Anda di halaman 1dari 20

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEPUASAN

1. Pengertian

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

muncul setelah membandingkan kinerja (hasil produk yang Diperkirakan)

terhadap kinerja (hasil yang diharapkan), kepuasan juga tergantung pada

produk mutu jasa sebagai ”kesesuaian dengan penggunaan”, mutu adalah

jaminan terbaik atas kesetiaan pasien. (Kotler, 2007)

Kepuasan adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2005).

Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang

merupakan hasil membandingkan penampilan atau outcome produk yang

dirasakan dalam hubunganya dengan harapan seseorang (Wiyono,D. 1999).

Dari uraian diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan pasien

adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau

keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.

2. Mengukur Kepuasan Pasien

Untuk mengumpulkan informasi mengenai pasien diperlukan juga

informasi tentang demografis para pasien yang bertujuan untuk

mengklasifikasikan pasien dalam beberapa kategori dan menentukan apakah


10

orang-orang yang berdekatan, memiliki tingkat pendapatan, gender yang sama

atau tidak. (Gerson,F,R.2002).

Zeitthaml et al. (1993) untuk mengukur kepuasan pasien,

mengemukakan ada empat aspek yang dapat di ukur yaitu :

a. Kenyamanan, aspek ini di jabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi

puskesmas, kebersihan, kenyamanan ruangan, peralatan ruangan,

tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah,

kesegaran ruangan dll.

b. Hubungan petugas puskesmas dengan pasien, dapat dijabarkan

dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang di

berikan, sejauh mana tinggkat komunikasi, responsi support,

seberapa tanggapan perawat dalam memberikan pelayanan.

c. Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan

kecepatan pelayanan pendaftaran, keterampilan dalam penggunaan

teknologi, pengalaman petugas medis,

d. Biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya,

kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, ada tidaknya

keringanan bagi masyarakat miskin.

Kepuasan pasien memang merupakan nilai subjektif terhadap kualitas

pelayanan yang diberikan, oleh karena subjektifitas pasien di pengaruhi

oleh pengalaman pasien dimasa lalu, pendidikan dan pengaruh

lingkungan.
11

3. Strategi Kepuasan Pasien

Pada prinsipnya, strategi kepuasan pasien menyebabkan para pesaing

harus berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut

para pasien suatu Puskesmas.

Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa kepuasan pasien

merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik

menyangkut dana maupun sumber daya manusia (Schnaars, 1991 dalam

Tjiptono, 2004). Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan

meningkatkan kepuasan pasien:

a. Strategi pemasaran berupa Relationship Marketing (McKenna, 1991 dalam

Tjiptono, 2004), yaitu stategi dimana transaksi pertukaran antara pembeli

dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai,

dengan kata lain dijalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-

menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan

sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat business).

b. Strategi superior Customer Service, yaitu menawarkan pelayanan yang

lebih baik daripada pesaing, hal ini membutuhkan dana manusia, dan

usaha gigih agar tercipta suatu pelayanan yang superior, oleh karena itu

sering kali (tetapi tidak harus) perusahaan yang menawarkan layanan

pelanggan superior akan membebankan harga yang lebih tinggi pada

produk-produknya akan tetapi biasanya mereka memperoleh manfaat

besar dari pelayanan superior tersebut berupa tingkat pertumbuhan yang

cepat dan besarnya laba yang diperoleh.


12

c. Strategi unconditional service guarantees (Hart, 1988 dalam Tjiptono,

2004) atau extraordinary guarantees. Strategi ini berintikan komitmen

untuk memberikan kepuasan kepada pasien yang pada gilirannya akan

menjadi sumber dinanisme penyempurnaan mutu produk atau jasa dan

kinerja Puskesmas. Garansi atau jamianan istemewa/mutlak ini dirancang

untuk meringankan risiko/kerugian pasien, dalam hal pasien tidak puas

dengan suatu produk atau jasa yang telah dibayarnya, garansi tersebut

menjanjikan kualitas prima dan kepuasan pasien.

d. Strategi penanganan keluhan yang efisien (Schnaars, 1991 dalam

Tjiptono, 2004) penanganan keluhan memberikan peluang untuk

mengubah seseorang pasien yang tidak puas menjadi pasien produk

Puskesmas yang puas (atau bahkan menjadi pelanggan abadi).

4. Harapan Pasien

Menurut Olson dan Dover (dalam Zeitthaml et al,1993), harapan

pelanggan merupakan keyakinan pasien sebelum mencoba atau membeli suatu

produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk

tersebut.

Zeitthaml et al. (1993) mengemukakan model mengenai harapan pasien

terhadap jasa yaitu :

a. Enduring Service Intensifiers

Seorang pasien akan mengharapkan bahwa ia seharusnya juga dilayani

dengan baik apabila pasien lainnya juga dilayani dengan baik oleh penyedia
13

jasa. Faktor ini mendorong pasien untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap

jasa.

b. Personal Need

Kebutuhan yang sangat dirasakan seorang mendasar bagi

kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya, kebutuhan tersebut

meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.

c. Transitory Service Intensiiers

Faktor ini merupakan individual yang bersifat sementara (jangka

pendek) yang meningkatkan sensitivitas pasien terhadap jasa.

Faktor ini meliputi:

1). Situasi darurat pada saat pasien sangat membutuhkan jasa dan ingin

penyedia jasa dapat membantunya

2). Jasa terakhir yang dikonsumsi pasien dapat pula menjadi acuan untuk

menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.

Sedangkan menurut Tjiptono (2004) berkenaan dengan kualitas, ada

tiga tingkat harapan pasien mengenai kualitas, yaitu:

1. Tingkat pertama

Harapan pasien yang paling sederhana dan berbentuk asumsi, mus have,

atau take it for granted.

2. Tingkat kedua

Harapan pasien lebih tinggi daripada level 1, dimana kepuasan

dicerminkan dalam pemenuhan persyaratan atau spesifikasi.


14

3. Tingkat ketiga

Harapan yang lebih tinggi lagi dibandingkan dengan tingkat 1 atau 2 dan

menuntut suatu kesenangan (delightfulness) atau jasa yang begitu

bagusnya sehingga membuat saya tertarik.

5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Menurut pendapat Budiastuti (2002) dalam Yuliani, (2009)

mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa

pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain :

a. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan

bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen

terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan

kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan

terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.

b. Kualitas pelayanan

Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal

ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik

atau sesuai dengan yang diharapkan.

c. Faktor emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum

terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang

sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki

tingkat kepuasan yang lebih tinggi.


15

d. Harga

Merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan

kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini

mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin

mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih

besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga

murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

e. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan

biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan

jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut

(Budiastuti, 2002, ¶ 3, http://wahyuddin.co.cc, diperoleh tanggal 30 januari

2011 dalam yuliani 2009).

Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000)

menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu :

a. Karakteristik produk

Produk ini merupakan kepemilikan puskesmas yang bersifat fisik antara

lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk puskesmas meliputi

penampilan bangunan puskesmas, kebersihan dan tipe kelas kamar yang

disediakan beserta kelengkapannya.


16

b. Harga

Yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga

merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas

guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini

mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin

mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Pelayanan

Yaitu pelayanan keramahan petugas puskesmas, kecepatan dalam

pelayanan. Puskesmas dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan

lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di

rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap

pelayanan keperawatan yang diberikan.

Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan

pelayanan keperawatan.

d. Lokasi

Meliputi letak puskesmas, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan

salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit.

Umumnya semakin dekat puskesmas dengan pusat perkotaan atau yang

mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan

semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan puskesmas tersebut.

e. Fasilitas

Kelengkapan fasilitas Puskesmas turut menentukan penilaian kepuasan

pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir,
17

ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak

vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun puskesmas perlu

memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi

untuk menarik konsumen.

f. Image

Yaitu citra, reputasi dan kepedulian puskesmas terhadap lingkungan.

Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana

pasien memandang puskesmas mana yang akan dibutuhkan untuk proses

penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari

cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan

dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga

menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun

dengan harga yang tinggi. Pasien akan tetap setia menggunakan jasa

Puskesmas tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien.

g. Desain visual

Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit.

Tata ruang dan dekorasi puskesmas ikut menentukan kenyamanan suatu

puskesmas, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam

penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.

h. Suasana

Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit

yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan

pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja
18

yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan

sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan

bagi pengunjung rumah sakit tersebut.

i. Komunikasi

Yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan

keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan

cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan

bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam

ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi

yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien

maupun orang yang bekunjung di rumah sakit (Moison, Walter dan White,

dalam Haryanti, 2000, ¶ 3, http://wahyuddin.co.cc, diperoleh tanggal 04 Januari

2011 dalam yuliani, 2009).

Menurut Barnes (2003) faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat

kepuasaan pelanggan (pasien) terhadap penyedia jasa pelayanan dibagi dalam

lima tingkatan yang berbeda. Untuk membagi dalam tingkatan tersebut, Barnes

menggunakan konsep yang dipakai oleh Maslow yang mengembangkan teori

hirarki kebutuhan.

Tingkat 1 : Produksi jasa atau jasa inti merupakan inti yang ditawarkan oleh

penjual jasa

Tingkat 2 : Sistem dan pelayanan pendukung ; merupakan proses dukungan:

sistem penghantaran rekening, penetapan harga, jaminan, jadwal


19

penanganan keluhan & keistemewaan lain yang meningkatkan dan

mendukung produk / jasa inti

Tingkat 3 : Perfore teknis : mengikuti standar yang ada, penghantaran tepat

waktu, menempati janji, sedikit kesalahan pada barang dan jasa.

Tingkat 4 : Elemen–elemen interaksi dengan organisasi tingkat pelayanan

pribadi, perhatian, kecapaian pelayanan kualitas umum dan kontak,

bagaimana orang diperlakukan dan dilayani.

Tingkat 5 : Elemen emosional dimensi afektif pelayanan: perasaan emosi

yang dikomunikasikan, pada intinya perasaan apa yang kita

butuhkan dalam diri mereka.

Kepuasan pasien adalah target yang berubah – ubah, kepuasan akan

dirasakan berbeda oleh individu sebagai pengguna jasa, tergantung dari

kebutuhan dan harapan yang mereka inginkan. Faktor pentingnya yang akan

mempengaruhi kepuasan pelayanan jasa adalah kecepatan dan koefisien dari

petugas. (Barnes, 2003 dalam yuliani, 2009).

B. Kualitas Pelayanan

1. Pengertian kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan

dengan kegiatan yang dipantau/diukur dalam pelayanan berdasarkan

kebutuhan/pandangan konsumen(nursalam, 2007).


20

Kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukan tingkat

kesempurnaan pelayana kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri

setiap pasien ( Azwar,1996)

2. Tujuan kualitas pelayanan

Dalam keperawatan tujuan kualitas pelayanan adalah untuk

memastikan bahwa jasa/produk pelayanan keperawatan yang dihasilkan

dengan standar/keinginan pasien.

3. Tahapan kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan dapat dibedakan menjadi 3 tahap dasar yaitu:

a. Kriteria /stardar yang harus ditetapkan

b. Informasi yang dikumpulkan untuk menentukan apakah standar

pelayanan sudah dapat dipenuhi dan

c. Pembelajaran koreksi diperlukan jika terdapat standar yang tidak

dapat dilaksanakan

4. Total Quality Management (TQM)

Selanjutnya dalam perkembangan bahwa orentasi kualitas pelayanan

tidak dapat dipisahkan dari prinsip Total Quality Management (TQM), karena

TQM merupakan strategi dalam mencapai kualitas pelayanan didasarkan

pada kemampuan individu dalam proses pelayanan, hasil dan selalu

merespon keluhan pelanggan.

Banyak organisasi kesehatan sedang mencoba Managemen Kualitas

Total (TMQ), pendekatan ini menunjukan pergeseran paradigma total dalam

manajemen kesehatan dan menyajikan rangkain bidang konflik yang


21

potensial bagaimana organisasi kesehatan dikelola. Kulaitas pelayanan

kesehatan akan selalu mengangkat dua aspek, yaitu: aspek teknis dari

penyadiaan pelayanan kesehatan itu sendiri dan kedudukan dari asfek

kemanusiaan yang timbul sebagai akibat hubungan yang terjadi antara

pemberi pelayanan kesehatan dan yang menerima pelayanan kesehatan.

Iteraksi pribadi tersebut akan memperngaruhi terhadap mutu/kualitas

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan pohan, (2005).

5. Manfaat meningkatkan pelayanan kesehatan.

Setiap upaya untuk meninggkatkan pelayanan kesehatan keperawatan

selalu berbicara kualitas. Menurut Nur (2007) kualitas amat diperlukan

untuk:

a. Meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien/konsumen

b. Menghasilkan keuntungan/pendapatan institusi

c. Mempertahankan eksistensi institusi

d. Meningkatkan kepuasan kerja

e. Meningkatkan kepercayaan konsumn

f. Menjalankan kegiatan sesuai aturan

6. Indikasi penilaian kualitas pelayanan

Seperti diketahui, pada hakekatnya kualitas adalah hasil dari

serangkaian proses yang saling terkait selam menghasilkan produk (hasil

yang bermutu). Adapun indikasi untuk menilai suatu kualitas pelayanan

menurut pohan (2005) sebagai berikut:


22

a. Ketepatan waktu

Termasuk akses,waktu tunggu dan waktu tindakan

b. Informasi

Penjelasan dari apa , mengapa, bagaimana, kapan dan siapa.

c. Kompetensi Teknis

Termasuk pengetahuan kedokteran dan keperawatan, keterampilan

dan pengalaman.

d. Hubungan Anatar Manusia

Kedalam ini termasuk rasa hormat, sopan santun prilaku.

e. Lingkungan

Termasuk gedung, taman, Keberhasilan kenyamanan dan

keamanan.

Berdasarkan penelitian dalam bidang jasa, Parasuraman dan kawan-

kawan (dalam Fitsimmons dan Fitsimmons,1994; Zeittaml dan Bitner,

1996) mengidentifikasikan bahwa lima dimensi kualitas jasa meliputi:

a. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai, sarana komunikasi, dan penyediaan komunikatif fisik

puskesmas, karyawan dan peralatan medis.

Menurut Tjiptono (2004) menyatakan bahwa Tangible yang

baik akan mempengaruhi persepsi pasien dan harapan pasien, oleh

karena itu penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa

jauh aspek tangible impresi yang positif terhadap kualitas pelayanaan


23

yang diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan pelanggan yang

terlalu tinggi. Dimensi tangible ini umumnya lebih penting bagi

pelanggan baru, tingkat kepentingan aspek ini umumnya relatif lebih

rendah bagi pasien yang sudah lama menjalin hubungan dengan

penyedia jasa.

b. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan

yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

Menurut Tjiptono (2004) menyatakan bahwa dimensi Reliability

dipersepsikan paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri

jasa. Ada 3 hal besar yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya

meningkatkan tingkat reliability.

Pertama adalah pembentukan budaya kerja ”error free” atau ”no

mistake”. Top management perlu menyakinkan kepada semua

bawahannya bahwa mereka perlu melakukan sesuatu benar 100%.

Kesalahan 1% tidak menyebabkan produktifitas turun 1% tetapi bisa

lebih dari itu kesalahan 1% bisa menurunkan tingkat profitabilitas

hingga 5-20%.

Kedua perusahaan perlu mempersiapkan intra struktur

memungkinkan perusahaan memberikan pelayanaan ”no mistake”, hal

ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan secara terus

menerus dan menekankan kerja team work.

Ketiga diperlukan tes sebelum suatu layanan benar-benar

diluncurkan dengan dicoba kepada pasien secara terbatas dan


24

dikomunikasikan bahwa hal ini merupakan layanan baru yang sedang

dicoba sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan sangat kecil.

c. Daya tanggap (responsivness), yaitu keinginan para staf untuk

membantu para pasien dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

Menurut Tjiptono (2004) menyatakan bahwa dimensi responsiveness

adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Harapan

pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan

akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu.

Salah satu pembentuk kepuasan pelanggan terhadap pelayanan

kesehatan adalah waktu, yaitu pelayanan lebih cepat. Perlu diingat bahwa

harga suatu waktu adalah berbeda pada tiap pelanggan.

Sama seperti dimensi pelayanan yang lainnya, maka kepuasan terhadap

dimensi responsiveness adalah berdasarkan persepsi bukan aktualnya,

karena persepsi mengandung aspek psikologi, maka faktor komunikasi

dan situasi fisik disekeliling pelanggan yang menerima pelayanan

merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi pelanggan.

d. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko

atau keragu-raguan.

Menurut Tjiptono (2004) menyatakan bahwa dimensi assurance adalah

dimensi yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku

front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada

para pelanggannya.
25

c. Empathy, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi

yang baik, perhatian pribadi, dan memahami para pelanggan.

Menurut Tjiptono (2004) menyatakan bahwa dimensi emphaty

dipersepsikan kurang penting dibandingkan dengan dimensi reliability dan

responsiveness dimana kebanyakan pelanggan karena dipengaruhi oleh

status sosial ekonomi, dimana menurut Maslow bahwa tingkat semakin

tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal-hal primer. Setelah

kebutuhan fisik, keamanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan lagi

akan dikejar oleh manusia yakni kebutuhan ego dan aktualisasi. Dua

kebutuhan terakhir dari teori Maslow inilah yang banyak berhubungan

dengan dimensi emphaty.

Disini jelas bahwa masing-masing kedudukan akan menilai kualitas

yang berbeda kalau pasien sebagai pelanggan akan menilai baik suatu

organisasi pelayanan kesehatan tersebut dalam pelayanan dapat memberiakan

kepuasan dan tidak ada keluhan/setiap ada keluhan ditangani segera dan

langsung ada penyelesaian. Akan tetapi pada umum nya pasien mempunyai

pengetahuan yang terbatas dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan,

sehingga penilaian mereka tentang aspek kualitas pelayanan puskesmas dapat

keliru.

Dalam kenyataan nya bahwa kualitas dari suatu bentuk pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat tergantung kepada sistem yang diberlakukan oleh

pemberi jasa pelayanan bersangkutan. Bagaimana pelanggan membandingkan


26

antara harapan dan pengalaman dalam menikmati suatu pelayanan jasa adalah

berdasarkan dimensi-dimensi kinerja layanan tersebut.

C. Tuberkulosis Paru ( TB Paru )

1. Pengertian TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sagaian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI,

2002).

2. Gejala Utama TB Paru

Batuk terus menerus dan berdahat selama 3 (tiga) minggu atau lebih.

Gejala tambahan, yang sering dijumpai :

a. Dahak bercampur darah

b. Batuk darah

c. Sesak nafas dan nyeri dada

d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa

kurang enak badan, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,

demam merinag lebih dari sebulan

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain

tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke puskesmas dengan

gejala tersebut, harus dianggap sebagai seseorang “suspek tuberkulosis” atau

tersangka penderita TB Paru, dan perlu pemeriksaan dahak secara mikroskopis

langsung.
27

3. Cara penularan

Sumber penulatan adalah penderita TB Paru BTA positif. Pada waktu

batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet (Percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan

diudara pada suhu kamar selama beberpa jam. Orang dapat terifeksi kalau

droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB Paru

masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan, kuman TB Paru

tersebut dapat nyebar dari paru ke bagin tubuh lainnya, melalui sistem

peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran

langsung kebagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita

ditentukan oleh banyak nya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi

derajat hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil

pemeriksaan dahak negatif ( Tidak terlihat kuman ), maka penderita tersebut

dinggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh konsentrasi

droplet dalam udara dan lama nyamenghirup udara tersebut. Waktu antara

terjadinya infeksi sampai pembentukan konpleks primer adalah sekitar 4-6

minggu, adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi

tuberkulin dari negatif menjadi fositif. Setelah innfeksi primer tergantung dari

banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh

(imunitas Seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat

menghentikan perkembangan kuman TB Paru. Meskipun demikian, ada

beberapa kuman yang akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
28

(tidur). Apabila daya tahan tubuh tdk dapat menghentikan perkembangan

kuman dlm jangka waktu beberapa bulan akan menjadi penderita TB Paru.

Masa inkubasi yang di perlukan dari tahap terinfeksi sampai menjadi sakit

sekitar 6 bulan.

4. Penanggulangan TB Paru

Penanggulangan Tuberkulosis (TB) paru di Indonesia menggunakan

strategi DOST ( Directly Observed treatment Shortcourse ) yang

direkomendasikan WHO sejak tahun 1995 ( selamet H 2004 ). Penemuan

penderita TB paru dalam strategi DOST dilakukan secara pasif (Passive case

finding). Penjaringn TB Paru dilaksanakan hanya pada penderita yang

berkunjung ke unit kesehatan terutama puskesmas sehingga penderita yang

datang masih menjadi sumber penularan yang potensial.

Anda mungkin juga menyukai