Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu utama dalam bidang

kesehatan yng saat ini terjadi di negara indonesia. Derajat kesehatan anak

mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak merupakan sebagai generasi

penerus bangsa memeliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam

meneruskan pembangunan bangsa. Namun, timbulnya suatu penyakit merupakan

ancaman terbesar yang beresiko menurunkan derajat kesehatan pada masyarakat

di dunia ini. Ancaman penyakit paling berbahaya dalam menurunkan derajat

kesehatan anak adalah penyakit menular. Penyakit menular yang paling sering

terjadi di negara berkembang adalah penyakit pada saluran pernafasan dan

pencernaan. Salah satu penyakit pada saluran penecernaan adalah kejadian demam

thypoid ( Kemenkes RI, 2015).

Menurut data World Healt Organization (WHO) memperkirakan angka

insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang

meninggal karena demam thypoid. Studi yang dilakukan di daerah urban di

beberapa negara Asia pada anak usia 5-10 tahun menunjukan bahwa insidensi

angka kejadian demam thypoid mencapai 180-194 per 100.000 anak, di Asia

selatan pada usia 5-1 tah0 tahun sebesar 400-500 per 100.000 penduduk, di Asia

Tenggara 100-200 per 100.000 penduduk, dan di Asia Timur kurang dari 100

kasus per 100.000 penduduk. (WHO, 2012).

1
2

Di indonisa menurut data survey saat ini memperkirakan ada 600.000 –

1,3 juta kasus demam thypoid tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian

dengan sebaran menurut kelompok umur 120/100.000 penduduk (0-1 tahun),

148,7/100.000 penduduk (2-4 tahun), 180,3/100.000 (5-10 tahun), dan

51,2/100.000 (≥ 10 tahun). Angka ini menunujukkan bahwa penderita terbanyak

adalah pada kelompok usia 2-10 tahun. (Depkes RI, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jawa Barat tahun 2009, insidensi

rata-rata demam thypoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per

100.000 penduduk pertahun sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per

100.000 penduduk pertahun. Insiden demam thypoid bervariasi disetiap daerah

karena berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta

sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat

kesehatan lingkungan (Nursalam, 2014).

Berdasarkan catatan medical record di Ruang Nusa Indah Atas RSUD

dr.Slamet Garut di dapat data selama 3 bulan terakhir (Febuari – April 2018) dari

319 pasien, 5 penyakit terbanyak di Ruang Nusa Indah Atas yaitu

Bronkopnemonia 38,5% atau 121 jiwa, diare 14% atau 44 jiwa, febris 13% atau

41 jiwa, thypoid 6% atau 19 jiwa dan kejang demam 4,1% atau 13 jiwa. Kasus

Bronkopnemonia menduduki peringkat pertama di Ruang Nusa Indah Atas.

Dari data bagian rekam medik di atas, penyakit demam thypoid di RSUD

dr.Slamet Garut menempati peringkat ke 4 dalam waktu 3 bulan terakhir ini

dengan jumlah kasus sebanyak 319 atau 6% dari seluruh kasus yang ada. Hal ini

dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks karena dapat menimbulkan


3

komplikasi yang biasanya terjadi pada usus halus dapat berupa perdarahan usus,

perforasi usus, peritonitis terjadi lokalisasi peradanagan akibat sepsis

(Bakteremia).

Perawat diharapkan mampu mengelola setiap masalah yang timbul secara

komprehensif terdiri dari biologis, psikologis, sosial, spiritual. Seiring dengan

intake yang tidak adekuat, sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan

dan perkembangan pada anak. Pendidikan kesehatan tetap dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan dan membantu anak serta keluarga untuk

memulihkan kesehatannya, meminimalkan efek hospitalisasi pada anak terhadap

penyesuaian kondisi kesehatan dengan lingkungan yang ada di rumah sakit yang

akan menimbulkan stres akibat pengaruh penyakit dan pembatasan aktivitas (Bed

Rest) membuat anak menjadi lemah dan tidak leluasa dalam melakukan aktivitas

yang disukai, sehingga anak tidak bisa mnegeksplorasi kemampuan, tambahan

pengalaman nyeri semakin membuat traumatik anak. Untuk mencegah terjadinya

masalah tersebut, maka perawat sebagai pendidik, koordinator, pelaksana,

supervisor, advokat, fasilitator, dan peneliti memberikan peranan penting terhadap

pemenuhan kebutuhan dasar manusia dasar manusia dengan cara melakukan

asuhan keperawatan.

Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan

farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya .Tindakan

farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik.Sedangkan tindakan non

farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan panas setelah

pemberian obat antipiretik.Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas


4

seperti memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu

normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres (Kania,

2007).

Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk

yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh

tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh

(Maharani, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wahyuni, 2009), di

RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa pemberian

kompres hangat pada daerah aksila dan dahi mempunyai efek dalam menurunan

suhu tubuh pada klien demam.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan asuhan

keperawatan pada klien Thypoid melalui penuyusunan karya tulis ilmiah (KTI)

yang berjudul: “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN THYPOID

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN TERMOREGULASI DI RUANG

NUSA INDAH ATAS RSUD Dr.SLAMET GARUT“

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, bagaimanakah asuhan keperatan pada

klien thypoid dengan masalah keperawatan termoregulasi di RSUD dr.Slamet

Garut?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mampu mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan pada klien

thypoid dengan masalah keperawatan termoregulasi di RSUD dr.Slamet Garut


5

secara komprehensip meliputi aspek bio, psiko, spiritual dalam bentuk

pendokumentasian.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada klien thypoid dengan masalah

keperawatan termoregulasi di RSUD dr.Slamet Garut.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien thypoid dengan masalah

keperawatan termoregulasi di RSUD dr.Slamet Garut.

c. Menyusun rencana tindakan pada klien thypoid dengan masalah keperawatan

termoregulasi di RSUD dr.Slamet Garut.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien thypoid dengan masalah

keperawatan termoregulasi di RSUD dr.Slamet Garut.

e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada klien thypoid dengan masalah

keperawatan termoregulasi di RSUD dr.Slamet Garut.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien thypoid

dengan masalah keperawatan termoregulasi.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah ini bagi perawat yaitu perawat

dapat menentukan diagnosa dan intervensi keperawatan yang tepat pada klien

thypoid dengan masalah keperawatan termoregulasi.

b. Bagi Rumah Sakit


6

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah ini bagi rumah sakit yaitu

dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan bagi

pasien khususnya pada klien thypoid dengan masalah keperawatan

termoregulasi.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat praktis bagi institusi Pendidikan yaitu dapat digunakan sebagai

referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang asuhan

keperawatan pada klien thypoid dengan masalah keperawatan termoregulasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP THYPOID

2.1.1. ANATOMI SYSTEM PENCERNAAN

Pencernaan atau system gastrointestinal adalah system organ manusia

yang menerimamakanan, mencernanya menjadi energy dan nutrient serta

mengeluarkan sisa-sisa prosestersebut. System pencernaan antara satu dengan

yang lain bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya system pencernaan

makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses

penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya

adalah proses penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam

usus.Kemudian proses pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus.

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yaitusaluran panjang

yang merentang dari mulut sampai anus, dan organ – organ aksesoris seperti

gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu, dan pankreas.

Proses pencernaan melibatkan enzim – enzim sekretorik yang spesifik

untuk berbagai makanan dan bekerja untuk menguraikan karbohidrat menjadi

gula sederhana, lemak menjadi asam lemak bebas dan monogliserida, serta

protein menjadi asam amino.Sistem pencernaan makanan pada manusia

terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2.

Esofagus, 3. Lambung, 4. Usus Halus, 5. Usus Besar, 6 Anus.

1. Mulut (oris)

7
8

Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh

tulang rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-

otot pipi, serta sebelah bawah oleh rahang bawah.

a. Gigi (dentis)

Fungsi : Berperan dalam proses mastikasi (pengunyahan).

Pada manusia, gigi berfungsi sebagai alat pencernaan mekanis. Di

sini, gigi membantu memecah makanan menjadi potongan-potongan yang

lebih kecil. Hal ini akan membantu enzim-enzim pencernaan agar dapat

mencerna makanan lebih efisien dan cepat. Selama pertumbuhan dan per-

kembangan, gigi manusia mengalami perubahan, mulai dari gigi susu dan

gigi tetap (permanen). Gigi pertama pada bayi dimulai saat usia 6 bulan.

Gigi pertama ini disebut gigi susu (dens lakteus). Pada anak berusia 6

tahun, gigi berjumlah 20, dengan susunan sebagai berikut.

1) Gigi seri (dens insisivus), berjumlah 8 buah, berfungsi memotong

makanan.
9

2) Gigi taring (dens caninus), berjumlah 4 buah, berfungsi merobek

makanan.

3) Gigi geraham kecil (dens premolare), berjumlah 8 buah, berfungsi

mengunyah makanan.

4) Geigi geraham belakang (dens molar), berjumlah 12 buah, berfungsi

mengunyah.

Bagian-bagian gigi adalah sebagai berikut:

1) Mahkota Gigi : dilapisi oleh email dan di dalamnya terdapat dentin

(tulang gigi).

2) Tulang Gigi ; terletak di bawah lapisan email.

3) Rongga gigi ; berada di bagian dalam gigi. Di dalamnya terdapat

pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan saraf.

b. Lidah (lingua)

Lidah berfungsi untuk membantu mengunyah makanan yakni dalam

hal membolak-balikkan makanan dalam rongga mulut, membantu dalam

menelan makanan, sebagai indera pengecap, dan membantu dalam

berbicara.

Sebagai indera pengecap,pada permukaan lidah terdapat badan sel saraf

perasa (papila). ada tiga bentuk papila, yaitu:

1) Papila fungiformis

2) Papila filiformis.

3) Papila serkumvalata

c. Kelenjar Ludah
10

Kelenjar ludah menghasilkan saliva. Saliva mengandung enzim

ptyalin atau amylase dan ion natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium.

Fungsi saliva adalah :

1) Melarutkan makanan secara kimia,

2) Melembabkan dan melumasi makanan.

3) Memecah protein.

4) Mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltose

5) Zat buangan

6) Zat antibakteri dan antibody.

Kelenjar ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:

1) Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak di

bawah lidah bagian depan.

2) Kelenjar submandibular terletak di belakang kelenjar sublingual dan

lebih dalam.

Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva paling besar dan terletak di

bagian atas mulut depan telinga.

2. Faring ( Tenggorokan)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongongan.

Berasal dari bahasa yunani pharynk.

Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar

limfe yang banyak mengandung kelenjar lomfosit dan merupakan

pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas


11

dan jalan makanan, letaknya berada dibelakang rongga mulut dan rongga

hidung, di depan ruas tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan

perantara lubang bernama koana, keadaannya tekak berhubungan dengan

rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

Tekak terdiri dari : bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan

hidung, bagian media = bagian yang sama tingginya dengan mulut dan

bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang

menghubungkan tukak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut

orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai keakar lidah bagian inferior

disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Esofagus (Kerongkongan)

Esofagus merupakan saluran sempit berbentuk pipa yang

menghubungkan faring dengan lambung (gaster). Yang panjang kira-kira 25

cm, diameter 2,5 cm. pH cairannya 5 – 6.

Fungsi: menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak

peristalsis.Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh cairan yang

dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat pada dinding kerongkongan

untuk menjaga agar bolus menjadi basah dan licin.

Keadaan ini akan mempermudah bolus bergerak melalui

kerongkongan menuju ke lambung. Bergeraknya bolus dari mulut ke

lambung melalui kerongkongan disebabkan adanya gerak peristaltic (ritmik)


12

pada otot dinding kerongkongan. Gerak peristaltik dapat terjadi karena

adanya kontraksi otot secara bergantian pada lapisan otot yang tersusun

secara me- manjang dan melingkar. Proses gerak bolus di dalam

kerongkongan menuju lambung.

Sebelum seseorang mulai makan, bagian belakang mulut (atas)

terbuka sebagai jalannya udara dari hidung. Di kerongkongan, epiglotis

yang seperti gelambir mengendur sehingga udara masuk ke paru-paru.

Ketika makan, makanan dikunyah dan ditelan masuk ke dalam

kerongkongan. Sewaktu makanan bergerak menuju kerongkongan, langit-

langit lunak beserta jaringan mirip gelambir di bagian belakang mulut

(uvula) terangkat ke atas dan menutup saluran hidung. Sementara itu,

sewaktu makanan bergerak ke arah tutup trakea, epiglotis akan menutup

sehingga makanan tidak masuk trakea dan paru-paru tetapi makanan tetap

masuk ke kerongkongan.

Esophagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Esophagus dibagi menjadi tiga bagian :

a. Bagian superior ( sebagian besar adalah otot rangka)

b. Bagaian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

c. Serta bagian inferior(terutama terdiri dari otot halus)

4. Lambung (gaster)
13

Lambung terdapat di dalam rongga perut di sebelah bawah diafragma,

berupa kantong penyimpanan makanan. Lambung terdiri dari tiga bagian

: kardiak (bagian atas), fundus (bagian tengah) dan pilorus (bagian akhir).

Lambung melakukan gerakan peristaltik dan pendular untuk meremas

dan mengaduk makanan yang masuk. Di dalam lambung terdapat kelenjar

yang menghasilkan enzim pencernaan seperti asam khlorida (HCl), enzim

pepsin dan enzim renin. Enzim ptialin dalam air ludah tidak dapat bekerja di

dalam lambung karena terlalu asam (pH sekitar 1,5 sampai 3). Makanan

berada di lambung kira-kira 3 sampai 4 jam atau sampai 7 jam untuk bahan

makanan yang mengandung banyak lemak. Makanan yang sudah hancur

sedikit demi sedikit masuk ke usus halus.

Getah lambung mengandung:

a. Asam klorida (HCl). Berfungsi sebagai desinfektan,mengasamkan

makanan dan mengubah pepsinogen menjadi pepsin (enzim yang

memecah protein). Pelepasan enzim ini dirangsang oleh :

1) Saraf yang menuju ke lambung

2) Gastrin (hormone yang dilepaskan oleh lambung)

3) Histamine (zat yang dilepaskan oleh lambung)

b. Lendir. Melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung

dan enzim. Memcegah infeksi oleh bakteri helicobacter pylori.

c. Rennin, merupakan enzim yang berfungsi mengendapkan kasein (protein

susu) dari air susu.

d. Pepsin berfungsi mengubah protein menjadi polipeptida..


14

e. Lipase, berfungsi untuk mencerna lemak.

Fungsi lambung adalah:

a. Penyimpan makanan

b. Memproduksi kimus

c. Digesti protein

d. Memproduksi mucus

e. Memproduksi glikoprotein

f. Penyerapan.

5. Usus halus (Intestinum tenue)

Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan

dan penyerapan yang panjangnya sekitar 6 m berdiameter sekitar 2,5 cm.

sedangkan pHnya 6,3 – 7,6. Dinding usus halus terdiri atas tiga lapis, yaitu

tunica mucosa, tunica muscularis, dan tunika serosa. Tunica muscularis

merupakan bagian yang menyebabkan gerakan usus halus. Dinding usus

juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, lemak, dan

gula.

Fungsi usus halus :

a. Mengakhiri proses pencernaan makanan. Proses ini diselesaikan oleh

enzim usus dan enzim pangkreas serta dibantu empedu dalam hati.

b. Usus halus secara selektif mengabsorbsi produk digesti.

Usus halus dibedakan menjadi tiga bagian,yaitu:

a. Deudenum (usus dua belas jari).


15

Usus deudenum adalah bagaian dari usus halus yang terletak setelah

lambung dan menghubungkannya ke usus kosong. Deudenum merukan usus

yang terpendek dari usus halus yaitu panjangnya sekitar 25 cm, diameternya

5 cm, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus deudenum merupakan organ retroperitoneal, ang tidak terbungkus

seluruhnya oleh selapun peritoneum, pHnya berkisar derajat Sembilan. Pada

usus duodenum terdapat dua bermuara saluran yaitu dari pancreas dan

kantung empedu.

b. Jejunum (usus kosong).

Usus kosong adalah usus ke dua dari usus halus setelah usus dua belas

jari dan usus penyeapan (ileum). Pada manusia dewasa panjang usus kosong

berkisar 1-2 meter. Usus kosong dan usus penyerapana digantungkan

dengan tubuh oleh mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membrane mucus dan terdapat

jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara hitologis

dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar

Brunner. Secara histologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,

yakni sedikitnya sel goblet dan plak peyeri. Sedikit sulit membedakan usus

kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

c. Ileum (usus belit/ usus penyerapan).

Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada system

pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan terletak

setelah deodenuem dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ilium
16

memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi untuk

menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Kelenjar – kelenjar usus menghasilkan enzim – enzim pencernaan, yaitu :

a. Peptidase, berfungsi mengubah peptide menjadi asam amino

b. Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

c. Maltase, berfungsi mengubah maltose menjadi glukosa

d. Laktase, berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.

6. Usus Besar (colon)

Usus besar adalah saluran yang berhubung dengan bagian usus halus

( ileum ) dan berakhir dengan anus. Yang panjangnya sekitar 1,5 m dan

diameternya kurang lebih 6,3 cm. pH nya 7,5 – 8,0.

Fungsi dari usus besar adalah :

a. Mengabsorbsi 80 % sampai 90 % air dan elektrolit dari kimus yang

tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semipadat.

b. Memproduksi mucus

c. Mengeksresikan zat sisa dalam bentuk feses.

Usus besar dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Coecum. Merupakan pembatas antara ileum dengan kolon.

b. Kolon. Pada kolon terjadi gerakan mencampur isi kolon dengan

gerakan mendorong.Pada kolon ada empat divisi yaitu :

1) Kolon asendens; yang merentang dari coecum sampai ke tepi bawah hati

disebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.


17

2) Kolon transversum ; merentang menyilang abdomen ke bawah hati dan

lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah

pada fleksura spienik.

3) Kolon desendens; merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan

menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rectum.

4) Kolon sigmoid berhubungan dengan rectum.

c. Rectum.

Biasanya rectum isi kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih

tinggi, yaitu pada kolon descendens. Jika kolon descenden penuh dan tinja

masuk ke dalam rectum, maka timbullah keinginan untuk BAB.

Mengembangnya dinding rectum karena penumpukan material di dalam

rectum akan memicu system saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi maka feses akan

dikembalikan ke usus besar disana akan kembali mengalami fase

penyerapan air kembali dilakukan. Jika defekasi tidak juga dilakukan dalam

periode yang lama konstipasi dan pengeraan feses akan terjadi.

7. Usus Buntu (Sekum)

Sekum adalah suatu kantong yang terhubung pada usus penyerapan

serta bagian kolon menanjak dari usus besar.

Umbai cacing yang sering disebut dengan appendix adalah organ

tambahan pada usus buntu infeksi pada organ ini disebut apendiksitis atau

radang umbai cacing. Apendiksitis yang parah menyebabkan apendik yang


18

pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis

(infeksi rongga abdomen).

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang

dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10cm tetapi bisa bervariasi dari 2

sampai 20cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai

cacing berbeda-beda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas

tetap terletak si peritoneum.

Banyaknya bakteri yang erdapat di dalam usus besar berfungsi untuk

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di

dalam usus besar berfungsi untuk membuat zat-zat penting, seperti vitamin

K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotika bias menyebbkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi isitasi yang bias

menyebabkan dikeluarnya lender dam air, dan terjadilah diare.

8. Anus

Anus merupakan lubang pada ujung saluran pencernaan. Pada anus

terdapat dua macam otot, yaitu:

a. Sfingter anus internus; bekerja tidak menurut kehendak.

b. Sfingter anus eksterus; bekerja menurut kehendak.

Fungsi anus sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Anus

merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah

keluar dari tubuh. Sehingga anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan

sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
19

spihnkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi, yang

merupakan fungsi utama anus.

9. Pankreas

Pankreas merupakan organ system pencernaan yang memiliki dua

fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormone

penting seperti insulin. Pancreas terletak pada bagian superior perut dan

berhubungan erat dengan duodenum.

Pancreas terdiri dari dua jaringan dasar, yaitu:

a. Asini, mengahsilkan enzim-enzim pencernaan

b. Pulau pancreas, menghasilkan hormone.

Pancreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan

melepasan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pancreas

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah

protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan

dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai

saluran pencernaan. Pancreas juga melepaskan sejumlah besar sodium

bikarbonat, yang berfungsi utnuk melindungi duodenum dengan cara

menetralkan asam lambung.

Hormon yang dihasilkan oleh pankreas :

a. Insulin, yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam darah

b. Glucagon, yang berfungsi untuk menaikan kadar gula dalam darah.

c. Somtostanin, yang berfungsi mengahalangi pelepasan kedua hormone

lainnya (insulin dan glucagon).


20

10. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia

memiliki berbagai fungsi berhubungan dengan system pencernaan.

Organ ini memainkan peran penting dalam metabolism dan memiliki

beberapa fungi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sistesis

protein plsma, dan penetral obat. Hati juga memproduki bile, yang penting

dalam pencernaan.

Zat-zat gizi dari makanan diserap dalam dinding usus yang kaya akan

pembuluh darah yang kecil. Kapiler ini akan mengalirkan darah ke vena

yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirny masuk ke

dalam hati sebagai vena porta. Vena porta dibagi menjadi pembuluh-

pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.

Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah

diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke sirkulasi umum.

Hati menghasilkan sekitar separuh dariseluruh kolesterol dari tubuh, sisanya

berasal dari makanan. Sekitar 80% kolesterol yang dihasilkan di hati

digunakan untuk membuat empedu.

11. Kantung Empedu

Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan,

yang selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum. Saluran

ini bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kantung empedu

(duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus


21

pankreastikus bergabung dengan saluran empeu umum dan masuk ke dalam

duodenum.

Saluran makanan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kantung

empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir ke hati. Makanan dalam

duodenum memicu serangkaian sinyal hormoral dan sinyal saraf sehingga

kantung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke

dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki 2 fungsi penting :

a. Membantu penyerapan dan pencernaan lemak.

b. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama

hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan

kelebihan kolesterol.

Secara spesifik empedu berperan dalm berbagai proses berikut:

a. Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalm lemak untuk membantu proses penyerapan.

b. Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk

membantu menggerakan isinya.

c. Bilirubin (pigmen utama dari empedu) di buang ke dalam empedu

sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan.

d. Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang

dari tubuh

e. Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang di dalam

empedu.
22

2.1.2. Definisi Thypoid

Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di

berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan

subtropis.Adapun Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi

akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam

yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan

kesadaran. (Nursalam, 2014). Demam thypoid merupakan penyakit infeksi

akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

(Rampengan, 2007)

Menurut peneliti typhoid adalah suatu penyakit yang mengganggu sistem

saluran pencernaan, yang disebabkan oleh salmonella thypi dengan gejala

demam lebih dari satu minggu, tanpa ada gangguan kesadaran.

2.1.3. Etiologi

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan

salmonella parathypi (S. Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk

batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan

debu. Namun bak]=teri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-

20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau

aglutinin yaitu :

a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O

(berasal dari tubuh kuman).


23

b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H

(berasal dari flagel kuman).

c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena

rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita

tifoid. (Aru W. Sudoyo, 2009)

2.1.4. Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke

dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam

(pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,

gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor

pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis

infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,

bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan

menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel

khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat

internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,

mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati

sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella

typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam

folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.


24

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya

ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka

Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus

masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai

organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah

hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari

ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari

darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu

dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran

endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti

dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi

makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe

mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari

makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang

tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah

dan juga menstimulasi sistem imunologik. (Nurarif, 2015).

2.1.5. Manifestasi Klinis

Gejala klinisdemam tifoidpada anak biasanya lebih ringan daripada orang

dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10 - 20 hari. Masa tunas tersingkat 4

hari,jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan masa tunas terlama

berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak


25

badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, yang kemudian

disusul dengan gejala-gejala klinis sebagai berikut:

1. Demam : Demam berlangsung selama tiga minggu, bersifat febris

remiten, dan dengan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi. Selama

minggu pertama, suhu berangsur-angsur meningkat, iasanya turun pada

pagi hari dan meningkat lagi pada soredan malam hari. Pada minggu

kedua, penderita terus demam dan pada minggu ketiga demam

penerita berangsur-angsur normal.

2. Gangguan pada saluran pencernaan : Napas berbau tidak sedap, bibir

kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan

tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar, disertai nyeri

pada perabaan.

3. Gangguan kesadaran : Kesadaran menurun, walaupun tidak terlalu

merosot, yaitu apatis sampai samnolen (keinginan untuk tidur dan terus

tidur). Di samping gejala-gejala tersebut, pada punggung dan anggota

gerakjuga dijumpai adanya roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena

emboli basil dalam kapiler kulit. (Ardiansyah,2012).


26

2.1.6. Komplikasi

Komplikasi dari demam tifoid dapat dibagi dalam intestinaldan

ekstra intestinal. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :

1. Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan

pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi

melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda ranjatan.

2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan

terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis

hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu

pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma

pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa

perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang

hebat dan dinding abdomen tegang.

4. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :

a. Komplikasi cardiovaskuler: miakarditis, trombosis dan trombo

flebitis.

b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombusta penia dan sindrom

urenia hemolitik

c. Komplikasi paru: premonia, emfiema, dan pleuritis.

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitaris.

e. Komplikasi ginjal: glumerulonetritis, prelene tritis, dan perine pitis.

f. Komplikasi tulang: ostieomilitis, spondilitis, dan oritis. (Ngastiyah, 2012).


27

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan penunjang demam tifoid adalah:

1. Pemeriksaan darah tepi

Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia

2. Pemeriksaan sumsum tulang

Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.

3. Biakan empedu

Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika

pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan

basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan

betul-betul sembuh

4. Pemeriksaan widal

Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih,

sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak

bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi

setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. (Suriadi

& Yuliani 2010).


28

2.1.8. Penatalaksanaan

Pengobatan/penatalaksanaan pada penderita Demam thypoid adalah

sebagai berikut:

1. Istirahat ditempat tidur,untuk mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan minimal 7 / 14 hari. Mobilisasi bertahap, sesuai dengan

pulihnya keadaan pasien. Tingkatkan hygiene perseorangan, kebersihan

tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Ubah posisi

minimal tiap 2 jam untuk menurunkan resiko terjadi dekubitus. Defekasi

dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi

obstipasi dan retensi urin, isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan

eksreta pasien.

2. Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup cairan

dan tinggi protein, serta rendah serat. Diet bertahap mulai dari bubur

saring bubur kasar hingga nasi. Diet tinggi serat akan meningkatkan kerja

usus sehingga resiko perforasi usus lebih tinggi.

3. Pemberian antibiotika, anti radang anti inflamasi dan anti piretik.

a. Pemberian antibiotika

1) Amoksilin 100 mg/hari, oral selama 10 hari.11

2) Kotimoksazol 6 mg/hari, oral. Dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari.

3) Seftriakson 80 mg/hari, IV atau IM, sekali sehari selama 5 hari.

4) Sefiksim10mg/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari.


29

Untuk anak pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol

selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/ eradikas kuman

serta waktu perawatan dipersingkat.

b. Anti radang (antiinflamasi). Kortikosteroid diberikan pada kasus berat

dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/hari IV, dibagi

dalam 3 dosis hingga kesadaran membaik.

c. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol.

d. Antiemetik untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasi. (Suratun &

Lusianah, 2010)
2.1.9. Phatway Demam Thypoid
Kuman salmonella

typhi yang masuk ke
Lolos dari asam lambung
saluran
gastrointestinal Malaise, perasaan tidak enak
Bakteri masuk usus badan, nyeri abdomen
halus
Pembuluh limfe Inflamasi Komplikasi intestinal:
perdarahan usus, perforasi
Masuk retikulo
usus( bag, distal, ileum )
Peredaran darah endothelial (RES)
peritonituis
(Bakteremia Primer) terutama hati dan limfa
sumber (NANDA, NIC & NOC, 2015)
Masuk ke aliran
Inflamasi pada hati Empedu darah(Bakteremia
dan limfa sekunder)

Rongga usu pada kel.


Limfoid halus Endotoksi
n

Hepatomegal Pembesaran limfa Terjadi kerusakan sel


i

Nyeri tekan/ Splenomegali Merangsang melepas zat


nyeri akut epirogen oleh leukosit

Penurunan mobilitas
Lase plak Mempengaruhi pusat
usus
peyer termoregulator
dihipotalamus

Erosi Penurunan paristaltic


usus Ketidakefektifan
termoregulasi

Perdarahan masif Konstipasi


Peningkatan asam
lambung
Resiko kekurangan
Komplikasi volumeVcairan Anoreksia mual muntah
perforasi dan
perdarahan usus Nyeri
Ketidakseimbangan nutrisi
30 kurang dari kebutuhan tubuh
2.2. Konsep Tumbuh Kembang

2.2.1. Definisi Tumbuh Kembang

Pertumbuhan dan perkembangan keduanya mengacu pada proses

dinamis. Pertumbuhan dan perkembangan walaupun suka di pakai secara

bergantian, keduanya memiliki makna yang berbeda. Pertumbuhan dan

perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan, teratur dan berurutan

yang dipengaruhi oleh, factor maturasi lingkungan, dan genetic. (Broker ,

Crish, 2008).

2.2.2. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh

masa atau waktu kehidupan anak. Menurut Hidayat (2009) secara umum

terdiri atas masa prenatal dan masa postnatal.

1. Masa prenatal Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase

fetus. Pada masa embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi

hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum

menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi

sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40

terjadi peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat

badan terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan

jaringan otot.

2. Masa postnatal Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah,

masa sekolah, dan masa remaja.

31
32

a. Masa neonatus

Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali dengan masa

neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan yang baru di dalam

ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua sistem organ tubuh.

b. Masa bayi

Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (antara

usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat

berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan sususan

saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun): kecepatan pertumbuhan pada masa ini

mulai menurun dan terdapat percepatan pada perkembangan motorik.

c. Masa usia prasekolah

Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi

peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktivitas fisik

dan kemampuan kognitif. Menurut teori Erikson (Nursalam, 2015), pada usia

prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs

guilty). Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya imajinasi anak

berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala sesuatu di

sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang tua mematikan

inisiatifnya maka hal tersebut membuat anak merasa bersalah. Sedangkan

menurut teori Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik, dimana anak

mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan lakilaki. Anak juga

akan mengidentifikasi figur atau perilaku kedua orang 14 tuanya sehingga

kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa disekitarnya. Pada


33

masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola makan

dimana pada umunya anak mengalami kesulitan untuk makan. Proses

eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan

perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak sudah

mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah (Hidayat, 2009).

d. Masa sekolah

Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan

kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.

e. Masa remaja

Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan laki-

laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke dalam tahap

remaja/pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan perkembangan ini

ditunjukkan pada perkembangan pubertas.

2.2.3. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Gangguan pertumbuhan fisik

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan diatas normal

dan gangguan pertumbuhan dibawah normal. Pemantauan berat badan

menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat). Menurut Soetjaningsih

(Nursalam, 2015) bila grafik berat badan naik lebih dari 120% kemungkinan

anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan apabila grafik

berat badan dibawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi,

menderita penyakit kronis atau atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga

menjadi salah satu parameter yang penting. Ukuran lingkar kepala


34

menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar

kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita

hidroseflus, megaensefali, tumor otak. Sedangkan apabila lingkar kepala

kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi

kronis.

b. Gangguan perkembangan motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal.

Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus

otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan cerebral palsy dapat

mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas,

athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti

spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik.

Namun tidak selamanya gangguan perkembangan motorik selalu didasari

adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga

dapat mempengaruhi keterlambatan perkembangan motorik. Anak yang tidak

mempunyai kesempatan belajar seperti sering digendong atau diletakkan di

baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan

motorik (Nursalam, 2015).

c. Gangguan perkembangan bahasa

Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh sistem perkembangan

anak, kemampuan berbahasa melibatkan kemampuan motorik, psikologis,

emosional dan perilaku (Nursalam, 2015). Gangguan perkembangan bahasa

pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik,
35

gangguan pendengaran, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan,

maturasi yang terlambat. Selain itu, gangguan perkembangan bicara dapat

juga disebabkan oleh kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral pasli (

Nursalam, 2015).

d. Gangguan suasana hati (mood disoders)

Gangguan tersebut antara lain adalah major depression yang ditandai dengan

disforia, kehilangan minat, sukar tidur, sukar konsentrasi, dan nafsu makan

terganggu. (Rajab, 2013).

e. Gangguan pervasif dan psikosis pada anak

Meliputi autisme (gangguan komunikasi verbal dan nonverbal, gangguan

perilaku dan interaksi sosial). Asperger (gangguan interaksi sosial, perilaku,

Universitas Sumatera Utara 18 perilaku yang terbatas dan diulang-ulang,

obsesif), childhood disentegrative disorders. (Rajab, 2013).

2.3. Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1. Pengkajian

Menurut (Rampengen dan laurentz, 2007) adalah sebagai berikut:

1. Identitas

2. Riwayat Sesehatan Sekarang

Tanyakan mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan

utama pasien, sehingga dapat ditegakan prioritas masalah

keperawatan yang dapat muncul.

3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya


36

Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau

penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit sistem pencernaan,

sehingga menyebabkan penyakit demam tifoid.

4. Riwayat Tumbuh Kembang

Yang dimaksud dengan riwayat tumbuh kembang adalah kelianan-

kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan

seseorang yang dapat mempengarui keadaan penyakit, misalnya pernah

ikterus saat proses kelahiran yang lama atau lahir prematur.

Kelengkapan imunisasi pada formataudaftar isian yang tersedia tidak

terdapat isian yang berkaitan dengan tumbuh kembang.

5. Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan tanda-tanda vital

b) Pemeriksaan head to toe

1) Kepala

Keadaan kulit kepala bersih bersih dan warna rambut hitam, penyebaran

rambut merata, jumlah rambut banyak, tidak rontok, saat dipalpsi tidak

teraba benjolan/massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema.

2) Wajah

Bentuk wajah simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

edema
37

3) Mata

Saat di inspeksi kedua mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah

muda, sklera berwarna putih, reaksi warna pupil mengecil saat diberi

cahaya, terdapat refleks mengedip.

4) Telinga

Saat di inspeksi bentuk telinga kanan dan kiri simetris, keadaan bersih, saat

dipalpasi teraba lembut, tidak terdapat nyeri tekan, fungsi pendengaran baik,

terdapat serumen berwarna kunig kecoklatan.

5) Hidung

Saat di inspeksi bentuk lubang hidung simetris antara kiri dsn kanan, tidsk

terdspst kotoran, saat dipalpasi tidak ada benjolan/masaa, tidak terpasang

alat bantu pernafasan.

6) Mulut

Letak bibir simetris, berwarna merah muda, mukosa bibir lembab, lidah

dapat bergerak bebas, warna lidah berwarna merah muda , gigi tampak

bersih, uvula berada ditengah tampak bergerak saat menyebut “ ah” fungsi

pengecapan baik terbukti klien dapat memebedakan rasa asin dan manis.

7) Leher

Pada saat di inspeksi tidak ada kemerahan, saat di inspeksi tidak ada

pembengkakan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, teraba denyut nadi

karotis.
38

8) Abdomen

Saat di inspeksi bentuk abdomen normal, saat dipalpasi tidak terdapat

benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising usus 12x/menit.

9) Punggung dan Bokong

Bentuk punggug : simetris, punggung tegak, tidak ada lesi atau kemerahan,

warna kulit kecoklatan sama dengan sekitarnya, tidak teraba adanya

benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada kelainan seperti lordosis, kifosis

dan skoliosis.

Bokong :Kulit bokong kecoklatan tidak ada lesi atau bintik kemerahan dan

tidak ada nyeri tekan.

10) Genitalia

Tidak ada kelainan pada genitalia, tidak ada kemerahan, tidak ada lesi,

tidaka ada nyeri tekan dan tampak bersih.

11) Anus

Bentuk anus utuh, terdapat lubang pada bagian anus, tidak ada lesi tidak ada

benjolan, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada haemoroid.

12) Ekstremitas

 Ekstremitas atas: dapat digerakkan dengan baik dan ekstremitas atas

dekstra terpasang infuse.

 Ekstremitas bawah: keduanya dapat digerakkan dengan baik tapi

keadaan klien yang lemah terpaksa klien istirahat total ditempat tidur.
39

13) Integument

Warna kulit klien sawo matang, tidak terdapat lesi dan memar.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakan diagnosis penyakit demam tifoid, perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan-pemeriksaan sebagai

berikut:

a) Darah tepi

1) Terdapat gambaranleucopenia.

2) Limfositosis retalif.

3) Emeosinofila pada permulaan sakit.

4) Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.

Hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan Penyakit

secara tepat.

b) Pemeriksaan Widal

Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer

lebih dari 1/80, 1/160 dan seterusnya, maka hal ini menunjukan

bahwa semakin kecil titrasi berarti semakin berat penyakitnya.

c) Pemeriksaan darah untuk kultur (Biakan Empedu).

Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika

pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan

basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan

betul-betul sembuh
40

2.3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu

lingkungan, proses lingkungan, proses penyakit

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan

3. Ketidakseimabangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan

intake yang tidak adekuat

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat dan peningkatan suhu tubuh

5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal

(penurunan motilitas usus)

2.3.3. Intervensi

Diagnosa yang biasanya muncul pada demam tifoid menurut (NANDA, NIC

& NOC 2015, hal:309-314) a dalah sebagai berikut:

1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu

lingkungan, proses lingkungan, proses penyakit

Tujuan: suhu tubuh kembali normal

Hasil yang diharapkan: Pasien mempertahankan suhu tubuh normal yaitu 36ºC-

37ºC dan bebas dari demam.

Intervensi:

a. Pantau suhu tubuh klien tiap 2 jam sekali

Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukkan proses penyakit infeksi akut


41

b. Beri kompres hangat

Rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan demam

c. Anjurkan kepada ibu klien agar klien memakai pakaian tipis dan menyerap

keringat

Rasional: memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu mengurangi

penguapan tubuh

d. Beri banyak minum 1.500-2.000 cc/hari

Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko

dehidrasi

e. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik

Rasional: antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik untuk membunuh

kuman infeksi.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat dan peningkatan suhu tubuh

Tujuan: volume cairan terpenuhi

Hasil yang diharapkan: status cairan tubuh adekuat, ditandai dengan membran

mukosa lembab, turgor kulit elastis, tanda-tanda vital normal

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda vital

Rasional: mengetahui suhu, nadi, dan pernafasan

b. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan

Rasonal: mengontrol keseimbangan cairan


42

c. Kaji status dehidrasi

Rasional: mengetahui derajat status dehidrasi

d. Beri banyak minum

Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko

dehidrasi

3. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan: menunjukkan nyeri berkurang atau hilang

Hasil yang diharapkan: terlihat tenang dan rileks dan tidak ada keluhan nyeri

Intervensi:

a. Kaji tingkat, frekuensi, intensitas, dan reaksi nyeri

Rasional: suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok

dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan

b. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam

Rasional: menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan oksigenasi darah, dan

menurunkan inflamasi.

c. Libatkan keluarga dalam tata laksana nyeri dengan memberikan kompres

hangat

Rasional: menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, membuat otot tubuh

lebih rileks, dan memperlancar aliran darah.

d. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien

Rasional: posisi yang nyaman membuat klien melupakan rasa nyerinya.

e. Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai indikasi


43

Rasional: untuk membantu mengurangi rasa nyeri dan mempercepat proses

penyembuhan.

4. Ketidakseimabangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan

intake yang tidak adekuat

Tujuan: tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

Hasil yang diharapkan: nafsu makan meningkat, makan habis satu porsi, berat

badan klien meningkat

Intervensi:

a. Kaji status nutrisi anak

Rasional: mengetahui langkah pemenuhan nutrisi

b. Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi

kecil tapi sering

Rasional: meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi mual dan muntah

c. Timbang berat badan klien setiap 3 hari

Rasional: mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan

d. Pertahankan kebersihan mulut anak

Rasional: menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau lidah dan dapat

meningkatkan nafsu makan

e. Beri makanan lunak

Rasional: mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban yang tinggi

pada usus

f. Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang adekuat


44

Rasional: memberikan motivasi pada keluarga untuk memberikan makanan

sesuai kebutuhan.

5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal

(penurunan motilitas usus)

Tujuan: Klien tidak mengalami konstipasi

Hasil yang diharapkan: Mempertahankan bentuk feses lunak 1-3 hari, bebas

dari ketidaknyamanan dan kosntipasi, feses lunak dan berbentuk

Intervensi:

a. Monitor tanda dan gejala konstipasi

b. Monitor bising usus

c. Monitor feses: Frekuensi konsistensi dan volume

d. Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi

e. Dukung intake cairan

f. Anjurkan pasien atau keluarga untuk diet tinggi serat

2.3.4. Implementasi

Menurut Wilkinson (2007) implementasi yang bisa dilakukan oleh perawat

terdiri dari :

1. Melakukan, implementasi pelaksanaan kegiatan di bagi di dalam beberapa

kriteria yaitu :

a. Di laksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan kesehatan

lain.

b. Intervensi yang di lakukan dengan profesional kesehatan yang lain.


45

c. Intervensi di lakukan dengan melakukan nursing orders dan sering juga

digabungkan dengan order dari medis.

2. Mendelegasikan Pelaksanaan dapat didelegasikan hanya saja ada beberapa

tanggung jawab yang perlu di cermati oleh pemberi delegasi.

3. Mencatat Pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format tergantung

pilihan dari setiap institusi (NANDA, NIC & NOC : 2010).

2.3.5. Evaluasi

Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan sebagai

proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian di buat mengenai

kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada

kriteria yang didefinisikan atau standart sebelumnya. Evaluasi ini bertujuan

untuk mengetahui kemajuan klien, dan keefektifan dari rencana asuhan

keperawatan. Evaluasi di mulai dengan penkajian dasar dan dilanjutkan

selama setiap kontak perawat dengan pasien (NANDA, NIC & NOC : 2010).

2.4. Konsep Termogulasi

2.4.1. Termogulasi

Demam yang berarti peningkatan suhu tubuh diatas normal dapat

disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau zat toksik yang

mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh (Guyton, 2014). Pada orang

demam peningkatan suhu dapat mengakibatkan beberapa kerusakan dalam

sistem kontrol pengaturan suhu. Pada kenyataannya, sistem berfungsi secara

normal, tetapi dalam dasar set poin yang baru. Pada demam, set point
46

Integrating Center (IC) diatur naik yang menyebabkan efektor akan

meningkatkan respon suhu tubuh. Tanda dan gejala utama kejadian demam

konsisten dengan respon yang diharapkan ketika suhu tubuh menurunkan set

point. Pucat dan dingin adalah hasil dari vasokonstriksi dermal, yang berarti

mengembalikan heat loss didalam setting suhu yang tinggi. Menggigil dan

berselimut dibawah bed cover juga berarti meningkatkan suhu pada tingkat

set point baru. Ketika set point normal dikembalikan, mekanisme heat loss

berasal dari penurunan demam. Berkeringat yang berlebihan, kemerahan pada

dermal dan melepaskan bed cover, semuanya berarti mengurangi suhu untuk

menurunkan nilai set point (Guyton, 2014).

2.4.2. Mekanisme Kompres Terhadap Tubuh

Kompres hangat dan dingin mempengaruhi tubuh dengan cara yang

berbeda. Kompres dingin mempengaruhi tubuh dengan cara vasokontriksi

pembuluh darah, mengurangi oedem, mematirasakan sensasi nyeri,

memperlambat proses inflamasi, mengurangi rasa gatal. Sedangkan kompres

hangat mempengaruhi tubuh dengan vasodilatasi pembuluh darah, memberi

nutrisi dan oksigen pada sel, meningkatkan suplai darah, dan mempercepat

penyembuhan. (Guyton, 2014).

Mekanisme kompres hangat dimana tubuh akan memberikan sinyal ke

hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka

terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal

yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran

pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari
47

tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi

vasodilatasi (Guyton, 2014). Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan energi panas melalui kulit meningkat.

2.4.3. Prosedur Pemberian Kompres Hangat

Persiapan alat dan prosedur pelaksanaan dalam pemberian kompres

hangat termuat dalam lampiran 1 Pemberian kompres pada daerah leher,

ketiak dan lipat paha mempunyai pengaruh yang baik dalam menurunkan

suhu tubuh karena ditempat-tempat itulah terdapat pembuluh darah besar

yang akan membantu mengalirkan darah. Sedangkan kompres pada daerah

abdomen baik karena reseptor yang memberi sinyal ke hipotalamus lebih

banyak (Guyton, 2014).

2.4.4. Suhu tubuh (Body temperatur)

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi

oleh tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.(Potter dan

Perry, 2010). Pengaturan suhu dikendalikan oleh keseimbangan antara

pembentukan panas dan kehilangan panas (Guyton 2014) .

Ada dua jenis suhu tubuh :

1. Core temperatur (Suhu inti ) Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti

kranium, thorax, rongga abdomen dan rongga pelvis.

2. Surface temperatur Suhu pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak. suhu ini

berbeda, naik turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.

Pada manusia nilai normal untuk suhu tubuh oral adalah 37ºC , tetapi

pada sebuah penelitian kasar terhadap orang-orang muda normal, suhu oral
48

pagi hari rerata adalah 36,7º C dengan simpang baku 0,2º C. Dengan

demikian, 95% orang dewasa muda diperkirakan memiliki suhu oral pagi hari

sebesar 36,3 – 37,1ºC. Berbagai bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan,

dan besar perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu

lingkungan bervariasi. Ekstremitas umumnya lebih dingin daripada bagian

tubuh lainnya. Suhu rectum dipertahankan secara ketat pada 32ºC. suhu

rectum dapat mencerminkan suhu pusat tubuh (Core temperature) dan paling

sedikit di pengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan

normal 0,5ºC lebih rendah daripada suhu rectum.(Guyton, 2014).

Tabel 2.1 Variasi suhu tubuh yang sama

Oral Axial Rectal

Suhu rata-rata 37 0C 36,4 0C 37,6 0C

Rentang 36,5 0C – 37,5 36 - 37 0C 37 – 38,1 0C


0
C

Sumber; Widyanti.W, 2004 Majalah Keperawatan

Pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi,konveksi,

dan evaporasi (Potter dan Perry, 2010) Radiasi adalah perpindahan panas

dari permukaan satu objek kepermukaan objek lain, tanpa keduanya

bersentuhan. Konduksi adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek

lain dengan kontak langsung.Tindakan keperawatan pemberian kompres

hangat dapat meningkatkan kehilangan panas secara konduktif. Konveksi

adalah penyebaran panas melalui gerakan udara. Kipas angin listrik

meningkatkan kehilangan panas melalui konveksi. Evaporasi adalah

perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas.Selama


49

evaporasi kira kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang

menguap (Guyton, 2014).

2.4.5. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh

Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah antara lain:


1. Umur
Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus

dihindari dari perubahan yang ekstrim.Suhu anak-anak berlangsung lebih

labil dari pada dewasa sampai masa puber. Beberapa orang tua, terutama

umur lebih 75 tahun 12 beresiko mengalami hipotermi (kurang 36ºC). Ada

beberapa alasan seperti kemunduran pusat panas, diit tidak adekuat,

kehilangan lemak subkutan, penurunan aktivitas dan efisiensi thermoregulasi

yang menurun. Orang tua terutama yang sensitif pada suhu lingkungan

seharusnya menurunkan kontrol thermoregulasi.

2. Diurnal Variation

Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, variasi sebesar 1ºC

antara pagi dan sore.

3. Latihan

Kerja keras atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh setinggi

38,3 sampai 40º C diukur melalui rectal.

4. Hormon

Perempuan biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak

daripada laki-laki. Pada perempuan,sekresi progesteron pada pada saat

ovulasi.
50

5. Stress

Menaikkan suhu tubuh berkisar 0,3ºC sampai 0,6ºC diatas suhu tubuh

basal. Rangsangan pada sistem saraf simpatik dapat meningkatkan produksi

epinefrin dan nonepinefrin. Dengan demikian akan meningkatkan aktifitas

metasbolisme dan produksi panas.

6. Lingkungan

Perbedaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan

suhu seseorang. Jika suhu diukur didalam kamar yang sangat panas dan suhu

tubuh tidak dapat dirubah oleh konveksi, konduksi atau radiasi, suhu akan

tinggi.

2.4.6. Perubahan abnormal suhu tubuh

Setiap orang mengalami perubahan suhu tubuh setiap 24 jam dan batas-

batas normal yang dapat diterima adalah suhu 36 hingga 37º5 C (W. F.

Ganong, 1998). Pengukuran suhu tubuh 37,5 0 C- 38,3 0 C disebut febris dan

hipertermi suhu 38,3 0 – 40 0 C ( Brooker, 2009).

2.4.7. Metode Mengukur Suhu Tubuh

Ada empat metode mengukur suhu tubuh, yaitu oral – paling sering

digunakan ; aural (telinga) – paling akurat,. rectal – suhu rectal lebih tinggi

satu derajat daripada suhu oral, axilla atau groin (pangkal paha). Metode ini

digunakan hanya jika kondisi pasien tidak mengijinkan untuk digunakan

thermometer oral, aural atau rectal. Pengukuran suhu axilla atau pangkal paha

lebih rendah 1ºF (atau 0,6ºC) dari suhu oral.(Broker, 2008).


51

2.4.8. Metode Mengukur Suhu Axilla

Mengukur suhu tubuh menggunakan thermometer yang di letakkan di

axilla (Kusyati, 2006). Tujuannya adalah untuk mengkaji suhu tubuh klien

untuk menentukan tindakan keperawatan dan membantu menegakkan

diagnose. Prosedur pengukuran suhu axilla dan persiapan ada pada lampiran.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan penulis adalah studi kasus. Studi kasus ini adalah studi

untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien thypoid dengan

masalah keperawatan termoregulasi, memiliki pengambilan data yang mendalam

dan menyertakan berbagai sumber informasi. Studi kasus ini dibatasi oleh waktu

dan tempat.

3.2 Batasan Istilah

Sesuai dengan judul yaitu asuhan keperawatan pada klien thypoid dengan

masalah keperawatan termoregulasi di RSUD dr.Slamet Garut, maka penulis studi

kasus harus menjabarkan tentang konsep Thypoid, Ganggaun Sistem Pencernaan

dan ketidakefektifan termoregulasii serta membahas asuhan keperawatan mulai

dari perencanaan, implementasi dan evaluasi sesuai diagnosa medis dan masalah

keperawatan yang terdapat dalam judul studi kasus tersebut. Batasan istilah

disusun secara naratif dan apabila diperlukan ditambahkan informasi kualitatif

sebagai penciri dari batasan yang dibuat oleh penulis.

1. Thypoid

Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang

yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. (Nursalam, 2015).

52
53

2. Gangguan System Pencernaan

Pencernaan adalah system organ manusia yang menerima makanan,

mencernanya menjadi energy dan nutrient serta mengeluarkan sisa-sisa proses

tersebut. Salah satu gangguan system pencernaan adalah demam thypoid adalah

penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan

kesadaran. (Nursalam, 2014)

3. Ketidakefektifan termoregulasi

Ketidakefektifan termoregulasi adalah perilaku mengatur keseimbangan

antara panas yang hilang dan dihasilkan atau lebih sering disebut sebagai

thermogulasi. Mekanisme tubuh harus mempertahankan hubungan antara

produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh tetap konstant dan normal.

Hubungan ini diatur oleh mekanisme neurologis dan kardiovaskuler. (Nursalam,

2014)

3.3 Partisipan/ Responden/ Subyek Penelitian

Karakteristik partisipan/responden/subyek penelitian yang dilakukan

untuk studi kasus ini adalah 1 klien.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi kasus ini dilakukan di RSUD dr.Slamet Garut tepatnya di Ruang

Nusa Indah Atas yaitu ruangan Anak. Penulis melakukan studi kasus terhadap

klien sejak klien pertama kali masuk rumah sakit sampai pulang atau klien

dilakukan perawatan minimal 3 hari. Pada klien pertama dilakukan asuhan

keperawatan dari tanggal 08 Mei 2018 sampai dengan tanggal 10 Mei 2018.
54

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis yaitu :

1. Wawancara

Dilakukan wawancara terhadap klien maupun keluarga klien untuk

mendapatkan berbagai macam data mulai dari identitas klien dan penanggung

jawab, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit keluarga, aktivitas klien selama di rumah maupun rumah sakit,

dan lain-lainnya.

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Selain melakukan wawancara penulis juga mengumpulkan data melalui

observasi sesuai diagnosa yang ditemukan dan melakukan pemeriksaan fisik

untuk menemukan keluhan atau kelainan yang dirasakan oleh klien mengenai

respon asuhan keperawatan yang sudah diberikan. Observasi dan pemeriksaan

fisik dilakukan dengan pendekatan IPPA (insperksi, palpasi, perkusi, auskultasi).

3. Studi Dokumentasi

Melihat hasil pemeriksaan diagnostik seperti hasil laboratorium, radiologi,

ultrasonography, maupun pemeriksaan lainnya untuk melihat kelainan pada klien

dari hasil pemeriksaan tersebut dan mendukung diagnosa yang sudah ditemukan.
55

3.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.

Disamping integritas peneliti, uji keabsahan data dilakukan dengan :

1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan

2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data

utama yaitu klien, keluarga klien dan petugas kesehatan lainnya yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber informasi tambahan

mengenai triangulaasi terlampir.

3.8. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak penelitian di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan

dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang

ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang

digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil

interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi

dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan

dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi

dalam intervensi tersebut. Urutan analisis adalah :


56

1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi, Dokumen).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkrip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subyektif

dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian

dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari

klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan

terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan

evaluasi.
57

3.6 Etik Penulisan KTI

Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Dalam pelaksanaan dilapangan, penulis terlebih dahulu melakukan

Informed Consent terhadap kedua klien sebelum melakukan asuhan keperawatan,

baik secara tertulis maupun secara lisan, untuk validitas, terdapat lembar

persetujuan menjadi responden yang di setujui oleh klien pada lampiran karya

tulis ilmiah ini.

2. Anonimity (tanpa nama)

Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, penulis menjalankan prinsip

Anonymity seperti pada pendokumentasian asuhan keperawatan nama klien

menggunakan inisial nama.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality merupakan pembukaan informasi kecuali pada orang lain

yang berhak, atau dapat disebut dengan kerahasiaan. Dalam proses penulisan

karya tulis ini, penulis berusaha untuk tetap menjaga kerahasiaan data ataupun

catatan medis mengenai kondisi pasien / klien untuk tetap menjaga etik

keperawatan, maupun etik penulisan karya tulis ilmiah ini.

4. Beneficience (bermanfaat)

Penulis berusaha meminimalkan dampak yang merugikan bagi klien. Oleh

sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak

mengurangi rasa sakit, cedera, stress, maupun kematian subjek penelitian


58

(Notoatmodjo, 2010). Penelitian merupakan untuk memberikan manfaat pada

klien dan berusaha meminimalkan dampak yang merugikan klien.

5. Justice (keadilan)

Prinsip dari penelitian ini menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender,

agama, etnis, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Penulis menjamin kedua klien

memperoleh perlakuan yang sama tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan

sebagain.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Gambaran lokasi Pengambilan Data

Pengambilan data klien di ambil dari Rumah Sakit Umum Daerah

dr.Slamet Garut. Rumah Sakit Umum Daerah dr.Slamet Garut adalah salah

satu rumah sakit milik Pemkab Garut yang berupa RSUD, di urus oleh Pemda

Kabupaten Rumah Sakit Umum Daerah dr.Slamet Garut beralamat di JL.RSU

NO.12, Sukakarya Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat. Rumah Sakit Umum

Daerah memiliki Luas Tanah 38.000 meter.

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Slamet memiliki beberapa ruangan untuk

pelayanan kesehatan salah satunya yaitu Ruang Nusa Indah Atas yang

merupakan ruangan Anak. Ruang Nusa indah Atas terletak di atas Ruang

Nusa indah Bawah. Pada ruang Nusa Indah Atas terdapat fasilitas tempat

tidur yaitu 32 buah yang terbagi menjadi 7 kamar yaitu kamar Isolasi 2

tempat tidur, Kamar 15, Kamar II 5 tempat tidur, Kamar III 5 tempat tidur,

Kamar IV 5 tempat tidur, Kamar V 5 tempat tidur, dan kamar VI 5 tempat

tidur. Di Ruang Nusa Indah Atas terdapat juga Ruang Perawat, Dapur, Ruang

obat-obatan, Spoel Hook. Keadaan ruangan ini bersih dan kondusif. Kegiatan

yang biasanya di lakukan di ruangan yaitu injeksi obat, pemberian obat per

oral, pemberian makan.

59
60

4.2 Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN THYPOID DENGAN

MASALAH KEPERAWATAN TERMOREGULASI DI RUANG NUSA

INDAH ATAS RSUD Dr.SLAMET GARUT

4.2.1. Pengkajian

1. Pengumpulan Data

a. Identitas Klien

Nama : An.A

TTL : Garut 18 Maret 2010

Umur : 8 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : 1 SD

Pekerjaan : Belum Bekerja

Suku / Bangsa : Sunda/ Indonesia

Tanggal masuk RS : 2 Mei 2018

Tanggal / rencana operasi : Tidak Ada

Tanggal pengkajian : 8 Mei 2018

No. Medrec : 01098060

Diagnosa Medis :Thypoid

Alamat : Bayongbong Cisurupan

Ruang rawat : Nusa Indah Atas


61

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny.E

Umur : 27 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Hubungan dengan klien : Anak kandung

Alamat : bayongbong Cisurupan

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

a) Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit

Ibu klien mengatakan klien deman, nafsu makan berkurang disertai

mual muntah , klien lemas dan banyak tidur sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit, ibu klien membawa klien ke dokter terdekat, namun keluhan

yang dirasakan tidak berkurang sehingga pada tanggal 02 Mei 2018 ibu

klien membawa klien ke IGD RSUD dr.Slamet Garut dengan hasil yang

didapatkan dari data status klien yaitu dipasang infus dengan cairan

asering10 tetes/menit

b) Keluhan Utama Saat Di kaji

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 8 Mei 2018 pada pukul

07:30 WIB. I bu klien mengatakan bahwa klien demam, demam bertambah

apabila klien beraktivitas dan berkurang apabila klien beristirahat. Demam


62

menyebabkan klien hanya berbaring di tempat tidur serta dirasakan

diseluruh tubuh dengan suhu 37,8 ˚C. Demam dirasakan pada saat malam

hari.

2) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

a) Prenatal

Ibu klien mengatakan klien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara,

pada saat mengsndung ibu klien tidak pernah mengalami infeksi ataupun

sakit berat.Ibu klien juga tidak pernh mengalami trauma perdarahn

pervagina. Pada saat mengandung, ibu klien memeriksakan kandungan

sebanyak 9x selama 36 minggu (1x / bulan) pemeriksaan dilakukan di bidan

terdekat dan melakukan imunisasi Toksoid Tetanus (TT) sebanyak 2x yaitu

pada usia kehamilan 4 minggu dan yang kedua dilakukan pada usia

kehamilan 8 minggu. Ibu klien mengatakan pada saat mengandung ia tidak

anemia, nutrisinya baik, BB sebelum hamil 48 kg selama hamil berat

badannya menjadi 58 kg.

b) Intranatal

Ibu klien mengatakan melahirkan klien dengan spontan di bantu oleh

bidan, saat lahir klien langsung menangis, dengan berat badan 2,7 kg ( 2700

gr) dan panjang 47 cm. Ibu klien melahirkan dengan usia kandungan 36

minggu tanpa adanya penyulit dan tindakan tambahan maupun pendarahan.


63

c) Post Natal

Ibu klien mengatakan klien tidak ada riwayat kelainan setelah lahir

dan klien diberi ASI akslusif selama 6 bulan dan tidak ada kelainan

kongenital.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Ibu klien mengatakan bahwa sebelumnya klien tidak pernah

mengalami penyakit seperti saat ini.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang pernah

mengalami penyakit yang sama dengan klien, maupun mempunyai riwayat

penyakit keturunan seperti Diabetes Mellitus, hipertensi serta penyakit

menular seperti TBC.

d. Pola Aktivitas Sehari-hari

Tabel 4.1 Pola Aktivitas Sehari - hari


No Jenis Di Rumah Di Rumah Sakit
Aktivitas
1 Nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3x sehari 3x sehari
Jenis Nasi, sayur, lauk Nasi tim , sayur, lauk pauk
pauk
Porsi 1 porsi habis Habis ½ porsi
Keluhan Tidak ada Klien tidak mau makan
alasannya makanan rs
tidak enak
b. Minum
Frekuensi 5-6 gelas/hari 4-5 gelas/ hari
Jumlah ± 1000 cc-1200 cc ± 800 cc-1000 cc/hari
Jenis Air putih Air putih, susu
Keluhan Tidak ada Tidak ada

2 Eliminasi
a. BAB
64

Frekuensi 1x sehari 1x Sehari


Warna Kuning khas feses Kuning khas feses
Bau Bau Khas Feses Bau Khas Feses
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
Frekuensi 3-4x/ hari 2-3 x /hari
Jumlah ± 720-960 cc ± 480-720 cc
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Keluhan Tidak ada Tidak ada
3 Istirahat
Tidur Tidak Tidur Siang 2 jam
Siang 8 jam 6 jam
Malam Tidak ada Klien mengatakan
Keluhan susah tidur

4 Personal
Hygiene
a. Mandi 2x /hari 1x sehari (spons)
b. Gosok 2x /hari 4x selama di rs
gigi 2x sehari 2x selama 6 hari di rs
c. Keramas 2x seminggu 2x selama 6 hari di rs
d. Gunting
Kuku 3x sehari 1x /hari
e. Ganti
Pakaian
5 Aktivitas Klien dapat Di ruang perawatan, klien
beraktivitas dengan hanya berbaring dan ke
baik, main dengan kamar mandi di bantu oleh
sebayanya keluarganya untuk BAB
dan BAK.

e. Pertumbuhan dan Perkembangan

1) Pertumbuhan

4.2 Tabel Pertumbuhan

Sebelum
NO Pertumbuhan Saat di kaji Hasil normal
sakit
21 kg
1 Berat badan (BB) 20 kg 19 kg
Tinggi badan Tidak Terkaji >117 cm
2 115 cm
(TB)
Tidak Terkaji
Lingkar kepala 45-52 cm
3 48 cm
(LK)
65

Lingkar dada Tidak Terkaji 48-59 cm


4 53 cm
(LD)
Tidak Terkaji
Lingkar lengan 14-18 cm
5 17 cm
atas (LLA)

Tidak Terkaji
Lingkar abdomen 45-58 cm
6 53 cm
(LA)

2) Perkembangan

a) Motorik halus : Kecepatan dan kehalusan aktivitas menigkat.

b) Motorik kasar : Klien mampu mampu menggunakan peralatan

rumah tangga, ingin terlibat dalam sesuatu.

c) Pengamatan :Klien mampu menggambarkan daya nalar dan

kreatifitasnya sehingga ia mampu berimajinasi.

d) Bicara : Klien mampu mengungkapkan pikiran, perasaan

dan informasi secara lisan.

e) Sosialisasi : Pada saat dirumah klien bermain dengan teman-

teman sebayanya.
66

f. Riwayat imunisasi

4.3 Tabel Riwayat Imunisasi


NO Jenis Usia Dosis Cara Pemberian

Imunisasi

1 Hepatitis B I Saat Lahir 0,5 ml IM

2 Hepatitis B II 1 Bulan 0,5 ml IM

3 Hepatitis B III 6 Bulan 0,5 ml IM

4 BCG 1 Bulan 0,05 ml IM

5 DPT I 2 Bulan 0,5 ml IM

6 DPT II 4 Bulan 0,5 ml IM

7 DPT III 6 Bulan 0,5 ml IM

8 Polio I 2 Bulan 2 tetes Oral

9 Polio II 4 Bulan 2 tetes Oral

10 Polio III 6 Bulan 2 tetes Oral

11 Polio IV 18 Bulan 2 tetes Oral

12 Campak I 9 Bulan 0,5 ml IM

1) Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 15 E: 4 M: 6 V: 5

Penampilan :Klien tampak Lemas

2) Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : - mmHg

Nadi : 96 x/menit
67

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 37,8 ᵒC

3) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Keadaan kulit kepala bersih bersih dan warna rambut hitam, penyebaran

rambut merata, jumlah rambut banyak, tidak rontok, saat dipalpsi tidak

teraba benjolan/massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema.

b) Wajah

Bentuk wajah simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak

ada edema

c) Mata

Saat di inspeksi kedua mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah

muda, sklera berwarna putih, reaksi warna pupil mengecil saat diberi

cahaya, terdapat refleks mengedip.

d) Telinga

Saat di inspeksi bentuk telinga kanan dan kiri simetris, keadaan bersih,

saat dipalpasi teraba lembut, tidak terdapat nyeri tekan, fungsi pendengaran

baik, terdapat serumen berwarna kunig kecoklatan.

e) Hidung

Saat di inspeksi bentuk lubang hidung simetris antara kiri dsn kanan,

tidsk terdspst kotoran, saat dipalpasi tidak ada benjolan/masaa, tidak

terpasang alat bantu pernafasan.


68

f) Mulut

Letak bibir simetris, berwarna merah muda, mukosa bibir lembab, lidah

dapat bergerak bebas, warna lidah berwarna merah muda , gigi tampak

bersih, uvula berada ditengah tampak bergerak saat menyebut “ ah” fungsi

pengecapan baik terbukti klien dapat memebedakan rasa asin dan manis.

g) Leher

Pada saat di inspeksi tidak ada kemerahan, saat di inspeksi tidak ada

pembengkakan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, teraba denyut nadi

karotis.

h) Abdomen

Saat di inspeksi bentuk abdomen normal, saat dipalpasi tidak terdapat

benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising usus 12x/menit.

i) Punggung dan Bokong

Bentuk punggug : simetris, punggung tegak, tidak ada lesi atau

kemerahan, warna kulit kecoklatan sama dengan sekitarnya, tidak teraba

adanya benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada kelainan seperti lordosis,

kifosis dan skoliosis.

Bokong :Kulit bokong kecoklatan tidak ada lesi atau bintik kemerahan

dan tidak ada nyeri tekan.

j) Genitalia

Tidak ada kelainan pada genitalia, tidak ada kemerahan, tidak ada lesi,

tidaka ada nyeri tekan dan tampak bersih.


69

k) Anus

Bentuk anus utuh, terdapat lubang pada bagian anus, tidak ada lesi tidak

ada benjolan, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada haemoroid.

l) Ekstremitas

(1) Ekstremitas Atas

Bentuk kedua ekstremitas atas simetris antara kiri dan kanan, terpasang

infus di tangan kiri dengan cairan asering 10 tts/menit menggunakan

mikrodip, tidak ada kontraktur, tidak ada deformitas, pergerakan aktif,

CRT<3 detik.

(2) Ekstremitas Bawah

Bentuk kedua ekstremitas bawah simetris, tidak ada lesi, todak ada

kontraktur, tidak ada deformatis, pergerakan aktif, refleks babinski positif,

kulit teraba hangat, turgor kulit baik terbukti saat di cubit kulit dapat

kembali dalam waktu 3 detik, pergerakan aktif.

g. Data Psikologis

1) Data psikologis klien

Klien kooperatif saat dilakukan pengkajian dan saat saat dilakukan

tindakan medis saat pemberian obat melalui suntikan.

2) Data psikologis keluarga

Ibu klien merasa takut dan cemas akan penyakit yang di derita klien,

ibu klien tampak gelisah serta sering menanyakan keadaan klien.

h. Data Sosial
70

Klien merupaka anak kedua dan klien dapat berinteraksi dengan

keluarganya, klien dapat berinteraksi dengan orang yang baru dikenal.

i. Data Spritual

Ibu klien mengatakan bahwa klien dan keluarga beragama islam, serta

selalu berdoa untuk kesembuhan klien.

j. Data Hospitalisasi

Klien selama di rs kadang-kadang rewel kepada ibunya, dan selama di

rawat di rs klien klien mengatakan belum dijenguk oleh teman-temannya.

k. Data Penunjang

1) Labolatorium

4.4 Tabel Laboratoium


Tanggal Jenis Hasil Nilai rujukan Satuan
pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 6,3 g/dl 11,3-13,3
08 Mei 2018 Hematokrit 19 % 33-43
Lekosit 4,630 /mm³ 4,300-13.300
Trombosit 155,000 /mm³ 150,000-440,000
Eritrosit 3,28 Juta//mm³ 4,19-3,96
2) Hasil labolatorium tes widal

4.5 Tabel Hasil Laboratorium


Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Rujukan
IMUNOSEROLOGI
Widal
Anti S.Typhi-H 1/320
08 Mei 2018 Anti S.Typhi-O 1/320
Dengue Fever Test
Dengue IgG Negatif Negatif
Dengue IgM Negatif Negatif
71

l. Program dan rencana Pengobatan


4.6 Tabel Program dan rencana Pengobatan
Jenis therapy Dosis Cara pemberian Waktu
Asering 10 tetesx/menit 24 jam
IV
Ceftriaxone 2x 800 ml 08.00, 16.00
IV
Ranitidine 2x15 ml 08.00, 16.00
IV
Paracetamol 3x 160 ml 08.00, 16.00, 22.00
IV
dexamethason 4x 1,5 ml 08.00, 16.00, 22.00, 03.00
IV

2. Analisa Data

4.7 Tabel Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
1. DS: Lolos dari asam lambung
 Ibu klien 
mengatakan Bakteri masuk usus halus
klien demam. 
 Ibu klien Inflamasi
mengatakann 
demam Pembuluh limfe
dirasakan pada 
malam hari. Peredaran darah (bacteremia
DO: primer)
 Badan teraba 
hangat Masuk retikuloendothilial (RES)
terutama hati dan limfa
 TTV:

Suhu: 37,8 0C
Masuk ke aliran darah
Nadi:96 x/mnt
(Bakteremia sekunder) ketidakaefektifan
Respirasi: 22x/mnt
 termoregulasi
 Hasil Lab Endotoksin
Darah Rutin 
Hemoglobin: 6,3 Terjadi kerusakan sel
Hematokrit : 19 
Lekosit : 4,630 Merangsang melepas zat
Trombosit : epirogen oleh leukosit
155,000 
Eritrosit : 3,28 Mempengaruhi pusat
thermoregulator
dihipotalamus

Ketidakefektifan thermogulasi

Anoreksia Mual Muntah

72

Hipertermi
2 DS: Kuman salmonella typhi yang
 Ibu klien masuk ke saluran
mengatakan gastrointestinal
klien tidak nafsu 
makan Lolos dari asam lambung
DO: 
 Tampak Lemas Bakteri masuk usus halus
 Adanya 
penurunan berat Inflamasi
badan BB 
sebelum masuk Pembuluh limfe
rs 20 kg, BB 
sesudah masuk Peredaran darah (bacteremia
rs 19 kg primer)

 Makan habis Ketidakseimbangan
Masuk retikuloendothilial (RES)
setengah porsi nutrisi kurang dari
terutama hati dan limfa
kebutuhan tubuh

Inflamasi pada hati dan limfa

Pembesaran Limfa

Splenomegali

Penurunan Mobolitas Usus

Penurunan Peristaltic Usus

Peningkatan Asam Lambung

Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
73

4.2.2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Nama Tanda


Ditemukan Perawat Tangan
1. ketidakaefektifan 08 Mei 2018 Mutia
termogulasi
berhubungan dengan
suhu tubuh
2. Ketidakseimbangan 08 Mei 2018 Mutia
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
74

4.2.3. Perencanaan

No Diagnosa Intervensi
Keperawatan Tujuan Tindakan Rasional
1.Tedidakefektifan
termogulasi Setelah dilakukan  Kaji TTV  Mengetahui perubahan TTV
berhubungan tindakan  Memberikan kompres  Membantu menurunkan suhu
dengan reaksi keperawatan selama hangat badan
inflamasi ditandai 3 x 24 jam, demam  Anjurkan banyak minum  Mencegah terjadinya dehidrasi
dengan : dapat teratasi dengan air putih sewaktu panas
DS: kriteria hasil:  Anjurkan untuk memakai  Meminimalisir produksi panas
 Ibu klien baju yang tipis dan yang diproduksi oleh tubuh
 suhu tubuh
mengatakan menyerap keringat  Membantu memepermudah
kembali
klien  Memberikan obat teraphy penguapan panas
demam normal (36-
37 ᵒC).
sesuai anjuran dokter  Membantu dalam penurunan
 Ibu klien  Anjurkan klien untuk panas
mengatakn banyak istirahat  Mempercepat dalam dalam
demam  Beri kompres hangat di penurunan produksi panas
dirasakan beberapa bagian
pada malam
hari
DO:
 Badan
teraba
hangat
 TTV:
Suhu: 37,8
0
C
75

Nadi:96
x/mnt
Respirasi:
22x/mnt
 Hasil Lab
Darah Rutin
Hemoglobin
: 6,3
Hematokrit
: 19
Lekosit
: 4,630
Trombosit
: 155,000
Eritrosit
: 3,28
76

2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan  Kaji status nutrisi anak  Mengetahui langkah pemenuhan
kebutuhan tubuh di tindakan nutrisi
 Anjurkan klien makan
tandai dengan: keperawatan selama  meningkatkan jumlah masukan
DS: 3 x 24 jam sedikit demi sedikit tapi
sering dan mengurangi mual dan
 Ibu klien diharapakan
mengatakan kebutuhan nutrisi  Timbang berat badan klien muntah
klien tidak klien terpenuhi setiap 3 hari
nafsu secara adekuat  mengetahui peningkatan dan
makan dengan kriteria hasil:  Beri makanan lunak penurunan berat badan
DO:  Jelaskan pada keluarga
 Tampak  Mempertaha  memberikan motivasi pada
Lemas nkan berat pentingnya intake nutrisi keluarga untuk memberikan
badan makanan sesuai kebutuhan
 Adanya yang adekuat
penurunan dengan batas
berat badan normal
BB sebelum  Klien mampu
masuk rs 20 menghabiska
kg, BB 1 porsi
sesudah makanan
masuk rs 19 yang
kg disediakan
 Makan  Klien
habis mengalami
setengah peningkatan
porsi nafsu makan
77

4.2.4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Formatif

No Tanggal DP Tindakan Nama & Ttd


/Jam
1 Tgl 08 Mei 1 1.Melakukan pengukuran tanda-tanda
2018 vital:
S: 37,6 0C
07.00 WIB N: 98x/mnt
R: 22x/mnt
Hasil: Klien bersedia diperiksa

2.Melanjutkan pemberian obat therapi


sesuai anjuran dokter secara IV
-Ceftriaxone 2x 800 ml
07.15 WIB -Ranitidine 2x15 ml
-Paracetamol 3x 160 ml
-Dexamethason 4x 1,5 ml
Hasil:
 Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
 Tidak terjadi infeksi

3.Melakukan pengkajian fisik head to


Mutia
toe pada klien
07.30 WIB Hasil: Klien bersedia dilakukan
pemeriksaan fisik

4. Menganjurkan makan yang teratur


dan tinggi serat
09.30 WIB

6. Melanjutkan pemberian obat therapi


sesuai anjuran dokter secara IV
-Ceftriaxone 2x 800 ml
-Ranitidine 2x15 ml
-Paracetamol 3x 160 ml
16.10 WIB -Dexamethason 4x 1,5 ml
Hasil:
 Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
 Tidak terjadi infeksi

2. 09 Mei 1.Melakukan pengukuran tanda-tanda


2018 vital:
07.00 WIB S: 37,1 ᵒC
Mutia
N: 102x/mnt
R: 22x/mnt
78

2.Membantu mengganti pakaian klien


07.15 WIB dengan baju yang tipis dan menyerap
keringat
Hasil:Klien tampak lebih nyaman

3. Melanjutkan pemberian obat therapi


sesuai anjuran dokter secara IV
-Ceftriaxone 2x 800 ml
08.00 WIB -Ranitidine 2x15 ml
-Paracetamol 3x 160 ml
-Dexamethason 4x 1,5 ml
Hasil:
 Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
 Tidak terjadi infeksi

4.Menganjurkan makan yang teratur


dan juga menganjurkan makan sedikit
10.00 WIB tapi sering
Hasil: klien dan keluarga mengerti

5.Membantu memberikan makanan


10.05 WIB lunak
Hasil: klien mau makan

6.Memberikan minum 1 gelas air putih


10.20 WIB pada klien
Hasil:klien menghabiskan minum satu
gelas

3. 10 Mei 1.Melakukan pengukuran tanda-tanda


2018 vital:
07.10 WIB S: 36,5ᵒC
N: 98x/mnt
R: 22x/mnt

2.Menimbang BB klien
07.30 WIB Hasil:BB klien naik 1 kg dengan 20kg
Mutia

08.20 WIB 3. Melanjutkan pemberian obat therapi


sesuai anjuran dokter secara IV
-Ceftriaxone 2x 800 ml
-Ranitidine 2x15 ml
-Paracetamol 3x 160 ml
-Dexamethason 4x 1,5 ml
Hasil:
79

 Tidak terdapat tanda-tanda


infeksi
 Tidak terjadi infeksi

4.Memberikan kompres hangat pada


09.00 WIB klien pada bagian axilla
Hasil: Klien bersedia dilakukan
kompres hangat dan suhu badan klien
35,2 0C

5.Menganjurkan klien makan sedikit


10.00 WIB tapi sering dan tinggi serat
Hasil: Klien dan keluarga mengerti

6.Menganjurkan klien banyak istirahat


10.20 WIB jika klien sudah pulang kerumah
Hasil: Keluarga dan klien mengerti

4.3. Evaluasi Sumatif

Tanggal DP Evaluasi Sumatif Nama & Ttd


10 Mei I S:
2018 Ibu klien mengatakan klien sudah tidak
demam

O:
 Suhu 36,5 0C, Nadi 92 x/menit, RR
20 x/menit
 Kulit tidak teraba hangat
 Klien tampak segar
Mutia
A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan
Pasien pulang
80

10 Mei II S:
2018 Ibu klien mengatakan klien sudah mulai
nafsu makan
O:

 Klien mampu menghabiska1 porsi


makanan yang disediakan
 Klien mengalami peningkatan nafsu
Mutia
makan
A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai