Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para ulama yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-
kader dakwah yang terus menerus mengalir sehingga inilah awal dari
masuknya islam di kalimantan. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih
dikenal dengan Borneo kala itu melalui dua jalur.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah
jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai.
Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah
semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam
kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para
mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan
ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan
banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya
melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar,
salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad
ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan
Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase
pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara
Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early
state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya
Negara Dipa dan Negara Daha menandai zaman klasik di Kalimantan
Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan
istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping
kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara
Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya

1
kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan
Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Menjelaskan tentang begaimana Islam datang ke Pulau Kalimantan
b. Menjelaskan tentang bagaimana caranya Islam bisa berkembang di Pulau
Kalimantan.
c. Menjelaskan tentang apa saja hikmah bagi Pulau Kalimantan setelah
Islam datang.

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Pulau
Kalimantan
b. Supaya kita bisa mencontoh bagaimana cara berdakwah yang baik
c. Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu di Pulau
Kalimantan

2
BAB II
PEMBAHASAN

Islam pertama kali masuk di Kalimantan adalah di daerah utara tepatnya di


daerah Brunai sekitar pada tahun 1500 M. Setelah raja Brunai memeluk Islam
(sekitar 1520), maka Brunai menjadi pusat penyiaran agama Islam sehingga Islam
sampai ke Pilipina.
Pusat penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat
Muara Sambas. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa
oleh orang-orang dari Johor, menyusul kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh
kerajaan Johor.
Adapun masuknya Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas
pengaruh dari Jawa. Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk
agama Islam setelah mendapat bantuan dari Sultan Demak.
Daerah Timur Kalimantan terdapat kerajaan Bugis yang mendapat pengaruh Islam
sekitar tahun 1620 M. Islam masuk ke daerah ini melalui jalan perkawinan orang-
orang Arab dengan putri-putri raja di daerah ini.

2.1 Proses Masuknya Islam Di Beberapa Daerah di Pulau Kalimantan


2.1.1 Islam Masuk di Kalimantan Barat
Islam masuk ke Indonesia masih menyisakan perdebatan
panjang,ada tiga teori yang dikembangkan para ahli mengenai
masuknya Islam di Indonesia:
a. Teori Gujarat banyak dianut oleh ahli dari Belanda
Islam dari anak BenuaIndia, menurut Pijnappel orang Arab
bermazhab Syafi’i yang bermingrasi menetap diwilayah India
kemudian membawa Islam ke Indonesia (Azra,1998:24) Teori ini
dikembangkan oleh Snouck Hurgonje.Moquette iaberkesimpulan
bentuk nisan di Pasai kawasan Sumatera 17 Dzulhijjah 1831H/27
September 1428, batu nisan mirip di Cambay,Gujarat.W.F.
Stuterheimmenyatakan masuknya agama Islam ke Nusantara pada

3
abad ke-13 Masehi,yakniMalik Al-Saleh pada tahun 1297.
masuknya Islam ke Indonesia adalah Gujarat. Relief batu nisan
Sultan Malik Al-Saleh bersifat Hinduistikj mempunyai kesamaan
batu nisan di Gujarat.(Suryanegara,1998:76). J.C.Van Leur pada th
674 M pantai barat Sumatera telah terdapat perkampungan Islam,
Islam tidak terjadi pada abad ke- 13 akan tetapi abad ke-7
b. Teori Persia dikembangkan oleh: Hoesin Djajadiningrat
Titik berat pada kesamaan kebudayaan masyarakat Indonesia
dengan Persia.Kesamaan budaya seperti peringatan 10 muharram
atau Asyura sebagai hari peringatanSyi’ah terhadap syahidnya
Husain. Kedua adanya ajaran wahdatul Wujud Hamzah Fansuri dan
Syekh Siti Jenar dengan ajaran sufi Persia, Al-Hallaj.Persia,
dibantah K.H. Saifuddin Zuhri , apabila berpedoman Islam
masuk abad ke -7 pada masa Bani Umayyah, Kekuasaan politik
dipegangoleh bangsa Arab, tidak mungkin Islam berasal dari
Persia. (1) M.Natsir,S.Sos.M.Si Peneliti pada Balai Pelestarian
Sejarah Pontianak. Dosen pada Isipol UNTAN(2) Bahan tulisan
Seminar Serantau Perkembangan Islam Borneo, 27-28 Peb 2008 di
UiTM Malaysia
c. Teori Arabia,
Penganut teori ini adalah :T.W.Arnold,Crawfurd, Keijzer,
Niemann, De Holander, Naquib Al-Attas ,A. Hasyimi, dan
Hamka. Teori Arabiah yang dipertegas Hamka ia menolak keras
terhadap teori Gujarat, teori ini dikemukan Seminar
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20 Maret 1963
ia menolak bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 jauh
sebelumnya abad ke-7 Masehi. Adapun keberadaan Islam di
Kalimantan Barat tidak diketahui secara pasti,namun dari beberapa
literatur dan pendapat yang ada masih merupakan sebuah
prediksi yang dikemukakan oleh para peneliti maupun dari bekas-
bekas peninggalanyang ada, baik yang terekam di masyarakat

4
melalui ajaran atau kepercayaan, dapat juga dilihat dari situs-situs
yang masih ada dan sejarah keberadan keraton yang
banyak didominasi oleh kesultanan Islam.(Doc.Natsir)
2.1.2 Islam Masuk di Kalimantan Selatan
Barangkali sumber yang cukup tua menyebutkan bahwa
Kalimantan pada periode menjelang masuknya Islam di Kalimantan
ialah Negara Kartagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca tahun 1365
ini telah menyebut daerah Kalimantan Selatan yang diketahui ialah
daerah sepanjang sungai Negara, sungai Barito dan sekitarnya.
Situasi politik di daerah Kalimantan Selatan menjelang Islam
banyak diketahui dari sumber historiografi tradisional yakni Hikayat
Lambung Mangkurat atau Hikayat Banjar. Sumber tersebut
memberitahukan bahwa di daerah Kalimantan Selatan telah berdiri
kerajaan yang bercorak Hindu Negara Dipa yang berlokasi sekitar
Amuntai dan kemudian dilanjutkan dengan Negara Daha sekitar
Negara sekarang.
Menjelang datangnya Islam ke daerah Kalimantan Selatan kerajaan
yang bercorak Hindu telah berpindah dari Negara Dipa ke Negara
Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama, mertua Ratu Lemak.
Setelah dia meninggal dia digantikan oleh Pangeran Tumenggung
yang menimbulkan sengketa dengan Pangeran Samudera cucu
Maharaja Sukarama, yang dilihat dari segi institusi kerajaan
mempunyai hak mewarisi tahta kerajaan. Dengan demikian Negara
Daha adalah benteng terakhir dari institusi kerajaan bercorak Hindu
dan setelah itu digantikan dengan institusi bercorak Islam.
Sunan Giri sangat besar terhadap perkembangan kerajaan Islam
Demak. Sunan Girilah yang memberikan gelar Sultan kepada raja
Demak. Dalam hal ini sangat menarik perhatian hubungan antara
Sunan Giri dengan daerah Kalimantan Selatan. Dalam Hikayat
Lambung Mangkurat diceritakan tentang Raden Sekar Sungsang dari
Negara Dipa yang lari ke Jawa. Ketika dia masih kecil kelakuannya

5
menjengkelkan ibunya Puteri Kaburangan, yang juga dikenal sebagai
Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil karena sering mengganggu ibunya,
dia dipukul di kepalanya dan mengeluarkan darah. Sejak itu dia lari
dan ikut dengan juragan Petinggi atau Juragan Balaba yang berasal
dari Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya
sendiri dan setelah dewasa dia dikawinkan dengan puteri Juragan
Balaba sendiri. Dia mempunyai dua orang putera Raden Panji Sekar
dan Raden Panji Dekar. Keduanya berguru pada Sunan Giri, Raden
Sekar kemudian diambil menjadi menantu Sunan Giri dan kemudian
bergelar Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang kemudian kembali
menjalankan perdagangan sampai ke Negara Dipa. Dengan
penampilan yang tampan Raden Sekar Sungsang adalah seorang
pedagang dari Jawa, yang banyak mengadakan hubungan perdagangan
dengan pihak kerajaan Negara Dipa. Akhirnya dia kawin dengan
Puteri Kalungsu penguasa Negara Dipa, yang sebetulnya adalah
ibunya sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil barulah terungkap
bahwa suaminya adalah anaknya yang dulu hilang. Mereka bercerai,
Raden Sekar Sungsang memindahkan pemerintahannya menjadi
Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara sekarang, sedangkan
Ibunya tetap di Negara Dipa sekitar Amuntai sekarang. Raden Sekar
Sungsang yang menurunkan Raden Samudera yang menjadi Sultan
Suriansyah raja pertama dari Kerajaan Banjar.
Raden Sekar Sungsang Menjadi raja pertama dari Negara Daha
dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan. Selama dia berkuasa
hubungan dengan Giri tetap terjalin dengan pembayaran upeti tiap
tahun.Yang menjadi masalah adalah, kalau Raden Sekar Sungsang
selama di Jawa kawin dengan melahirkan putera Raden Panji Sekar
selanjutnya menjadi menantu Sunan Giri, adalah hal mungkin sekali
bahwa Raden Sekar Sungsang juga telah memeluk agama Islam.
Raden Panji Sekar menjadi seorang ulama yang bergelar Sunan
Serabut, adalah hal yang wajar kalau ayahnya sendiri Raden Sekar

6
Sungsang telah memeluk agama Islam meskipun keimanannya belum
kuat. Kalau anggapan ini benar maka Raden Sekar Sungsang raja dari
Negara Daha dari Kerajaan Hindu yang telah beragama Islam pertama
sebelum Sultan Suriansyah.
Kalau benar bahwa Raden Sekar Sungsang yang bergelar Sari
Kaburangan telah beragama Islam, mengapa dia tidak menyebarkan
Islam itu pada rakyatnya. Hal ini terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinannya antara lain bahwa agama Hindu masih terlalu kuat,
sehingga lebih baik menyembunyikan ke Islamannya, atau memang
keimanannya belum kuat. Tetapi yang dapat disimpulkan bahwa Islam
telah menyelusup di daerah Negara Daha Kalimantan Selatan, sekitar
abad ke 13-14 Masehi.
A.A. Cense dalam bukunya “De Kroniek van Banjarmasin”,
menjelaskan bahwa ketika Pangeran Samudera berperang melawan
pamannya Pangeran Tumenggung raja Negara Daha. Pangeran
Samudera menghadapi bahaya yang berat yaitu kelaparan di kalangan
pengikutnya. Atas usul Patih Masih Pangeran Samudera meminta
bantuan pada Kerajaan Islam Demak yang saat itu kerajaan terkuat
setelah Majapahit. Patih Balit diutus menghadap Sultan Demak
dengan 400 pengiring dan 10 buah kapal. Patih Balit menghadap
Sultan Tranggana dengan membawa sepucuk surat dari Pangeran
Samudera. F.S.A. De Clereq dalam bukunya. De Vroegste
Geschiedenis van Banjarmasin (1877) halaman 264 memuat isi surat
Pangeran Samudera itu. Surat itu tertulis dalam bahasa Banjar dalam
huruf Arab-Melayu. Isi surat itu adalah : “Salam sembah putera
andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada Sultan Demak. Putera
andika menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan
sampean kerana putera andika berebut kerajaan lawan parnah
mamarina yaitu namanya Pangeran Tumenggung. Tiada dua-dua
putera andika yaitu masuk mengula pada andika maka persembahan
putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung, tudung 1.000 buah,

7
damar 1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”. Yang
menarik dari surat ini adalah bahwa surat itu tertulis dalam huruf
Arab. Kalau huruf Arab sudah dikenal oleh Pangeran Samudera,
adalah jelas menunjukkan bukti bahwa masyarakat Islam sudah lama
terbentuk di Banjarmasin. Terbentuknya masyarakat Islam dan
lahirnya kepandaian membaca dan menulis huruf Arab memerlukan
waktu yang cukup lama. Kalau Kerajaan Islam Banjar terbentuknya
pada permulaan abad ke- 16, maka dapatlah diambil kesimpulan
bahwa masyarakat Islam di Banjarmasin sudah terbentuk pada abad
ke- 15. Karena itulah masuknya agama Islam ke Kalimantan Selatan
setidak-tidaknya terjadi pada permulaan abad ke- 15.
Perdagangan sangat ramai setelah bandar pindah ke Banjarmasin.
Disini dapat pula kita lihat perbedaan perekonomian antara Negara
Daha dan Banjarmasin. Negara Daha menitik beratkan pada ekonomi
pertanian sedangkan Banjarmasin menitik beratkan pada
perekonomian perdagangan. Hubungan itu terutama adalah hubungan
ekonomi perdagangan dan akhirnya meningkat menjadi hubungan
bantuan militer ketika Pangeran Samudera berhadapan dengan Raja
Daha Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudera adalah cikal bakal raja-raja Banjarmasin. Dia
adalah cucu Maharaja Sukarama dari Negara Daha. Pangeran
Samudera terpaksa melarikan diri demi keselamatan dirinya dari
ancaman pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung raja terakhir
dari Negara Daha. Patih Masih adalah Kepala dari orang-orang
Melayu atau Oloh Masih dalam Bahasa Ngaju. Sebagai seorang Patih
atau kepala suku, tidaklah berlebihan kalau dia sangat memahami
situasi politik Negara Daha, apalagi juga dia mengetahui tentang
kewajiban sebagai daerah takluk dari Negara Daha, dengan berbagai
upeti dan pajak yang harus diserahkan ke Negara Daha. Patih Masih
mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih
Balitung, Patih Kuwin untuk mencari jalan agar jangan terus-menerus

8
desa mereka menjadi desa. Mereka sepakat mencari Pangeran
Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut sumber berita
sedang bersembunyi di daerah Balandean, Serapat, karena Pangeran
Tumenggung yang sekarang Menjadi raja di Negara Daha pamannya
sendiri ingin membunuh Pangeran Samudera.
Pangeran Samudera dirajakan di kerajaan baru Banjar setelah
berhasil merebut bandar Muara Bahan, bandar dari Negara Daha dan
memindahkan bandar tersebut ke Banjar dengan para pedagang dan
penduduknya. Bagi Pangeran Tumenggung sebagai raja Negara Daha,
hal ini berarti suatu pemberontakan yang tidak dapat dimaafkan dan
harus dihancurkan, perang tidak dapat dihindarkan lagi. Pangeran
Tumenggung kalah, mundur dan bertahan di muara sungai Amandit.
Dalam perjalanan sejarah raja-raja di Kalimantan Selatan, bila
diteliti dengan seksama nampak bahwa pergantian raja-raja dari
Negara Daha sampai Banjarmasin dari :
1. Maharaja Sari Kaburangan/Raden Sekar Sungsang
2. Maharaja Sukarama
3. Pangeran Mangkubumi/Raden Manteri
4. Pangeran Tumenggung
5. Pangeran Samudera
Bukan pergantian yang lumrah dari ayah kepada anak tapi dari
tangan musuh yang satu ketangan musuh yang lain, melalui revolusi
istana. Raden Sekar Sungsang usurpator pertama adalah pembangunan
dinasti Hindu Negara Daha, dan Pangeran Samudera usurpator kedua
adalah pembangun dinasti Islam Banjarmasin.
2.1.3 Islam Masuk di Kalimantan Timur
Pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-600) kerajaan
Kutai Kartanegara kedatangan dua orang ulama dari Makassar, yaitu
Syekh Abdul Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri Bandang
dan Datok Ri Tiro yang dikenal dengan gelar Tunggang Parangan.
Seperti yang di kisahkan dalam Silsilah Kutai, tujuan kedatangan dua

9
ulama tersebut adalah untuk menyebarkan agama islam dengan cara
mengajak Aji Raja Mahkota Untuk memeluk agama Islam, pada
awalnya ajakan ulama ini di tolak oleh Aji Raja Mahkota dengan
alasan bahwa agama di kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.
Langkah dakwah kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja
Mahkota di tolak oleh sang Raja. Bahkan karena langkah dakwah ini
buntu, Tuan ri Bandang akhirnya memutuskan kembali ke Makassar
dan meninggalkan tunggang parangan di kerajaan Kutai Kartanegara.
Sebagai jalan akhir, Tunggang Parangan menawarkan solusi kepada
Aji Raja Mahkota untuk mengadu kesaktian dengan taruhan apabila
Aji Raja Mahkota kalah, maka sang raja bersedia untuk memeluk
islam. Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota yang akan menang maka
Tunggang Parangan akan mengabdikan hidupnya untuk kerajaan
Kutai Kartanegara.
Solusi Tunggang Parangan di setujui oleh Raja Mahkota. Adu
kesaktian akhirnya di gelar dan berujung dengan kekalahan Aji Raja
Mahkota. Sebagai konskuensi kekalahan, maka Aji Raja Mahkota
Akhirnya masuk Islam. Sejak Aji Raja Masuk Islam maka pengaruh
Hindu yang telah tertular lewat interaksi dengan kerajaan majapahit
lambat laun luntur dan berganti dengan pengaruh Islam dan sebagian
rakyat yang masih memilih untuk memeluk agama hindu kemudia
tersisih dan berangsur-angsur pindah ke daerah pinggiran kerajaan.
Perkembangan kerajaan Kutai Kartanegara yang mempunyai lokasi
berdekatan dengan kerajaan kutai yang lebih dulu ada di Muara
Kaman pada awalnya tidak menimbulkan friksi yang berarti. Hanya
saja ketika Kerajaan Kutai Kartanegara di perintah oleh Aji Pangeran
Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605-1635 M) terjadi perang
antara dua kerajaan besar ini. Di akhir perang Kerajaan Kutai dan
Kerajaan Kutai Kartanegara di lebur menjadi satu dengan nama
Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Raja pertama dari

10
penggabungan dua kerajaan ini adalah Aji Pangeran Sinom Panji
Mendapa ing Martadipura (1605-1635 M).
Pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing
Martadipura, pengaruh Islam yang telah masuk sejak pemerintahan
Aji Raja Mahkota (1525-1600 M) telah mengakar kuat. Islam sangat
berpengaruh pada sistem pemerintahan Kerajaan Kutai Karta Negara
ing Martadipura. Indikator dari pengaruh islam terlihat pada
pemakaian Undang-Undang Dasar Kerajaan yang di kenal dengan
nama “Panji Salaten” yang terdiri dari 39 Pasal dan memuat sebuah
kitab peraturan yang bernama “Undang-Undang Beraja Nanti” yang
memuat 164 Pasal peraturan. Kedua Undang-Undang tersebut berisi
peraturan tentang yang di sandarkan pada Hukum Islam.
Pemimpin pertama yang memakai gelar “Sultan” adalah Aji Su;tan
Muhammad Idris. Beliau merupakan menantu dari Sultan Wajo La
Madukelleng, seorang bangsawan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada
saat rakyat Bugis di Sulawesi Selatan sedang berperang melawan
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), Sultan Wajo meminta
bantuan Aji Sultan Muhammad Idris. Permintaan bantuan pun di
penuhi oleh Aji Sultan Muhammad Idris. Kemudian berangkatlah
rombongan Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi Selatan untuk
membantu Sultan Wajo La Madukelleng. Dalam upaya memberikan
bantuan tersebut Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dunia.
Selama kepergian Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi, kursi
Sultan Kutai Kartanegara ing Martadi pura di pegang oleh dewan
perwakilan. Tetapi ketika Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal
dalam pertempuran di Sulawesi, timbul perebutan tahta tentang
pengganti sultan. Perebutan tahta terjadi antara kedua anak Aji Sultan
Muhammad Idris, yaitu putra Mahkota Aji Imbut dan Aji Kado.
Pada awal awal perebutan tahtta, Aji Imbut terdesak oleh Aji Kado
dan lari ke Sulawesi, ke tanah kakeknya, yaitu Sultan Wajo La
MAdukelleng. Aji Imbut menggalang kekuatan untuk kembali

11
menyerang Aji Kado yang telah menduduki ibukota kesultanan Kutai
Kartanegara ing Martadipura yang terletak di pemarangan, karena
ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara telah berpindah dari Kutai lama
ke Pemarangan sejak tahun 1732.
Aji Imbut Akhirnya menyerang Aji Kado di Pemarangan. Di
dukung oleh orang-orang Wajo dan Bugis dan Aji Imbut berhasil
mengalahkan Aji Kado dan memduduki singgasana Kesultanan Kutai
Kartanegara ing Martadipura dengan Gelar Aji Marhum Muslihuddin
(1739-1782 M). sedangkan Aji Imbut dihukum mati dan dimakamkan
di pulau jembayan.
Di Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu
Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai
(raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para
menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha
menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman
Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh
Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
2.1.4 Islam Masuk di Kalimantan Tengah
Seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran
Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin.
Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang
diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di
Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut
baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Gede
kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin,
sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah
ini.
Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan
membangun wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian
menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di

12
Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar
Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga
dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid
yang kelak bukan sekedar sebagai tempat beribadah, melainkan juga
sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan
para pengikutnya.
Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40
orang, Kiai Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan
belantara menjadi sebuah kawasan permukiman yang cukup maju.
Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota
yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari
jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya.
iai Gede membangun Sebuah Masjid yang bernama Masjid Kiai
Gede, Mesjid ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di
Kotawaringin. Masjid Kiai Gede dibangun pada tahun 1632 Miladiyah
atau tahun 1052 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan
Mustain Billah (1650-1678 M), raja keempat dari Kesultanan
Banjarmasin.

2.2 Awal Mula Kerajaan Islam Di Kalimantan


Pada waktu islam berkembang diseluruh kepulauaan indonesia
kerajaan majapahit hindu diperintah oleh brawija putera angka wijaya, yang
kemudian mengalami keruntuhan yang dirobohkan oleh raden patah dengan
delapan menterinya yaitu Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan
Gunung Jati, Sunan Kudus, Ngundung dan Sunan Demak. Mulai dari itulah
agama islam disebar keseluruh Indonesia. Kerajaan Islam di
Kalimantan ada di Banjarmasin sejak Pangeran Samudra atau Pangeran
Suriansyah alias Maruhum ialah:
(1) (kerajaan banjar masin tahun 1540 dalam pemerintahan pangeran
samudra (yang kemudian di islamkan bernama pangeran suriansyah atau
maruhum); (2) kota waringin tahun1620. Sultannya yang pertama ratu

13
bagawan; (3) pasir (tanah grogot) tahun 1600. Didirikan oleh orang arab
yamg menikah dengan seorang puteri sultan (puteri petung); (4) kutei
(kutai) tahun 1600. Diperintah oleh raka mahkota; (5) berau dan bulongan
tahun 1700, diperintah oleh raja adipati ; (6) pontianak tahun 1450; (7)
matan tahun 1743, didirikan oleh seorang arab bernama syarif husin; dan (8)
mempawa tahun 1750, juga oleh seorang arab bernama syarif husin.
Mula-mula kerajaan hindu berperang dengan kerajaa islam, tetapi
akhirnya kerajaan hindu menyerah , yaitu kerajaan hindu dicandi laras dan
candi agung juga ditanjung pura dan lain-lain. Sebagian rakyat memeluk
agama islam termasuk sebagian rakyat dayak dipantai-pantai. Rakyat dayak
yang telah masuk islam , ialah yang sering disebut sebagai dayak melayu,
yang kebanyakkan di kuala kapuas , tumpung laung (barito) dan beberapa
kampung melayu, sebenarnya mereka tetap suku dayak , hanya sudah
memeluk agama islam.
Pangeran samudra (suriansyah) pernah meminta seorang puteri
bernama biang lawai untuk dijadikan istri. Biang lawai, adalah adik patih
dadar, patih muhur, dan mengijin perkawinan, hanya dengan perjanjian
tidak akan di islamkan.mula-mula oleh pangeran samudra, disanggupi,
tetapi sesudah sampai istana, putri itu dikabarkan diislamkan. Kabar tersebut
sampai kepada patih muhur bersaudara, menimbulkan amarah patih rumbih
dari kahayan , patih muhur dari bakumpai (barito)dengan ilmu gaib, berhasil
merampas saudaranya kembali, biang lawai, dari istana sultan dan
dibawanya kesungai katan.
Pangeran samudra memerintah balatentaranya untuk mencari
perempuan tersebutdipedelaman. Tetapi karena balatentara patihn muhur
sangat hebat, maka mundur lah balatentara sultan.
Patih muhur dan patih rumbih mundur dan membuat pertahanandi
taliu dikampung tundai. Sesudah itu mereka mundur lagi membuat
pertahanan didanau karam bersebrangan dengan negeri goha kahayan.
Mereka menyebrangi danau tersebut dan dipasang dundang, bambu yang
diruncingkan dibawah jembatans ehingga sewktu-wktu jembatan tersebut

14
dapat diputuskan jika balatentara sultan lewatatas jembatan dan luka-luka
terkena bambu yang diruncingkan dibawahnya. Perahu-perahu mereka dapat
dirampas oleh patih rumbih ditengelamkan . sekarang tempat tersebut
dinamai berayar yang artinay “berlayar”.
Diantara tempat pertempuran-pertempuran tersebut dengan
bentengnya ialah sungai muhur (barito), parabingan, (pangkoh) bukit rawi,
tewang pajagen, tewah, hulu kaspuas dan lain-lain.
Tentang tersebarnya agama islam dari banten kedaerah kalimantan
dapat kita baca artikel kerajaan islam dari banten di karangan R. Muchtadi
dalam almanak muhamadyah 1357 H (1938) hlm. 166 dan 169, antara lain
ditulis : aliudin sultan banten bergelar abu mufakir muhamad aliudin, dia
beramah tamah dengan kompeni, dan mendapat kebebasan sisa utang
kerajaan banten sebanyak 60.000 ringgit, bekas menempuh landak (tahun
1698 ditentukan , bahwa landak dan sukadana diserahkan pada kompeni.
Daerah pantai barat kalimantan diperintah oleh sultan abdurahman yang
mendirikan kota pontianak.
Sultan muhamad aliudin hanya berputera seorang saja dan meninggal
ketika masih kanak-kanak tahun1786. Sultan zainal abidin dari banten
memasuki landak, matan. Tahun 1699. Kapal kompeni /VOC dan 75
pecalang banten berlayar kesukadana diperintahkan oleh sultan agung
(pangeran agung), keponakan sultan banten yang bergelar panebahan.
Sultan landak didibantu oleh orang bugis dapat merebut kembali
daerahnaya . sehingga panebahan dapat dipukul mundur , dengan
keluarganya melarikan diri ke anyer (banten). Landak dipegaruhiselama 80
tahun (1699-1778).

15
2.3 Kerajaan Islam Di Kalimantan
2.3.1 Kesultanan Pasir
Dahulunya rakyat dayak pasir, diperintahkan oleh kepala-kepala
dari rakyat dayak sendiri . ada seorang kepala suku dayak yang sangat
berpengaruh , yang bernama tamanggung tokio, mengusulkan agar
didaerah daerah dikepali oleh sorang kepala suku dan untuk itu
diminta sultan yang dekat tempat tinggalnya. Mereka telah
berangkat dengan perahu yang penuh bermuatan emas dan perak,
yang dianugrahkan kepada nya kepada raja yang baru , mereka telah
pergi ke utara dan selatan, tetapi tak ada mendapat seorangpun yang
dipandang cakap. Tamanggung tokio sangatlah sedih sampai tidak
minum dan makan , kemudian dalam mimpinya ia melihat seorang tua
yang berkata kepadanya:
Untuk mendapat raja, baiklah engkau pergi kelaut, dan disitu
engkau memperoleh sepotong bambu, yang ruasnya tarapung apung
dilaut ambilah bambu itu, dan bungkuslah dengan sutra kuning,
karena didalam bambu itu ada sebutir telur yang harus dirabun diberi
asap dupa, menyan dan garu. Dan dari telur itu nanti akan dilahirkan
seorang raja perempuan.
Pada esokkan harinya sesudah dia bangun, tamanggung tokio
menuruti pesan perempuan dalam mimpinya . sesudah 3 hari 3 malam
telur itu didupakan, maka terbelah dua lah buluh itu dan dari telur itu
pecah pula dan dilahirkan seorang bayi puteriyang cantik jelita. Anak
itu sama sekali tidak mampu menyusu, setelah berusaha dapatlah ia
diberi makanan dengan susu kerbau putih: lambat laun menjadi akil
balig.
Puteri inilah yang diangkat jadi raja *(ratu pasir) , dan waktu ia
berumur 15 tahun ia telah dinikahnkan , tetapi malang sekali ia tidak
mendapat keturunan sihingga harus diceraikan beberapa kali.
Seterusnya sesudah kawin yang ketujuh kali , belum juga
mempunyai anak, kebetulan datang lah seorang arab dari jawa

16
(gresik), terus dikawin kan dengan sang puteri . orang yang dari gresik
tersebut dicarinya dukun agar membuang sari bambu yang ada pada
sang puteri sehingga bisa melahirkan 2 puteri dan satu putera. Puetri
yang tertua dikawinkan dengan seorang arab yang membawa agama
islam dipasir (1600). Yang putera sesudah ibunda mangkat,
mengantikan duduk disingasana. Inilah cerita ringkas dari raja pasir,
yang berasal dari sebutir telur dan bersuamikan putera arab dari jawa.
2.3.2 Kesultanan Banjar (1526-1905).
Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520,
masuk Islam 24 September 1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860,
pemerintahan darurat/pelarian berakhir 24 Januari 1905) adalah
sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi
Kalimantan Selatan, Indonesia. Kesultanan ini semula beribukota di
Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya
(kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga
Kerajaan Kayu Tangi.
Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini
disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan
penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang
beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan
Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
2.3.3 Kesultanan Kotawaringin
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam
(kepangeranan cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi
Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang
menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama)
didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan Belanda pertama kali
melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini
dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan
Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja
ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan

17
Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya
Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati
Ngganding. Kerajaan Pagatan (1750). Kerajaan Pagatan (1775-1908)
adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah
Kusan atau daerah aliran sungai Kusan, sekarang wilayah ini termasuk
dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah kerajaan Tanah
Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar
Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).
2.3.4 Kesultanan Sambas (1675)
Kesultanan Sambas adalah kesultanan yang terletak di wilayah
pesisir utara Propinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau
Borneo (Kalimantan)dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota
Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus dari kerajaan-
kerajaan Sambas sebelumnya. Kerajaan yang bernama Sambas di
Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada paling tidak sebelum abad
ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama
karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran "Nek"
yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada
sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan
Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja
Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama
puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau
mengangkat Raja lagi. Pada masa kekosongan pemerintahan di
wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M
(1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih
dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang
masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur)
karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan
Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono.

18
2.3.5 Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai
Kartanegara ing Martadipura (Martapura) merupakan kesultanan
bercorak Islam yang berdiri pada tahun 1300 oleh Aji Batara Agung
Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian pada
tahun 2001 kembali eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan
lagi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya
untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Keraton. Dihidupkannya
kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang
pewaris tahta yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum Surya
Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan
gelar H. Adji Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22 September
2001.
2.3.6 Kesultanan Berau (1400).
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di
wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad
ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit
Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya
bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat
pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.[3]
Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau
terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan
Sambaliung.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849,
wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit
van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-
Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
2.3.7 Kesultanan Sambaliung (1810).
Kesultanan Sambaliung adalah kesultanan hasil dari pemecahan
Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu
Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan
Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal

19
dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit
Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja
Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji
Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama
Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati. Kemudian,
kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara keturunan
Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat
terjadinya perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang
menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan
Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji
Surya Nata Kesuma. Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung
Batu Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada
tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan
Sambaliung).
2.3.8 Kesultanan Gunung Tabur (1820).
Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan
hasil pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah
menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada
sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah
kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan
Timur.
2.3.9 Kesultanan Pontianak (1771).
Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh
penjelajah dari Arab Hadramaut yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif
'Abdurrahman al-Kadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-
Ridha. Ia melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama
dengan putri dari Panembahan Mempawah dan kedua dengan putri
Kesultanan Banjarmasin (Ratu Syarif Abdul Rahman, puteri dari
Sultan Sepuh Tamjidullah I).Setelah mereka mendapatkan tempat di
Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan
pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.

20
2.3.10 Kerajaan Tidung
Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan
Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku
Tidung di utara Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau
Tarakan dan berakhir di Salimbatu.
2.3.11 Kesultanan Bulungan(1731).
Kesultanan Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang
pernah menguasai wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten
Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan sekarang.
Kesultanan ini berdiri pada tahun 1731, dengan raja pertama
bernama Wira Amir gelar Amiril Mukminin (1731–1777), dan Raja
Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras
gelar Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958).

2.4 Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam Di Kalimantan


2.4.1 Keraton Kadriah (kota Pontianak)
Keraton Kadriah Pontianak merupakan pusat pemerintahan
Pontianak tempo dulu, struktur bangunannya terbuat dari kayu yang
sangat kokoh, didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie
pada tahun 1771. keraton ini memberikan daya tarik khusus bagi para
pengunjung dengan banyaknya artefak atau benda-benda bersejarah
seperti beragam perhiasan yang digunakan secara turun-temurun sejak
jaman dahulu. Di samping itu, koleksi tahta, meriam, benda-benda
kuno, barang pecah belah dan foto keluarga yang telah mulai pudar,
menggambarkan kehidupan dan kejayaan kerajaan ini dimasa lampau.
2.4.2 Keraton Amantubillah (Pontianak)
Mempawah, memilIki beragam potensi wisata. Selain event
tahunan berupa acara robo-robo, mempawah juga memilki istana
Amantubillah, seni budaya, dan beragam kuliner khas mempawah.
Nama Istana “Amantubillah” mempunyai arti, “Aku beriman kepada
Allah”. Istana yang didominasi oleh warna hijau ini menempatkan

21
tulisan “ Mempawah harus maju, malu dengan adat” pada pintu
gerbang istana
2.4.3 Keraton Ismahayana (Kab. Landak)
Keraton Ismahayana Landak terletak sekitar 50 meter disebelah
barat sungai pinyuh yang membelah kota ngabang. Istana ini berupa
rumah panggung khas melayu Kalimantan Barat yang memanjang
kebelakang dengan fondasi, lantai dan dinding, serta atap sirap dari
kayu belian sebagai bahan utamanya. Terdapat beberapa koleksi
peninggalan Kesultanan Landak yang tergolong sebagai warisan
budaya dan sejarah, diantaranya mahkota Sultan Landak, keris “si
kanyut”, sepasang pedang sakti, tempat tidur panembahan dan
istrinya, duplikat payung kebesaran Sultan, dua kipas raja,
seperangkat gamelan, dan Al-Quran kuno. Selain itu, ada juga artefak-
artefak lain seperti meriam “si penyuk” dan empat buah meriam
lainnya, lontar silsilah raja dan sejarah singkat Kesultanan Landak,
foto-foto keluarga raja, bendera Kesultanan, serta perlengkapan
upacara perkawinan adat berupa timbangan kayu.
2.4.4 Keraton Surya Negara (Kab. Sanggau)
Daerah yang dikenal dengan julukan Bumi Daranante ini
memilki banyak keunikan. Baik beragam kekayaan alam, sejarah
maupun pesona budaya daerahnya. Seiring peradaban manusia,
Kabupaten Sanggau juga mempunyai peninggalan kebudayaan jaman
keemasan masyarakat sanggau tempo dulu. Ditandai dengan
terdapatnya Keraton Surya Negara. Dari sejarah
kerajaan sanggau memerintah pada abad ke-18 dengan rajanya
bergelar “Panembahan”. Catatan seharah menyebutkan bahwa
pertama kali Kerjaan Sanggau didirikan oleh Daranante. Dia bukan
asli Sanggau, namun berasal dari Kabupaten Ketapang. Daranante
kemudian menikah dengan Babai Cingak darui suku dayak Sanggau

22
2.4.5 Keraton Matan (Kab. Ketapang)
Matan yang berarti “Tanah Keselamatan” merupakan kerajaan
yang memilki sejarah panjang. Kerajaan Matan ini merupakan saksi
bisu perjalanan sejarah masyarakat dan pemerintah Kabupaten
Ketapang. Sekaligus dinasti terakhir Kerajaan Tanjungpura beragama
hindu yang pernah berdiri sejak abad 9. baru setelah tahun 1451 raja-
raja Tanjungpura memeluk agama islam dengan nama Kerajaan Matan
yang dipimpin raja pertama bercirikan islam yakni pangeran Giri
Kusuma. Koleksi unik terdapat di keraton ini adalah Meriam “Padam
Pelita” dan sepasang tempayan bersejarah.
2.4.6 Rumah Melayu (Kab. Ketapang)
Pada arsitektur traditional melayu terkandung nilai budaya yang
tinggi. Hal ini terlihat dari bentuk bubungan yang tidak lurus. Tetapi
agak mencuat ke kanan dan ke kiri. Dapat disimpulkan bahwa para
ahli pembuat rumah melayu jaman dahulu telah memikirkan faktor
keindahan pada bubungan rumah yang mereka diami. Letak rumah
melayu pada jaman dahulu menghadap ke arah matahari terbit. Ini
berarti mengharapkan berkah dan rahmat seperti halnya matahari pagi
yang bersinar cerah.
2.4.7 Keraton Al Mukarramah (Kab.Sintang)
Seorang belanda. Sampai saat ini kompleks Istana Sintang masih
terawat dengan baik. Dihalaman istana, terdapat sebuah meriam dan
situs batu kundur, yaitu sebuah batu peninggalan Demong Irawan
sebagai lambang berdirinya Kerajaan Sintang. Di serambi depan
istana terpajang salinan Undang-undang Adat Kerajaan Sintang yang
terbuat pada masa pemerintahan Sultan Nata (disalin ulang pada tahun
1939) serta silsilah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan
Sintang. Sedangkan pada bangunan sisi barat dan timur tersimpan
koleksi meriam, naskah Al-Quran tulisan tangan pada masa Sultan
Nata.

23
2.4.8 Keraton Alwatzikhoebillah (Kab. Sambas)
Kuno tapi terawat dengan baik. Hijau dan sejuk. Begitulah kira-
kira kesan yang muncul ketika menginjakkan aki di istana
Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas ini, bangunan istana
didominasi dengan warna kuning sebagai warna khas melayu yang
melambangkan kewibawaan dan keluhuran budi pekerti. Terdapat
pula bekas kolam pemandian keluarga sultan di samping kanan istana
dan rumah kediaman keluarga sultan yang berada di belakang istana.
Pada sore hari, pengunjung akan berdecak kagum melihat pesona
istana ini yang eksotik, apalagi di lihat dari atas perahu yang
berjalan perlahan-perlahan di atas Sungai Sambas Kecil.
2.4.9 Rumah Adat Dayak Sebujit (Kab. Bengkayang)
Rumah adat dayak sebujit yang bernama “Balug” ini terletak di
kampung sebujit kecamatan siding Kabupaten Bengkayang
Kalimantan Barat ini merupakan rumah adat dayak yang dimilki suku
dayak Bidayuh. Khasanah masyarakat dayak bidayuh menggambarkan
kebersamaan dan sangat menghormati setiap tamu yang datang.
Benda-benda pusaka masih tetap menjadi simbol keperkasaan dan
manjadi kebanggan masyarakat sebagai peninggalan leluhur yang
harus tetap dijaga dan dihormati, sehingga ritual upacara adat tetap
dilaksanakan setiap tahunnya. Salah satu upacara yang dikenal adalah
upacara nyobeng yaitu upacara memandikan tengkorak manusia untuk
keselamatan kampung dari bencana maupun malapetaka yang
mungkin akan datang juga sebagai simbol penghormatan terhadap roh
leluhur.
2.4.10 Bangunan Leluhur Marga Chia Hiap Sin (Kota Singkawang)
Sebuah bangunan ala Tiongkok kuno terletak di belakang
deretan bangunan ruko baru Jl. Budi Utomo, Singkawang. Tepatnya
rumah no. 37 ini berada di ujung jalan menuju tepi sungai. Bangunan
ini tampak masih kokoh berdiri selama ratusan tahun hingga sekarang.
Bentuknya yang mirip “Si he yuan” (bangunan khas Tiongkok Utara)

24
ini justru memberikan kesan bersahaja dan sedikit kesuraman karena
terkikis hantaman cuaca selama ratusan tahun. Namun, rumah besar
Hiap Sin ini merupakan bangunan ala kombinasi timur barat satu-
satunya yang tertua dan masih berdiri kokoh di Singkawang.
2.4.11 Rumah Betang ( Rumah Adat Dayak KalBar)
Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan
dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini
setiap kehidupan individu dalam rumah tangga da masyarakat secara
sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam
hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau
berbagi makanan, suka duka maupun mobilitas tenaga untuk
mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di
rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para
warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang
mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah
suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai
perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah Islam datang ke Indonesia terutama di Pulau Kalimantan
banyak perubahan-perubahan yang terjadi terutama bagi rakyat yang
menengah ke bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas lagi karena
Islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki
derajat yang sama. Islam juga membawa perubahan-perubahan baik di
bidang politik, ekonomi dan agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh
masyarakat Indonesia untuk melawan dan memgusir para penjajah.

3.2 Saran
Kami yakin dalam penulisan makalah ini banyak sekali
kekurangannya. Untuk itu kami mohon kepada para pembaca agar dapat
memberikan saran, kritikan, atau mungkin komentarnya demi kelancaran
tugas kelompok kami ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri, "Potret Masyarakat Madani di Indonesia", dalam Seminar


Nasional tentang "Menatap Masa Depan Politik Islam di Indonesia",
Jakarta:
International Institute of Islamic Thought, Lembaga Studi Agama dan Filsafat
UIN Jakarta, 10 Juni 2003
Ali Daud, Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet .
ke-2
Antonio, Muhammad Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001
Anwar, M. Syafi'i, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik
tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995
Azra, Azyumardi, Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1999
Http://NovalBunglon.blogspot.com
http://ldiisampit.blogspot.com/2011/11/perkembangan-islam-di-kalimantan.html

27

Anda mungkin juga menyukai