Anda di halaman 1dari 7

Ringkasan bab 8

Banyak model belajar mengajar yang dapat digunakan dan bermantaat bagi siswa pada
umumnya dan khususnya bagi siswa berbakat di dalam kelas biasa atau di kelas khusus. Dalam
bab ini telah dikemukakan delapan model yang dapat memberi sumbangan bermakna bagi
pendidikan siswa berbakat, khususnya yang berkenaan dengan pengembangan kreativitas. Setiap
model mempunyai kekuatan dan kelemahannya yang berbeda-beda. Untuk kurikulum yang
komprehensif, model-model dapat digabung atau dipilih untuk digunakan dalam tujuan tertentu
saja. Pembelajaran akan. paling berhasil jika kita mengetahui model mana (atau bagian dari
model) yang penting untuk digunakan.
Khususnya untuk pengembangan kreativitas anak berbakat, setiap model mempunyai
kelebihan dan keunikannya. Taksonomi Bloom tentang Sasaran Pendidikan Ranah Kognitif
memungkinkan peningkatan berpikir kreatif melalui proses sistesis. Pada Model Struktur Intelek
dari Guilford, melalui kategori berpikir divergen, aspek-aspek seperti kelancaran, kelenturan,
orisinalitas, dan elaborasi dalam berpikir dapat dilatih.
Pada Model Talenta Berganda dari Taylor terutama bidang kreatif produktif dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kreatif. Model Treffinger untuk Mendorong Belajar
Kreatif mengajukan tiga tingkat, mulai dari yang relatif sederhana (tingkat I yang
memperkenalkan teknik-teknik kreatif dasar) sampai dengan yang majemuk (tingkat 3 di mana
siswa bekerja dengan masalah nyata) untuk belajar kreatif.
Model Enrichment Triad dari Renzulli memberi kesempatan pengalaman pengayaan,
dan khususnya tingkat 3 (menyelidiki masalah nyata) merupakan tantangan bagi siswa berbakat;
namun ketiga tipe pengayaan ini dapat memupuk kreativitas.
Model Williams tentang Perilaku Kognitif Afektif di Dalam Kelas mengingatkan kita
bahwa perilaku kreatif tidak hanya menuntut kemampuan berpikir kreatif, tetapi juga ciri-ciri
afektif dari kreativitas; keduanya perlu ditumbuhkan di dalam kelas.
Demikian pula Taksonomi sasaron Pendidikan Afektif dari Krathwohl menekankan
pentingnya mengembangkan sistem nilai pada semua siswa dan khususnya siswa berbakat, yang
mendasari perilaku mereka secara konsisten. Hal ini penting untuk membantu mereka
mewujudkan kreativitas yang konstruktif dan tidak yang destruktif.
Akhirnya, Model Pendidikan Integratif dari Clark mengajukan konsep yang terpadu
tentang kreativitas, yang memerlukan perpaduan antara fungsi berpikir, perasaan, pengindraan,
dan firasat (intuisi).
Matriks berikut memberi gambaran tentang fokus setiap model dalam ratiah kognitif
atau afektif atau keduanya, dan terutama bagian mana dari model yang tertuju pada
pengembangan kreativitas.

Ringkasan Bab 9
Teknik-teknik kreatif yang dibahas dalam bab ini digolongkan menurut tiga tingkatan
dari Treffinger. Pada tingkat I diperkenalkan teknik sumbang saran dan teknik daftar periksa atau
pertanyaan yang memacu gagasan. Namun sebelum menggunakan teknik kreatif di dalam kelas,
perlu diciptakan suasana atau iklim yang kondusif untuk pemikiran dan sikap kreatif, yaitu
dengan melakukan pemanasan (warming-up), mengajukan pertanyaan yang memberikan
kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban atau mendorong siswa mengajukan pertanyaan
sendiri terhadap suatu masalah.
Teknik-teknik tingkat I dimaksudkan untuk merangsang berpikir divergen,
menumbuhkan rasa ingin tahu, dan keterbukaan terhadap gagasan baru serta kepekaan terhadap
masalah. Teknik sumbang saran mempersyaratkan empat aturan dasar, yaitu kebebasan dalam
memberikan gagasan, tidak boleh memberikan kritik pada tahap pencetusan gagasan, penekanan
pada kuantitas, dan kombinasi atau pengembangan gagasan. Teknik daftar periksa memberikan
sejumlah kata kerja manipulatif untuk memudahkan pemberian gagasan, yaitu: penggunaan lain,
penyesuaian, modifikasi, memperbesar, memperkecil, mengganti, menyusun kembali, membalik,
dan menggabung.
Teknik-teknik tingkat II melatih proses-proses pemikiran yang lebih majemuk, seperti
yang dituntut pada teknik synectics dan teknik futuristik. Pada teknik synectics yang melatih
siswa untuk berpikir berdasarkan analogi dalam pemecahan masalah, siswa diperkenalkan dalam
penggunaan analogi fantasi, analogi langsung, dan analogi pribadi. Teknik Futuristik rnembantu
siswa untuk mengantisipasi dan mencipta masa depannya, antara lain dengan menggambarkan
garis waktu yang mencakup masa lalu, masa kini, dan masa depan. Keterampilan khusus yang
dapat digunakan pada futuristis ialah menulis skenario, menggambar roda masa depan, dan
trending yang menggunakan pertanyaan untuk mengidentifikasi kecenderungan yang ada dan
yang akan timbul.
Teknik tingkat III menghadapkan siswa pada tantangan dan masalah nyata. Pendekatan
pertama ialah pemecahan masalah secara kreatif (PMK) yang meliputi lima tahap, didahului oleh
pemikiran dan perasaan kacau ketika masalahnya masih samar, yang kemudian diikuti oleh tahap
penernuan fakta, penemuan masalah, penemuan gagasan, penemuan solusi, dan penemuan
penerimaan atau tahap implementasi. Pada setiap tahap ada selang-seling antara berpikir
divergen (memberi banyak gagasan) dan berpikir konvergen (memilih gagasan terbaik).
Pendekatan kedua dikemukakan oleh Shallcross sebagai suatu pemecahan masalah yang pada
dasarnya tidak berbeda dari PMK, hanya tahap masalah samar dan tahap penemuan masalah
dijadikan satu tahap yaitu tahap orientasi untuk menentukan masalah dan tujuan.
Teknik PMK sejak tahun 1980 diterapkan di Indonesia sebagai lokakarya pemecahan
masalah secara kreatif untuk berbagai kelompok, baik orang dewasa maupun anak.
Ringkasan bab 10
Bab 10 membahas sumber kendala, faktor-faktor yang menghambat pengembangan
kreativitas anak, dan kendala dari sosialisasi, keluarga, dan sekolah. Sumber kendala ditinjau dari
aspek historic, biologis, fisiologis, sosiologis, psikologis, dan diri sendiri. Sejarah umat manusia
mengenal kurun waktu yang kondusif dan yang tidak kondusif untuk pengembangan kreativitas,
balk di budaya Barat maupun di budaya Timur, termasuk Indonesia.
Sampai derajat tertentu kemampuan kreatif merupakan pembawaan (herediter), tetapi
faktor lingkungan juga amat berperan sebagai determinan get Inembangan kreativitas seseorang.
Penyakit, kecelakaan, atau ketunaan dapat merusak atau menghambat fungsi otak, termasuk
potensi kreatif; di lain pihak ada orang-orang yang walaupun menyandang carat fisik, masilt
dapat mewujudkan bakat kreatif mereka.
Lingkungan sosial/masyarakat dengan nilai, norma, dan tradisi yang tidak dapat
menerima penyimpangan dari pola perilaku kelompok termasuk gagasangagasan inovatif dapat
menjadi kendala pengembangan kreativitas anggota masyarakat. Kendala psikologis terhadap
perilaku kreatif merupakan kendala utama yang perlu mendapat perhatian pendidik, khususnya
faktor-faktor internal seperti tidak dapat melepaskan diri dari kebiasaan, kecenderungan untuk
terlalu membatasi bidang masalahnya, ketidakmampuan untukmelihat suatu masalah dari
berbagai sudut pandang, melihat apa yang diharapkan akan dilihat, terpaku pada penyelesaian
yang konvensional.
Empat cara yang menurut hasil penelitian dapat menghambat kreativitas siswa ialah cara
pemberian evaluasi dan hadiah yang tidak tepat, penekanan pada kompetisi (persaingan) dan
lingkungan yang membatasi; tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih. Dalam
proses sosialisasi perlu ada keseimbangan antara tuntutan normatif dan penerapan cara-cara yang
kondusif untuk pengembangan kreativitas.
Masalah yang sering muncul adalah apakah anak diberi pembatasan dalam perilaku ,
tetapi bagaimana hal itu dikomunikasikan. Kurang memperhatikan cara-cara pemberian evaluasi,
hadiah, penerapan kompetisi, dan pembatasan lingkungan merupakan kendala pengembangan
kreativitas di dalam rumah keluarga.
` Sehubungan dengan kendala lingkungan sekolah, kecuali keempat faktor tersebut di
muka, banyak bergantung pada sikap guru, cara pembelajaran, pengalaman kegagalan siswa,
tuntutan akan konforrnitas secara berlebih di kelas dan oleh teman sebaya, serta sistem sekolah
yang kurang memahami kebutuhan siswa berbakat kreatif sehingga mereka sering merasa bosan
di sekolah.
Cropley menyimpulkan karakteristik guru yang cenderung menghambat kreativitas siswa,
di camping yang telah dikemukakan sebelumnya, ialah penekanan bahwa guru selalu benar, dan
perbedaan yang kaku antara bekerja dan bennain, manakala bekerja adalah bennanfaat,
sedangkan berrnain hanyalah untuk rekreasi.
Hendaknya guru dalam pembelajaran dapat mencapai keseimbangan antara mated
kurikulum baku dan yang merupakan pembaruan, antara evaluasi eksternal dan, evaluasi oleh
siswa sendiri, antara penyesuaian terhadap aturan dan norma kelas dengan memberikan
kehebasan kepada siswa, antara pembelajaran tradisional dan yang bertujuan meningkatkan
kreativitas siswa bebas dari berbagai kendala.
Semua orang dan khususnya pendidik perlu menyadari berbagai kendala konseptual yang
menghambat kinerja kreatif, baik yang berasal dari lingkungan makro (kebudayaan, masyarakat)
maupun dari lingkungan dekat (keluarga, pekerjaan), dan kendala yang ditimbulkan oleh diri
sendiri, meliputi kendala intelektual, emosional, perseptual, dan kendala dalam imajinasi dan
ungkapan diri.
Untuk mengatasi kendala konseptual tersebut dapat dilakukan secara sadar dengan sikap
mempertanyakan dan menyelidiki, pemikiran lancar dan lentur, dan dengan menggupakan
teknik-teknik kreatif. Cara lain ialah dengan memanfaatkan masukan dari pemikiran pra-sadar
atau tak sadar, antara lain dengan menunda memberikan penilaian terhadap suatu gagasan dan
dengan berinkubasi.
Ringkasan Bab 11
 Underachievement ialah adanya diskrepansi antara potensi unggul siswa dan prestasi
sekolah yang rendah atau rata-rata.
 Underachievement dapat ditemukenali melalui tes inteligensi, kreativitas, dan prestasi,
atau melalui observasi oleh guru dan orang tua.
 Tiga tingkat karakteristik dasar pada anak berbakat berprestasi kurang ialah, a. tingkat
primer, rasa harga diri yang rendah, b. tingkat sekunder, perilaku menghindari tugas
akademik yang mengancam, dan c. tingkat tersier, kebiasaan belajar dan disiplin yang
buruk (Rimm).
 Kondisi pribadi yang menyebabkan kerentanan anak berbakat ialah kecenderungan akan
profesionisme, kepekaan yang sangat, dan kurangnya keterampilan sosial (Whitmore).
 Kondisi lingkungan yang menyebabkan kerentanan anak berbakat ialah harapan yang
terlalu tinggi, isolasi sosial, dan kurangnya pelayanan pendidikan yang sesuai
(Whitmore).
 Identifikasi yang tidak tepat dengan orang tua dapat memupuk underachievement,
demikian pula identifikasi balik orang tua dengan anak berbakat.
 Iklim kelas yang dapat menimbulkan underachievement ialah kelas yang tidak fleksibel
dan yang terlalu kompetitif.
 Harapan guru yang negatif tentang prestasi siswa mempunyai dampak negatif terhadap
prestasi siswa (self-fulfilling prophesies).
 Kurikulum yang tidak menantang dapat menghambat pengembangan potensi anak
berbakat sehingga berprestasi kurang.
 Sebagai kompensasi anak dapat menemukan tantangan di luar sekolah.
 Strategi lima langkah untuk mengatasi underachievement ialah:
1. menilai kemampuan siswa dan menentukan sejauh mana ada penguatan di rumah
dan di sekolah yang memupuk prestasi di bawah potensi,
2. mengubah penguatan di sekolah dan rumah untuk menunjang prestasi akademis
siswa,
3. mengubah harapan orang lain yang penting bagi anak,
4. menemukan model identifikasi seseorang dari jenis kelamin yang sama, bersifat
terbuka dan hangat, dan berprestasi, serta
5. mengoreksi kekurangan keterampilan akademis.
 Masalah yang dihadapi perempuan dalam pengembangan bakat dan kemampuan ialah
adanya 1) stereotip peranan jenis kelamin, 2) perlakuan yang berbeda terhadap
perempuan (bias), dan 3) diskriminasi, kurang memberi kesempatan kepada perempuan.
 Perbedaan karakteristik antara kedua jenis kelamin dapat ditinjau dari aspek biologis,
sosial-budaya, dan perbedaan kemampuan, khususnya dalam matematika.
 Secara biologis, riset menemukan perbedaan dalam tingkat aktivitas fisik dan agresi.
Beberapa penelitian menemukan spesialisasi fungsi belahan otak, yang
Kiri untuk kemampuan verbal, logis, dan sekuensial, dan yang kanan untuk kemampuan
spasial dan non-verbal lainnya. Kemampuan spesial yang lebih unggul dari pria dikaitkan
dengan dominasi belahan otak kanan pada pria.
 Perbedaan perlakuan terhadap kedua jenis kelamin secara sosial-budaya sudah tarnpak
sejak anak lahir. Buku teks, kepustakaan, dan media, terutama televisi menguatkan
stereotip peran jenis kelarnin.

Ringkasan BAB 12

 Anak berbakat kreatif memerlukan program bimbingan yang berdiferensiasi yang


berkenaan dengan karakteristik, kebutuhan, dan masalah-masalah mereka.
 Diperlukan dukungan dari lingkungan yang meliputi fleksibilitas dalam memberikan
kesempatan, model yang positif, bimbingan dan dukungan untuk membangun
kepercayaan dari dalam, melakukan kegiatan kreatif, empati, dan menghargai rasa humor
anak berbakat kreatif.
 Kebutuhan anak berbakat akan konseling meliputi bidang perkembangan psiko-sosial,
perencanaan akademis, dan karier.
 Fungsi umum program bimbingan dan konseling meliputi tiga proses dasar: konseling,
konsultasi, dan koordinasi
 pendidikan/asuhan yang restriktif, suportif, dan -permisif, mempunyai dampak yang
berbeda terhadap pengembangan kreativitas anak:
 Layanan konseling anak berbakat lebih bersifat developmental dan proaktif, daripada
remedial dan reaktif
 Pendekatan konseling dan strategi intervensi yang digunakan dikaitkan dengan
karakteristik dan kebutuhan anak berbakat.
 Strategi untuk kebutuhan konseling akademis meliputi: pembei ian infonnasi tentang
hasil tes dan asesmen, menerapkan bidang subjek akademis dalarn kehidupan nyata,
mengusahakan hubungan mentor yang bermakna untuk kebutuhan kognitif/akademis dan
afektif anak berbakat, melatih keterampilan organisasi dan manajemen dalam belajar, dan
memberikan informasi tentang pilihan program dan mats ajaran. _
 Strategi untuk kebutuhan konseling karier meliputi beberapa topik kunci untuk
didiskusikan, dan kegiatan yang membantu siswa merencanakan karier/kehidupan.
 Karakteristik anak berbakat dan kondisi lingkungan rurnah, sekolah dan masyarakat
(kebudayaan) yang menghambat ungkapan kreatif, mengakibatkan berbagai ketegangan
(sires) pada anak berbakat yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan dalam
belajar dan perilaku bermasalah.
 Untuk dapat membantu siswa mengatasi ketegangan ini, konselor perlu memahami anti
keberbakatan, karakteristik dan kebutuhan anak berbakat, menemukenali kondisi yang
menghambat perkembangan dan ungkapan kreativitas, serta membantu siswa berbakat
memperoleh keterampilan interpersonal dan intelektual untuk menghadapi ketegangan
sejak awal.
 Gagasan Arieti (1976) dan Simonton (1978) mengenai kondisi social-budaya yang
mempunyai dampak terhadap perwujudan bakat dan kreativitas individu, dapat digunakan
untuk menyusun strategi bimbingan anak berbakat dengan perspektif budaya.

Anda mungkin juga menyukai