Al-Ahzab ayat 41 dan al-Baqarah 152 Tentang Dzikir
Dalam tafsir al-Sulami@ disebutkan bahwa Al-Nahrajwari@ berkata: siapa yang memperbanyak dzikir (mengingat) maka ia akan sampai pada yang diingat. Al-H}usay>n berkata: dzikir itu ada tiga, dzikir dengan lisan, dzikir dengan hati, dan dzikir dengan ruh/jiwa. Apabila berkumpul ketiga macam dzikir tersebut , maka seorang mukmin disebut dza>kir (yang mengingat). „Abd al-„Azi@z al-Makky> berkata: dzikirlah kamu sekalian kepadaKu (Allah) dengan dzikir yuang banyak disertai kebutuhan kamu sekalian, maka sesungguhnya Aku (Allah) akan mengingat kamu dengan ingatan yang banyak disertai mencukupkan kebutuhan kamu sekalian. (al-Sulami@, h. 132) Sementara Ibn ‘Arabi@ menjelaskan maksud dzikir kepada Allah adalah dengan menggunakan lisan untuk maqa>m (tempat/kedudukan) diri, dengan h}udhu>r (menghadirkan) untuk maqa>m hati, dengan munajat untuk maqa>m sirr (rahasia), sera musha>hadah (menyaksikan) untuk maqa>m ruh, muwasalah (saling keterkaitan) untuk maqa>m khafa’ (tersembunyi), dan fana’ (melebur) untuk maqa>m dzat. Adapun yang dimaksud tasbih adalah mensucikan Allah dengan cara mengosongkannya dari pekerjaan-pekerjaan, sifat-sifat, dan dzat. (Ibn „Arabi@, Jilid 2, h. 144). Perintah dzikir juga disebutkan dalam al-Qur‟a>n surat al-Baqa>rah ayat 152, “maka hendaklah kamu sekalian berdzikir kepadaKu”, Ibn „Arabi menafsirkan dzikir di sini adalah dengan cara Ija>bah (jawaban), Tha>’ah (ketaatan), dan Ira>dah (penghendakan). (Ibn „Arabi@, Jilid 1, h. 65). Berbeda dengan al-Sulami dan Ibn „Arabi, konsep dzikir kepada Allah menurut al- Alu>si@ adalah dzikir dengan sesuatu yang dapat menghantarkan kepada maha gagah dan agungnya sang pemilik, baik itu berupa tahli@l, tah}mi@d, tamji@d, dan taqdi@s. Sementara, maksud dzikir yang banyak adalah mencakup kebanyakan waktu dan keadaan. Dari Ibn „Abbas R.A. dzikir yang banyak adalah hendaklah tidak dilupakannya keagungan Allah. Dari Muqatil, hendaklah seseorang berdzikir dengan ucapan: subha>n Alla>h wa al-h}amd lilla>h wa la> ila>h illa Alla>h wa Alla>h Akbar di setiap keadaan. Dari „Atrah al-Tha>hirah R.A. siapa yang mengucapkannya sebanyak 30 kali, maka sungguh ia telah berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang banyak. Adapun utamanya dzikir kepada Allah adalah di waktu malam dan siang, dan jadikanlah bacaan dzikir tersebut sebagai tanaman di surga, dengan sebab dzikir tersebut maka gugurlah segala kesalahan sebagaimana gugurnya daun pohon yang kering. Adapun konsep tasbi@h} yang terdapat pada ayat selanjutnya, al-Alu>si@ menjelaskan bahwa perintah tasbih kepada Allah adalah bahwa hendaklah kamu sekalian mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak pantas bagiNya. (al-Alu>si@, Juz 22, h. 42). Demikian pula konsep dzikir yang terdapat dalam surat al-Baqa>rah ayat 152, dzikir berarti taat kepada Allah baik hati dan rupanya, sehingga dzikir mencakup dengan lisan, hati, dan anggota badan. Lisan adalah dengan mengucapkan h}amdalah, tasbi@h}, dan tah}mi@d, serta membaca al-Qur‟a>n; hati adalah dengan cara memikirkan petunjuk-petunjuk atau bukti-bukti yang menunjukkan akan pembebanan hukum (takli@f), janji, ancaman, dan sifat-sifat ketuhanan (al-Sifa>t al-Ila>hiyyah), juga rahasia-rahasia ketuhanan (al-Asra>r al-Rabba>niyyah); dan anggota badan adalah dengan cara menenggelamkannya ke dalam perbuatan-perbuatan yang diperintahkan serta menghindarkan anggota-anggota badan dari perbuatan-perbuatan yang dilarang. Adapun Ibadah Shalat mencakup ketiga perkara ini yaitu lisan, hati, dan anggota badan, maka Allah menamakan shalat dengan dzikir. Adapun ahli hakikat mengatakan bahwa hakikat dzikir adalah melupakan segala sesuatu selain Allah. Dengan demikian maka Allah akan mengingat mereka, maksudnya adalah membalas mereka dengan pahala dan ganjaran. (al-Alu>si@, Juz 2, h. 19). Berbeda dengan tafsir-tafsir sufi dalam menjelaskan konsep dzikir sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Ahmed Hulusi muncul dengan membawa keunikannya tersendiri terkait pandangan dan penafsirannya akan konsep dzikir dan doa. Baginya dzikir merupakan hal yang paling bermanfaat yang dapat dilakukan di dunia. Meskipun banyak yang menerjemahkan dzikir sebagai “mengingat Allah”, namun itu bukanlah definisi yang memadai. 1. Dzikir meningkatkan kapasitas otak pada arah makna dari kata yang diulang-ulang. 2. Dzikir memungkinkan energi radial yang memancar dari otak terunggah ke ruh, tubuh radial holografik, sehingga memperkuat tubuh rohani yang akan digunakan setelah kematian. 3. Jika dipraktekkan terus-menerus, dzikir mengembangkan kapasitas pemahaman otak berkaitan dengan makna kata-kata yang diulangulang. 4. Dzikir memungkinkan diraihnya keyakinan. 5. Dzikir memungkinkan aktualisasi makna-makna agung. Karena alasan-alasan ini dan yang lainnya, Al-Qur'an menyatakan bahwa dzikir merupakan amalan yang banyak dipuji, juga mengingatkan kepada mereka yang gagal untuk mengetahui pentingnya dzikir: “Dan barangsiapa dibutakan (dengan hal-hal eksternal) dari mengingat Yang Rahman (mengingat bahwa realitas esensialnya tersusun dari Nama-nama Allah dan karenanya dari menjalani ketentuan-ketentuan ini), Kami angkat baginya Setan (khayalan, ide bahwa dirinya hanyalah tubuh dan bahwa hidup harus dijalani untuk mengejar kesenangan jasmaniah) dan (keyakinan) ini akan menjadi identitasnya yang (baru). Dan sungguh, ini akan memalingkan mereka dari jalan (realitas) sedangkan mereka mengira bahwa mereka berada di jalan yang benar!” (al-Qur‟an 43:36-37) “Setan (kejasmanian; ide bahwa diri hanyalah tubuh fisik belaka) telah menguasai mereka dan membuat mereka lupa akan Allah (realitas diri mereka yang telah diperingatkan kepada mereka, dan bahwa mereka akan meninggalkan tubuh mereka serta hidup kekal sebagai „kesadaran‟ yang terdiri dari Nama-nama Allah!). Orang-orang (yang selalu menerima dorongan-dorongan setan dan mengira dirinya hanya tubuh fisik belaka) adalah sekutu Setan. Perhatikanlah, sangat pasti, sekutu-sekutu Setan adalah orang-orang yang sangat merugi!” (al-Qur‟an 58: 19) “Hai orang-orang yang beriman! Banyak-banyaklah mengingat Allah!” (al-Qur‟an 33: 41) “Dan dia yang berpaling dari dzikirKu (realitas absolut yang telah Aku peringatkan), sungguh dia akan mengalami kehidupan yang sempit (terbatasi oleh kondisi-kondisi tubuh dan pikirannya), dan Kami akan membangkitkan dia sebagai orang yang buta pada periode Kiamat.” (al-Qur‟an 20: 124) “Maka ingatlah (dzikr) Aku (renungkanlah); agar Aku mengingat kalian. Dan bersyukurlah kepadaKu (evaluasi Aku) dan jangan mengingkari Aku (jangan mengingkari bahwa Aku menyusun esensi kalian dan esensi semua keberadaan). (al-Qur‟an 2: 152).