Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HERBAL I

Penetapan Kadar Sari, Penetapan Susut Pengeringan, Penetapan Kadar Tanin, dan
Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Kelompok 7 - KP I
Oleh :
1. Anita Nur Hasanah 110116002
2. Aldo Indra Vernando 110116303
3. Agnes Stella Heriyanto 110116343
4. Angelina Chrismas T.P 110116350
5. Ahmad Al-Hazel H.K 110116400

I. Penetapan Kadar Sari


A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Suatu simplisia harus memenuhi persyaratan pemerian (makroskopik dan
mikroskopik), penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut asam, penetapan
kadar abu yang tidak larut air, penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan,
penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol,
penetapan kadar minyak atsiri dan penetapan bahan organik asing (Materia Medika
Indonesia, 1989).
2. Tujuan Praktikum
Menentukan % kadar sari (jumlah total senyawa dalam suatu tanaman obat yang
dapat terekstraksi dengan pelarut tertentu) dari suatu simplisia yang belum mendapat
penetapan secara biologi / kimia yang tepat.
B. Metode Praktikum
1. Alat
- Timbangan analitik - Pengaduk gelas
- Labu bersumbat 200 ml - Pipet ukur 20 ml
- Labu ukur 100 ml - Water bath
- Cawan porselin - Oven
- Corong gelas - Filler
- Kertas saring - Krus tang
2. Bahan
- Serbuk simplisia temulawak ( Curcuma xanthorrhiza )
- Aquadem
- Kloroform
- Etanol 95%
3. Skema kerja

C. Hasil Praktikum
1. % kadar sari yang larut dalam air (etanol)
= (oven2 x 5)/bobot awal pemanasan x 100%
= (0,0968 x 5)/5,01 x 100%
= 9,61%
2. % kadar sari yang larut dalam air (etanol)
= (oven2 x 5)/bobot awal pemanasan x 100%
= (0,1435 x 5)/5,01 x 100%
=14,018%
3. % kadar sari yang larut dalam air (etanol)
= (oven2 x 5)/bobot awal pemanasan x 100%
= (0,0933 x 5)/5,01 x 100%
= 9,311%
4. Rata-rata ± SD = rata-rata = 10,97166667 %
SD = 2,63551747 %
D. Pembahasan
Prinsip penetapan kadar sari yaitu dengan melarutkan sejumlah simplisia pada
pelarut tertentu untuk menentukan sejumlah senyawa aktif yang terkandung pada pelarut
tersebut. Sebelumnya, dilakukan proses maserasi dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Saat proses maserasi, sebaiknya
dilakukan pengadukan agar proses maserasi berjalan baik sehingga isi didalam sel keluar
semua menuju keluar sel, dan didapatkan sari yang banyak dalam pelarut.
Pada praktikum yang dilakukan kadar sari yang didapat sedikit karena prosedur
yang dilakukan tidak memenuhi syarat yaitu suhu oven tidak mencapai 105oC, suhu tidak
mencapai titik didih air ± 100oC sehingga kemungkinan masih mengandung pelarut
ataupun air yang belum sepenuhnya menguap. Selain itu, filtrat seharusnya di oven selama
1 jam tetapi pada saat praktikum hanya dilakukan selama 10 menit.
E. Kesimpulan
Termasuk bobot tetep karena identifikasi bobot tetap lebih besar daripada ambang bobot
tetap.
% kadar sari (rata-rata) = 10,97 % < 14,20 % dihitung sbg kurkumin
% Kv = 24,02 % (terlalu besar) > 18 % (tidak memenuhi syarat bahan alam)
F. Daftar Pustaka
Farmakope Herbal Indonesia edisi 1.2008. halaman 154
DepKes RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I, III dan IV
Freska, dkk. 2012. Laporan Praktikum Farmakognosi II, Penentuan Kadar Sari dalam
Pelarut Tertentu. Diakses tanggal 6 April 2015, pukul 21.46 WIB.
(http://www.academia.edu/9267373/laporan_penentuan_kadar_sari_dalam_pelarut_tertent
u)

II. Penetapan Susut Pengeringan


A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur105℃ selama ± 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai
nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan
sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada
di atmosfer atau lingkungan udara terbuka dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan
penyimpanan.
Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang)
tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
2. Tujuan praktikum
Menentukan persentase susut pengeringan dari simplisia
B. Metode praktikum
1. Alat
- Timbangan analitik - Eksikator
- Krus porselin bertutup - Krus tang
- Timbangan gram - Mortir & stamper
- Oven - Nampan stenlis
2. Bahan
Serbuk simplisia temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
3. Skema kerja
C. Hasil praktikum

Krus Berat krus Berat Simplisia Berat Simplisia Berat Simplisia ∆ Berat
kosong (g) I (Oven I) (g) II (Oven II) (g) III (Oven III)
(g)
1 21,1527 1,9369 1,8809 1,8629 0,018
2 22,0440 1,9523 1,8964 1,8823 0,0141
3 18,5599 1,8548 1,8007 1,7864 0,0143

Identifikasi bobot tetap >/< Ambang bobot tetap


(∆ Berat x 1000 mg) (0,5 x oven II/I) (mg)
1. 18 > (belum bobot tetap) 0,94045
2. 14,1 > (belum bobot tetap) 0,9482
3. 14,3 > (belum bobot tetap) 0,90035
Rata-rata ± SD : Perhitungan masing Bobot simplisia sebelum
masing : pemanasan
1. Rata-rata:
10,20% 1. 0,5 x 1,8809 : 1 = I. 2,0721 g
2. SD : 0,12 % 0,9405 mg II. 2,099 g
3. % kv : 1,12 % 2. 0,5 x 1,8964 : 1 = III. 1,9889 g
0,9482 mg
3. 0,5 x 1,8007 : 1 =
0,90035 mg
D. Pembahasan
Pada percobaan penetapan susut pengeringan, digunakan simplisia temulawak yang
dimasukkan ke dalam krus porselin. Bobot bahan pada krus porselin akan semakin
berkurang dengan adanya pemanasan, hal ini disebabkan karena kandungan air dan
senyawa yang mudah menguap dalam simplisia semakin sedikit setelah pemanasan dengan
oven 105℃. Saat percobaan, krus porselin dan simplisia dipanaskan di dalam oven, tutup
krus dalam keadaan terbuka agar proses penyusutan simplisia dapat berlangsung dengan
baik. Saat dimasukkan ke dalam eksikator krus porselin dalam keadaan tertutup untuk
mengurangi pengaruh uap air. Pada percobaan, didapat % rata-rata susut pengeringan
sebesar 10,20%. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan literatur (FHI ed I) yang
mengatakan bahwa susut pengeringan simplisia temulawak tidak lebih dari 10%.
E. Kesimpulan
Belum termasuk bobot tetap karena identifikasi bobot tetap lebih besar daripada ambang
bobot tetap, dan %susut pengeringan adalah 10,20% dimana lebih daripada 10%.
F. Daftar Pustaka
1. Farmakope Herbal Indonesia ed I, 2008, hal 152-153
2. Farmakope Indonesia ed III hal XXXIII
III. Penetapan Kadar Tanin
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Tanin adalah senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat,
yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya
termasuk asam amino dan alkaloid. Tanin pada mulanya merujuk pada penggunaan bahan
tanin nabati dari “ pohon ek” untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar
menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas, mencakup
aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak gugus hidroksil
dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk perikatan kompleks
yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain. Penetapan kadar tanin ini dapat
memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter mutu ekstrak
dalam kaitannya dengan efek farmakologis. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
kadar tanin dalam bahan baku jamu. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan kualitas
dan kemurnian dari simplisia yang diuji.
2. Tujuan praktikum
Memahami dan mengerti cara penetapan kadar tanin serta mampu menetapkan kadar tanin
dalam suatu simplisia
B. Metode praktikum
1. Alat
1. Timbangan analitik 10. Filler
2. Labu bersumbat 11. Krus tang
3. Labu ukur 12. Botol timbang
4. Cawan porselen 13. Eksikator
5. Corong gelas 14. Erlenmeyer
6. Kertas saring 15. Buret
7. Pengaduk gelas 16. Beaker glass 100 ml
8. Pipet volume 17. Pipet & papan tetes
9. Waterbath 18. Alat destilasi Stahl
2. Bahan
1. Simplisia daun teh
2. Aquadem
3. KmnO4 0.1 N
4. Asam indigo sulfonat LP
5. Besi (III) ammonium sulfat atau FeCl3
3. Skema kerja

Pembuatan Baku Primer


Ditimbang
Botol timbang kosong ditimbang di timbangan analitik
Timbang asam oksalat 630 mg
Botol Timbang + Asam Oksalat 0,1 N + Aqua
Asam oksalat dalam botol timbang
Ditambah aqua ad larut
Dilakukan 3-4x agar asam oksalat tidak tersisa di BT
Pindahkan ke labu ukur
Labu ukur 100,0 ml
Ditambah aqua ad 100 ml
Dikocok ad homogen
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
Hitung N oksalat 𝑁= 𝑥 𝑣 (𝑚𝑙) 𝑥𝑒𝑘𝑖𝑣
𝑀𝑟

N asam oksalat

Pembakuan KmnO4
Buret Erlenmeyer
Dibilas dengan KmnO4 0,1 N + 10 ml asam oksalat
Diisi dengan KmnO4 ad tanda 0,00 ml + H2SO4 4 ml dipanaskan
Buret siap dipakai 70-80°C di tandai dengan embun
Pada hotplate
Keadaan hangat
Asam oksalat dititrasi KmnO4 ad TAT/MMS

Dicatat volume KmnO4 untuk tepat TAT

Hitung N KmnO4

N KmnO4 dihitung Kv < 2%


Ekstrak Tanin dan Penetapan Kadar Tanin
Timbang seksama 2 g serbuk simplisia “Daun Teh”

Panaskan dengan 50 ml air mendidih di atas tangas air


selama 30’ sambil diaduk

Diamkan selama beberapa menit sampai dingin

Enap tuangkan melalui segumpal kapas (kertas saring)


ke dalam labu ukur 250 ml

Sari sisa dengan air mendidih, saring larutan


ke dalam labu ukur yang sama

Ulangi penyaringan beberapa kali ad larutan


bila di + besi (III) ammonium sulfat tidak menimbulkan warna biru gelap

Tambahkan air ad 250 ml

Timbang asam oksalat 0,1 N, larutkan dalam air ad 100,0 ml,


titrasi dengan larutan KMnO4

Pipet 25 ml sari ke dalam erlenmeyer 1000 ml

Tambahkan 750 ml air dan 25 ml asam indigo sulfonat LP

Titrasi dengan KMnO4 0,1 N ad larutan berwarna kuning emas

Lakukan percobaan blanko

Percobaan Blanko
Erlenmeyer 1000ml
(+) 25 ml aquadem
(+) 750 ml aquadem
(+) indicator as indigo sulfonar 25,0 ml
Titrasi KmnO4
Perubahan warna biru tua > kuning emas saat titrasi campuran diaduk dengan
magnetic stir
Dicatat volume titran

C. Hasil Praktikum
Kadar baku primer
N Asam Oksalat = g/Mr x 1000/v(ad) x ekivalen
= 0,6502 gram/126,07 x 1000/100 x 2
= 0,103149044 N

Pembakuan KMnO4 dengan Asam Oksalat

V. Baku Primer N Baku Primer (N) V Titran (ml) N Titran (N)


(ml)
10,0 0,103149044 10,58 0,09749437
10,0 0,103149044 10,78 0,095685569
10,0 0,130149044 10,74 0,09604194
N Titran Rata-rata = 0,096407293 N, SD = 9,581504972 x 104
KV = SD/Rata-rata x 100% = 0,99%
W KMnO4 = N KMnO4 hasil perhitungan/0,1
= 0,096407293/0,1
= 0,96407293
1ml KMnO4 0,1N ~ 0,004157 g tanin
Vol. KMnO4 Vol. titran Z (ml) %Kadar
untuk blanko untuk tanin (Vol. KMnO4 untuk tanin (w x 10 x 0,04157 x z) X 100%
(ml) (ml) – Vol. untuk blanko) Berat awal
2,09 8,20 6,11 12,24 %
2,09 8,25 6,16 12,34 %
2,09 8,10 6,09 12,04 %
Rata-rata %Kadar Tanin = 12,21%
D. Pembahasan
Metode yang digunakan untuk penetapan kadar tanin pada teh hijau adalah dengan
titrasi permanganometri. Prinsip dari titrasi ini yaitu reaksi oksidasi pada suasana asam
yang melibatkan elektron dengan jumlah tertentu, melibatkan suasana asam (H2SO4) untuk
mencapai tingkat oksidasi dari KMnO4 yang paling tinggi dan bilangan oksidasi +7
menjadi +2. Jadi, titrasi ini merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganate (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan larutan baku tertentu.
Pada percobaan ini untuk mengidentifikasi senyawa tanin pada teh hijau digunakan
juga penambahan FeCl3 didapatkan hasil positif. Hal ini terjadi karena adanya gugus fenol
pada tanin akan berikatan dengan FeCl3 membentuk kompleks yang menghasilkan warna
hijau komplek atau biru kehitaman.
Hasil penetapan kadar tanin yang diperoleh kelompok kami saat dilakukan
percobaan adalah sebesar 12,21%. Kadar ini sudah memenuhi syarat sebagai bahan
pangandan bermanfaat untuk kesehatan karena kadar tanin maksimal dalam bahan
makanan yang di tetapkan oleh Jyotismita K. yaitu sebesar 7-15%.
E. Kesimpulan
Kadar tanin yang diperoleh pada percobaan (12,21%) sudah memenuhi syarat batas
kadar tanin pada teh hijau yang ditetapkan pada litelatur yaitu 7%-15%.
F. Daftar Pustaka
1. F FIK UINAM Vol.2 No.4 201. PENETAPAN KADAR TANIN TOTAL EKSTRAK BIJI
JINTAN HITAM (Nigella sativa) SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS. Mukhriani,
Faridha Yenny Nonci, Mumang
2. Tim Pustaka Kesehatan Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1995.
3. Jurnal Farmasi Higea, Vol. 8, No. 2, 2016. PENETAPAN KADAR TANIN PADA TEH
CELUP YANG BEREDAR DIPASARAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS.
Anzharni Fajrina2), Junuarty Jubahar1), Stevani Sabirin2)
4. Jyotismita K. et. al, 2015. Determination of Tannin Content by Titrimetric Method from
Different Types of Tea, USA.

IV. Penetapan Kadar Minyak Atsiri


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Minyak atsiri disebut juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah
menguap, yang terdiri dari campuran yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik
didih berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan
uap tertentu dan dalam hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya tekanan uap yang
rendah dimiliki oleh persenyawaan yang memiliki titik didih tinggi. Minyak atsiri, atau
dikenal juga sebagai minyak eteris (Aetheric Oil), minyak esensial, minyak terbang, serta
minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada
suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak Atsiri
merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami
Minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang biasanya berperan sebagai alat
pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) ataupun sebagai agen untuk
bersaing dengan tumbuhan lain dalam mempertahankan ruang hidup. Minyak Atsiri
bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa
komponennya kuat memengaruhi saraf manusia terutama di hidung sehingga memberikan
efek psikologis tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa
organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil.
2. Tujuan Praktikum
Mempraktekkan cara penyulingan dan menetapkan kadar minyak atsiri
B. Metode Praktikum
1. Alat
- Timbangan analitik - Pipet tetes
- Serangkaian alat destilasi Stahl - Beaker glass 500ml
2. Bahan
- Simplisia lada - Aquadem 250ml - Etanol (95%) P
hitam 10g - HCLencer - Eter P
3. Skema kerja

C. Hasil Praktikum
% Kadar minyak atsiri : Hasil destilasi / Bobot simplisia yang didestilasi x 100%
: 0,07/10g x 100% = 0,7%
D. Pembahasan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah simplisia kayu manis yang berupa
serbuk. Metode yang digunakan adalah destilasi stahl. Prinsip destilasi stahl adalah
pemisahan dengan cara panas berdasarkan perbedaan titik didih dan berat jenis senyawa.
Senyawa yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu. Kemudian
uap air melewati kondensor akan mengalami pendinginan menghasilkan tetesan yang
masuk ke dalam buret. Di dalam buret, senyawa yang memiliki BJ lebih rendah akan
berada di bagian atas ( minyak atsiri ). sementara senyawa dengan BJ lebih tinggi akan
berada di bagian bawah.
Proses destilasi stahl diawali dengan serbuk lada hitam10g dimasukkan kedalam labu alas
bulat kemudian ditambah air 250ml kemudian ditambah batu didih agar pemanasan merata.
Setelah itu labu alas bulat dirangkaikan pada alat destilasi stahl dengan dioleskan sedikit
vaselin pada mulut luar labu agar rangkaian alat tidak lepas dan tidak terjadi kebocoran
selama destilasi berlangsung, kemudian selang masuk dan keluar dipasang sesuai
tempatnya yaitu selang masuk pada bagian bawah dan selang keluar pada bagian atas.
Selanjutnya selang masuk dihubungkan dengan pompa air dan air kemudian dialirkan
hingga air memenuhi seluruh kondensor. Pada pipa stahl diisi dengan air dengan tujuan
mencegah kekeringan pada sampel dan mencegah agar minyak yang menguap tidak keluar.
Setelah semua siap heating mantel dihidupkan dengan suhu medium. Suhu harus tetap
dijaga agar pemanasan tidak terjadi over heat. Proses destilasi umumnya dilakukan selama
5 jam untuk mendapatkan minyak atsiri, namun pada praktikum kali ini proses destilasi
dihentikan setelah 1 jam 5 menit proses hal tersebut dikarenakan serbuk simplisia yang
digunakan sudah dalam keadaan kering dan kemungkinan minyak atsiri yang terkandung
telah menguap.
Dalam percobaan kadar minyak atsiri kelompok kami memperoleh minyak atsiri sebanyak
0,7 ml

simplisia Cairan penyulingan Waktu


cara
nama jumlah keadaan jenis Jumlah penyulingan
Lada
10g dimemarkan air 250ml I 5 jam
hitam
Gambar alat destilasi stahl

E. Kesimpulan
Setelah melakukan destilasi selama 1 jam 5 menithasil yang kamiperoleh adalah
0,7% v/b,hasil yang kami peroleh tidak sesuai dengan teori kadar minyak atsiri lada hitam
yang tidak boleh <1%.Hal ini dapat terjadi karena mulut labu alas bulat/dataryang tidak
terlalu tertutup rapat denganalat destilasi stahl,serta lamanya destilasi kurang dari 5 jam
F. Daftar Pustaka
1. DepKes RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I dan IV.
2. Darwis SN 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Bogor : Puslitbang tanaman
industri
3. Dalimartha Setiawan. Altas Tumbuhan Obat Indonesia. Ungaran : Trubus Agriwidya
1999
4. Tanaman obat Keluarga. Jakarta. PT.Intisari Mediatama. 1999
5. Hariana H Arief. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, seri II dan seri III.Jakarta :
Penebar swadaya.

Anda mungkin juga menyukai