Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MAKANAN

SAYURAN

Dosen Pembimbing:

Afrinia Eka Sari, S.TP,M.Si

Disusun Oleh:

Nafa Andini P (201602023)

Yulia Permata Sari (201602024)

Alda Dwi Septianti (201602025)

Puri Hadiyanti (201602026)

Wijda Ningrum (201602027)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA KELUARGA

PROGRAM STUDI S1 GIZI

TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami
pengolahan dan pengawetan makanan yaitu pada sayuran.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
2.1 Produk Olahan Sayuran ...................................................................................................... 3
A. Lalapan.......................................................................................................................... 3
B. Trancam ........................................................................................................................ 3
C. Gudangan ...................................................................................................................... 3
D. Pecel .............................................................................................................................. 4
E. Sauerkraut...................................................................................................................... 4
F. Acar ............................................................................................................................... 4
BAB III METODE PEMBUATAN ........................................................................................... 6
3.1 Lalapan ............................................................................................................................. 6
3.2 Trancam ............................................................................................................................ 6
3.3 Gudangan .......................................................................................................................... 7
3.4 Pecel.................................................................................................................................. 7
3.5 Sauerkrau .......................................................................................................................... 8
3.6 Acar .................................................................................................................................. 8
BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................................... 9
4.1 Faktor – faktor keberhasilan dalam proses produksi ........................................................ 9
4.2 Faktor Kerusakan .............................................................................................................. 9
 Kerusakan Mikrobiologis .............................................................................................. 9
 Kerusakan Mekanis ..................................................................................................... 10
 Kerusakan Fisik ........................................................................................................... 10
 Kerusakan Biologis Dan Fisiologis ............................................................................. 10
 Kerusakan Kimia ......................................................................................................... 11
4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Umur Simpan Sayur ......................................................... 11
4.4 Teknologi Yang Digunakan Untuk Mengawetkan Makanan ......................................... 14
BAB V KESIMPULAN dan SARAN ..................................................................................... 18
5.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 18

ii
5.2 Saran ................................................................................................................................ 18
BAB VI DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sayuran adalah tanaman hortikultura, umumnya mempunyai umur relatif pendek
(kurang dari setahun) dan merupakan tanaman musiman. Sayur-sayuran mempunyai arti
penting sebagai sumber mineral dan vitamin A maupun C. Sayuran merupakan sebutan
umum bagi bahan pangan asal tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan
dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah diolah secara minimal. Sejumlah sayuran
dapat dikonsumsi mentah tanpa dimasak sebelumnya, sementara yang lainnya harus
diolah terlebih dahulu dengan cara direbus, dikukus atau diuapkan, digoreng (agak
jarang), atau disangrai. Sayuran berbentuk daun yang dimakan mentah disebut sebagai
lalapan.
Sifat umum sayuran yaitu mudah rusak. Kadar air pada sayuran tinggi dan
bertekstur lunak sehingga mudah rusak. Penyebab kerusakan sayuran setelah dipanen
adalah masih berlangsungnya proses fisiologis. Penyebab kerusakan yang lain adalah luka
mekanis sehingga mudah terkontaminasi oleh mikroba dan menyebabkan respirasi serta
transpirasi semakin cepat.
Penanganan sayur-sayuran perlu hati-hati, karena jika tidak hati-hati dapat
menyebabkan susut pasca panen yang besar. Sayuran setelah dipanen akan mengalami
susut baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif yang akan berdampak negatif. Susut
setelah panen meliputi susut fisik,susut mutu, dan susut gizi.
Salah satu masalah yang terjadi pada sayuran yaitu penggunaan pestisida.
Pestisida merupakan bahan yang digunakan untuk membasmi organisme pengganggu.
Salah satu usaha agar produktivitas sayuran dapat ditingkatkan maka diperlukan tindakan
pengendalian hama dan penanganan pasca panen yang efektif dan efiesien. Pestisida
banyak digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pestisida yang
digunakan pada tanam memiliki kandungan bahan kimia. Pestisida yang digunakan pada
tanaman sering kali dipakai secara berlebihan, karena penggunaa tersebut, maka tanah
yang ditanami kemungkinan besar akan mengalami akumulasi residu dari pestisida
tersebut.
Dampak negatif dari pestisida terhadap lingkungan adalah adanya residu pestisida
di dalam tanah yang dapat meracuni organisme non target, terbawa sampai ke sumber-
1
sumber air dan meracuni lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga
dapat meracuni konsumen, bahkan hewan dan manusia.Maka solusi dalam penanganan
pestisida mencuci dengan air yang mengalir, mengupas kulit, mengbuang lapisan luar
sayur, merendam dengan air panas/memasak.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengatuhui produk olahan pada sayuran
2 Untuk mengetahui metode pembuatan pada sayuran
3 Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab kerusakan pada sayuran dan hasil
olahannya
4 Untuk mengetahui cara mempertahankan umur simpan sayuran
5 Untuk mengetahui teknologi yang digunakan untuk mengawetkan sayuran

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produk Olahan Sayuran


Sayuran, terutama berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan yang baik
karena mengandung vitamin C, provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran yang
paling banyak di Indonesia adalah kangkung, bayam, katuk, daun melinjo dan petsai.
Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan suhu yang berbeda,
sehingga beragam jenisnya. Berbagai sayuran dapat di tanam di sekitar pekarangan
dalam upaya untuk menggalakkan usaha penganekaragaman pangan yang disebut
lumbung hidup. Dengan adanya program pemerinta tersebut diharapkan hasil panen
sayuran ajan melimpah. Di bawah ini beberapa produk olahan sayuran:

A. Lalapan
Lalapan adalah sayur-sayuran yang biasa disajikan beserta masakan Indonesia.
Lalap menyerupai salad, yang banyak dijumpai di makanan barat, walau begitu khas
bagi lalap adalah bahwa sayur-sayur lalap tidak dimakan bersama saus (dressing) atau
bumbu-bumbu. Lalap biasa dimakan bersama nasi dan lauk-pauk lainnya (ayam
goreng, ikan goreng, sambal, dan sebagainya). Sayur-sayuran yang biasa digunakan
antara lain selada, kacang panjang, timun, tomat, daun pepaya, daun singkong,
dan kemangi. Sayur-sayuran ini biasanya dihidangkan dalam keadaan mentah atau
untuk sayur-sayuran seperti daun singkong dan daun pepaya sebelumnya direbus
terlebih dahulu. Karena terdiri dari banyak sayuran yang belum dimasak, lalap banyak
mengandung serat yang baik bagi pencernaan. Lalapan yang akan dimakan mentah
sebaiknya di cuci terlebih dahulu untuk menghilangkan residu pestisida yang ada.

B. Trancam
Trancam merupakan salah satu bentuk makanan tradisional Indonesia yang
terbuat dari sayuran segar yang di campur dengan bumbu kelapa. Sayuran yang
biasanya digunakan, antara lain : kacang panjang, kamangi, mentimun, taoge/
kecambah, dan petai cina. Dalam penggunaannya, sayuran – sayuran ini hanya dicuci
bersih tanpa mengalamin proses pemanasan seperti perebusan atau pengukusan.

C. Gudangan
Gudangan adalah makanan yang terdiri dari aneka sayuran yang direbus dan
disajikan dengan sambal kelapa parut. Gudangan sering dijadikan sebagai hidangan
3
untuk hajatan tertentu oleh masyarakat seperti syukuran, selapanan
dan selamatan.Makanan ini dapat ditemukan di daerah jawa, khususnya jawa tengah.

D. Pecel
Pecel merupakan olahan dari sayuran. yaitu makanan khas Kota Madiun Jawa
Timur Indonesia yang terbuat dari rebusan sayuran berupa bayam, tauge, kacang
panjang, kemangi, daun turi, krai (sejenis mentimun) atau sayuran lainnya yang
dihidangkan dengan disiram sambal pecel. Bahan utama dari sambal pecel adalah
kacang tanah dan cabe rawit yang dicampur dengan bahan lainnya seperti daun jeruk
purut, bawang, asam jawa, merica dan garam.

E. Sauerkraut
Sauerkraut merupakan olahan dari sayuran dengan cara peragian dan
menggunakan garam sebagi zat pengawetan. Kol atau kubis merupakan sayuran yang
paling umum diolah menjadi sauerkraut.

F. Acar
Acar merupakan olahan sayuran yang sangat sederhana. Bahan – bahan yang
di gunakan, antara lain mentimun, wortel, cabai rawit, bawang merah, garam, gula,
dan cuka , serta air matang. Biasanya acar disajikan sebagai pendamping makanan
lain seperti sate, martabak, dan bakmi.

Tabel 1. Daftar Jenis Bahan dan Produk Olahan sayuran

No. Jenis Produk Olahan


Jenis Bahan Baku Sayuran
sayuran

1 Lalapan Kol, kemangi, kacang panjang, timun, selada,


terong hijau bulat, petai

Kacang panjang, kamangi, mentimun, taoge /


2 Trancam
kecambah, petai cina, kelapa, cabai merah,cabai
rawit, bawang putih

3 Bayam, kulbis, wortel, kecambah, kacang


Gudangan
panjang, daun ketela muda, sayur adas

4 Bayam, tauge, kacang panjang, kemangi, daun


Pecel
turi, krai (sejenis mentimun), cabai, bawang

4
5 Kol, kubis, sawi, kangkung, dan genjer.
Sauerkraut

6 Acar Mentimun, wortel, cabai rawit, bawang merah

5
BAB III

METODE PEMBUATAN
3.1 Lalapan
Sayuran yang akan digunakan
(Kol, kemangi, kacang panjang, timun,
selada, terong hijau bulat)

Bersihkan sayuran dari kotoran

Cuci sayuran di air yang mengalir

Penirisan

Potong sayuran menjadi lebih kecil


(kol,kacang panjang,timun,terong
hijau bulat)

Lalapan dapat di sajikan dengan


sambal

3.2 Trancam

Penyiangan bahan dan alat Persiapan bahan Cuci semua bahan, potong
bahan sesuai keinginan

Pembuatan bumbu
Campurkan kelapa dengan
Campur sayuran dan (Haluskan bawang putih,
bumbu halus, gula merah
bumbu kelapa cabai rawit merah, cabai
dan garam. Aduk rata
merah keriting dan kecur)

Sajikan

6
3.3 Gudangan
Penyiangan dan persiapan
bahan dan alat

Cuci semua bahan, potong


bahan sesuai keinginan

Rebus sayuran hingga


empuk

Pembuatan bumbu (Haluskan


bawang putih, bawang merah,
kencur, dan cabai)

Tumis bumbu halus dan daun jeruk


sampai harum, masukkan kelapa
parut. Aduk rata. Tambahkan gula
jawa dan garam.aduk hingga rata

Campur sayuran dan


bumbu kelapa

3.4 Pecel

Penyiangan dan persiapan Cuci semua bahan, potong Rebus sayuran hingga
bahan dan alat bahan sesuai keinginan empuk

Pembuatan sambal (haluskan bawang


Tiriskan sayuran dan putih,kencur,cabai,gula merah, gula
Sajikan
sajikan dengan sambal pasir,garam,kaldu bubuk,terasi bakar
pecel dan kemiri sangrai)

7
3.5 Sauerkrau

3.6 Acar
Penyiangan dan persiapan
bahan dan alat

Cuci semua bahan, potong timun dan


wortel menjadi dadu dan buang bagian
yang kersa pada wortel dan biji pada
timun

Masukkan garam halus, gula pasir, cuka, dan


air, di dalam tempat lalu aduk-aduk hingga
rata

Masukan wortel,timun dan cabai


rawit

Sajikan

8
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Faktor – faktor keberhasilan dalam proses produksi


Dalam pembuatan produksi olahan sayuran, ada beberapa faktor yang membuat
keberhasilan proses produksi diantaranya adalah :
 Tingkat kesegaran sayuran
Sayuran yang memiliki rasa yang lebih renyah dan manis serta menghasilkan produk
yang berkualitas
 Metode Pembuatan
Jika metode pembuatan sesuai maka hasil yang diperoleh akan maksimal
 Daya Tahan
Menghasilkan produk yang tahan disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa
kerusakan
 Teknologi
Teknologi yang baik memberikan hasil atau produk yang berkualitas
4.2 Faktor Kerusakan
 Kerusakan Mikrobiologis
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan
mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan.
Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang
berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Penyebab kerusakan
mikrobiologi disebabkan oleh bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir,
dan bakteri. Kerusakan mikrobiologi merupakan bentuk kerusakan yang banyak
merugikan hasil pertanian dan berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun
yang diproduksinya terkonsumsi oleh manusia. Kerusakan mikrobiologis dapat
terjadi pada bahan lain, bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi.

Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisis atau merusak jaringan


atau makromolekul penyusun bahan menjadi molekul-molekul kecil. Misalnya
karbohidrat menjadi gula sederhana atau asam organic, protein menjadi peptida asam
amino dan gas ammonia, lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Terurainya
makromolekul ini menyebabkan penurunan pH, penyimpangan bau dan rasa, bahkan
dapat menghasilkan toksin / racun yang berbahaya bagi manusia seperti racun yang

9
dihasilkan mikroba patogen antara lain Salmonella, Clostridium botulinum, dan
Listeria.

 Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan
ini terjadi pada benturan antar bahan saat dipanen dengan alat, selama pengangkutan
tertindih atau tertekan, serta terjatuh sehingga mengalami cacat berupa memar,
tersobek atau terpotong.

 Kerusakan Fisik
Kerusakan ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik misalnya terjadinya
case hardening karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan bahan seperti
tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau membatu. Dalam
pendinginan terjadi kerusakan dingin chilling injuries atau kerusakan beku freezing
injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu
pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Akibat
dehidrasi ini ikatan sulfihidril (–SH) dari protein akan berubah menjadi ikatan
disulfida (–S–S–), sehingga fungsi protein secara fisiologis hilang dan fungsi enzim
juga hilang, sehingga metabolisme berhenti dan sel rusak kemudian membusuk. Pada
umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya.
Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan fisik contohnya adalah
pengerasan lapisan luar kulit pangan yang dikeringkan seperti yang ditemukan pada
buah atau sayuran, disebabkan oleh toksin yang terdapat pada tenunan sel hidup yang
dikenal sebagai asam klorogenat. Pada kondisi normal, asam klorogenat dinetralkan
atau didetoksifikasi oleh asam askorbat. Pada suhu dingin, kecepatan reaksi
detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan sayur membusuk akibat akumulasi toksin
pada tenunan buah dan sayur. Kerusakan akibat penyimpanan pangan pada
kelembaban tinggi (RH > 70%) dapat menyebabkan pangan menyerap air sehingga
pada tepung kering dapat menggumpal yang memicu kerusakan mikrobiologis.
Kerusakan akibat penyimpanan suhu tinggi (suhu >30°C) pada buah dan sayuran
dapat menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari jaringan.
Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan case hardening atau
pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel.
 Kerusakan Biologis Dan Fisiologis
Kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena kerusakan
fisiologis, serangga, dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan biologis meliputi

10
kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau enzim-
enzim yang terdapat didalam bahan itu sendiri secara alami sehingga terjadi autolisis
dan berakhir dengan kerusakan serta pembusukan. Misalnya daging akan membusuk
oleh proses autolisis, karena daging mudah rusak dan busuk bila disimpan pada suhu
kamar. Keadaan serupa juga dialami pada beberapa buah-buahan.
Kerusakan fisiologis adalah kerusakan yang diakibatkan oleh serangga, binatang
pengerat, burung, dan hewan-hewan lain. Kerusakan fisiologis umumnya terjadi
akibat reaksi enzimatik pada sayur, buah, daging, ayam, dan pangan. Laju kerusakan
biologis dipengaruhi oleh kadar air, suhu penyimpanan, oksigen, cemaran
mikroorganisme awal, dan kandungan gizi pangan terutama protein dan lemak.
 Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya coating atau
enamel, yaitu terjadinya noda hitam FeS pada makanan kaleng karena terjadinya
reaksi lapisan dalam kaleng dengan H–S– yang diproduksi oleh makanan tersebut.
Perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami perubahan warna,
demikian pula protein akan mengalami denaturasi dan penggumpalan. Reaksi
browning dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning non-
enzimatis merupakan kerusakan kimia yang mana dapat menimbulkan warna coklat
yang tidak diinginkan.
Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya saling terkait
dengan jenis kerusakan lainnya. Misalnya adanya panas yang tinggi pada pemanasan
minyak mengakibatkan rusaknya beberapa asam lemak yang disebut “thermal
oxidation”. Oksigen dalam minyak menyebabkan terjadinya oksidasi pada asam
lemak tidak jenuh, yang mengakibatkan pemecahan senyawa tersebut atau
menyebabkan terjadinya ketengikan minyak. Perubahan kimia pada bahan pangan
dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung, oksigen yang mempercepat reaksi
oksidasi, reaksi biologis seperti enzimatik, pH yang mempengaruhi denaturasi protein
atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi. Kerusakan
fisiologis juga merupakan kerusakan kimiawi, karena reaksi enzimatis biasanya aktif
dalam proses kerusakan tersebut.

4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Umur Simpan Sayur


 Respirasi

11
Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan
oksigen dalam perombakan senyawa kompleks (seperti karbohidrat, protein dan
lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan sejumlah elektron-elektron. Pada umumnya
bahan hasil pertanian setelah dipanen masih melakukan proses respirasi serta
metabolisme lain sampai bahan tersebut rusak dan proses kehidupan berhenti
Adanya aktivitas respirasi pada hasil-hasil pertanian dapat menyebabkan hasil
pertanian menjadi matang dan menjadi tua. Proses matangnya hasil pertanian
merupakan perubahan dari warna, aroma, dan tekstur berturut-turut menuju ke arah
hasil pertanian yang dapat dimakan/dapat digunakan dan memberikan hasil sebaik-
baiknya. Proses menjadi tua (senescence) merupakan proses secara normal menuju ke
arah kerusakan sejak lewat masa optimal.
Aktivitas metabolisme dan energi panas pada buah dan sayuran segar dicirikan
dengan adanya proses respirasi. Panas respirasi adalah panas yang dihasilkan karena
adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, panas respirasi ini sangat
berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan pangan nabati sehingga
berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan penyimpanan.
Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya peningkatan
panas, sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan
pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Panas respirasi dipengaruhi
oleh lingkungan. Meningkatnya suhu lingkungan akan meningkatkan panas respirasi
karena terjadi peningkatan aktivitas metabolisme seiring dengan meningkatnya suhu
lingkungan. Respirasi adalah sangat tergantung pada suhu, mikroorganisme pembusuk
akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan
suhu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi terbagi dua, yaitu :
a. Faktor Internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, semakin banyak jumlah
CO2 yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi,
dimana pada buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju
respirasi akan semakin cepat. Pada produk-produk yang memiliki lapisan kulit
yang tebal, maka laju respirasinya rendah, dan pada jaringan muda proses
metabolisme akan lebih aktif daripada organ-organ tua.

b. Faktor Eksternal

12
Umumnya laju respirasi meningkat 2 – 2,5 kali tiap kenaikan suhu 10 °C.
Pemberian etilen pada tingkatan pra-klimakterik, akan meningkatkan respirasi
buah klimakterik. Kandungan oksigen pada ruang penyimpanan perlu diperhatikan
karena semakin tinggi kadar oksigen, maka laju respirasi semakin cepat.
Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang masa simpan sayur-sayuran,
karena CO2 menimbulkan gangguan respirasi pada produk tersebut. Kerusakan
atau luka pada produk sebaiknya dihindari, karena dapat memacu terjadinya
respirasi, sehingga umur simpan produk semakin pendek.

 Transpirasi
Transpirasi dalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju
transpirasi dpengaruhi oleh faktor internal (morfologi/anatomi, rasio permukaan
terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH,
pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Menurut Sastry, et al dalam Sucahyo (1999),
kehilangan air pada buah-buahan itu terjadi karena faktor transpirasi, dimana laju
transpirasi akan dipengaruhi oleh faktor komoditi dan faktor lingkungan.
Kehilangan air akibat transpirasi pada buah-buahan dan sayuran akan
menyebabkan terjadinya pengkerutan, merusak flavor dan menurunkan kualitas, juga
mempengaruhi berat. Kualitas sayuran berangsur-angsur turun sejalan dengan
transpirasi, respirasi dan perubahan fisik dan kimianya yang terjadi.
Transpirasi yang berlebihan selama penanganan pasca panen tomat akan
mengakibatkan pengkerutan dan warna kusam, gagal matang, bau yang kurang sedap.
Laju transpirasi buah tergantung dari jenis dan derajat kematangan, hal ini ada
hubungannya dengan ketebalan, struktur dari kulit, sel epidermis dan lapisan lilin.
Pengaruh dari dari penurunan transpirasi selama penyimpanan pada suhu rendah akan
lebih kecil dibandingkan dengan suhu tinggi
Laju transpirasi akan dipengaruhi oleh faktor komoditi seperti morfologi,
anatomi, rasio permukaan, luka dan derajat kematangan dan lingkungan sekitarnya
seperti suhu, kelembaban, pergerakan udara dan tekanan atmosfer.
Kehilangan air akibat transpirasi dapat merupakan salah satu sebab utama
kemunduran kualitas, karena mengakibatkan kehilangan berat juga menurunkan
kenampakan (layu dan pengkerutan), kualitas teksturnya (pelunakan dan hilangnya
kerenyahan) dan kualitas gizinya

13
4.4 Teknologi Yang Digunakan Untuk Mengawetkan Makanan
 Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan
0
yaitu -2 sampai +10 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu
pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku
yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada
0
suhu -24 sampai -40 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan
selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau
kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian
berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan
pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung
melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi
sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi
lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,
dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu,
banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya
tembakau, kopi, teh, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya,
pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di
keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya,
penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainnya juga disebabkan beberapa
bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan
kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus
di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara

14
untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat
dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan
tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama suhu pengeringan,
aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
 Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang
berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan
kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas
plastik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai
bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetrapak merupakan jenis teknologi
baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis
steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau
uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi hama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori
yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang - lubang . Plastik ini
sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus
dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun
pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.
 Pengalengan
Dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi
mutlak), yang mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang
bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya
memungkinkan. Itu sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi
yang sesuai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang
dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya)
dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara
hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar
air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
 Penggunaan Bahan Kimia

15
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan
bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa
sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat,
fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan
growth regulatory untuk melindungi sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen
untuk memperpanjang kesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan
untuk pembekuan secara tepat sayur sehinga dipertahankan kesegaran dan rasanya
yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin
telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara
fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta
hilangnya kerennyahan buah.
 Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat
berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu
dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna
maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat
menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada
umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba
yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh
mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng
tersebut, selama penanganan dan penyimpanan.
 Teknik fermentasi
Fermentasi adalah metode pengawetan dengan mempergunakan mikroba
tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat
mikroba perusak. Salah satunya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi
akan menyebabkan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat
dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah,
lumpur, maupun batuan. Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH

16
(keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk
bahan makanan dan minuman.
Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis
antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang
dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya,
Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui).
NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan
mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian
senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi
laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling
terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan selama
pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam atau
bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan cara fermentasi
bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang digemari, tetapi juga
menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas penggunaannya.

17
BAB V

KESIMPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan
Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan yang
biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah
diolah secara minimal. Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut sebagai sayur-
sayuran atau sayur-mayur. Penyebab kerusakan sayuran setelah dipanen adalah masih
berlangsungnya proses fisiologis. Jenis olahan sayuran yaitu wortel kering dan kubis
kering. Ada 5 faktor kerusakan pada sayuran kerusakan mikrobiologis, kerusakan
mekanis, kerusakan fisik, kerusakan biologis dan fisiologis dan kerusakan kimia
sedangkan faktor yang mempengaruhi umur simpan sayur yaitu respirasi.

5.2 Saran
Untuk mempertahankan kandungan gizi yang terdapat pada sayuran harus diolah
dengan teknik pengolahan yang benar agar vitamin dan zat-zat yang diperlukan oleh
tubuh tetap terjaga.

18
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA
Desrosier, N, W. Teknologi Pengawetan Pangan, Terjemahan oleh M. Mulyoharjo, UI Press,
1988.
Pujimulyani,dwiyati.2012.Teknologi Pengolahan Sayur-sayuran dan Buah-buahan.Graha
Ilmu.Yogyakarta.

Muctadi, T.R, dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta.
Bandung.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press. Surabaya

Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.

19

Anda mungkin juga menyukai