Anda di halaman 1dari 5

1.

Kampung Naga, Tasikmalaya

Kampung Naga (sumber foto: travel.kompas.com)

Sejak beberapa dekade lalu, Kampung Naga telah banyak dikenal masyarakat luar
Tasikmalaya. Alamatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya. Pemukiman warga Kampung Naga masih sangat tradisional berupa
bangunan beratap ijuk dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu atau bilik.
Bangunan yang ada di Kampung Naga berjumlah 103, yang terdiri dari 100 bangunan
rumah dan 3 bangunan umum berupa masjid, balai pertemuan dan lumbung padi.
Meski semua tampak sederhana, namun bangunan-bangunan tersebut tak ambruk
bahkan ketika gempa berkekuatan 10 SR melanda Tasikmalaya tahun 2009 lalu.

Rumah di Kampung Naga (sumber foto: travel.kompas.com)


Pada dasarnya, aturan yang diterapkan di Kampung Naga dalam mempertahankan
tradisi dan budaya leluhur terasa manfaatnya. Meskipun hidup tanpa listrik, nyatanya
masyarakat di Kampung Naga tetap hidup bersahaja. Mereka hidup secukupnya dari
bertani, berternak, dan membudidaya ikan. Keseragaman rumah di Kampung Naga
juga ditujukan untuk menjauhkan diri dari sifat iri dan dengki. Di sini pun terdapat hutan
adat yang kelestarian alamnya terus dijaga. Salah satu dampak positifnya, warga di
Kampung Naga tak pernah kekurangan sumber air bersih meski musim kemarau.

2. Kampung Ciptagelar, Sukabumi

Kampung Ciptagelar (sumber foto: kalangkangmencrang.blogspot.co.id)

Kalau ke Sukabumi untuk menikmati Pelabuhan Ratu, sempatkan juga ke Kampung


Ciptagelar. Terletak tak jauh dari Pelabuhan Ratu tepatnya di kaki Gunung Halimun,
Anda dapat meresapi nilai-nilai budaya dan adat setempat di tengah suasana desa
yang alami. Kampung adat Sunda ini merupakan bagian dari Kasepuhan Banten
Kidul. Sama halnya dengan suku Baduy, menjual beras adalah dosa besar, karena
dianggap sama dengan menjual kehidupan. Oleh karenanya, di sini beras dibagikan
secara cuma-cuma ke penduduk maupun warga pendatang yang berkunjung. Karena
memang bertani padi adalah mata pencaharian mayoritas penduduknya. Beras hasil
tani penduduk dikumpulkan di lumbung padi sebagai upaya swasembada pangan
untuk stok di masa mendatang.
Salah satu bagian dari prosesi adat Seren Taun (sumber foto: tempo.co)

Konon, masyarakat setempat telah berhasil menjaga tradisi leluhur semenjak 600
tahun lalu. Tak heran kalau kampung ini memiliki tradisi adat yang kuat. Bahkan,
setiap tahunnya diadakan setidaknya 30 upacara adat. Yang paling meriah dan kerap
dinanti wisatawan adalah Seren Taun yang digelar awal September sebagai bentuk
syukuran setelah panen. Selain itu, selalu diadakan pula syukuran pada malam ke-14
sebelum purnama. Syukuran tersebut biasanya dimeriahkan pertunjukan tradisional,
seperti jaipongan, wayang, dan angklung.

4. Kampung Cireundeu, Cimahi


Pintu
masuk Kampung Cireundeu (sumber foto: dodimaubelajar.blogspot.co.id)

Terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kampung Cireundeu


merupakan kampung adat yang letaknya tak jauh dari Bandung. Mayoritas
masyarakatnya hidup dari berkebun singkong. Masyarakat di sini memang tak seperti
orang Indonesia kebanyakan, makanan pokoknya bukan nasi dari beras, melainkan
nasi dari singkong yang disebot rasi. Tradisi makan rasi sendiri merupakan bagian
dari melestarikan warisan leluhur yang dulu mengupayakan alternatif makanan pokok
ketika krisis pangan di masa penjajahan. Meski demikian, lauk pauk pendamping
makannya tak jauh beda dengan pendamping nasi pada umumnya. Ini karena
masyarakat Cirendeu memegang prinsip "ngindung ka waktu, mibapa ka zaman",
yang artinya tak melawan arus perkembangan zaman. Bangunan rumahnya pun
berupa bangunan tembok permanen, dan hampir setiap rumah memiliki televisi
dan handphone. Namun, tetap ada nilai-nilai budaya yang dipertahankan.
Salah satu tradisi dari perayaan 1 Sura Kampung Cireundeu (sumber foto: budaya-indonesia.org)

Masyarakat Kampung Cireundeu hingga saat ini memegang teguh kepercayaan


Sunda Wiwitan. Perayaan 1 Sura adalah perayaan terbesar yang diadakan di
Kampung Cireundeu, layaknya Idul Fitri bagi umat Islam. Perayaan ini pun kerap
dihadiri tokoh-tokoh penting dari instansi pemerintahan. Selain itu, di sini juga terdapat
hutan lindung yang tidak boleh dimasuki sembarangan, agar sumber mata air dan
ekosistem sekitarnya tidak rusak. Commented [1]:

Anda mungkin juga menyukai