PENDAHULUAN
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan sari makanan, sehingga apabila episodnya
berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan kesehatan anak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin intrasel, menjaga
keseimbangan flora normal usus.
Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus meuroskretori, sel enteroendokrin
terdapat di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan
kripta usus. Sel enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin,
sekretin, motilin, neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP,
neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin.
Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.
Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara :
a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan
oleh enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1
molekul glukosa dan Na+, dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan
Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air. Glukosa masuk ke dalam ruang
interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+ masuk ke
dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat
pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na
(sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran
darah, tekanan osmotic meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan
air.
b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah
Na+ masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan
osmotic plasma meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara
pasif.
2.2. Diare
2.2.1. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.
3
2.2.2. Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare melalui cara fecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat (melalui 5F= feces, flies, food, fluid, finger). Faktor risiko
terjadinya diare antara lain adalah disebabkan oleh factor perilaku dan factor
lingkungan.
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu /ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman
b. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI , makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak
c. Penyimpanan makanan yang tidak higienis
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya
ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK)
b.Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Beberapa faktor dari penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan
untuk diare antara lain: kurang gizi /malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak
2.2.3. Etiologi
Lebih dari 90% kasus Diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius.
Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterrovirus (coxsackie,
poliomyelitis), Adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri
seperti vibrio, E. Coli, Salmonella, shigella, campylobacter, yersinia, Aeromonas
dan sebagainya; infeksi parasit seperti cacing (ascaris, trichiuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), Jamur
(candida albicans)
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu
sapi namun tetap sebagain besar Diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia
4
penyebab Diare adalah Shigella, salmonella, campylobacter, E. Coli dan
Entamoeba histolytica
2.2.4. Patofisiologi
Menurut Nursalam, dkk. (2005) patofisiologi diare terdiri dari diare
osmotik, sekretorik, dan gangguan motilitas usus.
Diare osmotik terjadi akibat adanya makanan yang tidak dapat diserap.
Makanan yang tidak diserap ini akan menyebabkan tekanan osmotik di rongga
usus meningkat yang akan menarik air dan elektrolit ke dalam lumen usus,
sehingga air dan elektrolit terbuang bersama feses dan timbul diare.
Diare sekretorik terjadi akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada
dinding usus yang akan merangsang peningkatan sekresi air dan elektrolit ke
dalam rongga usus, sekresi air dan elektrolit ini menyebabkan air dan elektrolit
terbuang bersama feses dan timbul diare.
Pada gangguan motilitas usus dapat terjadi hipermotilitas maupun
hipomotilitas. Pada hipermotilitas makanan tidak dapat diserap dengan sempurna,
dimana penyerapan terhadap air dan elektrolit juga terganggu. Makanan yang
tidak diserap dengan sempurna ini juga dapat menyebabkan tekanan osmotik di
rongga usus meningkat. Peningkatan tekanan osmotik di rongga usus
menyebabkan penarikan cairan dan elektrolit ke dalam rongga usus tersebut.Hal
ini menyebabkan timbulnya diare
Terbuangnya air dan elektrolit bersama feses akan menyebabkan tubuh
kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi.
5
terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut
menendang atau akibat gengguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang,
mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering.
Menurut Suharyono (2008), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, Diare dapat dibagi menjadi:
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi,
masih bisa beraktifitas seperti biasa.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%).
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%).
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardia, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2
detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%15%).
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urine,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaan mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin
dan pucat.
6
Tabel 1. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
klinik
Masa 7-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam
tunas
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - -
muntah
Nyeri Tenesmus Tenesmus Tenesmus- Tenesmus Sering kram
perut kramp kolik – kram
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
2.2.6. Diagnosis
1. Anamnesis
7
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah demam atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,
pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare
memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-
obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum biasa,tidak *haus ingin minum Sangat kering
haus banyak *malas minum atau
tidak bisa minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 2. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
8
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah,
glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan Tinja
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Tinja yang watery dan
tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yanga mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli ,
T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali
pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan
untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut
adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi
laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar
yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat
dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan
9
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di
mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa
adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam).
Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning
dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+
++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah
besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan
mikroskop cahaya:
bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar
disebut negative
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar
disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang
besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang
besar disebut (+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang
besar disebut (++++)
10
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan
sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat
diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran
lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah
kurang dari 100 buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi
1/3 sampai ½ lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100
per lapang pandang atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang
pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh
lapang pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan
memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan
delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan
Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak
mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung
udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis), karena
telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat.
Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan
dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan
spesiesnya.
2.2.7. Terapi
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE
yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
11
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
12
minum air putih atau air tawar. Bila oedem dikelopak mata sudah hilang dapat
diberikan lagi.
Zinc
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat
anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare
Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan.Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI.
13
Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
14
TERAPI A, B dan C
15
16
17
18
19
2.2.8. Komplikasi
1. Gangguan elektrolit
- Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat.
- Hiponatremia
- Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia
( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema.
- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-
10 menit dengan monitor detak jantung.
- Hipokalemia
Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip
20
(tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K
terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian
20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2
mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung.
2. Demam
Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan
menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi
mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika.
Antibiotika jika ada infeksi.
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila
ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi
berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan
intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik,
yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull).
pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat
memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Tanda dan gejala berupa perut kembung, muntah, peristaltic usu berkurang
atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan
parenteral yang mengandung banyak K.
6. Kejang
o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama.
Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika
iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit.
Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan
pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
21
o kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada
hubungannya dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau
epilepsi.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan:
- Volume tinja bertambah
- berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi
memburuk
- dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi,
atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan,
berikan cairan intravena.
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan
oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1
sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena
sering menyebabkan penurunan kesadaran.
10. Akut kidney injury
Terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis
sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam
setelah hidrasi cukup.
2.2.9. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006)
adalah sebagai berikut:
1. Pemberian ASI
22
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai
daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang
disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah
tumbuhnya bakteri penyebab diare
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula
biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan
terjadinya gizi buruk .
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan
masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping
ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit
lain yang menyebabkan kematian
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih
meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak
berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari)
setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak
dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.
b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian
untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–
kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta
menyuapi anak dengan sendok yang bersih.
c) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan
pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan
kepada anak
23
3. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan
atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,
makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat
yang tidak mendapatkan air bersih
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2006). Yang harus
diperhatikan oleh keluarga adalah:
a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat
lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan
serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk
menjauhkan air hujan dari sumber.
c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan
gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,
dan keluarga harus buang air besar di jamban
24
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.
b) Bersihkan jamban secara teratur.
c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air
besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan
tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air,
hindari buang air besar tanpa alas kaki.
6. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak
segera setelah berumur 9 bulan
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan.
Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah
penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan
tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Auto anamnesis dan Allo anamnesis
Keluhan utama
25
BAB encer sejak 1 hari yang lalu
Riwayat Penyakit sekarang
BAB encer sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 4-5x sehari, jumlah ¼
- ½ gelas seklai BAB, ampas masih ada, tidak berlendir darah, tidak
berbau busuk atau asam.
Demam sejak 1 hari yang lalu, demam hilang timbul, tidak disertai
menggigil, berkeringat dingin, tidak dipengaruhi waktu dan cuaca, demam
tidak di sertai kejang.
Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, dahak kental
berwarna putih, dahak sulit di keluarkan, batuk tidak di pengaruhi oleh
cuaca dan makanan, batuk tidak di sertai sesak nafas.
Nafsu makan berukurang dan orang tua pasien juga mengurangi
memberi makanan karna takut anak semakin mencret. Namun ada di
berikan minum air putih
Sesak nafas tidak ada
Mual muntah tidak ada
Anak tampak haus atau sangat haus tidak ada
Anak rewel dan gelisah tidak ada
BAK jumlah dan warna dalam batas normal
26
Makanan : Tidak ada
Obat : Tidak ada
27
Leher :Tidak ada pembesaran KGB
Thorax :
Paru
Jantung
Abdomen
Perkusi : Timpani
28
3.8 Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan
3.11 Penatalaksanaan
Promotif
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien, seperti
penyebabnya, cara penularannya, gejala-gejalanya, pengobatan dan cara
pencegahan penularan.
Pencegahan:
1. Hindari makanan dan minuman yang tidak bersih
2. Cuci tangan pakai sabun dan air bersih yang mengalir sebelum dan
sesudah membuat makanan dan memberi makan anak, serta sesudah
buang air kecil dan buang air besar
3. Rebus air minum terlebih dahulu
4. Gunakan air bersih untuk memasak
5. Jaga kebersihan peralatan makan anak
6. Buang air besar dijamban
Preventif
Menghindari faktor resiko yang dapat menularkan penyakit dan
melakukan pencegahan terhadap penularan.
1. Tidak memadainya penyediaan air bersih
2. Pencemaran air oleh tinjaa
3. Kurangnya sarana kebersihan
29
4. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang kurung
5. Penyimpanan dan penyiapan makanan yang tidak higienis
Kuratif
Medikamentosa : Terapi A (Rawat di rumah)
- Oralit 6 sachet ( 1 scahet = 200 ml)
o 200 sampai 300 ml setiap kali BAB
o Diminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari
mangkuk/ cangkir/gelas
o Jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
o lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
- Zinc Sirup 1x20 mg (2 cth)/ hari
o Diberikan selama 10 hari
- Paracetamol syr 3x1 cth
Non Medikamentosa
Edukasi:
Istirahat yang cukup
30
3.12 Prognosis
BAB IV
KESIMPULAN
Diare adalah buang air besar dengan jumlah yang lebih dari tiga kali dengan
konsistensi tinja berbentuk cair atau setengah cair. Penyakit diare ini disebabkan
oleh Infeksi kuman yang masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh kuman, bakteri, virus, dan parasit atau alat makan yang yg tercemar, alergi,
keracunan makanan, dan gangguan pencernaan.
Diare terbagi atas dua berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan
diare kronik. Dimana ditandai dengan adanya BAB encer lebih dari tiga kali
dalam sehari, bisa disertai muntah, badan lesu, dan tidak mau makan. Bahaya dari
diare yaitu banyaknya kehilangan cairan tubuh dan dapat menyebabkan kematian.
Penatalaksanaan dari diare yaitu adalah dengan terapi cairan untuk mencegah
terjadinya dehidrasi. Peran masyarakat sangat penting dalam pencegahan dan
penatalaksanaan diare. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap diare sangat
berpengaruh. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti
media masa, penyuluhan yang dilakukan tim kesehatan, lingkungan maupun
berbagai sumber lainnya
31
DAFTAR PUSTAKA
Jufrie, M., Kadim, M., Mulyani, N. S., Damayanti, W., & Widowati, T. (2009).
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (p. 58). Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2011:87-110
32