Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH ANESTESI

MANAJEMEN PADA TENSION PNEUMOTHORAX

Oleh :
Aisyah Nooratisya G99172001

Pembimbing :
dr. Septian Adi Permana., Sp. An., Mkes.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
PENDAHULUAN

Pneumothoraks didefinisikan sebagai kadaan dimana adanya udara di


rongga pleura, yaitu ruang antara dinding dada dan paru-paru. Laennec adalah
yang pertama menyadari pneumotoraks pada tahun 1802, dan Laennec juga
menggambarkan gambaran klinis dari kondisi pneumotoraks. Pada abad ke-XIX
tuberkulosis diyakini sebagai penyebab utama pneumotoraks karena sebagian
besar pasien pneumotoraks mempunyai tuberkulosis. Di sisi lain, Forlanini (1882)
dan John B. Murphy (1898) berhasil menemukan penyobatan tuberkulosis pada
pneumotoraks (1).
Patofisiologi pneumotoraks tidak sepenuhnya diketahui, namun saat ini
yang dapat diterapkan adalah bahwa tekanan pleura negatif pada pneumotoraks
adalah -2 hingga -40cm H2O. Jika terjadi pengembangan antara ruang pleura dan
alveolus, udara akan mengalir ke rongga pleura hingga gradien tekanan tidak
muncul atau sampai pengembangan disegel. Tanpa tekanan intrapleural negatif
yang menahan paru terhadap dinding dada, sifat elastisitas rekoilnya dapat
menyebabkan kolaps (1).
Pada tension pneumotoraks, tekanan udara intrapleural melebihi tekanan
atmosfir. Mekanisme terjadinya tension pneumotorks yaitu karena proses katub
satu arah (one-way-valve) dimana katub akan terbuka selama inspirasi dan akan
menutup saat ekspirasi. Jika tekanan udara tambahan pada toraks lebih tinggi
daripada tekanan pada pneumotoraks selama periode waktu tertentu, maka udara
di rongga pleura dan atmosfer ambiennya akan mendekati keseimbangan. Hal ini
dapat menyebabkan adanya pergeseran mediastinum, kompresi vena cava superior
dan kompresi paru ke kontralateral sehingga preload darah yang kembali ke
jantung berkurang dan menyebabkan stroke volume berkurang, hasilnya cardiac
output juga akan berkurang. Kemungkinan yang akan terjadi adalah kolaps
hemodinamik dan syok obstruktif (1).

TENSION PNEUMOTHORAX

DEFINISI
Pneumotoraks adalah salah satu keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati setelah diagnosis. Pneumotoraks dibagi menjadi primer dan sekunder.
Pneumotoraks primer dianggap salah satu yang terjadi tanpa adanya penyebab
yang jelas dan tanpa adanya penyakit paru-paru yang disertai. Di sisi lain,
pneumotoraks sekunder terjadi dengan adanya kelainan atau penyakit pada paru-
paru. Pada sebuah kasus, dimana jumlah udara yang ada di dada meningkat tajam
dan terdapat katub satu arah yang disebut sebagai tension pneumotoraks (2).
Tension Pneumotoraks juga merupakan salah satu keadaan gawat darurat yang
harus segera dikenali dan diobati sebelum dilakukan penyelidikan lanjutan.
Tension pneumotoraks umumnya terjadi karena trauma dan pasien yang sedang
dalam perawatan kritis, namun bisa juga karena pneumotoraks spontan (3).
Tension pneumotoraks merupakan hasil dari cedera dinding dada atau paru.
Mekanisme one-way valve terjadi dimana udara yang masuk ke rongga saat setiap
fase inspirasi terperangkap dan tidak dapat dibuang pada saat fase ekspirasi.
Peningkatan tekanan intertoraks menyebabkan adanya kolaps pada paru-paru
sehingga terjadi pergeseran pada mediastinum dari sisi yang cedera,
mengakibatkan hipoventilasi, penurunan aliran darah dari seluruh tubuh ke
jantung dan menimbulkan adanya potensi untuk terjadi syok obstruktif (1).

DIAGNOSIS
Tension pneumotoraks harus dapat didiagnosis dari temuan klinis dan
tanpa menggunakan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu. Tatalaksana tidak
boleh ditunda meskipun hasil dari foto toraks belum keluar. Meskipun tampon
jantung juga dapat menyebabkan hipotensi, pembesaran vena jugularis, dan
kadang-kadang gangguan pernapasan, Tension pneumotoraks dapat dibedakan
secara klinis dengan tidak adanya suara napas dan terdapat hipersonansi saat
pemeriksaan perkusi bersifatnya unilateral (4).

Anamnesis
Pasien umumnya datang dengan keluhan sesak napas dan atau nyeri dada.
Pada keadaan darurat, anamnesis dilakukan secara singkat untuk mengutamakan
tindakan/tatalaksana. Tanyakan usia pasien, riwayat trauma dada dan riwayat
merokok.
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien Tension Pneumotoraks didapatkan beberapa hasil pemeriksaan
fisik menurut Roberts, et al (2015), yaitu:

a. Hipoksia
b. Takipneu
c. Takikardia
d. Hipotensi
e. Distensi jena jugularis
f. Deviasi trakea ke kontralateral
g. Hiperresonansi pada perkusi dada
h. Suara napas vesikuler menurun
i. Emfisema subkutan
j. Ketertinggalan gerak pada sisi yang mengalami pneumotoraks
k. Respiratory arrest
l. Cardiac arrest

Gambar 1. Perbedaan klinis pasien tension pneumothoraks yang


bernafas tanpa bantuan dan yang menggunakan ventilasi
Suatu review membedakan presentasi klinis antara pasien tension
pneumothorax yang bernafas tanpa bantuan dan yang diventilasi (Gambar 1).
Perbedaan tanda klinis tersebut yaitu pada pasien tension pneumothoraks yang
diventilasi tidak ditemukan nyeri dada, gangguan napas, dipsnea, takipnea, dan
respiratory arrest (Tabel 1) (4).

Tabel 1. Perbedaan klinis pasien tension pneumothoraks yang bernafas tanpa bantuan dan
yang menggunakan ventilasi
Variabel Tanpa bantuan Dengan ventilasi
Nyeri dada  -
Dispnea  -
Gangguan napas  -
Hipoksia  
Takipneu  -
Takikardi  
Hipotensi  
Distensi vena jugularis  
Hiperresonansi pada perkusi  
Suara napas vesikuler menurun  
Emfisema subkutan  
Ketinggian gerak dada tidak seimbang  
Respiratorry arrest  -
Cardiac arrest  
Source: Roberts D J, Smith S L, F, et al. 2015. Clinical Presentation of Pateints with
Tension Pneumotoraks.

Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Tension pneumothoraks merupakan kasus emergensi dan diagnosisnya


berdasarkan tampakan klinis. Penggunaan foto thoraks untuk
mendiagnosis Tension pneumotoraks karena tertundanya diagnosis atau
misinterpretasi foto thoraks. Beberapa kasus foto thoraks digunakan untuk
konfirmasi diagnosis Tension Pneumotoraks. Pada pemeriksaan foto toraks
terdapat pergeseran mediastinum, siluet jantung yang terdorong,
pergeseran batas jantung kiri, densitas udara yang melintasi tulang
belakang, dan kontur diafragma yang datar (Gambar 2) (5).

TATALAKSANA

a. Needle Thoracotomy dan Tube Thoracotomy

Tube thoracostomi adalah gold standard untuk Tension Pneumotoraks.


Gambar 2. Hasil Foto toraks pada
Prosedur tersebut yang dapat dilakukan
penderita dalam
Tension rumah sakit, medan tempur, IGD
Pneumothorax
atau ruang operasi. Namun dalam beberapa kasus, tube thoracostomi tidak
disarankan saat sedang diperjalanan atau tidak ada waktu untuk menyelesaikan
prosedur tube thoracostomi. Selain itu, lingkungan juga harus diperhatikam, tube
thoracostomi tidak dapat dilakukan saat kebakaran, alam liar, dan tempat-tempat
yang tidak mungkin untuk dilakukan prosedur tube thoracostomi. Needle
thoracotomy atau jarum torakotomi sebenarnya disarankan sebagai metode
sementara yang sederhana dan dapat dilakukan langsung untuk dekompresi dada.
Fungsinya adalah sebagai jembatan untuk menuju ke prosedur tube thoracostomi.
Apabila berhasil, metode ini bisa menyelamatkan jiwa karena mengurangi tekanan
intrapleural yang meningkat (6).
Menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) edisi terbaru, dalam kasus
tension pneumothorax, needle thoracotomy direkomendasikan untuk primary
survey. Needle Thoracotomy harus dipasang di ruang intercostal 2 (ICS 2) di garis
midclavicular (MCL). Jarum yang direkomendasikan untuk digunakan adalah
ukuran diameter 14 dengan panjang 4,5cm (6). Udara biasanya kan menyembur
keluar karena dampak dari dekompresi jarum. Hasil yang muncul yaitu tension
pneumotoraks menjadi pneumotoraks sederhana. Tatalaksana selanjutnya adalah
thoracostomy (7). Komplikaasi Needle Thoracotomy tidak banyak, diantaranya
yaitu perdarahan, cedera vascular dan penempatan kateter yang tidak efektif (3).

DAFTAR PUSTAKA

1. Slobodan M, Marko S, Bojan M. 2015. Pneumothorax – Diagnosis and Treatment.


Sanamed. General Thoracic Surgery Clinic, Clinical Centre Kragujevac, Serbia.
Faculty of Medical Sciences. University of Kragujevac, Siberia. DOI:
10.5937/sanamed1503221M
2. Zarogoulidis P, Kioumis I, Pitsiou G, Porpodis K, et al. 2014. Pneumothorax from
definition to diagnosis and treatment. Journal of Thoracic Disease, Vol 6. DOI
10.3978/j.issn.2072-1439.2014.09.24
3. Renouf T, Parsons M, Francis L, et al. 2017. Emergency Management of Tension
Pneumothorax for Health Professionals on Remote Cat Island Bahamas. Cureus
9(6): e1390. DOI 10.7759/cureus.1390
4. Roberts D J, Smith S L, F, et al. 2015. Clinical Presentation of Pateints with
Tension Pneumotoraks. Departement of Surgery, University of Calgary, Alberta,
Canada. Annals of Surgery. Vol 00, Number 00. DOI
10.1097/SLA.0000000000001073
5. Yoon J S, Choi S Y, et al. 2013. Tension pneumothorax, is it a really life
threatening condition? Journal of Cardiothoracic Surgery. Department of Thoracic
and Cardiovaskular Surgery, The Catholic University of Korea. Republic of
Korea.
6. Rottenstreich M, Fay S, Gendler S, et al. 2015. Needle Thoracotomy in Trauma.
Medical Corps, Surgeon General’s HQ, Military POB 02149, Israel. Defense
Force, Israel. DOI 10.7205/MILMED-D-14-00730
7. Weiser T G. 2017. Pneumothorax (Tension). Departement of Surgery, Section of
Trauma & Critical Care Stanford University School of Medicine, Visiting
Professor of Surgery, University of Edinburg. Diakses pada tanggal 1 Oktober
2018 dengan link, https://www.msdmanuals.com/professional/injuries-
poisoning/thoracic-trauma/pneumothorax-tension#v28572624

Anda mungkin juga menyukai