patah tulang dahan hijau : periost tetap utuh
- Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek
atau epifisis fibula.
- Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi
- Patah tulang impresi
- Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif
lain.

7. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Price, A dan Willson (2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan dalam suatu ruangan yang disebabkan perdarahan
pasif pada suatu tempat.
e. Syok terjadi karena kehilangn banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh
darah.
g. Tromboembolik komplication, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
tidak kemampuan lazimnya komplikasi perbedaan ekstremitas bawah
atau trauma komplikasi paling fatal bisa terjadi pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam.
i. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
j. Refleks symphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti
mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Doengoes, 2000), pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. CT-Scan/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusajan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakana pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress
normal setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat teradi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hati.

9. Penatalaksanaan

prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian


fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Brunner & Suddarth,2002).
Reduksi fraktur berarti mngembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur
bergantung pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan


fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan
spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka,
dengan pendekan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
solid terjadi. Tehapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan implant
logam digunakan untuk fiksasi interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan


dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurobehavior, latihan isomatik dan
memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga
diri (Brunner & suddarth, 2005).

Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu :

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan


kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan dibawah
fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).

Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2003) adalh sebagai berikut :


a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penirinan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neourocirculatory pada daerah yang cedera adalah :
1. Merabah lokasi apakah masih hangat.
2. Observasi warna.
3. Menekan pada akar kuku dan perhatian pengisian kempali kapiler.
4. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera.
5. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa meredakan rasa sensasi nyeri.
6. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat dianjurkan intake
protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.

B. Asuhan keperawatan teoritis

Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara


ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya secara mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995:2-3).

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl MRS, diagnosa medis dan no registrasi.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung lamanya serangan. Unit
memperbolehkan pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan :
P (Provoking inciden) : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
prepitasi nyeri.
Q (Quality of pain) : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
R (region radiation) : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
S (Scale of pain) : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
T (Time) : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur dapat disebabkan oleh trauma/kecelakan, degenatif
dan patologis yang didahuli dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan
warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur femur) atau
punya penyakit menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita oteoporosis, arthritis
dan TB paru atau penyakit lain yang bersifat menurun atau menular.
f. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur mengalami perubahan/gangguan pada personal
hygine, misalnya mandi, mengganti pakaian, BAK dan BAB.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan dirumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet
pasien.
3. Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyerii, misalnya nyeri akibat fraktur.
5. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat/keluarga.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak
dapat bekerja lagi.
7. Pola sensori kognitif
Nyeri disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedangkan pola pada
kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami gangguan.
8. Pola hubungan dan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.
9. Pola penanggualangan stress
Perlu ditanyakan apakah daktor yang menyebabkan klien menjadi
stress dan biasanya masalah dipendam sendiri/dirundingkan
dengan keluarga.
10. Pola reproduksi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum
berkeluarga tidak akan menglami gangguan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan/mendekatkan diri dengan Allah SWT.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (kecelakaan)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.

3. Perencanaan asuhan keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (kecelakaan)
Tujuan : setelah dilakukan intervesi keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri berkurang atau teratasi
Kriteria hasil :
- Nyeri yang dirasakan berkurang
- Tidak ada perilaku distraksi
- Klien tampak rileks
- TTV dalam batas normal

Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab nyeri


2. Lakukan pengkajian nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi dan
frekuensi
3. Ajarkan klien teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri
4. Berikan posisi senyaman mungkin
5. Observasi TTV
6. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
7. Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian analgetik

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas


struktur tulang
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien dapat melakukan aktivitas sebatas kemampuan
Kriteria hasil :
- Pasien mengerti pentingnya melakukan aktivitas
- Pasien bisa duduk, makan dan minum tanpa dibantu
- Pasien dapat mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal

Rencana tindakan :

1. Lakukan pendekatan kepada pasien untuk melakukan aktivitas sebatas


kemampuan
2. Observasi sejauh mana pasien dapat melakukan aktivitas
3. Beri motivasi pada pasien untuk melakukan aktivitas
4. Klien mampu melakukan ROM aktif dan ambulasi secara perlahan
5. Klien mampu melakukan mobisisasi apabila kontinuitas neurovaskular
dan skletal berada dalam tahap penyembuhan total.

c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang


penyakitnya.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan cemas yang dirasakan klien berkurang.
Kriteria hasil :
- Klien tampak rileks (tenang)
- Klien istirahat dengan nyaman
- Klien dapat mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal

Rencana tindakan:

a. Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai prosedur pengobatan


b. Kaji tingkat kecemasan klien
c. Observasi TTV
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth, 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2.Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2.
Jakarta : EGC.

Evelyn C. Pearce.(2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.


Gramedia.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai