BAB IV Tata Laksana Nyeri-Revisi Akhir PDF
BAB IV Tata Laksana Nyeri-Revisi Akhir PDF
NYERI
Nyeri adalah suatu rasa (sensasi) yang unik. Keunikannya oleh karena derajat
nyeri yang dirasakan tidak ditentukan hanya oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh
perasaan dan emosi pada saat itu.
Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi protektif
untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi jika nyeri tetap
berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi
perubahan patofisiologis yang justru dapat merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri
karena pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pascabedah ketika pembedahan
sudah selesai. Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan menderita, tetapi
juga reaksi stres yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat
proses penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri klinis ini yang memerlukan terapi.
Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer
melewati kornu dorsalis korda spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang
akson berlangsung karena proses polarisasi depolarisasi, sedangkan dari neuron
presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmiter.
Gambar 3 : Tahap transduksi dan transmisi
Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistim saraf, dapat
meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.
Hambatan terjadi melalui sistim analgesia endogen yang melibatkan
bermacam neurotransmiter antara lain golongan endorfin yang dikeluarkan oleh sel
otak dan neuron di korda spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductusgrey
(PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat korda spinalis.
Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang
diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistim saraf sensoris, informasi kognitif
(korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi
menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan. Contoh, terdapat penderita yang tenang
menghadapi pembedahan karena menerima pembedahan sebagai upaya penyembuhan.
Motivasi posisi ini memicu pelepasan endorfin dan rangkaian reaksi yang mengaktifkan
sistim analgesia endogen, hasil akhir adalah rasa nyeri yang berkurang.
4.2 Aspek Psikososiokultural
Persepsi individual atau makna nyeri sangat dipengaruhi oleh aspek
psikososiokultural, dapat terlihat dari berbagai fenomena dalam kehidupan sehari –
hari. Stimulus noksius dengan intensitas sama yang disebabkan pukulan teman dan
musuh, akan memberikan rasa nyeri yang berbeda. Oleh karena itu bila diberikan
stimulus nyeri dengan intensitas yang sama pada beberapa orang, tingkat nyeri yang
dirasakan masing-masing individu dapat berbeda, tergantung makna stimulus tersebut
bagi masing – masing individu. Fenomena ini disebut sebagai perbedaan toleransi
nyeri.
Status psikologis pada saat stimulus masuk misalnya adanya kecemasan,
ketakutan, dapat meningkatkan nyeri yang dirasakan. Demikian juga status sosial,
misalnya luka pada wajah seorang artis dapat terasa lebih nyeri dibandingkan nyeri
yang dirasakan seorang pekerja pabrik dengan luka pada lokasi yang sama. Norma
dalam budaya tertentu juga sangat mempengaruhi rasa nyeri, sebagai contoh secara
umum ibu – ibu asia menerima proses kelahiran sebagai tugas mulia sebagai seorang
ibu, sehingga toleransi terhadap nyeri persalinan tinggi.
Lokasi nyeri dipengaruhi oleh lokasi pembedahan, nyeri hebat muncul jika
manipulasi pembedahan meliputi daerah toraks, abdomen atas, tulang besar, dan
daerah anorektal. Pembedahan pada daerah ini memerlukan penangkal nyeri kuat.
Lokasi pembedahan menentukan metode yang digunakan, apakah obat analgesik
diberikan melalui jalur intravena atau dilakukan dengan cara blok saraf. Sebagai
contoh, pembedahan spondilitis vertebra torakalis, dipilih pemberian penangkal nyeri
per oral atau intravena, karena adanya infeksi di daerah tulang belakang yang
merupakan kontra indikasi pemberian analgetik lewat kateter epidural.
Kecemasan prabedah akan meningkatkan nyeri. Oleh karena itu dengan pendekatan
psikologis sebagai persiapan pembedahan pasien dibantu untuk menyusun strategi
coping. Selain itu diberikan informasi mengenai prosedur pembedahan, anestesi dan
mengatasi nyeri pascabedah. Informasi dan pendekatan psikologis membantu pasien
mengatasi kecemasan yang akan mempengaruhi tingkat nyeri maupun reaksi stres
biologis yang diakibatkan stres dan nyeri.
Obat penangkal nyeri golongan opiat mempengaruhi fungsi vital terutama
pernafasan, oleh karena itu pemilihan metode dan obat penangkal nyeri dilakukan
dengan mempertimbangkan efek terhadap fungsi vital terutama pada kasus dengan
resiko tinggi.
Saat ini diterapkan terapi multimodal yaitu pengelolaan dengan menggunakan
pendekatan farmakologis dan non farmakologis bersama sama. Terdapat juga metode
analgesia balans, yaitu pendekatan farmakologis menggunakan beberapa obat dengan
titik tangkap yang berbeda. Cara yang manapun yang dipilih adalah penting untuk
mempertimbangkan rasio resiko – manfaat dengan resiko tinggi.
Khusus pada nyeri pembedahan dikembangkan juga konsep preemptive
analgesia yaitu bentuk pencegahan nyeri dengan memberikan analgesia sebelum
pembedahan dilakukan. Kunjungan prabedah dan pemberian premedikasi merupakan
prototipe analgesia preemptif. Berbagai penelitian terakhir menunjukkan pemberian
morfin atau anestesi lokal pra insisi pembedahan dapat mengurangi kebutuhan
analgesik pascabedah.
Dalam pokok bahasan ini tidak dibicarakan mengenai pemakaian anestesi
umum sebagai cara mengatasi nyeri perioperatif nyeri.
Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis pada dasarnya adalah pendekatan yang memanfaatkan
kemampuan kognitif dan menata emosi pasien dengan tujuan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Bentuk pendekatan ini dapat merupakan kunjungan prabedah,
membantu menyusun stragegi coping sampai dengan memberikan sugesti dengan cara
hipnose. Pendekatan psikologis ini dilakukan sejak masa prabedah dan selanjutnya
diteruskan pada masa pascabedah sesuai penilaian kebutuhan dukungan psikologis
dalam menunjang proses penyembuhan pasien.
Untuk mengetahui kebutuhan pasien terdapat berbagai sistim skoring misalnya
Hospital Stress Rating Scale dan Coping Scale, yang berbentuk formulir untuk diisi
oleh pasien. Analisis dari jawaban pasien memberikan informasi masalah yang
memerlukan dukungan dan konseling.
Pendekatan Farmakologis
A. Obat penangkal nyeri
Secara umum 2 kelompok obat yang dipergunakan untuk mengatasi nyeri
yaitu opiat dan non opiat.
Opiat
Opiat merupakan baku emas obat analgesik. Terdapat tiga macam reseptor
opiat yang tersebar di otak, korda spinalis dan jaringan perifer. Opiat yang
dipergunakan di klinik umumnya secara selektif terikat pada reseptor µ dan
memberikan efek seperti opiat endogen (endorfin).
Ada beberapa jenis analgesik opiat yang umum dipakai, dapat diberikan per
oral, transdermal, suntikan intramuskular, intravena, epidural maupun supposutoria.
Efek samping secara umum adalah depresi nafas, terutama yang harus diperhatikan
adalah sedasi dan depresi nafas. Efek lain yang mengganggu adalah konstipasi.
Non Opiat
Non Steroidal Anti Inflamasi Drugs (NSAID) merupakan golongan non opiat
yang umum digunakan sebagai obat penangkal nyeri. Cara kerja NSAID adalah
menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin. Hambatan sintesa prostaglandin
terjadi karena hambatan pada enzim cyclo-oxygenase I (Cox-1) yaitu, enzim yang
dibutuhkan untuk homeostasis fungsi ginjal dan hepar, dan cyclo-oxygenase 2 (Cox-2)
yang dibutuhkan untuk menginduksi proses inflamasi. Dengan demikian hambatan
pada Cox-2 menimbulkan efek anti inflamasi.
Gambar1: Biosintesis dari prostaglandin
Cara Pemberian
Obat analgesik dapat diberikan lewat beberapa rute yaitu per oral,
intramuskular, intravena, supposutoria maupun dengan tehnik khusus yaitu intratekal
atau epidural. Untuk mempertahankan kadar terapeutik dalam darah pemberian harus
terjadwal dan berkelanjutan.
Tehnik khusus
TENS
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) berupa alat yang
elektrode steril dapat diletakkan pada batas insisi operasi sebelum luka operasi ditutup
kasa steril. Diberikan stimulasi dengan frekuensi tinggi intensitas rendah yang dimulai
sebelum pasien pulih kesadarannya. Pemakaian TENS dapat mengurangi kebutuhan
opiat.
Penjelasan efek TENS berdasarkn teori Melzack bahwa rangsangan pada
serabut saraf diameter besar dapat menghambat transmisi dari serabut saraf diameter
kecil yang meneruskan impuls nyeri ke korda spinalis.
Epidural
Obat tertentu dapat diberikan melalui kateter ke dalam rongga epidural dan
menyebabkan analgesia karena terikat pada reseptor spesifik di neuron spinal cord.
Walaupun beberapa obat diketahui dapat menghambat transmisi impuls nyeri pada
neuron spinal cord (alfa agonis) yang umumnya dipergunakan adalah opiat.
Efektivitasnya sangat tergantung pada kelarutan dalam lemak, konsentrasi dan
distribusi pada spinal cord.
Efek samping yang terjadi adalah sama dengan efek samping pada pemberian
intravena, yaitu mual, muntah, pruritus, tetapi kurang memberikan efek sedasi dan
gangguan pernafasan. Keuntungan lain adalah tidak terjadinya blok sistim simpatis
demikian juga kelemahan ekstrimitas bila menggunakan obat anestesi lokakl. Depresi
nafas juga terjadi lambat, berbanding terbaik dengan kelarutan dalam lemak, terutama
terjadi pada morfin (larut dalam air) dengan angka kejadian 1%.
Efek samping lain adalah infeksi dengan port d’ entre tempat masuknya
kateter epidural. Untuk mengatasi efek samping narkotik tanpa menghilangkan efek
analgesia, pemberian antidotum naloxone dianjurkan diberikan dengan cara titrasi
kontinyu 5-10µg/kgBB/jam.
Blok saraf dengan obat anestesi lokal dapat juga dilakukan pada berbagai
kondisi nyeri lainnya, sebagai contoh reflex sympathetic dystrophy dan causalgia,
namun karena kemungkinan efek samping yang berbahaya, blok ini hanya dilakukan
oleh ahli anestesi.
PCA
Terapi analgesik pascabedah sering tidak memberikan kondisi bebas nyeri
seperti yang diharapkan. Beberapa faktor pengaruh antara lain tidak adekuatnya dosis
pemberian analgesik yang tidak tepat waktu atau terlambat diberikan yaitu setelah
nyeri timbul.
Toleransi nyeri yang berbeda pada tiap individu, juga tergantung dari jenis
operasi atau organ mana yang mengalami trauma jaringan, menyebabkan kebutuhan
analgesia dapat sangat bervariasi.
Patient Controlled Analgesia adalah suatu alat yang memungkinkan pasien
mendapatkan obat (intravena) sesuai kebutuhan analgesik dari waktu ke waktu hanya
dengan menekan tombol permintaan pada alat tersebut.
Sebelum dipakai, alat ini diatur untuk membatasi jumlah obat maksimal agar
tidak membahayakan penderita.
B. Obat sedatif
Tidur dapat
dibangunkan 3 Tidur sepanjang hari
Bahan Bacaan :