Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

NYERI

Nyeri adalah suatu rasa (sensasi) yang unik. Keunikannya oleh karena derajat
nyeri yang dirasakan tidak ditentukan hanya oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh
perasaan dan emosi pada saat itu.
Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi protektif
untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi jika nyeri tetap
berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi
perubahan patofisiologis yang justru dapat merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri
karena pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pascabedah ketika pembedahan
sudah selesai. Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan menderita, tetapi
juga reaksi stres yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat
proses penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri klinis ini yang memerlukan terapi.

4.1 Patogenesis Nyeri


Definisi yang disusun oleh International Association for The Study of Pain
(IASP) 1979 menyebutkan:
Nyeri adalah suatu rasa (sensory) dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan disebabkan oleh kerusakan jaringan atau yang berpotensi
menyebabkan kerusakan maupun sesuatu yang digambarkan demikian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri terdiri dari 2 komponen yaitu
komponen sensoris dan komponen emosi.
Komponen sensoris yang menghantarkan impuls melalui serabut syaraf dan
komponen emosi merupakan aspek afeksi seseorang terhadap nyeri. Afeksi bersifat
subjektif, ditentukan oleh makna nyeri secara individual.
Perbedaan nyeri fisiologis dengan nyeri klinik adalah pada nyeri klinik terjadi proses
sensitisasi pada sistem syaraf perifer maupun sentral (susunan syaraf pusat dan spinal
cord). Proses sensitisasi menyebabkan terjadinya hiperalgesia, allodynia, nyeri
menetap (kronis) dan rangsangan pada sistim simpatis. Sesuai taksonomi IASP 1986,
yang dimaksud dengan hiperalgeis adalah reaksi yang meningkat terhadap rangsang
nyeri, sedangkan allodynia adalah nyeri yang timbul oleh rangsang dibawah nilai
ambang atau non noksius. Perubahan inilah yang kemudian menyebabkan kondisi
patofisiologis yaitu imobilisasi, infeksi, gangguan ketahanan tubuh dan gangguan
proses penyembuhan.

4.1.1 Penggolongan Nyeri


Terdapat beberapa pembagian nyeri yang harus diketahui untuk menetapkan
algoritma pengelolaan dan pemilihan cara mengatasi nyeri.
Menurut onset dan stimulus penyebab, nyeri digolongkan dalam dua jenis
nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Disebut nyeri akut jika penyebab dan
lokalisasi nyeri jelas. Umumnya berhubungan dengan kerusakan jaringan dan nyeri
hilang bila kerusakan jaringan membaik. Prototipe nyeri akut adalah nyeri
pembedahan, sebaliknya disebut nyeri kronis jika nyeri menetap walaupun kerusakan
jaringan telah sembuh.
Menurut mekanisme terjadinya nyeri dapat diklasifikasikan menadi nyeri
nosiseptif dan nyeri non nosiseptif.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang ditimbulkan oleh rangsangan pada
nosiseptor, rangsangan disebabkan kerusakan jaringan dan reaksi inflamasi.
Tergantung lokasinya dapat digolongan nyeri somatik atau nyeri visera.
Nyeri non nosiseptif adalah nyeri yang ditimbulkan bukan oleh karena
rangsangan pada nosiseptor. Nyeri non nosiseptif disebut juga sebagai nyeri
neuropatik yaitu nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan syaraf perifer maupun
sentral. Nyeri pada kerusakan sentral yaitu kerusakan pada tingkat korda spinalis atau
talamus misalnya deafferentiation pain atau central pain. Nyeri pada kerusakan syaraf
perifer atau regional misalnya nyeri pada polineuropati dan causalgia (sympathetic
dystrophy pain).
Kerusakan syaraf dapat disebabkan oleh infeksi / inflamasi, proses metabolik
(diabetes melitus), trauma pembedahan maupun infiltrasi atau tekanan tumor.
Menurut berat ringannya, nyeri dikategorikan sebagai nyeri ringan, sedang, berat.
Tingkatan ini ditetapkan berdasarkan beberapa parameter yang umumnya dipakai di
klinik yaitu Visual Analog Scale (VAS), verbal scale (descriptive scale), numeric
scale dan faces pain scale untuk anak. Karena nyeri bersifat subjektif, keluhan pasien
dengan sistim skoring tersebut diatas merupakan ukuran untuk menilai efek analgesik
yang diberikan.
Untuk memudahkan dapat dipakai gabungan sistim penilaian seperti skema dibawah
ini:
Gambar 1: Skema Modified VAS

Gambar 2: penilaian VAS

Penilaian verbal dan numerik oleh penderita di konfirmasi dengan ekspresi


wajah yang tampak pada saat yang sama.
Nyeri kanker merupakan suatu sindroma nyeri yang kompleks dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi psikologis pasien. Nyeri kanker dapat bersifat akut ataupun
kronik, nosiseptif ataupun neuropatik, sedangkan timbulnya nyeri selain disebabkan
tumor dapat disebabkan oleh terapi terhadap tumor. Oleh karena itu diperlukan suatu
sistim untuk penanganan secara terpadu antara beberapa disiplin ilmu yang terkait.
4.1.2 Alur Nyeri
Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung
saraf tidak bermyelin A delta dan ujung saraf C bermyelin. Nosiseptor terangsang
oleh stimulus dengan intensitas yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan,
stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Selanjutnya stimulus ini ditransmisikan
ke SSP, menimbulkan emosi dan perasaan yang tidak menyenangkan, sehingga timbul
rasa nyeri dan reaksi menghindar.
Bila stimulus timbul akibat adanya kerusakan jaringan, mekanisme tersebut
diatas melewati 4 tahapan yaitu:
Tranduksi
Kerusakan jaringan karena trauma atau pembedahan menyebabkan
dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain ion H, K, prostaglandid dari
sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit
dan substansi P dari ujung saraf. Senyawa biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator
yang menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus
elektrobiokimiawi sepanjang akson. Perubahan menjadi arus elektrobiokimia atau
impuls merupakan proses transduksi.
Kemudian terjadi perubahan patofisiologis karena mediator mediator ini
mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas.
Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator mediator tersebut diatas dan penurunan pH
jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak
menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula
terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis,
terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri
dirasakan lebih lama.

Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer
melewati kornu dorsalis korda spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang
akson berlangsung karena proses polarisasi depolarisasi, sedangkan dari neuron
presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmiter.
Gambar 3 : Tahap transduksi dan transmisi

Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistim saraf, dapat
meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.
Hambatan terjadi melalui sistim analgesia endogen yang melibatkan
bermacam neurotransmiter antara lain golongan endorfin yang dikeluarkan oleh sel
otak dan neuron di korda spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductusgrey
(PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat korda spinalis.
Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang
diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistim saraf sensoris, informasi kognitif
(korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi
menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan. Contoh, terdapat penderita yang tenang
menghadapi pembedahan karena menerima pembedahan sebagai upaya penyembuhan.
Motivasi posisi ini memicu pelepasan endorfin dan rangkaian reaksi yang mengaktifkan
sistim analgesia endogen, hasil akhir adalah rasa nyeri yang berkurang.
4.2 Aspek Psikososiokultural
Persepsi individual atau makna nyeri sangat dipengaruhi oleh aspek
psikososiokultural, dapat terlihat dari berbagai fenomena dalam kehidupan sehari –
hari. Stimulus noksius dengan intensitas sama yang disebabkan pukulan teman dan
musuh, akan memberikan rasa nyeri yang berbeda. Oleh karena itu bila diberikan
stimulus nyeri dengan intensitas yang sama pada beberapa orang, tingkat nyeri yang
dirasakan masing-masing individu dapat berbeda, tergantung makna stimulus tersebut
bagi masing – masing individu. Fenomena ini disebut sebagai perbedaan toleransi
nyeri.
Status psikologis pada saat stimulus masuk misalnya adanya kecemasan,
ketakutan, dapat meningkatkan nyeri yang dirasakan. Demikian juga status sosial,
misalnya luka pada wajah seorang artis dapat terasa lebih nyeri dibandingkan nyeri
yang dirasakan seorang pekerja pabrik dengan luka pada lokasi yang sama. Norma
dalam budaya tertentu juga sangat mempengaruhi rasa nyeri, sebagai contoh secara
umum ibu – ibu asia menerima proses kelahiran sebagai tugas mulia sebagai seorang
ibu, sehingga toleransi terhadap nyeri persalinan tinggi.

4.3 Pengaruh Stres Terhadap Nyeri


Status psikologis mempengaruhi tingkat nyeri, sebagai contoh kecemasan
merupakan salah satu bentuk stres psikis yang meningkatkan nyeri. Sedangkan dari
berbagai penelitian diketahui bahwa pembedahan dan tindakan medik lain
menyebabkan timbul kecemasan. Masalah yang dicemaskan antara lain tentang nyeri
yang akan dihadapi, maupun prosedur pembiusan dan pembedahan maupun
kemungkinan akibatnya. Menjalani rawat inap di rumah sakit menimbulkan
kecemasan karena lingkungan baru dan perasaan tidak berdaya. Kecemasan dan stres
psikis lainnya mempengaruhi persepsi dan afeksi terhadap nyeri sehingga
menurunkan toleransi terhadap nyeri. Berkurangnya toleransi terhadap nyeri
menyebabkan makin tinggi tingkat nyeri yang dirasakan.
Secara umum disebutkan bahwa emosi negatif mengurangi toleransi terhadap
nyeri sebaliknya emosi positif meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
4.4 Nyeri Pembedahan
Nyeri pascabedah merupakan prototip nyeri akut karena kerusakan jaringan.
Nyeri pascabedah mengakibatkan berbagai gangguan fungsi tubuh yang
memperlambat proses penyembuhan. Hambatan proses penyembuhan terutama karena
hipoksemia dan infeksi paru yang terjadinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Atelektasis dan infeksi paru
Pada pembedahan abdomen atas, nyeri menyebabkan hambatan gerakan otot
pernafasan termasuk diafragma, dan spasme otot abdomen. Akibatnya terjadi
hambatan gerakan pernafasan dan batuk. Hambatan gerakan pernafasan dan batuk
selanjutnya menyebabkan atelektasis paru, retensi sputum. Retensi sputum merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan kuman sehingga mudah terjadi infeksi paru.
Gangguan peristaltik usus
Refleks viseral karena nyeri menyebabkan gangguan peristaltiksistim
pencernaan yang berakibat distensi lambung, mual, muntah. Distensi lambung
membatasi gerakan diafragma selanjutnya menyebabkan hipoventilasi dan hipoksia.
Meningkatkan refleks simpatis
Nyeri memicu kegiatan sistim syaraf simpatis maupun sekresi hormon stres,
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah, disertai peningkatan katabolisme dan
kebutuhan oksigen tubuh.
Perubahan perubahan tersebut diatas akan menyebabkan hipoventilas, hipoksemia dan
infeksi paru.
4.5 Pengelolaan Nyeri

4.5.1 Pemilihan Metoda Pengelolaan Nyeri


Pada beberapa keadaan, nyeri timbul sejak masa prabedah, misalnya pada
hernia inkaserata atau fraktur femur. Walau nyeri prabedah ini harus mendapatkan
perhatian, hendaknya obat penangkal nyeri dipilih yang efek sampingnya tidak
memperburuk gangguan fungsi tubuh yang ada. Pemberian opiat pada penderita
dengan fraktur femur dan trauma kepala misalnya dapat memperberat gangguan otak.
Hal ini disebabkan efek sedasi dan depresi nafas karena opiat dapat mempengaruhi
kesadaran, dan menyebabkan gangguan pernafasan. Gangguan pernafasan
menyebabkan hipoksia dan hiperkarbi sehingga terjadi kenaikan tekanan intrakranial.
Dengan demikian pemilihan metoda dan obat dalam pengelolaan nyeri ditetapkan
berdasarkan pertimbangan tentang patogenesis nyeri, ada tidaknya gangguan fungsi
vital yang menyertai maupun titik tangkap kerja obat.
Hal yang menjadi pertimbangan saat menentukan pilihan metode pengelolaan nyeri
seperti:
 Tingkat Nyeri
 Status Psikis dan emosi
 Jenis nyeri (akut/kronis; somatik/visera; nosiseptif/neuropatik)
 Ada tidak gangguan/potensial gangguan fungsi vital
 Lokasi pembedahan

Lokasi nyeri dipengaruhi oleh lokasi pembedahan, nyeri hebat muncul jika
manipulasi pembedahan meliputi daerah toraks, abdomen atas, tulang besar, dan
daerah anorektal. Pembedahan pada daerah ini memerlukan penangkal nyeri kuat.
Lokasi pembedahan menentukan metode yang digunakan, apakah obat analgesik
diberikan melalui jalur intravena atau dilakukan dengan cara blok saraf. Sebagai
contoh, pembedahan spondilitis vertebra torakalis, dipilih pemberian penangkal nyeri
per oral atau intravena, karena adanya infeksi di daerah tulang belakang yang
merupakan kontra indikasi pemberian analgetik lewat kateter epidural.
Kecemasan prabedah akan meningkatkan nyeri. Oleh karena itu dengan pendekatan
psikologis sebagai persiapan pembedahan pasien dibantu untuk menyusun strategi
coping. Selain itu diberikan informasi mengenai prosedur pembedahan, anestesi dan
mengatasi nyeri pascabedah. Informasi dan pendekatan psikologis membantu pasien
mengatasi kecemasan yang akan mempengaruhi tingkat nyeri maupun reaksi stres
biologis yang diakibatkan stres dan nyeri.
Obat penangkal nyeri golongan opiat mempengaruhi fungsi vital terutama
pernafasan, oleh karena itu pemilihan metode dan obat penangkal nyeri dilakukan
dengan mempertimbangkan efek terhadap fungsi vital terutama pada kasus dengan
resiko tinggi.
Saat ini diterapkan terapi multimodal yaitu pengelolaan dengan menggunakan
pendekatan farmakologis dan non farmakologis bersama sama. Terdapat juga metode
analgesia balans, yaitu pendekatan farmakologis menggunakan beberapa obat dengan
titik tangkap yang berbeda. Cara yang manapun yang dipilih adalah penting untuk
mempertimbangkan rasio resiko – manfaat dengan resiko tinggi.
Khusus pada nyeri pembedahan dikembangkan juga konsep preemptive
analgesia yaitu bentuk pencegahan nyeri dengan memberikan analgesia sebelum
pembedahan dilakukan. Kunjungan prabedah dan pemberian premedikasi merupakan
prototipe analgesia preemptif. Berbagai penelitian terakhir menunjukkan pemberian
morfin atau anestesi lokal pra insisi pembedahan dapat mengurangi kebutuhan
analgesik pascabedah.
Dalam pokok bahasan ini tidak dibicarakan mengenai pemakaian anestesi
umum sebagai cara mengatasi nyeri perioperatif nyeri.

Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis pada dasarnya adalah pendekatan yang memanfaatkan
kemampuan kognitif dan menata emosi pasien dengan tujuan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Bentuk pendekatan ini dapat merupakan kunjungan prabedah,
membantu menyusun stragegi coping sampai dengan memberikan sugesti dengan cara
hipnose. Pendekatan psikologis ini dilakukan sejak masa prabedah dan selanjutnya
diteruskan pada masa pascabedah sesuai penilaian kebutuhan dukungan psikologis
dalam menunjang proses penyembuhan pasien.
Untuk mengetahui kebutuhan pasien terdapat berbagai sistim skoring misalnya
Hospital Stress Rating Scale dan Coping Scale, yang berbentuk formulir untuk diisi
oleh pasien. Analisis dari jawaban pasien memberikan informasi masalah yang
memerlukan dukungan dan konseling.
Pendekatan Farmakologis
A. Obat penangkal nyeri
Secara umum 2 kelompok obat yang dipergunakan untuk mengatasi nyeri
yaitu opiat dan non opiat.
Opiat
Opiat merupakan baku emas obat analgesik. Terdapat tiga macam reseptor
opiat yang tersebar di otak, korda spinalis dan jaringan perifer. Opiat yang
dipergunakan di klinik umumnya secara selektif terikat pada reseptor µ dan
memberikan efek seperti opiat endogen (endorfin).
Ada beberapa jenis analgesik opiat yang umum dipakai, dapat diberikan per
oral, transdermal, suntikan intramuskular, intravena, epidural maupun supposutoria.
Efek samping secara umum adalah depresi nafas, terutama yang harus diperhatikan
adalah sedasi dan depresi nafas. Efek lain yang mengganggu adalah konstipasi.
Non Opiat
Non Steroidal Anti Inflamasi Drugs (NSAID) merupakan golongan non opiat
yang umum digunakan sebagai obat penangkal nyeri. Cara kerja NSAID adalah
menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin. Hambatan sintesa prostaglandin
terjadi karena hambatan pada enzim cyclo-oxygenase I (Cox-1) yaitu, enzim yang
dibutuhkan untuk homeostasis fungsi ginjal dan hepar, dan cyclo-oxygenase 2 (Cox-2)
yang dibutuhkan untuk menginduksi proses inflamasi. Dengan demikian hambatan
pada Cox-2 menimbulkan efek anti inflamasi.
Gambar1: Biosintesis dari prostaglandin

Efek hambatan sintesis prostaglandin ini berperan sebagai penangkal nyeri


karena menghambat terjadinya hipersensitivitas nosiseptor pada jaringan trauma.
Dibandingkan opiat, keuntungannya adalah tidak mempengaruhi fungsi kesadaran dan
pernafasan, sebaliknya jika dikombinasi dapat memberikan efek opiat sparing.
Terdapat juga golongan NSAIDyang bekerja sentral. NSAID golongan ini
tidak efektif bila dipakai pada nyeri yang berkaitan dengan proses inflamasi.

Cara Pemberian
Obat analgesik dapat diberikan lewat beberapa rute yaitu per oral,
intramuskular, intravena, supposutoria maupun dengan tehnik khusus yaitu intratekal
atau epidural. Untuk mempertahankan kadar terapeutik dalam darah pemberian harus
terjadwal dan berkelanjutan.
Tehnik khusus
TENS
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) berupa alat yang
elektrode steril dapat diletakkan pada batas insisi operasi sebelum luka operasi ditutup
kasa steril. Diberikan stimulasi dengan frekuensi tinggi intensitas rendah yang dimulai
sebelum pasien pulih kesadarannya. Pemakaian TENS dapat mengurangi kebutuhan
opiat.
Penjelasan efek TENS berdasarkn teori Melzack bahwa rangsangan pada
serabut saraf diameter besar dapat menghambat transmisi dari serabut saraf diameter
kecil yang meneruskan impuls nyeri ke korda spinalis.

Epidural
Obat tertentu dapat diberikan melalui kateter ke dalam rongga epidural dan
menyebabkan analgesia karena terikat pada reseptor spesifik di neuron spinal cord.
Walaupun beberapa obat diketahui dapat menghambat transmisi impuls nyeri pada
neuron spinal cord (alfa agonis) yang umumnya dipergunakan adalah opiat.
Efektivitasnya sangat tergantung pada kelarutan dalam lemak, konsentrasi dan
distribusi pada spinal cord.
Efek samping yang terjadi adalah sama dengan efek samping pada pemberian
intravena, yaitu mual, muntah, pruritus, tetapi kurang memberikan efek sedasi dan
gangguan pernafasan. Keuntungan lain adalah tidak terjadinya blok sistim simpatis
demikian juga kelemahan ekstrimitas bila menggunakan obat anestesi lokakl. Depresi
nafas juga terjadi lambat, berbanding terbaik dengan kelarutan dalam lemak, terutama
terjadi pada morfin (larut dalam air) dengan angka kejadian 1%.
Efek samping lain adalah infeksi dengan port d’ entre tempat masuknya
kateter epidural. Untuk mengatasi efek samping narkotik tanpa menghilangkan efek
analgesia, pemberian antidotum naloxone dianjurkan diberikan dengan cara titrasi
kontinyu 5-10µg/kgBB/jam.
Blok saraf dengan obat anestesi lokal dapat juga dilakukan pada berbagai
kondisi nyeri lainnya, sebagai contoh reflex sympathetic dystrophy dan causalgia,
namun karena kemungkinan efek samping yang berbahaya, blok ini hanya dilakukan
oleh ahli anestesi.
PCA
Terapi analgesik pascabedah sering tidak memberikan kondisi bebas nyeri
seperti yang diharapkan. Beberapa faktor pengaruh antara lain tidak adekuatnya dosis
pemberian analgesik yang tidak tepat waktu atau terlambat diberikan yaitu setelah
nyeri timbul.
Toleransi nyeri yang berbeda pada tiap individu, juga tergantung dari jenis
operasi atau organ mana yang mengalami trauma jaringan, menyebabkan kebutuhan
analgesia dapat sangat bervariasi.
Patient Controlled Analgesia adalah suatu alat yang memungkinkan pasien
mendapatkan obat (intravena) sesuai kebutuhan analgesik dari waktu ke waktu hanya
dengan menekan tombol permintaan pada alat tersebut.
Sebelum dipakai, alat ini diatur untuk membatasi jumlah obat maksimal agar
tidak membahayakan penderita.

B. Obat sedatif

Pada masa prabedah maupun pascabedah selain pendekatan psikologis dapat


dipertimbangkan pendekatan farmakologis yaitu pemberian obat sedatif dengan tujuan:

 Menghilangkan cemas dan reaksi stress


 Meningkatkan kerjasama pasien dalam tindakan diagnostik dan terapeutik

Prabedah sedatif diberikan sebagai premedikasi, sedangkan pascabedah terutama


diperlukan sedasi bila pasien harus dirawat di unit khusus misalnya ruang perawatan
intensif. Kecemasan dan nyeri bersama sama meningkatkan sekresi hormon stres
maupun aktivitas sistim simpatis.

Sebagai premedikasi maupun sedatif di ruang terapi intensif dipergunakan


golongan benzodiasepin, propofol, sedangkan golongan tricyclic umuumnya
digunakan pada nyeri kanker.

4.5.2 Evaluasi Efek dan Efek Samping


Penilaian efek obat dan tehnik khusus dalam penanggulangan nyeri umumnya
bersifat subyektif. Oleh karena itu sebaiknya penilaian efek ini disimpulkan
berdasarkan beberapa pertimbangan faktor lain misalnya tanda fisik yang menyertai
yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas.
Penilaian efek samping terutama jika memakai golongan opiat ditujukan pada
depresi pernafasan dan kesadaran. Jika terjadi efek samping yang mengancam jiwa,
pemberian analgetik dihentikan dan dilakukan pertolongan pertama.
Pemakaian opiat dan sedatif memerlukan monitoring tingkat sedasi, antara lain
dapat dipakai skoring sistim dari Ramsay atau Addenbrooke’s. Jika score sedasi 2
(sedasi berat) pemberian opiat harus dikurangi atau dihentikan.
Tingkat sedasi Nilai Keterangan
 Sadar Penuh 0 -
 Sedasi Ringan
1 Mengantuk, dapat berkomunikasi
 Sedasi berat 2 Mengantuk, Sukar berkomunikasi

 Tidur dapat
dibangunkan 3 Tidur sepanjang hari

 Tidur tidak dapat


dibangunkan 4 Dibangunkan dengan rangsangan keras

Tabel 1 : Skor Sedasi (Modifikasi Ramsay)

Bahan Bacaan :

1. G Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a


Lange Medical Book. 2013.
2. Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi – Modul dasar. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000.
3. A. Husni Tanra, Nancy M Rehatta, A.M.Takdir Musba. Penatalaksanaan Nyeri.
Departemen Anestesi, Terapi Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin- Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia
(KATI). 2013

Anda mungkin juga menyukai