Anda di halaman 1dari 3

1 contoh Studi Kasus Manusia dan Kebudayaan

Pertunjukan gabungan gerak tari, teater dan musik dipersembahkan kelompok Marga Sari pimpinan Shin Nakagawa yang
mengambil cerita dongeng "Momotaro" di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8). Kelompok yang memadukan
seni tradisi Jawa dan Jepang juga akan bermain di Yogyakarta dan Surabaya.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat luas memiliki beragam warisan budaya di
berbagai wilayah dan memiliki ciri khasnya masing-masing.
Demikian banyaknya peninggalan berharga dari nenek moyang Bangsa Indonesia yang tidak
dimiliki bangsa lain itu kadang membuat warisan budaya itu terabaikan dan bahkan nyaris
punah ditelah derap langkah zaman yang semakin modern.
Di Kota Budaya, Solo, Jawa Tengah, kini muncul sebuah gerakan baru yang dipelopori
sejumlah orang yang peduli akan pelestarian warisan budaya Indonesia khususnya Batik,
Keris, Wayang, dan Gamelan.
Berkaitan dengan sebuah konferensi internasional yang digelar oleh Organisasi Kota-kota
Warisan Dunia kawasan Eropa-Asia (Organization of World Heritage Cities-OWHC) di Solo
pada 27-28 Oktober, sekelompok kecil orang-orang yang peduli akan pelestarian dan
penjagaan warisan budaya itu menggelar ekspo dan workshop warisan budaya berupa batik,
keris, wayang, dan gamelan.
Acara ini berlangsung mulai 28-31 Oktober di Halaman Pura Mangkunegaran, Solo. Slamet
Raharjo, manajer ekspo, mengatakan workshop menekankan pada pentingnya pengetahuan
masyarakat terhadap batik, gamelan, keris, wayang, yang merupakan peninggalan atau
warisan budaya berbentuk.
"Lebih jauh lagi adalah pemahaman filosofi dan simbol-simbol yang ada di dalam benda
warisan budaya itu," katanya.
Selama ekspo dan workshop berlangsung pengunjung mendapat kesempatan untuk belajar
dan melihat langsung proses pembuatan batik, keris,wayang, dan gamelan. Uniknya di setiap
gerai yang memperlihatkan pembuatan benda-benda pusaka itu, para pembuatnya
mengenakan busana tradisional.
Di gerai workshop batik misalnya, para pembatik mengenakan busana setelan kebaya, duduk
di dingklik kecil (kursi kayu yang pendek) sambil memainkan canthing di tangan kanan dan
membubuhkannya di atas hamparan kain putih.
Sementara itu di area worskop keris, beberapa orang tua mengenakan udheng (ikat kepala)
warna putih, sedangkan pinggangnya dililit kain putih dan sorban melintang di pundaknya.
Sekilas penampilannya ibarat seorang Empu pembuat keris.
Di dalam gerai yang ada di sisi Barat halaman Mangkunegaran itu, para pembuat keris
mendemonstrasikan bagaimana proses keris dibuat dan diukir. dua orang pembuat keris itu
berbagi tugas antara memanaskan api dan membakar bahan keris, hingga membentuknya dna
menorehkan ukiran di atas besi panas itu.
Salah satu pakar keris Indonesia, Haryono Haryoguritno mengatakan hingga kini keris masih
menjadi bagian dari kehidupan amsyarakat modern karena fungsinya sebagai pelengkap
busana adat Jawa. Upacara ritual di lingkungan keraton, hajatan pernikahan, bahkan upacara
besar di lingkungan pemerintah, keris menjadi sarana untuk menagskan identitas.
Keris juga memberi inspirasi karya warisan budaya lainnya, yakni batik. Dalam visual ragam
batik terdapat motif keris yang telah distilasi seperti jenis motif parang, modang, udan liris,
dan lain sebagainya. Dalam dunia kesenian keris juga menjadi kelengkapan busana sekaligus
senjata perang, sepeti dalam kesenian wayang orang, wayang kulit, kethoprak, dan seni tari.
"Bahkan dalam tokoh pewayangan, keris menjadi pandel atau kekuatan mengalahkan
musuh," katanya.
Gamelan
Dari sejumlah gerai yang mendemonstrasikan pembuatan benda-benda warisan budaya itu,
salah satu gerai yang tak pernah sepi pengunjung adalah tempat pembuatan gamelan. Hampir
setiap siang hingga malam hari gerai yang letaknya bersebelahan dengan tempat pembuatan
keris ini selalu ramai.
Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua melihat dengan antusias bagaimana logam-
logam yang berupa lempenegan dibuat menjadi gamelan. Tak jarang pula wisatawan asing
dan domestik yang menyaksikan acara itu mengambil gambar proses pembuatannya.
Guru Besar sejarah Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Prof. Dr. Rustopo, S. Kar.,
M.S mengatakan gamelan merupakan salah satu unsur musikal pokok dalam seni karawitan.
Masyarakat etnomusikologis dan praktisi seni karawitan di Barat menggunakan istilah
gamelans elain tuntuk menyebut alat musik, juga untuk menunjuk budaya, pengetahuan, dan
praktik karawitan.
"Jadi, gamelan dan karawitan itu ibarat dua sisi mata uang, berbeda tetapi substansinya
sama," ujar pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah, 30 Nopember 1952 ini.
Terkait pembuatan gamelan, Rustopo dalam tulisannya untuk panduan ekspo menjelaskan
bahwa instrumen-instrumen gamelan seperti gong, bonang, saron, dibuat dari bahan logam.
Teknologi pembuatan instrumen gamelan itu tampaknya diwariskan secara turun temurun
hingga saat ini, yakni dengan membakar dan menempa.
Teknologi tersebut memang seolah tertinggal jauh dari zaman yang semakin modern ini,
namun menurut Rustopo cara yang tradisional itu terbukti mampu menghasilkan kualitas
produk yang belum tertandingi sampai sekarang.
Proses pembuatan gamelan diawali dengan menyampur dua bahan, yakni 10 bagian timah
dan tiga bagian tembaga dalam keadaan cair atau panas kemudian dimasukkan cetakan awal
yang disebut kowi. Setelah membeku (dingin, red), bahan dengan bentuk awal itu dipanaskan
dan ditempa tahap demi tahap. Setiap penempaan, bahan itu selalu dalam keadaan panas
membara.
Menurut Rustopo untuk pembuatan instrumen kecil cukup ditangani dua orang, sedangkan
untuk instrumen gong yang berdiameter 90cm ditangani sedikitnya oleh empat orang.
Sekarang ini dengan adanya bantuan peralatan modern seperti "blower" atau penghembus
angin, pembuatan sebuah instrumen gong dapat diselesaikan dalam waktu satu hati atau
sekitar 8-9 jam kerja. Di Solo, pusat pembuatan gamelan ini terutama ada di Kecamatan
Majalaban dan Kota Surakarta.
Walikota Surakarta, Joko Widodo dalam sebuah kesempatan disela-sela pelaksaaan
konferensi internasional OWHC Asia-Eropa pernah mengungkapkan worksop dan ekspo
semacam ini perlu untuk digalakkan di tengah kehidupan masyarakat yang semakin modern.
Bukan untuk menoleh kembali ke belakang, namun warisan budaya asli Indonesia ini harus
terus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
"Harapannya adanya kegiatan semacam ini menjadi momentum tumbuhnya kesadaran kita
semua terhadap pentingnya warisan budaya bagi peradaban manusia," demikian ujar Jokowi,
panggilan akrab sang walikota.

Sumber : www.kompas.com
(Link:http://nasional.kompas.com/read/2008/11/03/20561423/Mengangkat.Kembali.Citra.Wa
risan.Budaya.Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai