Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

LESI PADA PLEXUS BRACHIALIS

Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Hadi Kurniawan , Sp.KFR, CCD


Koas : Bernadet 112017250
 IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. SP
 Umur 66 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Status Perkawinan : Menikah
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Margosari, Semarang
 No RM : 46****
 Tanggal Periksa : 12 Maret 2019

 SUBJEKTIF
 Autoanamnesis pada tanggal 12 Maret 2019, pukul 11.00 WIB
 Keluhan Utama
Tangan kiri lemas dan sulit diangkat sejak 8 bulan yang lalu.

 Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 8 bulan yang lalu pasien mengalami kesulitan untuk menggerakan tangan
kirinya. Keluhan ini terjadi setelah pasien melakukan kemoterapi yang ke 3
kalinya. Beberapa hari setelah kemoterapi yang ke 3, tangan kiri pasien sulit
untuk digerakan. Terasa lemas dan terkadang timbul nyeri seperti kesemutan.
Tidak tampak ada bengkak dan deformitas ditangan kiri pasien. Pasien tidak
mengalami keluhan lain seprti mual, muntah, pusing, dan lain lain. Tidak ada
keluhan pada anggota gerak lainnya. Sehari-hari pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, stroke, dan tumor.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat ca mamae sinistra post mastektomi total
 Tidak ada riwayat diabetes melitus, penyakit jantung, stroke, trauma kepala,
dan penyakit jantung pasien.
 Tidak ada riwayat asma dan alergi.
Riwayat Sosial Ekonomi Pribadi
 Keadaan sosial ekonomi pasien saat ini cukup. Pasien menggunakan BPJS.
Tidak ada riwayat gangguan kepribadian. Pasien mengatakan tidak merokok,
minum alkohol ataupun riwayat penggunaan obat-obatan terlarang.
 Status Presens
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6, GCS 15
 Tekanan darah : 140/80 mmHg
 Nadi : 90x/menit
 Suhu : 36,3°c
 Respirasi : 19x/menit
 Kepala : Normocephali, tidak tampak tanda trauma
 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
 Jantung : BJ I-II murni reguler, mur-mur (-), gallop (-)
 Paru : Suara nafas vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronhki -/-
 Perut : Supel, Bising Usus (+) normoperistaltik, Nyeri tekan (-)
 Alat kelamin : Tidak dilakukan
N I. (Olfaktorius) Kanan Kiri
Subjektif Normosemia Normosemia
Dengan bahan - -
N II. (Optikus) Kanan Kiri
Tajam pengelihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan pengelihatan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III. (Okulomotorius) Kanan Kiri
Celah mata Ptosis (-) Ptosis (-)
Pergerakan bulbus Baik Baik
Strabismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Besar pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Isokor Isokor

Refleks terhadap sinar + +


Refleks konversi + +
Refleks konsensual + +
Diplopia - -
N IV. (Troklearis) Kanan Kiri
Pergerakan mata Baik, mulus Baik, mulus
( kebawah-dalam )

Sikap bulbus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan


Diplopia - -
N V. (Trigeminus) Kanan Kiri
Membuka mulut Baik Baik
Mengunyah Baik Baik
Menggigit Baik Baik
Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Baik Baik
N VI. (Abduscens) Kanan Kiri
Pergerakan mata ke lateral Baik Baik

Sikap bulbus Di tengah Di tengah


Diplopia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
N VII. (Facialis) Kanan Kiri
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Memperlihatkan gigi + +
Menggembungkan pipi + +
Perasaan lidah bagian 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N VIII. (Vestibulokoklear) Kanan Kiri

Suara berisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Tes Romberg (+) jatuh ke kiri (+) jatuh ke kiri
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N IX. (Glossofaringeus) Kanan Kiri
Perasaan bagian lidah belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X. (Vagus)

Arcus pharynx Di tengah

Bicara Baik

Menelan Baik

N XI. (Asesorius)

Mengangkat bahu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Memalingkan kepala Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N XII. (Hypoglossus)

Pergerakan lidah Simetris

Tremor lidah Tidak ada

Artikulasi Baik
Motorik :
 Respirasi : Baik
 Duduk : Baik
 Bentuk Kolumna Vertebralis : Tidak ada kelainan
 Pergerakan Kolumna Vertebralis: Tidak ada kelainan

•Sensibilitas :
Refleks bisep : ++ | +
Refleks trisep : ++ | +
Refleks Brachioradialis : ++ | +
Refleks Patella : ++ | ++
Refleks Achiles : ++ | ++

Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Termi + +
Diskriminasi + +
Lokalisasi + +
 Anggota Gerak Atas
 Motorik

Kanan Kiri

Pergerakan Normal Sulit digerakan

Kekuatan 5555 1134

Tonus Normotonus Hipotonus

Atrofi Tidak ada Ada

 Sensibilitas

Kanan Kiri
Taktil + Menurun
Nyeri + Menurun
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 Anggota Gerak Bawah
 Motorik

Kanan Kiri
Pergerakan Baik, aktif Baik, aktif
Kekuatan 5555 5555
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi Tidak ada Tidak ada

 Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Koordinasi dan Keseimbangan
 Cara berjalan : Dalam batas normal
 Test romberg : (+) Jatuh ke sisi kiri pasien
 Romberg Dipertajam : (+)
 Dix-Hallpike : Tidak dilakukan
 Finger to nose : Tidak dilakukan
 Past pointing : Tidak dilakukan
 Knee to Heel : Tidak dilakukan
 Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
 Ataksia : Tidak ada
 Rebound phenomena : Tidak ada
 Dismetria : Tidak ada
 DIAGNOSIS
Diagnosis klinik : Monoparase superior sinitra flaccid
Diagnosis topik : Plexus brachialis sinistra segmen atas
Diagnosis etiologik : Lesi Plexus brachialis sinistra ec Radiation Induced
 RENCANA AWAL
 Non medika-mentosa
Istirahat untuk tangan kiri, jika nyeri pada tangan kiri sangat mengganggu.
Kompres air hangat pada daerah nyeri.
Konsultasi rehabilitasi medik.

 Medika mentosa
Meloxicam 1 x 7,5mg
Vit B1, B6, B12 1x1
Amlodipin 1x 5 mg

 PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad malam
Ad sanactionam : ad bonam
PLEXUS BRACHIALIS
ANATOMI PLEXUS BRACHIALIS
Menurut letaknya terhadap clavicula percabangan plexus brachialis dibagi menjadi pars
supraclavicularis dan pars infraclavicularis. Yang termasuk percabangan pars supraclavicularis
adalah :1
 N.thoracalis posterior.
 N.subclavius
 N.supraclavicularis
Pars infraclavicularis mempercabangkan:
 Nn.thoracalis anterior
 Nn.subscapularis
 N.thoraco dorsalis
 N.axillaris, disebut n.circumflexus
 N.cutaneus brachii medialis
 N.cutaneus antebrachii medialis
Cabang terminal plexus brachialis adalah :
 N.musculocutaneus
 N.medianus
 N.ulnaris
 N.radialis
 LESI PLEKSUS BRAKHIALIS
Definisi
Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang
membentuk pleksus brakhialis, mulai dari “radiks” saraf hingga saraf terminal.
Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik, sensorik atau
autonomic pada ekstremitas atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu
neuropati pleksus brakhialis atau pleksopati brakhialis.
Penyebab Lesi Plexus Brachialis
 Trauma
cedera tertutup, cedera terbuka
 Tumor
Tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant peripheral nerve sheath tumor dan
meningioma. Tumor non-neural ; jinak (desmoid, lipoma), malignant ( kanker mammae dan kanker paru)
 Radiation-induced
Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak 1,8 – 4,9% dari lesi
dan paling sering pada pasien kanker mammae dan paru.
 Entrapment
cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan
dada yang kolaps menyebabkan thoracic outlet menyempit sehingga menekan struktur neurovaskuler.
 Idiopatik
Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang jelas namun diduga
terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik adalah nyeri dengan onset akut yang
berlangsung selama 1 – 2 minggu dan kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara
spontan dan pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.
Patofisiologi

 Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau
kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif
fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.
 Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak
pembuluh darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome
intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.
Gambaran Klinis

 Gejala yang timbul umumnya unilateral berupa kelainan motorik, sensorik dan
bahkan autonomik pada bahu dan/atau ekstremitas atas. Gambaran klinisnya
mempunyai banyak variasi tergantung dari letak dan derajat kerusakan lesi.
Lesi pleksus brakhialis dapat dibagi atas pleksopati supraklavikular dan
pleksopati infraklavikular
Pleksopati supraklavikuler

Pada Pleksopati supraklavikuler lesi terjadi ditingkat radiks saraf, trunkus saraf
atau kombinasinya. Lesi ditingkat ini dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi
dibanding lesi infraklavikuler.
1. Lesi tingkat radix
Presentasi klinis pada lesi radiks
Radiks saraf Penurunan Refleks Kelemahan Hipestesi/kesemutan

C5 Biseps brakhii Fleksi siku Lateral lengan atas

C6 Brakhioradiialis Ekstensi pergelangan tangan Lateral lengan bawah

C7 Triceps brakhii Ekstensi siku Jari tengah

C8 - Fleksi jari2 tangan Medial lengan bawah

T1 - Abduksi jari2 tangan Medial siku


Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiografi : 4
 Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra servikal
 Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau humerus.
 Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada kasus paralisa
saraf phrenicus.
Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus cedera pleksus
brakhialis traumatik yang berat. Narakas, melaporkan bahwa umumnya terdapat trauma multipel
pada kepala atau muskuloskletal lainnya.
CT scan dapat digunakan untuk menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat
dinilai oleh x-foto. Sedangkan myelografi digunakan pada lesi supraklavikular berat,
yang berguna untuk membedakan lesi preganglionik dan postganglionik. Kombinasi CT
dan myelografi lebih sensitif dan akurat terutama untuk menilai lesi proksimal (avulsi
radiks). MRI dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai jaringan ikat
sekitar lesi dan penilaian pleksus brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak normal.
• Elektrofisiologi
Hasil pemeriksaan kecepatan hantar syaraf untuk Compound Muscle Action Potentials
(CMAP) didapatkan amplitudo yang rendah setelah hari ke-9.

• SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials) berguna untuk membedakan


lesi preganglionic atau lesi postganglionic. Pada lesi postganglionic, SNAPs tidak
didapatkan tetapi positif pada lesi preganglionic.

• EMG (Elektromiografi) dengan jarum pada otot dapat tampak fibrilasi, positive
sharp wave (pada lesi axonal), amplitudo dan durasi. Dimana denervasi terlihat setelah
minggu ke-2.
Tatalaksana
 Pembedahan primer
Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada plexus serta
membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat ringan lesi.
 Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf
 Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali dengan teknik end-to-
end atau nerve grafts
 Nerve grafting : Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin dilakukan tarikan. Saraf
yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial antebrachial cutaneous, dan cabang terminal
sensoris pada n interosseus posterior
 Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada kasus avulsi pada akar saraf
spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan : hypoglossal nerve, spinal accessory nerve, phrenic nerve,
intercostal nerve, long thoracic nerve dan ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan
bagian dari root yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi.
Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf bersih dari benda tajam.
• Pembedahan sekunder
Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung saraf yang
terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free muscle transfers, joint
fusions and rotational, wedge or sliding osteotomies.
Perbaikan operatif sekunder setelah 2-4 minggu secara umum direkomendasikan untuk cedera
tumpul atau cedera dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan
perbaikan primer atau grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf
dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.
Prognosis

Prognosis lesi pleksus brakhialis bervariasi tergantung pada patofisiologi yang mendasari, meliputi tempat dan
derajat kerusakan saraf dan kecepatan mendapat terapi. Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari
atau 1 inci/bulan, sehingga mungkin diperlukan beberapa bulan sebelum tanda pemulihan dapat dilihat
REHABILITASI MEDIK PADA LESI
PLEKSUS BRAKHIALIS
 Rehabilitasi medik (WHO) adalah segala upaya yang bertujuan untuk
mengurangi dampak dari semua keadaan yang dapat menimbulkan disabilitas
dan handicap serta memungkinkan penderita cacat berpartisipasi serta secara
aktif dalam lingkuangan keluarga dan masyarakat.
Fisioterapi
 Fase akut
 RICE (rest, ice, compression and elevation)
 Istirahat
 Terapi dingin : digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, dapat diberikan dengan
modalitas sederhana seperti cold pack atau dengan cryojet air yang mengluarkan uap
air dingin bersuhu -40oC selama 20 menit dan dapat diulang tiap 2 jam.
 Kompresi : dilakukan pada ekstremitas yang edema.
 Elevation : pada cedera pleksus brakhialis berat (adanya avulsi radiks), dapat terjadi
edema yang signifikan pada ekstremitas yang terkena. Ini dikarenakan oleh pompa
aliran darah balik abnormal yang biasanya dilakukan oleh otot yang lumpuh diatas
batas jantung. Pada malam hari dapat dilakukan dengan cara diganjal dengan bantal.
Manajemen Nyeri
 Ultrasound : merupakan modalitas thermal (diathermy: deep heating modalities) dengan
frekuensi 1-3MHz, diberikan selama 5-10 menit dilakukan 1-2 kali per hari selama 6-8 hari
atau 14 kali pemberian. Penggunaannya dalam mengurangi nyeri menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan pembuangan metabolit yang
menyebabkan nyeri sehingga menurunkan spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri.

 Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) : merupakan stimulasi listrik yang


telah digunakan untuk mengelola nyeri. TENS mengaktivasi serabut saraf diameter besar
(A-beta) yang menginhibisi interneuron (substantia gelatinosa) pada medulla spinalis. Pada
giliranya menghasilkan inhibisi pada serabut saraf diameter kecil (A-delta) dan C (serabut
saraf nyeri), bersama dengan inhibisi presinaps dari T-cells untuk menutup gerbang dan
mengatur nyeri. TENS diberikan dengan implus frekuensi tinggi (50-100Hz) selama 30
menit sampai 1 jam per sesi.

 Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) : merupakan stimulasi listrik yang lebih kuat
dari pada TENS. Alat ini digunakan untuk menambah kekuatan dan memelihara massa otot
walaupun tanpa usaha volunter dari subyek. Pada penderita cedera pleksus brakhialis
berat dengan adanya denervasi otot, terapi NMES berguna untuk mencegah terjadinya
atrofi otot. Diberikan minimal 10 kontraksi/repetisi sebanyak 3 set per hari dengan waktu
istirahat antar set selama 2 menit, 3 kali per minggu.
LATIHAN
Latihan pada ekstremitas yang lumpuh pada awal terapi bertujuan untuk
memelihara lingkup gerak sendi (LGS) dan mencegah atrofi otot, dimana
umumnya sering menjadi masalah pada masa penyembuhan. Latihan LGS yang
diberikan dapat pasif, aktif maupun aktif dibantu (active assited). Latihan
peninkatan kekuatan/ stregthening exercise dapat diberikan bilamana terdapat
kontraksi otot secara aktif.
Okupasi Terapi
 Setelah kekuatan dan ROM yang cukup pada lengan, terapi okupasi dimulai
untuk meningkatkan koordinasi dan ketahanan melalui repetisi dari gerakan-
gerakan stereotipik dasar yang meliputi pergerakan yang diperlukan untuk
menullis, makan, berhias. Pada tahap rehabilitasi ini, pasien dievaluasi
seputar kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
KESIMPULAN

 Kasus yang diderita oleh pasien di atas, diduga adanya lesi pada plexus
brachialis yang dapat di sebabkan oleh faktor-faktor seperti metastase ca
mamme, induksi radiasi, trauma dsb. Pada kasus ini, pemberian farmakologi
dapat berupa NSAID untuk mengurangi rasa nyeri yang sewaktu-waktu
dirasakan, vitamin dan antihipertensi karna pasien memiliki riwayat darah
tinggi. Penanganan fisioterapi yang dapat diberikan pada kondisi ini adalah
Ultrasound, Tens dan latihan ekstremitas.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai