Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat, pada hakikatnya merupakan suatu


nilai, sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma
hukum, norma moral, maupun norma kenagaraan atau politik dan lain-lain.
Walaupun demikian norma-norma yang terdapat didalam pancasila adalah
merupakan nilai-nilai yang mendasar, sehingga ia tidak meruakan nilai-nilai yang
langsung menjadi norma-norma, yang dapat dijadikan pedoman, dalam suatu
tindakan atau sifat praktis.
Demikian pla nilai-nilai Pancasila, dia memberikan dasar-dasar yang
bersifat fondamental atau universal bagi manusia, baik dalam kehidupan
individual maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun
bernegara. Adapun manakala nilai-nilai Pancasila tersebut akan dijabarkan dalam
kehidupan nyata yang bersifat praktis dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara, maka nilai-nilai tersebut, perlu dijabarkan kedalam norma-norma yang
jelas, sehingga ia dapat dijadikan pedoman yang jelas.
Pancasila sebagai sumber etika politik, ada beberapa istilah dasar yang
terkait dan perlu dipahami secara benar, yaitu “nilai, norma, moral, dan etika”.
Istilah ataukata-kata tersebut sangat terkait langsung baik pada tataran teoritis
maupun praktis operasional bahkan praktik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbedaan Definisi-definisi Konseptual Tentang Moralitas, Nilai, Tata


krama, Kepribadian, Norma, dan Etika
1. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa latin, “mores” yaitu adat kebiasaan.
Istilah ini erat dengan proses pembentukan kata, ialah: mos, moris, manner,
morals. Yang dalam bahasa Indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak
dan kesusilaan, yang mengandung makna tata tertib batin atau hati nurani, yang
dapat menjadi pembimbing tingkah laku lahir dan batin manusia dalam
menjalani hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, moral erat kaitannya
dengan ajaran tentang suatu yang baik dan yang buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia.
Dengan demikian moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia
sebagai manusia. Bidang moral adalah kehidupan dilihat dari segi kebaikannya
sebagai manusia. Jadi moral itu berkaitan dengan penilaiian baik dan buruk
menurut ukuran manusia, yang berlandasan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu
masyarakat manusia, dan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat manusia pula.1
2. Nilai
Menilai artinya menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan
sesuatu dengan sesuatu untuk selanjutnya mengambil keputusan. Semua itu
dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia yaitu jasmani, cipta,
karsa, rasa serta keprcayaan.2
Sebagai suatu nilai, pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat
fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Adapun manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan
dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam

1
Alwi Kaderi, Pendidikan Pancasila, (Banjarmasin: Aswaja Pressindo, 2015), 140.
2
A.W. Widjaja, Perkuliahan Pancasila, (Jakarta: CV. Akademi Pressindo, 1985), 154-155.

2
masyarakat, bangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut akan dijabarkan
dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman.
Nilai terbagi menjadi 3, yaitu:
a) Nilai dasar (bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan
objektif segala sesuatu misalnya sifat tuhan, manusia atau segala sesuatu
lainnya)
b) Nilai instrumental (suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar)
c) Nilai praksis (nyata)3
3. Tata Krama
Tata berarti (adat, aturan, norma, peraturan), sedangkan krama berarti
sopan santun, kelakuan tindakan atau perbuatan. Jadi tata krama adalah
kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar
manusia setempat dan dalam kurun waktu kapan saja
Jenis-jenis tata krama
a) Tata krama berbicara
b) Tata krama pergaulan
c) Tata krama penampilan4.
4. Kepribadian
Kepribadian menurut May mengartikan kepribadian sebagai “personality
is a social thimus value”, artinya personality itu merupakan perangsang bagi
orang lain, jadi bagai mana orang lain bereaksi terhadap kita, itulah kepribadian
kita. Sedangkan Mec Dougal dan kawan-kawannya berpendapat, bahwa
kepribadian adalah “tingkat sifat-sifat dimana biasanya sifat yang tinggi
tngkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan”. Sigmund Freud
memandang kepribadian sabagai suatu stuktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu
Id, Ego, dan Superego. Dan tingkah laku menurut Freud tidak lain merupakan
3
Kaelan, pendidikan pancasila, (Yogyakarta: paradigma, 2016), 84.

4
Ahmad Nawawi, Tata Krama, (Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/35888116/Tata-Krama, pada tanggal 27 september 2018 pukul
15.30).

3
hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribagian tersebut. Dan
Gordon W. Allport memberikan definisi kepribadian sebagai berikut
“kepribadian adalah oraganisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
praktis psikofisis yang menentukan cara yang khas dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungan”.
Kesimpulan dari beberapa definisi tersebut adalah kebiasaan itu
merupakan suatu kebulatan dan kebulatan itu bersifat kompleks, sedangkan
kekompleskannya itu desebabkan oleh banyak faktor-faktor dalam dan faktor
luar yang menentukan kepribadian itu. Paduan antara faktor-faktor dalam dan
faktor-faktor luar itu menimbulkan gambaran yang unik. Artinya tidak ada dua
orang yang memiliki kepribadian yang benar-benar sama persis.5
5. Etika
Funk dan Wagnalls New Encylopedia mengatakan bahwa, etika berasal
dari kata ethos, karakter atau adat kebiasaaan, adalah prinsip-prinsip atau
pedoman tingkah laku manusia kadang-kadang disebut moral, secara lebih luas
adalah segala sesuatu yang mempelajari prinsip-prinsip atau yang disebut filsafat
moral. Di dalam New Master Pictorial Encyclopedia dikemukakan bahwa, etika
adalah tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta tetapi tentang nilai-nilai,
bukan mengenai tindakan manusia tetapi tentang idenya. Didalam Dictionari if
Education dikatakan, etika adalah study tentang tingkah laku manusia, tidak
hanya menentukan kebenarannya sebagai mana adanya, tetapi juga menyelidiki
manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia. Dr. H. Hamzah Yakub
dalam bukunya etika islam mengatakan, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana
yang baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal perbuatan manusia
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan, bisa disimpulkan
bahwa, etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang

5
Arif Luqman Nadhirin, Kepribadian,
http://nadhirin.blogspot.com/2008/07/kepribadian_8205.html, (Diakses dari ,pada tanggal 29
September 2018 pukul 13.35).

4
kurang baik yang diperlihatkan secara keseluruhan dari pada kaidah-kaidah
moral yang nampak dalam perbuatan manusia.6

B. Etika
Kata etika dalam kamus bahasa Indonesia Lengkap, diartika Ilmu tentang
akhlak dan tata kesopanan. Etika adalah salah satu bidang ilmu filsafat yang
berasal dari kata Yunani “etos” yang berarti sepadan dengan kata sosial. Melalui
etika diajarkan bagaimana kehendak manusia itu dapat dibimbing, menuju
kearah pemahaman dan pengalaman nilai-nilai kesusilaan atau kebaikan.
Dengan demikian etika merupakan suatu cabang dari ilmu filsafat, yang
mengajarkan bagaimana hidup secara arif atau bijaksana sebagai suatu seni,
sehingga filsafat etika juga dikenal sebagai filsafat moral.
Etika tidak memberikan ajaran melainkan kebiasaan-kebiasaan, nilai-
nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika tidak
membiarkan pandangan pandangan moral yang dikemukakan
dipertanggungjawabkan. Jadi nili etika itu berkaitan dengan makna-makna moral
yang mengekspresikan kewajiban dan berkaitan dengan kesadaran relasional.7
C. Sistem Etika Pancasila
pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari
sila-sila pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu didalam etika Pancasila
terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika bagi bangsa indonesia
ialah menjadi rambu normatif untuk mengatur perilaku kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dengan demikian
pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti korupsi (penyalagunaan
kekuasaan) dapa diminimalkan.

6
Rustam E. Tamburaka, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), 174.
7
Kaderi.. , 141.

5
Sistem etika pancasila, yaitu:
1. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral.
2. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan
manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral. Tindakan
manusia yang mengandung implikasi moral diungkapkan dengan cara
sikap yang adil dan beradab.
3. Hakikat sila persatuan terletak pada pada kesediaan untuk hidup bersama
sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa diatas
kepentingan individu atau kelompok.
4. Hakikat sila persatuan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
5. Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban
semata (deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis),
tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung dalam
nilai keadilan itu sendiri.8
D. Sistem Etika Politik Pancasila
Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipsahkan dengan
subjek sebagai prlaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait
erat dengan pembahasan moral. Hal ini berdasarkan berdasarkan kenyataan
bahwa pengertian moral senantiasa benunjuk kepada manusia sebagai subjek
etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun negara,etika
politik tetap meletakan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini
lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan
kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.
8
Direktorat Jenderal Pembelajaran Kemahasiswaan, pendidikan pancasila, (Jakarta:
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset Teknologi Pendidikkan Tinggi,
2016), 190.

6
1. Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kata politics yang memiliki makna
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem dan diikuti dengan
pelaksanaan tujuan-tujuan tersebut. Pengambilan keputusan atau decisi
onmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu
menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan umun atau public policies, yang menyangkut
pengaturan dan pembagian atau distribution dari sumber-sumber yang ada.
Untuk melaksanakan wewenang (authority), yang akan dipakai baik untuk
membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin
timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi,
dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan (coercion). Tanpa adanya suatu
paksaan, kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka
(statment of intent) yang tidak akan pernah terwujud.9
2. Dimensi Politik Manusia
a. Manusia sebagai Makhluk Individu Sosial
Berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak
mungkin memenuhi segala kebutuhannya, jikalau mendaasarkan pada
suatu anggapan bahwa sifat kodrat manusia hanya bersifat individu atau
sosial saja. Manusia merupakan makhluk yang bebas, namun untuk
menjamin kebebasannya ia senantiasa memerlukan orang lain atau
masyarakat. Oleh karena itu manusia tidak mungkin bersifat bebas
jikalau ia hanya bersifat totalitas individu atau sosial saja. Dalam
kapasitas moral kebebasan manusia akan menentukan apa yang harus
dilakukannya dan apa yang tidak dilakukannya. Konsekuensinya ia harus
mengambil sikap terhadap alam dan masyarakat sekeliingnya, ia dapat
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain akan tetapi terdapat suatu

9
Kaelan.., 87.

7
kemungkinan untuk melawan mereka. Manusia adalah bebas sejauh ia
sendiri mampu mengembangkan pikirannya dalam hubungan dengan
tujuan-tujuan dan sarana-sarana kehidupannya dan sejauh ia dapat
mencoba untuk bertindak sesuai dengannya. Dengan kebebasannya
manusia dapat melihat ruang gerak dengan berbagai kemungkinan untuk
bertindak, sehingga secara moral senantiasa berkaitan dengan orang lain.
b. Dimensi Politik Kehidupan Manusia
Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial, dimensi politis manusia senantiasa
berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa
berkaitan dengan berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara
keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala diambil dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseuruhan.
Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu
kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat
sebagai suatu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan
ditentukan kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali
oleh tindakan-tindakannya.10
3. Nilai-nilai pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam
kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara
ketiganya. Kebijaksanaan serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan
kenegaraan baik menyangkut politik dalam negeri maupun luar negeri,
ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat, dan
lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), harus
mendapat legistimasi rakyat (legistimasi demokratis) dan juga harus
berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legistimasi moral).

10
Kaelan.., 89-93.

Anda mungkin juga menyukai