Anda di halaman 1dari 34

8. 13.

4 Keracunan dengan zat selain karbon monoksida atau sianida

Beberapa racun dan obat-obatan dapat menyebabkan depresi respiratorik atau


depresi cardiac atau efek toksik langsung pada paru. Tatalaksana terhadap agen
toksik pada tiap individu berada di luar lingkup guideline ini. Antidotum spesifik
seperti naloxone untuk opioid atau flumazenil untuk benzodiazepine sebaiknya
diberikan jika tersedia dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan ketat. Oksigen
suplemental harus diberikan untuk mencapai target saturasi 94-98% sambil
menunggu hasil analisis gas darah (88-92% jika berisiko gagal napas hiperkapnik,
termasuk pasien dengan overdosis agen narkotika). Semua kasus keracunan yang
berpotensi serius harus dipantau di lingkungan tingkat 2 atau 3 (HDU atau ICU).
Tiga jenis cedera paru spesifik perlu disebutkan secara khusus.Oksigen
diketahui dapat membahayakan pasien yang mengalami keracunan paraquat,125 126
dan oksigen mempotensiasi bleomycin lung injury. Karena resiko tersebut,
oksigen akan diberikan kepada pasien dengan kondisi-kondisi tersebut jika
saturasi oksigen berada di bawah 85%. Beberapa penulis menyarankan
penggunaan ventilasi hipoksik dengan oksigen 14% sebagai tatalaksana spesifik
untuk kasus keracunan paraquat.350 Bleomycin lung injury dapat dipotensiasi
oleh terapi oksigen konsentrasi tinggi, walaupun diberikan beberapa tahun setelah
cedera paru inisial.127 Oleh karena itu, oksigen konsentrasi tinggi harus dihindari
pada pasien dengan kemungkinan bleomycin-induced lung injury dan saturasi
oksigen yang ditargetkan pun rendah, misal 88-92%.
Terdapat eksperimen pada hewan yang membuktikan bahwa oksigen dapat
mempotensiasi cedera paru (lung injury) dari aspirasi asam. 128 129 Efek pada
manusia belum diketahui, sehingga pasien dengan inhalasi asam akan memiliki
target saturasi yang sama seperti orang dewasa pada umumnya, yaitu 94-98%,
tetapi akan tampak bijaksana untuk membidik pada setengah bagian bawah dari
rentang target untuk pasien ini dan uji klinis pada manusia masih sangat
diperlukan..
Pernyataan Bukti
Untuk kebanyakan jenis keracunan, level saturasi oksigen optimal belum
diinvestigasi pada clinical trials. Para ahli menyarankan untuk memelihara
saturasi pada nilai normal atau mendekati normal, kecuali pasien tersebut memilki
resiko kegagalan respiratori hiperkapnik atau kecuali mereka membutuhkan level
oksigen yang tinggi (pada keracunan sianida atau karbon monoksida) atau tertelan
racun, seperti paraquat atau bleomycin dimana oksigen tambahan (supplemental
oxygen) dapat memperberat kerusakan jaringan (bukti level 4).
Rekomendasi
F15: In most poisonings, aim at an oxygen saturation of 94–98% unless
the patient is at risk of hypercapnic respiratory failure (grade D). Pada sebagian
besar kasus keracunan, tuj
F16: Pada keracunan paraquat atau keracunan oleh bleomycin, berikan
oksigen hanya jika nilai saturasi di bawah 85% dan kurangi atau hentikan terapi
oksigen jika saturasi meningkat di atas 88% (grade D).

8.13.5 Gangguan Metabolik, Endokrin, dan Renal


Beberapa gangguan metabolik dan renal dapat menyebabkan asidosis metabolik
yang mana meningkatkan respiratory drive, tubuh akan mencoba memperbaiki
asidosis dengan cara meningkatkan ekskresi karbon dioksida via paru. Walaupun
pasien-pasien tersebut memiliki tachypnea, mereka tidak selalu mengeluh sesak
napas dan kebanyakan mereka mempunyai saturasi oksigen yang tinggi (kecuali
terdapat masalah pulmonar atau kardiak yang
problem). Oksigen tambahan (supplemental oxygen) tidak diperlukan oleh pasien,
kecuali saturasi oksigen berkurang. Pada beberapa kasus, oksigen harus diberikan
untuk memelihara nilai saturasi antara 94-98%.
Pernyataan Bukti
 Level saturasi oksigen yang optimal bagi pasien dengan sebagian
besar gangguan metabolik, endokrin, dan renal belum diselidiki pada
clinical trials. Para ahli menyarankan pemeliharaan saturasi di nilai normal
atau sekitar normal, kecuali pasien mempunyai resiko kegagalan
respiratorik hiperkapnik (bukti level 4).
Rekomendasi
F17: Pada sebagian besar gangguan metabolik dan renal, target saturasi
oksigen adalah 94-98%, kecuali pasien memiliki resiko kegagalan respiratorik
hiperkapnik (grade D).

8.13.6 Gangguan neuromuscular akut dan subakut Menyebabkan Kelemahan Otot


Respiratori
Pasien dengan kondisi akut dan subakut yang berefek pada otot respiratorik
(sering ditumpangkan pada kondisi kronis) beresiko mengalami serangan
kegagalan respiratorik secara tiba-tiba dengan hipoksemia dan hiperkapnia dan
memerlukan support ventilasi non-invasive atau invasive. Ini berlaku terutama
untuk pasien dengan sindrom Guillain-Barre dan pasien yang menjalani
spirometri (forced vital capacity) harus dipantau secara hati-hati karena ini akan
mendeteksi terjadinya kegagalan pernafasan yang parah sebelum perkembangan
hipoksemia. Jika tingkat oksigen turun di bawah target saturasi, pengukuran gas
darah segera harus dilakukan dan pasien cenderung membutuhkan dukungan
ventilasi.
Good practice point
 Pa
sien dengan kegagalan respiratorik karena gangguan neurologik atau
penyakit pada otot beresiko tinggi mengalami kematian dan membutuhkan
pemeriksaan segera untuk menentukan apakah pasien membutuhkan
support ventilator non-invasive atau invasive atau terapi oksigen. Gas
darah dan spirometri regular (forced vital capacity) harus dimonitor pada
pasien- pasien tersebut. Keinginan pasien mengenai tatalaksana tersebut
harus ditetapkan sedini mungkin dalam perjalanan penyakit, idealnya
sebelum episode aku berkembang.

8.13.7 Cluster Headache


Kesembuhan cluster headache dilaporkan sebanyak 56-85%.351-354 Keuntungan
dari terapi oksigen telah dilaporkan pada tipe sakit kepala yang lain.355 Walaupun
ini bisa dianggap sebagai bentuk terapi oksigen darurat, pasien-pasien ini tidak
sesak napas atau hipoksemia. Cluster headache adalah salah satu gangguan
dengan nyeri yang berat yang dialami oleh manusia. Pasien dapat mendatangi
emergency departments saat serangan cluster akut, namun karena durasi dan
frekuensi episodenya relatif pendek, serangan akut cluster lebih sering dirawat di
rumah. Untuk pasien dengan cluster headache untuk rumah dan oksigen rawat
jalan dianjurkan untuk pengobatan serangan cluster headache akut. Aliran oksigen
yang dianjurkan adalah minimal 12L/menit dari masker reservoir.353 Pasien yang
memiliki episodic cluster headache mungkin tidak memerlukan oksigen dalam
jangka waktu yang lama dan setelah pasien bebas dari cluster headache selama
lebih dari 4 minggu, suplai oksigen dapat meningkat. Namun, karena kondisi yang
dapat berulang, persediaan oksigen darurat harus tersedia untuk penderita cluster
headache. Dalam sebuah penelitian yang membandingkan penggunaan oksigen
dengan udara, 78% pasien yang diberikan oksigen pada 12 L/ menit melalui
masker reservoir selama 15 menit mengalami penurunan rasa sakit pada 15 menit
dibandingkan dengan 20% mereka yang menghirup udara pada 12 L/menit ( p
<0,001) .354 Dalam penelitian lebih lanjut, terdapat pengurangan rasa sakit yang
komplit atau substansial pada 30 menit pada 56% pasien (sembilan partisipan)
pada 80% atau lebih dari cluster headache yang mereka alami ketika diberikan
oksigen 6 L/menit hingga 15 menit dari masker reservoir dibandingkan dengan
7% yang hanya menghirup udara.352
Pernyataan Bukti
 Te
rapi oksigen dapat memberikan kesembuhan pada cluster headache (bukti
level 1−).
Rekomendasi
F18: Untuk pasien dengan cluster headache, oksigen harus diberikan dengan
aliran minimal 12 L/menit dari masker reservoir dan oksigen di rumah harus
disediakan (grade D).

8.14 Kegawatdaruratan pada Obstetrik dan Persalinan


Penggunaan oksigen telah direkomendasikan pada banyak kegawatdaruratan
obstetrik dan, khususnya, untuk kolaps yang berhubungan dengan perdarahan,
emboli pulmonal, eklamsia atau emboli cairan amnion. Preeklamsia berat dan
eklamsia kadang-kadang dapat terjadi bersamaan dengan edema paru dan hal ini
dapat terjadi pada periode antenatal atau postnatal. Masalah medis, seperti
pneumonia atau eksaserbasi akut asma sering terjadi selama kehamilan.
Kardiomiopati peripartum jarang terjadi, tetapi dapat disertai gagal jantung pada
periode pascanatal. Trauma mayor menjadi semakin umum, terutama terkait
dengan kecelakaan lalu lintas jalan.
Penggunaan oksigen selama kehamilan harus mengikuti prinsip umum
yang sama seperti penggunaan oksigen pada pasien lain. Di banyak kasus, wanita
hamil yang mengalami trauma berat (trauma mayor) atau hipoksemia berat harus
diberikan oksigen konsentrasi tinggi melalui masker reservoir non-rebreathing
dan wanita dengan hipoksemia yang lebih ringan dapat menggunakan nasal
cannulae atau simple face mask atau masker Venturi untuk mencapai saturasi
oksigen 94-98%. Faktor risiko untuk hiperkapnia jarang terjadi pada wanita usia
subur, tetapi obesitas morbid adalah masalah yang meningkat pada populasi di
Inggris dan dikaitkan dengan risiko hiperkapnia (lihat bagian 8.12.4). Wanita
hamil dengan obesitas morbid yang mengalami hipoksemia beresiko mengalami
hiperkapnia dan harus memiliki kisaran target 88-92% dari ketersediaan yang
tertunda dari hasil gas darah. Wanita hamil yang sepenuhnya sadar dan tanpa
gangguan kardiovaskular dapat di-manage dalam posisi duduk atau jika berbaring,
dapat menggunakan posisi full left lateral. Jika seorang wanita yang tidak
melahirkan mengalami hipoksemia dengan tingkat kesadaran yang menurun atau
membutuhkan support pernapasan atau kardiovaskular atau CPR, wanita tersebut
harus di-manage dengan posisi left lateral tilt. Hal ini akan meningkatkan cardiac
output dan dapat memfasilitasi pernapasan untuk alasan mekanis. Alternatifnya,
pasien dapat berbaring dengan posisi relatif datar dan uterus dapat dipindahkan
secara manual (sebaiknya ke kiri) untuk mengurangi kompresi aortocaval. Hal ini
biasanya membutuhkan bantuan dan akan terasa tidak nyaman.
Oksigen umumnya diberikan sebagai bagian dari tatalaksana pada banyak
kegawatdaruratan obstetrik. Namun, ketika oksigen diberikan selama kehamilan
atau persalinan, target saturasi yang dicapai adalah normoxaemia, yaitu saturasi
94-98%. Tidak ada bukti randomized trial yang menunjukkan bahwa maternal
'hyperoxaemia' bermanfaat bagi ibu atau janin. A 2008 review of the use of
oxygen during intrauterine resuscitation concluded as follows: “Caution should be
exercised when considering maternal oxygen administration as a first-line
intrauterine resuscitation measure until more data are available, reserving its use
after other measures have been unsuccessful in resolving the non-reassuring fetal
heart rate pattern.”356 Dari sebuah review tahun 2008 mengenai penggunaan
oksigen selama resusitasi intrauterus dapat disimpulkan bahwa "Perhatian harus
dilakukan ketika mempertimbangkan pemberian oksigen ibu sebagai langkah
resusitasi lini pertama intrauterin sampai tersedia lebih banyak data, pemesanan
penggunaannya setelah tindakan lain tidak berhasil dalam menyelesaikan pola
denyut jantung janin yang tidak meyakinkan. ”356
Oksigen biasanya diberikan untuk periode singkat ketika dicurigai terjadi
acute fetal compromise dalam persalinan. Dengan ini, diharapkan pengiriman
oksigen ke janin akan meningkat. Sebuah review Cochrane menyatakan tidak ada
uji coba (trial) terkait penggunaan oksigen untuk fetal compromise, namun penulis
mengidentifikasi dua uji coba oksigen profilaktik pada persalinan yang mana
dilaporkan signifikan secara statistic meningkatkan insiden cord blood acidosis
(pH< 7,20 atau [H+] > 63 nmol/L) pada kelompok oksigenasi (relative risk (RR)
3,5, 95% CI 1,34 hingga 9,19).357 Sebuah small randomised trial (n = 56) yang
dilakukan di Washington, Amerika pada tahun 2012 melaporkan bahwa tingkat
resusitasi di ruang persalinan adalah 20% pada bayi dari ibu yang dirandom untuk
2 L nasal oxygen selama minimal 30 menit sebelum persalinan dibandingkan
dengan 0% pada mereka yang menerima udara dari nasal cannula (p = 0,03) .358
Penelitian ini melaporkan bahwa hanya dalam satu peserta di tiap kelompok yang
mengalami cord blood acidosis. Ketika penelitian ini ditambahkan ke review
Cochrane, prevalensi cord blood acidosis dalam tiga penelitian yang telah
diterbitkan adalah 18/151 (12%) pada mereka yang dirandom untuk terapi oksigen
dan 6/140 (4%) ketika menggunakan udara selama persalinan. Sebuah paper opini
klinis, termasuk review dari dua randomised trials, menilai penggunaan
suplemental oksigen maternal pada persalinan.359 Para penulis ini mencatat tidak
terdapat data yang mengkonfirmasi manfaat terapi oksigen bagi janin dan
kemungkinan, meningkatnya aktivitas radikal bebas akan berbahaya. Para penulis
paper menyimpulkan bahwa masih diperlukan randomised trial dengan power
yang sesuai. Suplementasi oksigen harus disediakan untuk pasien hipoksemia
maternal yang telah dikonfirmasi dalam persalinan, dan suplementasi ini tidak
boleh dianggap sebagai intervensi yang tepat untuk status janin yang tidak
meyakinkan.
Hal ini sesuai dengan sebuah rekomendasi bahwa wanita hamil yang
terbukti hipoksemia harus mempertahankan saturasi oksigen darah mereka dalam
kisaran normal (94-98%) menggunakan oksigen suplemental hanya jika
diperlukan untuk mencapai efek ini. Ini berlaku sebelum atau selama persalinan
serta pada periode segera pascamelahirkan. Hipoksemia maternal dapat
disebabkan oleh trauma, kondisi medis yang telah ada atau baru, serta komplikasi
spesifik pada kehamilan. Dalam semua situasi tersebut, target saturasi pasien
harus normoxemia (saturasi 94-98%).
Sebuah review Cochrane tentang penggunaan oksigen suplemental untuk
operasi caesar selama analgesia regional menyimpulkan, saat ini bukti
menunjukkan bahwa oksigen suplemental yang diberikan kepada ibu hamil yang
sehat selama operasi caesar elektif di bawah anestesi regional berhubungan
dengan tingkat oksigen yang lebih tinggi pada ibu dan bayi (SpO2, PaO2, UaPO2
dan UvPO2 maternal) dan tingkat oxygen free radicals yang lebih tinggi. Namun,
intervensi tidak bermanfaat atau berbahaya bagi hasil klinis jangka pendek
neonatus sebagaimana dinilai oleh skor Apgar.360
Sebuah randomised trial dari inhalasi oksigen postpartum menyimpulkan
bahwa praktek ini tidak bermanfaat untuk mengurangi kehilangan darah vagina
selama tahap ketiga dan keempat pada persalinan.361
Pernyataan Bukti
 Tidak ada uji coba yang membandingkan rejimen oksigen yang
berbeda pada wanita hamil yang tidak sehat secara akut sehingga
manajemen harus didasarkan pada kadar oksigen yang diyakini optimal
pada kelompok orang dewasa lain yang tidak sehat akut (bukti level 4).
 Ketika wanita berada di fase late pregnancy (yaitu, di atas 20
minggu) berbaring telentang, terjadi kompresi aortocaval oleh uterus
gravid yang dapat mengurangi cardiac output ibu. Ini diatasi dengan
menggunakan posisi left lateral tilt atau perpindahan uterus secara manual.
Menempatkan pasien dalam posisi lateral kiri penuh adalah alternatif lain
(tingkat bukti 3).
 Meskipun terapi oksigen maternal dapat meningkatkan kadar
oksigen janin, terdapat data yang terbatas mengenai risiko atau manfaat
yang mungkin untuk ibu, janin dan bayi baru lahir (tingkat bukti 4).
Rekomendasi
H1: Wanita yang menderita trauma mayor, sepsis atau penyakit akut selama
kehamilan harus menerima terapi oksigen yang sama seperti pasien sakit berat
lainnya, dengan target saturasi oksigen 94-98%. Kisaran target yang sama harus
diterapkan pada wanita dengan hipoksemia karena komplikasi akut kehamilan
(misalnya, kolaps yng berhubungan dengan emboli cairan amnion, eklampsia atau
perdarahan antepartum/postpartum) (grade D).
H2: Wanita dengan kondisi hipoksemia yang mendasar (misalnya, pada pasien
gagal jantung) harus diberikan oksigen suplemental selama persalinan untuk
mencapai saturasi oksigen 94-98%, kecuali mereka yang beresiko mengalami
kegagalan respiratorik hiperkaprofik (kisaran target 88-92%) (grade D) ).
H3: Wanita hamil yang sadar sepenuhnya dan tanpa gangguan kardiovaskular,
dapat di-manage dalam posisi duduk atau jika berbaring harus menggunakan
posisi full left lateral (grade D).
H4: Wanita dengan usia kehamilan di atas 20 minggu (fundus uteri setinggi atau
di atas umbilikus) yang berisiko mengalami gangguan kardiovaskular terkait
(misalnya trauma, perdarahan vagina, dll) harus diposisikan dengan posisi
menghindari kompresi aortocaval dengan menggunakan left lateral tilt,
pemindahan uterus manual, atau dengan menempatkannya pada posisi full left
lateral (grade D).
H5: Wanita dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan hipoksemia yang
berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau mereka yang memerlukan
bantuan pernapasan atau kardiovaskular atau CPR harus di-manage dengan posisi
left lateral tilt atau pemindahan uterus manual (idealnya ke kiri) untuk
meningkatkan curah jantung dan pengiriman oksigen pada tubuh (kelas D).
H6: Penggunaan suplementasi oksigen selama resusitasi janin intrauterin pada
persalinan secara luas dilakukan di masa lalu, tetapi tidak ada bukti manfaatnya.
Terdapat sebuah bukti lemah yang menyatakan bahwa dapat terjadi kerusakan
pada janin jika suplemental oksigen diberikan untuk waktu yang lama selama
persalinan tanpa komplikasi. Secara keseluruhan, penggunaan oksigen selama
persalinan hanya diperlukan ketika ada bukti hipoksemia maternal (saturasi
oksigen <94%) (grade D).

8.15 Penggunaan Oksigen dalam Perawatan Postoperasi dan Perioperasi,


termasuk Penggunaan PCA device
8.15.1 Penggunaan oksigen, pulse oximetry, dan insiden hipoksemia pada
postoperasi
Sesak napas dan hipoksemia pasca operasi dapat berkembang karena berbagai
komplikasi, termasuk atelectasis, pneumonia, dan emboli paru. Penggunaan
analgesia opioid yang umumnya digunakan untuk nyeri sedang hingga berat,
dapat menyebabkan dan memperburuk kegagalan respiratorik, yang berpotensi
mengancam nyawa. Telah menjadi praktik yang umum bagi pasien pasca operasi
untuk menerima oksigen suplemental secara rutin untuk jangka waktu mulai dari
jam hingga hari setelah operasi untuk mencegah hipoksemia, terutama mereka
yang menerima analgesia opioid. Pasien berisiko tinggi yang menjalani operasi
besar, paling baik di-manage di ICU dan HDU yang memfasilitasi pemantauan
SpO2 dan biasanya end tidal CO2 (ini adalah standar pada ventilated patients).
Analisis ABG reguler menggunakan jalur arteri juga tersedia pada ICU dan HDU.
Hal ini memungkinkan terapi oksigen diberikan dalam dosis yang sesuai untuk
meredakan hipoksemia tanpa menyebabkan hiperoksia.
Namun, mayoritas pasien pasca operasi dikelola di bangsal bedah umum
di mana pemantauan berkelanjutan tidak mungkin dilakukan. Pertanyaan
mengenai apakah semua pasien pasca operasi harus menerima oksigen
suplemental secara rutin masih diperdebatkan dan kurangnya bukti kuat dari RCT
untuk mendukung atau menolak penggunaannya.
Sejumlah penelitian observasional telah melaporkan insiden yang tinggi
pada hipoksemia postoperatif.182 362–364 Review Cochrane terhadap 22.992 pasien
melaporkan kejadian hipoksemia pada periode perioperatif dan pasca operasi.181
Tidak mengherankan jika ada kesulitan untuk menarik kesimpulan pada insidensi
hipoksemia secara keseluruhan karena adanya variasi dalam kelompok populasi,
prosedur operatif dan modalitas anestesi.
Review Cochrane yang sama ini mencakup data dari lima uji coba di mana
pasien diacak untuk pemantauan pulse oximetry dan tidak ada pulse oximetry
selama dan setelah operasi.181 Review menunjukkan bahwa pulse oximetry
mengarah pada pengurangan 1,5 kali lipat hingga 3 kali lipat terhadap hipoksemia
perioperatif. Namun, ketika pulse oximetry membantu pada deteksi hipoksemia
dan intervensi untuk memperbaikinya, tidak ada perbedaan dalam tingkat
komplikasi antara kedua kelompok. Selain itu fungsi kognitif pasca operasi, lama
rawat di rumah sakit dan kematian, sama pada kedua kelompok. Para penulis
menduga bahwa mengoreksi hipoksemia sederhana, dengan meningkatkan
saturasi oksigen darah dari marjinal ke tingkat yang memuaskan, mungkin tidak
memberi manfaat kepada pasien. Namun hanya sedikit penelitian yang terlibat dan
studi lebih lanjut diperlukan untuk klarifikasi.
Insiden hipoksemia pasca operasi yang diteliti dalam randomised trials
menunjukkan hasil yang bervariasi. Gift et al366 tidak menemukan adanya
perbedaan yang signifikan secara klinis dalam SpO2 di hampir 300 pasien pasca
operasi yang dirandom dan menjalani empat perawatan yang berbeda, yaitu
oksigen 4 L/menit melalui nasal cannulae, oksigen 40% melalui masker, nurse-led
hyperinflation dan pasien tanpa perawatan.365 Canet et al365 menemukan bahwa
insiden hipoksemia lebih tinggi setelah menghirup udara dibandingkan dengan
35% pasien yang menghirup oksigen dan insidensinya meningkat jika pasien
berusia tua atau jika mereka menerima anastesi umum.366
Mengingat potensi untuk berkembangnya hipoksemia dan
ketidakmampuan untuk terus memantau oksigenasi pada kebanyakan pasien pasca
operasi, apakah lebih aman memberikan oksigen suplemental secara rutin kepada
semua pasien untuk mencegah hipoksemia? Kerugian utama dalam pendekatan ini
adalah ketika oksigen suplemental memperbaiki hipoksemia, hal itu juga dapat
menutupi kemampuan untuk mendeteksi hipoventilasi.228
Selain itu, baru-baru ini Niesters et al107 menunjukkan bahwa hiperoksia
memiliki efek aditif pada depresi pernafasan yang diinduksi opioid. Selain itu, ada
banyak bukti yang menunjukkan bahwa hipoksia berhubungan dengan perubahan
hemodinamik yang dapat meningkatkan iskemia miokard dan merusak kinerja
jantung (lihat bagian 8.13.1). Sebuah randomised trial terbaru pada 340 pasien
pasca bedah kardiak yang diberikan nasal high-flow oxygen dibandingkan dengan
perawatan biasa (oksigen dijaga SpO2> 93%) menunjukkan tidak ada perbaikan
dalam oksigenasi pasca operasi.367 Namun, pasien dalam kelompok high-flow
kecil kemungkinannya untuk membutuhkan peningkatan bantuan pernapasan
kapan saja selama penelitian (47 pasien dalam kelompok high-flow (27,8%)
dibandingkan dengan 77 pasien (45%) dalam kelompok perawatan standar (OR
0,47 95% CI 0,29-0,7, p <0,001). Para penulis berhipotesis bahwa low-level
airway pressure support yang disediakan oleh nasal high-flow system akan
mempengaruhi hasil ini.
Martin dan Grocott368 menyoroti bahwa perlu adanya pengevaluasian
kembali pada penggunaan oksigen yang tidak terbatas oleh ahli anestesi. Mereka
membahas hubungan antara terapi oksigen dalam perawatan perioperatif,
perawatan kritis dan resusitasi, menyoroti tentang kurangnya manfaat klinis dari
hiperoksemia dan adanya potensi outcome yang buruk. Mereka mengusulkan
strategi 'kontrol yang tepat dari oksigenasi arteri' di mana oksigen diberikan
kepada sesuai target yang ditentukan, misalnya, PaO2 8-10 kPa atau SaO2 88-
92% sehingga menghindari potensi bahaya dari hipoksemia dan hiperoksemia,
serta meningkatkan outcome klinis. Rekomendasi ini sesuai dengan pedoman ini.
Penggunaan ‘rutin’ oksigen suplemental pasca operasi masih
kontroversial.76 181 369–372 Bukti yang lebih banyak dari hasil RCT masih diperlukan.
Diperlukan pemantauan saturasi oksigen terus menerus. Sesuai dengan pedoman
SIGN tahun 2004 tentang perawatan pasca operasi yang merekomendasikan
pemeliharaan saturasi oksigen di atas 92% untuk pasien pasca operasi, pedoman
ini menyarankan pemberian oksigen untuk memelihara target saturasi 94-98%
pada sebagian besar pasien, dan target saturasi 88- 92% pada pasien yang berisiko
mengalami kegagalan respiratorik hiperkapnik.370
Pernyataan bukti
▸ Pulse oximetry pada periode perioperatif menyebabkan penurunan yang
signifikan pada hipoksemia perioperatif. Namun, identifikasi dan koreksi pada
hipoksemia ringan atau sedang dengan pulse oximetry tidak menyebabkan
penurunan pada tingkat komplikasi, lama masa rawat atau kematian (level bukti
1+).
Good practice points
✓ Target saturasi 94-98% direkomendasikan untuk sebagian besar pasien bedah,
kecuali mereka yang berisiko kegagalan respiratorik hiperkapnik, dimana target
saturasi yang dicapai adalah 88-92%.
✓ Pemantauan Pulse oximetry direkomendasikan untuk pasien pasca operasi
meskipun masih kurangnya bukti dari penelitian random.

8.15.2 Analgesia yang dikontrol pasien


Salah satu indikasi paling umum bagi ahli anestesi untuk meresepkan terapi
oksigen suplemental pasca operasi adalah untuk mencegah hipoksemia ketika
PCA digunakan. Dari dua review, disebutkan bahwa kejadian hipoksemia pasca
operasi pada pasien yang menerima PCA adalah 11,5% dan 15,2% .373 374
Namun, systematic review dari Cashman dan Dolin 373 yang membandingkan
efek manajemen nyeri akut pascaoperasi pada fungsi pernafasan, menemukan
bahwa PCA tidak menyebabkan lebih banyak kasus pernapasan bila dibandingkan
dengan analgesia intramuskular dan epidural.
anestesi. Mereka meninjau 165 penelitian menggunakan berbagai indikator untuk
depresi pernapasan, termasuk hipoventilasi, hypercarbia, desaturasi oksigen, dan
kebutuhan untuk nalokson. Ketika menggunakan frekuensi pernapasan sebagai
ukuran untuk depresi pernafasan, tidak ada perbedaan antara ketiga modalitas
analgesia. Namun, ketika desaturasi oksigen digunakan sebagai indikator untuk
depresi pernafasan, insiden desaturasi pada kelompok PCA intravena secara
signifikan lebih rendah (rata-rata 11,5% (95% CI 5,6% sampai 22%))
dibandingkan dengan analgesia epidural (rata-rata 15,1% (95 % CI 5,6% hingga
22%)) dan analgesia intramuskular (rata-rata 37% (95% CI 22,6% hingga
45,9%)). Penggunaan PCA adalah indikasi paling umum untuk oksigen
suplemental.
Hal yang penting adalah ketika pemberian oksigen supplemental
mengoreksi hipoksemia, ia memiliki kemampuan untuk menutupi depresi
pernapasan dengan menunda onset desaturasi.102 107 Sebuah penelitian
menggunakan pemantauan karbon dioksida transkutan melalui ear lobe probe
(TOSCA) membandingkan pasien pasca operasi menggunakan analgesia epidural
dan pasien yang menggunakan morfin melalui pompa infus PCA.375 Semua
pasien menerima oksigen 4 L/menit pada periode pasca operasi. Desaturasi
signifikan tidak diamati pada kedua kelompok. Namun, kelompok PCA memiliki
median PtCO2 yang lebih tinggi, frekuensi pernapasan yang lebih rendah dan
waktu hiperkarbia lebih lama seperti yang dideteksi oleh TOSCA. Studi ini
menunjukkan bahwa pemantauan karbon dioksida transkutan berguna dalam
mendeteksi depresi pernafasan yang diinduksi opioid. Hal tersebut juga
menunjukkan bahwa hipoventilasi umum terjadi ketika analgesia PCA diberikan.
Namun, di luar ruang operasi dan perawatan intensif, di mana hanya pulse
oximetry tersedia, penggunaan oksigen suplemental dapat menutupi hipoventilasi.
Untuk alasan ini, oksigen harus diberikan untuk memperbaiki hipoksemia
daripada mencegahnya. Target saturasi 94-98% direkomendasikan pada
kebanyakan pasien, kecuali mereka yang berisiko gagal napas hiperkapnik, yaitu
pada kisaran 88-92%.
Niesters et al107 dalam proof-of-concept study menunjukkan bahwa
hyperoxemia memiliki efek aditif pada depresi pernafasan yang diinduksi opioid.
Dalam sebuah penelitian terhadap 20 sukarelawan yang sehat, ada penurunan
tajam dalam minute ventilation dan peningkatan end-tidal CO2 ketika menghirup
oksigen 50% dibandingkan dengan udara pernapasan saat menerima infus
remifentanyl. Selain itu, episode apnoeic secara signifikan lebih tinggi saat
menghirup oksigen. Penelitian pada gas darah dari 4866 pasien di rumah sakit
universitas menunjukkan bahwa hiperkapnia lebih umum daripada hipoksemia
dalam sampel gas darah dari bangsal bedah, HDU bedah, teater dan ICU serta di
bangsal medis dan banyak dari pasien hiperkapnik ini yang mengalami asidosis
hiperkapnik.42
Dengan tidak adanya RCT yang menyelidiki efek PCA dan efek
hiperoksemia, oksigen harus diberikan untuk memperbaiki hipoksemia daripada
mencegahnya. Target saturasi 94-98% direkomendasikan untuk sebagian besar
pasien, kecuali mereka yang berisiko kegagalan respiratorik hiperkapnik dengan
target 88-92%.
Good practice points
✓ Pasien yang menggunakan PCA harus menjalani observasi oximetry dua jam
sekali karena risiko hipoksemia. Oksigen harus diberikan untuk menjaga pasien
dalam kisaran saturasi target yang tepat.
✓ Target saturasi 94-98% disarankan pada sebagian besar pasien PCA, kecuali
mereka yang berisiko kegagal respiratorik hiperkapnik (target saturasi 88-92%).

8.15.3 Peran hiperoksemia dalam mengurangi komplikasi pasca operasi


Di masa lalu, tingkat oksigen inspirasi (inspired oxygen) yang tinggi (misalnya,
80%) pada periode perioperatif dan pasca operasi, bertujuan untuk meningkatkan
outcome klinis, termasuk menurunnya kejadian infeksi situs bedah (surgical site
infection). Alasan penggunaan tersebut adalah peningkatan PO2 pada jaringan
dalam luka bedah dapat meningkatkan kemampuan membunuh neutrofil sehingga
mengurangi tingkat infeksi. Sebuah meta-analisis yang terdahulu mendukung
hipotesis ini; 376 377 namun, tiga RCT yang telah dipublikasikan tidak sesuai
dengan temuan ini. 378–380
Dua meta-analisis menunjukkan hasil yang bertentangan: Togioka et al 381,
termasuk tujuh randomised trials, tidak menemukan manfaat keseluruhan dari
hiperoksia dalam mengurangi surgical site infection. Namun, manfaat yang
signifikan secara statistik ditunjukkan pada subkelompok yang menjalani anestesi
umum dan bedah kolorektal. Hovaguimian et al382, termasuk sembilan
randomised trials dalam meta-analisis, menyimpulkan bahwa oksigen perioperatif
tinggi memang mengurangi risiko surgical site infection perioperatif. Kedua meta-
analisis ini, termasuk RCT terbesar di area ini (uji coba PROXI), termasuk 1400
pasien, menunjukkan tidak ada manfaat dalam pemberian oksigen 80%
dibandingkan dengan oksigen 30% dalam berkembangnya risiko surgical site
infection setelah operasi abdomen379 Follow up jangka panjang pada pasien
kanker dalam studi PROXI mengungkapkan adanya peningkatan 45% dalam
long-term mortality dalam kelompok FiO2 tinggi (HR adalah 1,45; 95% CI 1,10-
1,90; p = 0,009).383 Kurz et al384 melaporkan bahwa oksigen suplemental tidak
mengurangi risiko surgical site infection di antara pasien reseksi kolorektal.
Hyperoxia telah diusulkan untuk mengurangi kejadian mual dan muntah
pasca operasi melalui sejumlah mekanisme, termasuk pencegahan iskemia usus
halus yang mengurangi pelepasan serotonin dan pengurangan pelepasan dopamin
di carotid bodies. Hal ini telah secara ekstensif diselidiki dengan bukti yang saling
bertentangan dari RCT. Dua systematic reviews dan meta-analisis terbaru
menunjukkan hasil yang berbeda.382 385 Orhan-Sungur et al385 termasuk data
dari 10 penelitian, tidak menunjukkan keseluruhan manfaat dalam hiperoksemia
dalam mengurangi risiko mual dan muntah pasca operasi. Hovaguimian et al382,
termasuk data dari 11 penelitian, menunjukkan konsentrasi oksigen yang tinggi
memberikan efek perlindungan yang signifikan dalam subkelompok pasien yang
menerima anestesi inhalasi tanpa antiemetik profilaksis. Namun, secara
keseluruhan tidak ada manfaat pada mual muntah pasca operasi.
Data eksperimental telah menunjukkan bahwa oksigen hiperbarik
meningkatkan integritas anastomotik pada hewan.386 387 Baru-baru ini, 72
pasien yang menjalani open infraperitoneal anastomosis elektif untuk kanker
rectum yang dirandomisasi menjadi 2 kelompok, oksigen 30% atau oksigen 80%
pada induksi dan selama 6 jam pasca operasi.388 Risiko kebocoran anastomosis
46% lebih rendah pada kelompok FiO2 80% (RR 0,63; 95% CI 0,42-0,98)
dibandingkan dengan kelompok FiO2 30%. Kelompok yang sama telah
menunjukkan hasil yang sama pada pasien dengan anastomosis oesophagojejunal
ketika risiko kebocoran anastomosis adalah 49% lebih rendah pada kelompok
FiO2 80% (RR 0,61; 95% CI 0,40-0,95) dibandingkan dengan kelompok FiO2
30%. Namun, dalam kedua penelitian di masing-masing kelompok pengobatan ini
jumlah pasiennya kecil dan studi lebih lanjut diperlukan dari peneliti lain untuk
memvalidasi temuan ini. Hal ini terutama mengingat Meyhoff et al383 bahwa
oksigen konsentrasi tinggi dapat meningkatkan mortalitas jangka menengah pada
pasien yang menjalani operasi kanker.
Pernyataan bukti
▸ Efek yang mungkin dari hiperoksemia pada periode perioperatif dan pasca
operasi masih kontroversial dan mungkin atau tidak mungkin mengurangi
keseluruhan surgical site infection. Namun, mungkin ada manfaat dalam
subkelompok pasien yang menjalani anestesi umum dan bedah kolorektal untuk
penyakit non-ganas (tingkat bukti 1−).
▸ Hiperoksemia pada periode perioperatif dan pasca operasi, secara substansial,
tidak mengurangi insidensi mual dan muntah pasca operasi, tetapi meta-analisis
menyimpulkan hal yang bertentangan (tingkat bukti 1−).
▸ Hiperoksemia pada periode perioperatif dan pasca operasi telah terbukti
meningkatkan integritas anastomosis pada pasien yang menjalani operasi gastrik
dan kolorektal (tingkat bukti 1−).
Rekomendasi
J1: Hiperoksemia tidak dianjurkan untuk diberikan secara rutin pada periode
perioperatif dan pasca operasi dalam mengurangi insidensi mual dan muntah
pasca operasi (derajat D).
Good practice point
✓ Ada bukti yang saling bertentangan mengenai manfaat dan risiko hipoksemia
perioperatif dalam mengurangi risiko surgical site infection pada operasi elektif
dan tidak ada bukti untuk praktik ini pada pasien yang menjalani prosedur bedah
emergency. Percobaan lebih lanjut diperlukan untuk prosedur spesifik dan
diperlukan lebih banyak informasi mengenai risiko kematian jangka panjang bagi
pasien dengan kanker. Sementara itu, oksigen tidak boleh digunakan untuk
indikasi ini di luar uji klinis.

8.16 Penggunaan oksigen selama endoskopi dan prosedur lain yang


melibatkan conscious sedation
Conscious sedation didefinisikan sebagai "teknik di mana penggunaan obat atau
obat-obatan yang mendepresi sistem saraf pusat yang memungkinkan perawatan
untuk dilakukan, tetapi kontak verbal dengan pasien dipertahankan selama periode
sedasi . Obat-obatan dan teknik yang digunakan untuk conscious sedation harus
cukup aman untuk tidak membuat kesadaran hilang. ”390 Conscious sedation
adalah prosedur rumah sakit yang dilakukan di berbagai tempat, dari endoscopy
suite hingga departemen gawat darurat. Ini dilakukan oleh ahli anestesi, dokter,
perawat terlatih dan praktisi dari departemen operasi. Obat sedasi yang paling
umum digunakan adalah kelas benzodiazepine dan opioid,serta propofol.
Pengurangan fibre-optic bronchoscopy pada SaO2 merupakan suatu
kejadian umum391-393 terlepas dari pendekatan yang dipilih, apakah transnasal atau
transoral.394 Ada beberapa faktor yang berkontribusi, termasuk efek obat depresi
pernafasan sentral, oklusi fisik parsial saluran napas oleh bronkoskop,
penggunaan airway suction yang lama, serta ketidaksesuaian V/Q akibat
pemberian berangsur-angsur pada larutan anestesi dan lavage fluid pada saluran
napas.395–397 Suatu small non-blinded randomised study menunjukkan tidak ada
pengaruh signifikan dari posisi pasien (supine vs semirecumbent) pada desaturasi
393
yang diamati selama bronkoskopi fibre-optic, meskipun penelitian lebih lanjut
telah menunjukkan tingkat desaturasi yang lebih tinggi pada posisi duduk
dibandingkan posisi terlentang.398
Milman et al391 menunjukkan bahwa setelah sedasi benzodiazepine, tanpa oksigen
suplemental, 38% pasien mengalami desaturasi (SpO2 <90%) sebelum
bronkoskopi, 80% selama bronkoskopi, dan 60% setelah prosedur tersebut.
Dengan demikian, semua pasien yang menjalani fibre-optic bronchoscopy harus
dipantau secara rutin menggunakan pulse oximetry transkutan yang memfasilitasi
metode non-invasif yang akurat untuk menilai hipoksemia selama tahap sedasi,
prosedur dan pemulihan.
Ada berbagai variasi data mengenai efek hipoksemia pada kejadian
komplikasi yang signifikan, termasuk aritmia jantung selama prosedur fibre-optic
bronchoscopy. Dalam studi prospektif, tercatat seringnya kelainan ritme minor
dengan lebih banyak kelainan ritme mayor yang lebih sering terlihat pada pasien
yang mengalami hipoksemia setelah prosedur.399 Semua aritmia bersifat self-
limiting dan tidak mengarah pada gangguan hemodinamik. Temuan ini ditegaskan
kembali dalam penelitian lebih lanjut yang menunjukkan hubungan antara
hipoksemia dan perkembangan aritmia jantung.392 Sebaliknya, Lundgren et al395
dalam penelitian kecilnya pada 10 pasien dengan penyakit paru restriktif sekunder
untuk fibrosis paru, menunjukkan bahwa meskipun airway suctioning yang lama
menyebabkan penurunan PaO2, tidak ada peningkatan yang signifikan pada
kejadian aritmia jantung. Penelitian lebih lanjut menunjukkan tidak ada
peningkatan aritmia selama fibre-optic bronchoscopy, dengan tingkat aritmia
ringan yang serupa dengan yang terlihat selama tes fungsi paru.391 394
Derajat dan lamanya hipoksemia dapat diperbaiki oleh suplementasi
oksigen yang diberikan melalui kateter nasal atau faring.391 393
Penelitian
retrospektif yang dilakukan selama 6 tahun (n = 1051) menunjukkan bahwa
penggunaan oksigen secara rutin pada profilaksis tidak diperlukan selama fibre-
optic bronchoscopy, bahkan ketika conscious sedation dilakukan. Hal ini karena
sebagian besar desaturasi yang diamati bersifat sementara dan dengan demikian
tidak memerlukan intervensi khusus.400 Kebutuhan oksigen suplemental diketahui
meningkat sehubungan dengan penurunan FEV1 atau PEF. Jones dan O'Driscoll400
menunjukkan bahwa 35% pasien dengan FEV1 <1 L membutuhkan pemberian
oksigen, 14% pada mereka dengan FEV 1 1,0-1,5 L dan 7% dengan FEV 1> 1,5 L.
Namun, kebutuhan untuk oksigen suplemental tetap bervariasi , mulai dari 5%
hingga 32% dan karenanya, diperlukan penilaian secara individual.400 401
Suplementasi oksigen harus diberikan ketika terjadi desaturasi signifikan (SpO2
<90%, perubahan SpO2> 4%) dan berkepanjangan (> 1 menit) untuk mengurangi
risiko hipoksemia terkait komplikasi.391 392 399 400 402 Target oksigenasi arteri
seharusnya tergantung pada masing-masing pasien, SpO2 94-98% cocok untuk
sebagian besar pasien, kecuali mereka yang berisiko kegagalan respiratorik
hiperkapnik di mana target yang tepat adalah SpO2 88-92%.
Penurunan SaO2 transkutan juga telah dilaporkan selama dan setelah
endoskopi GI atas403-409 dan endoskopi GI bawah408-410,khususnya selama prosedur
terapeutik yang lebih rumit seperti endoskopi kolangiopankreatografi retrograd. 409
411 412
Sebuah penelitian observasional menunjukkan desaturasi yang lebih jelas
pada pasien dengan pre-existing requirement untuk terapi oksigen jangka
panjang.412 Hipoksemia cenderung multifaktorial, seperti halnya dengan
prosedur bronkoskopik, konsekuensi dari sedasi dan distorsi fisik saluran napas
yang dihasilkan oleh bagian dari endoskopi. Oleh karena itu, fibre-optic
bronchoscopy penting untuk memastikan fasilitas yang adekuat untuk memantau
saturasi oksigen transkutan pada semua tahap selama prosedur.
Hipoksemia selama endoskopi GI mungkin lebih sering diamati pada
individu dengan penyakit kardiorespirasi yang sudah ada sebelumnya atau mereka
yang menjalani prosedur terapi yang rumit, terutama jika disedasi berat. 292 293 295 296
300 301
Meskipun penggunaan terapi oksigen secara profilaksis disarankan pada
semua pasien. pasien yang menerima conscious sedation dalam pedoman dari
301
British Society of Gastroenterology, tidak ada studi yang menganalisis apakah
penggunaan rutin oksigen profilaksis akan menurunkan atau meningkatkan risiko
endoskopi GI bahkan pada pasien berisiko. Ada risiko pada penggunaan oksigen
rutin, yaitu dapat menutupi perkembangan kegagalan pernafasan pada pasien
tersebut karena pada pasien dapat berkembang hiperkapnia dan narkosis karbon
dioksida meskipun memiliki pengukuran saturasi oksigen yang memuaskan.
Pasien seperti itu memerlukan pemantauan saturasi oksigen terus menerus dan
pengamatan klinis secara menyeluruh, dan fasilitas untuk pemberian oksigen
harus siap tersedia jika terjadi desaturasi yang signifikan seperti yang dibahas
pada bagian 7.
Terdapat data terbatas mengenai penggunaan oksigen selama prosedur lain
yang melibatkan conscious sedation. Prosedur jantung invasif, seperti kateterisasi
jantung dan angioplasty, berhubungan dengan desaturasi oksigen arteri dalam
proporsi yang signifikan dari pasien, terutama mereka yang diketahui berpenyakit
kardiorespirasi, dan dapat dikoreksi oleh pemberian oksigen tambahan. 413 Dalam
departemen kegawatdaruratan, prosedur yang membutuhkan conscious sedation
dapat terkait dengan hipoksemia; Namun, penggunaan oksigen dalam cara
profilaksis belum terbukti mengurangi kejadian hipoksemia, meskipun penelitian
ini kecil dan cenderung kurang kuat untuk hal ini.414 415
Pemantauan SaO2 diindikasikan selama pemberian sedasi, prosedur, dan
periode pemulihan di semua prosedur yang melibatkan conscious sedation.
Perhatian yang signifikan harus dilakukan pada saat pemberian sedasi dan oksigen
suplemental pada pasien dengan resting gypercapnic atau penyakit paru signifikan
yang mana pasien berisiko mengalami kegagalan respiratorik hiperkapnik. Sangat
penting untuk memastikan penilaian klinis yang cukup dari pasien setiap saat.
Pemantauan kadar karbon dioksida transkutan dan capnografi sebagai tambahan
untuk pemantauan standar mungkin dapat berguna, terutama pada pasien berisiko
tinggi dan mereka yang menerima sedasi sedang atau sedasi tinggi untuk
mengidentifikasi tanda-tanda awal depresi pernafasan.416 417
Pernyataan bukti
▸ Hipoksemia adalah hal umum yang diamati selama fibre-optic bronchoscopy
yang berhubungan dengan penggunaan obat depresan sentral, oklusi saluran napas
parsial, penggunaan airway suction, pemosisian pasien dan pemberian cairan
secara berangsur-angsur ke saluran napas. Ada hubungan antara berkurangnya
FEV1 dan PEF dan peningkatan kejadian hipoksemia (bukti level 4).
▸ Hipoksemia tercatat terjadi selama endoskopi GI atas dan GI bawah, serta
prosedur lain yang melibatkan conscious sedation (tingkat bukti 2+).
▸ Penggunaan oksigen tambahan melalui kateter nasal atau faring dapat
memperbaiki hipoksemia (tingkat bukti 2+).
▸ Suplementasi oksigen harus diberikan kepada pasien dengan pengurangan
berkelanjutan dalam SaO2 (SpO2 <90% atau perubahan> 4%, untuk> 1 menit)
(tingkat bukti 4).
Rekomendasi
J2: Semua prosedur yang melibatkan conscious sedation memerlukan pemantauan
terus menerus pada saturasi oksigen melalui pulse oximetry sebelum dan selama
prosedur, dan dalam periode pemulihan, terutama fibre-optic bronchoscopy dan
endoskopi GI bagian atas di mana pengurangan SaO2 adalah umum, terutama
dengan bersamaan penggunaan sedasi (kelas C).
J3: Desaturasi oksigen arteri yang signifikan (SpO2 <90% atau penurunan 4%
atau lebih atau yang terjadi berkepanjangan (> 1 menit selama prosedur
endoskopi)) harus dikoreksi dengan oksigen tambahan dengan tujuan mencapai
target saturasi oksigen 94-98%, atau 88-92% pada mereka yang berisiko
kegagalan respiratorik hiperkapnik (grade D).
J4: Endoskopi saluran pencernaan atas yang kompleks atau prosedur pada pasien
dengan komorbiditas kardiorespirasi sangat mungkin menyebabkan hipoksemia
dan juga dapat menyebabkan hiperkapnia, terutama jika pasien disedasi dengan
sedasi berat. Disarankan bahwa gas darah harus diukur jika pasien tersebut harus
diberikan oksigen dalam waktu yang lama. Pemberian oksigen rutin tidak
dianjurkan karena dapat menunda rekognisi pada kegagalan pernafasan (grade D).
J5: Penilaian klinis yang konstan terhadap pasien sangat penting pada semua tahap
prosedur conscious sedation dan pemantauan capnography atau kadar karbon
dioksida transkutan dapat menjadi tambahan yang berguna untuk mengidentifikasi
awal depresi pernafasan (grade D).
J6: Selama masa pemulihan setelah prosedur yang memerlukan conscious
sedation, oksigen suplemental harus dititrasi untuk mencapai target saturasi 94-
98% pada kebanyakan pasien dan 88-92% pada mereka yang berisiko gagal napas
hiperkapnik (lihat bagian 10.5.1) ( kelas D).

8.17 Penggunaan oksigen dalam perawatan paliatif


Pada tahun 2004, sebuah partai kerja dari Asosiasi Komite Ilmiah Kedokteran
Paliatif memeriksa bukti tentang penggunaan oksigen untuk paliasi sesak napas
pada PPOK, kanker stadium lanjut dan gagal jantung kronis. 418 Mereka
menemukan bahwa oksigen mungkin memiliki peran yang berguna dalam paliasi
sesak napas.419 420
Namun, dari kebanyakan studi berikutnya147 148 150 421
dan
systematic reviews159 422-424 menyimpulkan tidak ada perbedaan antara oksigen atau
udara dalam menyembuhkan sesak napas, meskipun intervensi tampaknya
menginduksi rasa lega dari gejala. Ada konsensus umum yang menyatakan bahwa
pendinginan wajah (misalnya, dengan kipas tangan) dari cabang kedua dan ketiga
saraf trigeminal/vagal dapat mengurangi sensasi sesak napas.425 Mekanisme ini
diyakini menjadi alasan mengapa udara dan oksigen tampaknya bekerja sama .
Selain itu, ada juga pertanyaan tentang hubungan hipoksemia dengan
sensasi sesak napas. Tampaknya tidak ada hubungan yang jelas antara keduanya,
seperti yang telah ditunjukkan bahwa terjadinya hipoksemia (atau tidak adanya
hipoksemia) tidak memiliki hubungan untuk menghilangkan sesak napas pada
pasien perawatan paliatif.426
Sesak napas pada pasien yang sakit parah merupakan masalah multifaset
yang kompleks. Penyembuhan dari gejala ini harus bersifat individual pada setiap
pasien. Bukti menunjukkan bahwa manfaat dari opioid dan perawatan non-
farmakologis lebih kuat daripada manfaat dari oksigen, terutama untuk pasien
non-hipoksemia426 427 (bukti level 2+). Perangkat sederhana, seperti kipas genggam
dapat dicoba sebelum menggunakan metode yang lebih kompleks (misal oksigen
dan peralatan-peralatannya). Ada perhatian dalam komunitas klinis mengenai
pasien sekarat dapat menjadi tergantung secara psikologis pada oksigen dan
menjadi takut untuk melepaskan peralatannya bahkan ketika sudah jelas mereka
meninggal. Masker wajah dapat mengganggu dan dapat dianggap sebagai
penghalang oleh anggota keluarga di antara mereka dan pasien. Campbell dan
rekannya telah menunjukkan bahwa, ketika kematian sudah dekat, tanpa adanya
gangguan pernapasan, oksigen seharusnya tidak diberikan secara rutin bahkan
ketika hipoksemia berat terjadi. Di antara mereka yang sudah menerima oksigen,
sangat mungkin untuk menghentikannya pada 90% pasien tanpa menyebabkan
gangguan.428
Rekomendasi klinis sebelumnya untuk penggunaan oksigen dalam
perawatan paliatif didasarkan pada rekomendasi dari Asosiasi Komite Ilmu
Kedokteran Palliatif pada 2004418. Tetapi sebagian besar publikasi sejak tanggal
tersebut telah meragukan nilai terapi oksigen untuk pasien dengan kanker stadium
lanjut atau gagal jantung, kecuali pasien hipoksemia. Untuk beberapa kondisi
seperti fibrosis paru tingkat lanjut yang membutuhkan perawatan paliatif, manfaat
oksigen untuk pasien non-hipoksemia saat istirahat belum ditangani dalam uji
klinis meskipun banyak pasien dengan kondisi ini mengalami desaturasi saat
pengerahan tenaga dan mendapat manfaat dari terapi oksigen rawat jalan.
Pembaca harus mengacu pada pedoman BTS Home Oxygen untuk panduan
tentang penggunaan oksigen jangka menengah oleh pasien perawatan paliatif di
rumah.
Pernyataan bukti
▸ Sesak napas adalah gejala umum di antara pasien perawatan paliatif, tetapi
terdapat sedikit bukti bahwa tingkat sesak napas terkait dengan saturasi oksigen
(tingkat bukti 2+).
▸ Studi terbaru menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara oksigen dan
udara dalam menghilangkan sesak napas pada pasien perawatan paliatif yang non-
hipoxemia (bukti level 1+).
▸ Ada bukti yang bertentangan mengenai kemungkinan manfaat oksigen pada
pasien perawatan paliatif yang hipoksemia, kebanyakan penelitian bernilai negatif
(tingkat bukti 2+).
▸ Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perawatan alternatif seperti opioid atau
terapi non-farmakologis, seperti kipas genggam atau perawatan rasa cemas dapat
lebih bermanfaat (tingkat bukti 2+).
Rekomendasi
K1: Penggunaan oksigen pada pasien perawatan paliatif harus dibatasi pada
pasien dengan SpO2 secara konsisten <90% atau pasien yang melaporkan
kesembuhan yang signifikan pada sesak napas dari oksigen. Pada pasien non-
hipoksemia, opioid dan tindakan non-farmakologis harus dicoba sebelum terapi
oksigen (grade B).
K2: Secara umum, tidak ada peran pemantauan saturasi oksigen atau PO2 dalam
perawatan yang berfokus pada kenyamanan dalam beberapa hari terakhir
kehidupan. Jika pasien tampak nyaman, kadar oksigen tidak relevan dan tidak
boleh mempengaruhi perawatan (tingkat D).
Good practice points yang terkait dengan penggunaan oksigen dalam perawatan
paliatif
Terapi oksigen untuk menghilangkan gejala sesak napas pada pasien perawatan
paliatif lebih kompleks daripada koreksi sederhana hipoksemia. Pertimbangkan
masalah berikut:
✓ Pertimbangkan keterlibatan awal spesialis perawatan paliatif dan fisioterapis.
✓ Karena sesak napas adalah multifaktorial, penilaian secara komprehensif pada
faktor-faktor yang berkontribusi (seperti kecemasan) harus dilakukan.
✓ Opioid dosis rendah harus dipertimbangkan karena efektif untuk
menghilangkan sesak napas pada pasien perawatan paliatif.
✓ Uji coba kipas genggam untuk membantu meredakan sesak napas disarankan
sebelum uji coba oksigen.
✓ Penggunaan oksigen harus disesuaikan dengan individu dan penilaian formal
dibuat dari untuk mengetahui kemanjurannya mengurangi sesak napas dan
meningkatkan kualitas hidup bagi orang itu.
✓ Terapi oksigen tidak boleh dilanjutkan tanpa adanya manfaat pasien atau ketika
kerugiannya (misalnya, ketidaknyamanan masker atau kanula hidung,
pengeringan selaput lendir) lebih besar daripada manfaat simptomatik yang
mungkin terjadi.

8.18 Penggunaan campuran helium-oksigen (Heliox)


Helium adalah gas inert yang lebih ringan dan kurang padat dari oksigen dan
nitrogen yang terdiri lebih dari 99% udara yang hirup. Helium telah dicampur
dengan oksigen (Heliox), biasanya dalam rasio 80:20 atau 70:30 untuk mengobati
orang dewasa dan anak-anak dengan penyakit saluran napas atas dan bawah
karena berkurangnya densitas gas dapat menurunkan resistensi terhadap aliran
udara dan oleh karena itu untuk kerja pernapasan dalam saluran napas yang
sempit. Sebuah studi 4 tahun di unit perawatan kritis melaporkan 92 contoh
penggunaan (73% anak) dengan rasio ∼50 / 50 pada gangguan saluran napas atas
dan bawah dapat ditangani oleh Heliox.429
Penggunaan Heliox untuk obstruksi saluran napas bagian atas pada orang
dewasa belum menjadi subjek uji klinis formal karena presentasinya yang jarang
terjadi, situs dan sifat obstruksi aliran udara bervariasi dan pasien cenderung
datang dalam keadaan darurat akut di mana randomisasi akan sulit. Namun, ada
laporan kasus mengenai manfaat Heliox yang mana telah digunakan dan jelas
bermanfaat bagi pasien (tidak ada efek samping selain perubahan sementara
dalam suara).
Heliox telah digunakan pada asma dan COPD, baik sebagai gas yang
dihirup dan sebagai gas penggerak untuk perawatan nebuliser. Ada ketidakpastian
tentang manfaat heliox, sebagian karena gas itu sendiri yang dapat mempengaruhi
kalibrasi dan fungsi peralatan dan sebagian lain karena ini dapat mempengaruhi
ukuran aliran udara, seperti peak expiratory flow dan FEV1. Sebuah tinjauan
sistematis pada tahun 2003 menyimpulkan bahwa bukti yang ada tidak
memberikan dukungan untuk pemberian campuran helium-oksigen untuk pasien
gawat darurat dengan asma akut sedang sampai berat dengan peringatan bahwa
kesimpulan didasarkan pada perbandingan antara kelompok dan penelitian kecil.
dan hasilnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.430 Sebuah review pada tahun
2007 dan small randomised trial pada tahun 2011 mencatat adanya sedikit
peningkatan dalam pengukuran aliran udara tetapi signifikansi klinis tidak dapat
ditentukan.431 432
Penggunaan Heliox pada COPD kurang dipelajari dibandingkan
penggunaannya pada asma. Sebuah penelitian retrospektif dari 81 pasien dengan
AECOPD dan asidosis respiratorik melaporkan penurunan yang signifikan dalam
intubasi dan mortalitas pada kelompok Heliox dan masa rawat di ICU dan di
rumah sakit yang lebih singkat.433 Para penulis menyarankan (pada tahun 2001)
bahwa penelitian acak prospektif diperlukan dan kemudian, sebuah meta-analisis
(pada tahun 2004) menyimpulkan bahwa bukti definitif terhadap manfaat dinilai
masih kurang.434 Heliox telah digunakan dengan manfaat dilaporkan dalam
hubungannya dengan ventilasi tekanan positif non-invasif tetapi yang berada di
luar lingkup pedoman ini.
Penggunaan Heliox sebagai gas penggerak untuk nebuliser juga
kontroversial, sebagian karena interaksi kompleks antara gas penggerak dan obat
yang dihirup dan ukuran aliran udara. Sebuah tinjauan sistematis pada 2007
menyimpulkan bahwa penggunaan Heliox untuk pendorong nebuliser pada pasien
dengan asma akut sedikit meningkatkan aliran udara tetapi tidak dapat
menentukan apakah ini meningkatkan pemulihan.
Pernyataan bukti
▸ Ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa Heliox memiliki manfaat pada
campuran udara-oksigen pada asma atau COPD dan itu lebih mahal daripada
campuran oksigen-udara (tingkat bukti 1−).
▸ Ada bukti yang lemah dari laporan kasus dan praktik klinis bahwa percobaan
terapeutik Heliox mungkin wajar pada pasien dengan mechanical upper airway
obstruction atau stridor pasca operasi (tingkat bukti 3).
Rekomendasi
L1: Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan Heliox, baik
sebagai gas inhalasi atau sebagai gas penggerak untuk terapi nebuliser pada pasien
dewasa dengan eksaserbasi akut asma atau AECOPD, kecuali sebagai bagian dari
randomised clinical trials atau dalam keadaan luar biasa (grade D) .
L2: Uji coba terapeutik Heliox wajar pada pasien dengan mechanical upper
airway obstruction atau stridor pasca operasi (grade D).
L3: Penggunaan Heliox untuk pasien dengan asma atau PPOK harus
dipertimbangkan hanya dalam uji klinis atau oleh spesialis untuk eksaserbasi berat
yang tidak berespon terhadap pengobatan standar (dan pada pasien dengan PPOK
di mana terdapat kontraindikasi untuk intubasi) (grade D).

8.19 Penggunaan CPAP


Prinsip dan indikasi untuk penggunaan CPAP di luar perawatan mendesak berada
di luar ruang lingkup pedoman ini seperti halnya rincian teknis penggunaan CPAP.
Terapi CPAP akut digunakan secara umum dalam penatalaksanaan edema paru
akut dan banyak pasien yang kelebihan berat badan atau pengguna CPAP rumah
jangka panjang membutuhkan rawat inap di rumah sakit untuk manajemen kondisi
medis dan bedah. Sebagian besar pasien ini harus terus menggunakan perangkat
CPAP mereka sendiri selama masuk rumah sakit mereka (biasanya dalam
semalam) dan beberapa dari mereka mungkin perlu memasukkan oksigen untuk
mempertahankan jangkauan saturasi oksigen target mereka. Penggunaan CPAP
pada pasien dalam periode pra operasi dan pasca operasi untuk mengobati atau
mencegah hipoksemia pada pasien dengan gangguan tidur yang tidak teratur dan
penggunaan CPAP untuk mengobati edema paru memerlukan pertimbangan
khusus.

8.19.1 Penggunaan CPAP dalam perawatan perioperatif

Obesitas telah mencapai proporsi epidemi dengan lebih dari satu miliar
orang dewasa kelebihan berat badan di seluruh dunia, di antaranya setidaknya 300
juta mengalami obesitas (lihat juga bagian 8.15). Obesitas menjadi predisposisi
OSA dan OHS. CPAP adalah andalan perawatan medis untuk pasien dengan OSA.
Telah terbukti mengurangi apnoea dan kantuk di siang hari serta mengurangi
gejala sisa OSA yang tidak diobati seperti gangguan kognisi, hipertensi, penyakit
arteri koroner dan kecelakaan serebrovaskular.435 Insiden desaturasi pasca operasi
dan gagal napas tidak mengherankan tinggi pada pasien dengan OSA. 436 Obat
anestesi residu memiliki potensi untuk melemahkan otot-otot saluran napas atas
dan menekan drive pernapasan, sehingga memperkuat penyakit. CPAP pada
periode pasca operasi telah terbukti mengurangi reintubasi dan komplikasi
pernafasan yang parah setelah operasi perut besar pada pasien tanpa gangguan
pernapasan tidur.437 Sebuah penelitian observasional dari 16 pasien dengan OSA
melaporkan penurunan komplikasi pasca operasi pada pasien yang menggunakan
CPAP sebelum operasi, pada ekstubasi dan terus menerus selama 24-48 jam
setelah operasi.438 British Obesity and Metabolic Surgery Society (BOMSS)
merekomendasikan pasien dengan diagnosa tidur yang tertidur yang dilakukan
pada CPAP atau bi-level ventilasi tekanan udara positif (BiPAP) yang sedang
menjalani operasi, untuk membawa mesin mereka dan menggunakannya dalam
periode pra operasi dan pasca operasi.439 Pasien dengan OSA atau OHS dengan
bukti desaturasi <88% pada periode pasca operasi harus dimulai pada CPAP atau
BiPAP daripada hanya oksigen tambahan. Oksigen tambahan dapat dipertahankan
jika diperlukan untuk mempertahankan kisaran saturasi target, biasanya 88- 92%.

Perhatian harus dilakukan ketika memberikan oksigen ke semua pasien


obesitas yang tidak normal bahkan mereka yang tidak terdiagnosis gangguan
pernapasan tidur. Satu penelitian terhadap 40 pasien obesitas yang menjalani
operasi laparoskopi bariatrik menunjukkan insidensi hipoksemia pasca operasi
sama tingginya pada pasien tanpa OSA dibandingkan dengan pasien dengan
diagnosis OSA dan oksigen tambahan tidak mengurangi frekuensi desaturasi
oksigen

Pernyataan bukti.

 OSA dikaitkan dengan peningkatan insidensi desaturasi, gagal


napas, kejadian jantung dan masuk ICU (tingkat bukti 1+).
 Terapi CPAP yang digunakan dalam periode pra operasi dan pasca
operasi mengurangi komplikasi pada pasien dengan OSA setelah operasi
(tingkat bukti 2+).

Rekomendasi

N1: Pasien dengan gangguan pernapasan tidur yang didiagnosis yang


didirikan pada CPAP yang menjalani operasi harus membawa mesin mereka
dan menggunakannya dalam periode pra operasi dan pasca operasi. Jika
saturasi yang memadai tidak tercapai meskipun terapi CPAP, maka nilai
untuk ventilasi yang memburuk dengan gas darah dan oksigen harus
dimasukkan untuk mencapai saturasi 88-92% (grade D).

8.19.2 Penggunaan CPAP pada edema paru akut


Dua studi meta-analisis dan satu RCT besar (Gray et al 443) telah memberikan bukti
bahwa CPAP diberikan dengan oksigen tambahan memiliki manfaat klinis
fisiologis dan jangka pendek yang pasti terukur pada edema paru. 441 442 Manfaat
jangka panjang kurang jelas, khususnya penurunan mortalitas. Meta analisis dan
RCT pra-rumah sakit melihat penggunaan CPAP menunjukkan penurunan angka
441 442 444
kematian dan / atau intubasi. Namun, manfaat kematian ini tidak
ditemukan di RCT yang terbesar dan terbaik. 443 Selain itu, penelitian ini tidak
melaporkan pengurangan jumlah intubasi.

Pernyataan bukti

 Pasien dengan edema paru kardiogenik, diobati dengan CPAP dan


O2 menunjukkan perbaikan awal dalam pertukaran gas bila dibandingkan
dengan pengobatan standar (tingkat bukti 1+).
 Laporan bahwa tingkat mortalitas dan intubasi jangka pendek
menurun tidak dikonfirmasi dalam RCT terbesar (tingkat bukti 1+).
 Penggunaan terapi CPAP di lingkungan pra-rumah sakit mungkin
bermanfaat bagi pasien dengan edema paru akut karena berpotensi
menurunkan kebutuhan untuk intubasi endotrakeal, meningkatkan tanda-
tanda vital selama transportasi ke rumah sakit dan meningkatkan
mortalitas jangka pendek (tingkat bukti 1+).

Rekomendasi

N2: CPAP dengan oksigen entrained untuk mempertahankan saturasi 94-


98% harus dipertimbangkan sebagai pengobatan tambahan untuk
meningkatkan pertukaran gas pada pasien dengan edema paru kardiogenik
yang tidak merespon perawatan standar di perawatan di rumah sakit atau di
perawatan pra-rumah sakit (grade B).

BAGIAN 9: PENGGUNAAN DARURAT OXIGEN DALAM


AMBULANCES, COMMUNITY AND PREHOSPITAL SETTINGS

Bagian ini berlaku untuk berbagai pengaturan klinis untuk memasukkan


penggunaan oksigen darurat di rumah pasien, praktik dokter umum atau pusat
kesehatan dan dalam pengaturan perawatan ambulans. Manajemen di beberapa
pengaturan pra-rumah sakit seperti pusat perawatan primer atau di ambulans
paramedis mungkin hampir identik dengan manajemen rumah sakit. Pembaca
dirujuk ke bagian 10 untuk saran mengenai pilihan perangkat dan sistem
pengiriman oksigen.

Pembaca dirujuk ke tabel 1–4 dan bagan 1 dan 2 untuk ringkasan elemen kunci
dari terapi oksigen dalam keadaan darurat medis umum. Ringkasan singkat dari
bagian ini dapat diunduh dari www.brit-thoracic.org.uk.

Perawatan yang sedang berlangsung di rumah pasien hipoksemia kronis tidak


tercakup oleh pedoman ini. Ada sedikit literatur yang mendasari rekomendasi apa
pun ketika pasien tersebut mengalami eksaserbasi akut kondisi mereka, tetapi
keselamatan pasien harus menjadi prioritas. Panduan NICE pada COPD
merekomendasikan bahwa pasien yang menerima oksigen jangka panjang dan
mereka dengan PaO2 <7 kPa harus dipertimbangkan untuk perawatan di rumah
sakit selama eksaserbasi.1

Titik praktik yang baik


 Pasien hipoksemia kronis dengan eksaserbasi klinis yang terkait
dengan jatuhnya oksigen saturasi 3% atau lebih besar pada terapi oksigen
biasa mereka biasanya harus dinilai di rumah sakit dengan estimasi gas
darah. PaO2 dari <7 kPa setara dengan SpO2 di bawah ∼85%.

9.1 Pulse Oksimetri dan ketersediaan oksigen

Penting untuk memberikan terapi oksigen optimal pada kesempatan sedini


mungkin ketika pasien yang terengah-engah akut sedang dinilai dan dirawat di
masyarakat dan selama dipindahkan ke rumah sakit. Bagi sebagian besar pasien
seperti itu yang menjadi perhatian utama adalah memberikan oksigen yang cukup
untuk mendukung kebutuhan mereka. Hipoksemia dapat menyebabkan aritmia
jantung, kerusakan ginjal dan, akhirnya, kerusakan otak. Namun, terapi oksigen
berlebihan juga bisa berbahaya bagi beberapa pasien, terutama mereka dengan
PPOK lanjut. Saturasi target harus digunakan; Pulse Oksimetri diperlukan untuk
mencapai ini. Bagian 10.4.2 memberikan saran mengenai pilihan tabung oksigen
dalam praktik perawatan primer.

Ambulans darurat dan kendaraan jenis tanggap darurat / cepat dan sepeda motor
dan siklus servis ambulans harus dilengkapi dengan oksigen dan oksimeter yang
sesuai dengan moda transportasi. Dengan demikian, mobil / sepeda motor dan
siklus respon cepat akan memerlukan perangkat tipe jari oksimeter genggam dan
staf yang memulai oksigen di rumah akan membutuhkan alat portabel atau
oksimeter jari. Perangkat pulse oximetry yang digunakan oleh skema Community
First Responder (CFR) seharusnya sedapat mungkin mencerminkan layanan
ambulans yang menjadi afiliasi mereka. Demikian juga para direktur medis
Voluntary Aid Societies (VAS) didorong untuk membahas pembelian dan
penggunaan Pulse Oksimetri.

Ada banyak oximeters jari murah, kecil, tersedia di internet, tetapi belum ada
evaluasi menyeluruh atas akurasi dan keandalan perangkat ini. Namun, mereka
sekarang banyak digunakan oleh staf medis di banyak tempat, dan oleh pasien
yang menjalani terapi oksigen di rumah. Di masa depan, memiliki oksimeter kecil
mungkin sama seperti stetoskop, memperkuat bahwa saturasi oksigen harus
menjadi 'tanda vital kelima'. Dalam kedokteran rumah sakit, pembacaan oksimeter
sekarang ditetapkan sebagai bagian penting dari NEWS.96

Pernyataan bukti
 Penggunaan oximeters dalam perawatan akut didasarkan pada data
fisiologis dan pendapat ahli dalam ketiadaan percobaan acak (bukti level
4).

Rekomendasi

T1: Pulse oximetry harus tersedia di semua lokasi di mana oksigen darurat
digunakan oleh profesional perawatan kesehatan (lihat juga keterbatasan
penggunaan pulse oximetry section 7.1.2) (grade D).
V1: Oksigen darurat harus tersedia di pusat-pusat medis perawatan primer,
lebih disukai menggunakan tabung oksigen dengan regulator aliran-tinggi
integral. Alternatif lain, tabung oksigen yang dilengkapi dengan regulator
aliran tinggi (pengiriman hingga 15 L / menit) harus digunakan untuk
memungkinkan penggunaan dengan masker reservoir (kelas D).

V2: Organisasi perawatan kesehatan harus mengambil langkah-langkah


untuk menghilangkan risiko tabung oksigen yang terhubung ke outlet
oksigen dinding yang salah atau ke outlet yang mengirimkan udara
terkompresi atau gas lainnya sebagai pengganti oksigen. Pengukur aliran
udara harus dikeluarkan dari stopkontak dinding atau ditutup dengan
penutup outlet udara yang ditunjuk saat tidak digunakan. Perhatian khusus
harus diambil jika saluran oksigen kembar digunakan (kelas D).

9.2 Penilaian klinis oleh responden pertama (GP, perawat atau staf
ambulans)

Disarankan bahwa profesional kesehatan pertama (s) untuk menghadapi pasien


akut sesak napas harus melakukan penilaian awal 'ABC', diikuti dengan
mendapatkan sejarah cepat dari pasien dan / atau keluarga atau teman. Penilaian
segera harus mencakup pencatatan denyut nadi, laju pernapasan dan Pulse
Oksimetri.

 Penilaian klinis pada pasien yang sesak napas dimulai dengan


‘ABC’ (lihat rekomendasi B1).
 Sejarah singkat harus diambil dari pasien atau informan lainnya.
 Penilaian awal harus mencakup denyut nadi dan laju pernapasan
dalam semua kasus (lihat rekomendasi B1).
 Pulse Oksimetri harus selalu diukur pada pasien dengan sesak
napas atau dugaan hipoksemia (lihat rekomendasi B2).
 Pengukuran spesifik penyakit juga harus dicatat (misalnya, aliran
ekspirasi puncak pada asma, tekanan darah pada penyakit jantung).

9.3 Penatalaksanaan segera pasien hipoksemia


Setelah memastikan jalan napasnya bersih, responden pertama harus memulai
perawatan oksigen jika saturasi oksigen di bawah target. Terapi oksigen awal
harus mengikuti prinsip-prinsip umum yang diberikan dalam tabel 1-4 dan grafik
1 dan 2. Ada beberapa bukti bahwa terapi bronchodilator, bagaimanapun
diberikan, dapat menyebabkan peningkatan ketidaksesuaian V / Q dan penurunan
kadar oksigen darah pada pasien yang sakit akut segera setelah pengobatan (lihat
bagian 10.8.1).

Poin latihan yang bagus

 Terapi oksigen awal yang akan digunakan dalam berbagai situasi


klinis diberikan dalam tabel 1–4.
 Jika ada riwayat yang jelas tentang asma atau gagal jantung atau
penyakit lain yang dapat diobati, pengobatan yang tepat harus
dilembagakan sesuai dengan pedoman atau rencana manajemen standar
untuk setiap penyakit.
 Saturasi oksigen harus dipantau terus menerus sampai pasien stabil
atau tiba di rumah sakit untuk penilaian penuh. Konsentrasi oksigen harus
disesuaikan ke atas atau ke bawah untuk mempertahankan kisaran
kejenuhan target.
 Dalam sebagian besar situasi darurat, oksigen diberikan kepada
pasien segera tanpa resep formal atau perintah obat. Kurangnya resep tidak
boleh menghalangi pemberian oksigen saat dibutuhkan dalam situasi
darurat. Namun, catatan tertulis berikutnya harus dibuat dari apa terapi
oksigen yang telah diberikan kepada setiap pasien (dengan cara yang mirip
dengan pencatatan semua perawatan darurat lainnya).

9.4 Pasien dengan PPOK yang diketahui

Proporsi pasien sesak napas akan mengalami COPD. Sebuah tinjauan Cochrane
2006 dari terapi oksigen untuk COPD dalam pengaturan pra-rumah sakit tidak
menemukan studi acak yang relevan tetapi makalah oleh Austin et al51 pada tahun
2010 telah menunjukkan penurunan mortalitas pada pasien dengan PPOK pada
perawatan pra-rumah sakit yang dikelola dengan titrasi oksigen untuk mencapai
target kejenuhan. 88-92% dibandingkan dengan terapi oksigen konsentrasi tinggi
(RR 0,22).445

Audit dari penerimaan gawat darurat di rumah sakit Inggris telah menunjukkan
bahwa setidaknya 5% dari semua penerimaan medis dan 25% pasien medis sesak
napas atau hypoxaemic yang memerlukan masuk rumah sakit memiliki COPD
atau kondisi lain yang dapat menempatkan mereka pada risiko hiperkapnia.165
Daftar data pemerintah Inggris lebih dari 100 000 penerimaan rumah sakit karena
COPD setiap tahun yang merupakan 2% dari semua penerimaan darurat ke rumah
sakit di Inggris dan Wales.446 Banyak dari pasien ini akan memerlukan terapi
oksigen yang dititrasi dengan hati-hati karena mereka berisiko retensi karbon
dioksida atau asidosis pernapasan. Dalam penelitian besar di Inggris, 47% pasien
dengan PPOK yang parah memiliki PaCO2> 6.0 kPa (45 mm Hg), 20% memiliki
asidosis respiratorik (pH <7,35 atau [H +]> 45 nmol / L) dan 4,6% terapi oksigen
biasa mereka biasanya harus dinilai di rumah sakit dengan estimasi gas darah.
PaO2 dari <7 kPa setara dengan SpO2 di bawah ∼85%.

Anda mungkin juga menyukai