Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

POST HERPETIK
NEURALGIA
OLEH :
DOMINIC TIMOTIUS
112018044
• The International Association for Study of Pain
(IASP) menggolongkan neuralgia post herpetika
sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah
penyembuhan usai atau nyeri yang berlangsung lebih
dari tiga bulan tanpa adanya malignitas.

Definisi
• Di Amerika Serikat, frekuensi PHN yang terjadi 1 bulan
setelah onset dilaporkan sebanyak 9-14,3 % dan 3 bulan
setelah onset sebanyak 5 %, sedangkan dalam waktu 1 tahun, 3
% akan mengalami nyeri yang lebih berat.
• Sebuah penelitian di Islandia menunjukkan bahwa variasi
resiko PNH ini dihubungkan dengan kelompok umur tertentu.
Dari sampel penelitian didapatkan bahwa tidak ada sampel
yang berusia dibawah 50 tahun dilaporkan menderita nyeri
hebat, dan pasien yang berumur lebih dari 60 tahun dilaporkan
mengalami nyeri yang lebih hebat : 6% 1 bulan setelah onset
dan sebanyak 4% 3 bulan setelah onset.

Prevalensi
• Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus
herpes zoster.
• Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia adalah
herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan
varisella zoster virus (VZV)
• Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi
dan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V
(trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan
vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion genikulatum

Etiologi
• resolusi infeksi primer varicella
• virus tetap aktif di ganglia sensorik - reaktivasi
• Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis menyebabkan
respon inflamasi berupa pembengkakan, perdarahan,
nekrosis dan kematian sel neuron
• sensitisasi ataupun deaferenisasi elemen saraf perifer dan
sentral

Patofisiologi
• Sensitisasi saraf perifer terutama terjadi pada nosiseptor
serabut saraf C yang halus dan tidak bermyelin
• Sensitisasi ini menyebabkan ambang sensoris terhadap suhu
menurun, menimbulkan heat hyperalgesia. Selain itu juga
terjadi letupan ektopik dari nosiseptor C yang rusak sehingga
timbul alodinia.
• terbentuk tunas-tunas serabut saraf A delta yang menerima
rangsang non-noksius mekanoseptor di lapisan superfisial
kornu dorsalis medula spinalis.
• Pertunasan ini menyebabkan hubungan antara serabut saraf A
delta yang tidak menghantarkan nyeri dengan serabut saraf C

Patofisiologi
• Lesi pada serabut saraf perifer maupun sentral dapat memacu
terjadinya remodeling dan hipereksitabilitas membran sel
• Tunas-tunas baru ini ada yang mencapai organ target,
sedangkan yang tidak mencapai organ target akan membentuk
neuroma, di neuroma ini akan terakumulasi berbagai kanal ion,
terutama kanal ion natrium, molekul-molekul transduser dan
reseptor-reseptor baru, sehingga pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya letupan ektopik, mekanosensitivitas
abnormal, sensitivitas terhadap suhu dan kimia.
• Letupan ektopik dan sensitisasi berbagai reseptor akan
menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan nyeri yang
diprovokasi
• Letupan spontan pada neuron sentral yang terdeaferenisasi
akan menyebabkan terjadinya nyeri konstan pada area tersebut
• Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh
rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan
hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan
pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga
nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek
maupun jangka panjang pasien.
• Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti
rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit
(disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri
berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/
tersetrum listrik.
• Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus
ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak
tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi
rangsang yang berulang

Manifestasi Klinis
• Anamnesis: Nyeri erupsi vesikuler sesuai dengan area
dermatom merupakan gejala tipikal herpes zoster. Seiring
dengan terjadinya resolusi pada erupsi kulit, nyeri yang
timbul berlanjut hingga 3 bulan atau lebih, atau yang
dikenal sebagai nyeri post herpetik. Nyeri ini sering
digambarkan sebagai rasa terbakar, tertusuk-tusuk, gatal
atau tersengat listrik.

Diagnosis
• Pemeriksaan Fisik:
• Nyeri kepala, yang timbul sebagai respon dari viremia
• Munculnya area kemerahan pada kulit 2-3 hari setelahnya
• Daerah terinfeksi herpes zoster sebelumnya mungkin terdapat skar kutaneus
• Sensasi yang ditimbulkan dapat berupa hipersensitivitas terhadap sentuhan
maupun suhu, yang sering misdiagnosis sebagai miositis, pleuritik, maupun
iskemia jantung, serta rasa gatal dan baal yang misdiagnosis sebagai urtikaria
• Muncul blister yang berisi pus, yang akan menjadi krusta (2-3 minggu
kemudian)
• Krusta yang sembuh dan menghilangnya rasa gatal, namun nyeri yang
muncul tidak hilang dan menetap sesuai distribusi saraf (3-4 minggu
setelahnya).
• Alodinia, yang ditimbulkan oleh stimulus non-noxius, seperti sentuhan
ringan
• Perubahan pada fungsi anatomi, seperti meningkatnya keringat pada area
yang terkena nyeri ini.
• Pemeriksaan neurologis pada nervus trigeminus dan pemeriksaan neurologis
lainnya.
• Pemeriksaan Penunjang:
• EMG
• Smear
• Mengukur antibodi terhadap herpes zoster

Diagnosis
• Farmakologis
• Antivirus : Acyclovir, Valasiklovir
• Analgesik : PCT, Tramadol
• Antiepilepsi : Gabapentin, Pregabalin
• Antidepresan : Fluoxetin, Amitriptiline
• Topikal : Lidokain patch, Capsaicin
• Non-Farmakologis
• TENS
• Vaksin

Penatalaksanaan
• Pencegahan neuralgia pascaherpetika dapat diusahakan dengan
kombinasi agen antiviral dan usaha agresif mengurangi nyeri
akut pada pasien herpes zoster. Terapi antiviral diharapkan
dapat menghentikan replikasi virus, sehingga durasi penyakit
akan lebih singkat, dan menurunkan kejadian neuralgia
pascaherpetika
• Telah dikembangkan vaksin pencegahan herpes zoster yang
direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) bagi mereka yang berusia 60 tahun atau
lebih. Dalam penelitian klinis yang melibatkan ribuan lansia
berusia 60 tahun atau lebih, vaksin ini mengurangi risiko
herpes zoster sebesar 51% dan risiko neuralgia pascaherpetika
sebesar 67%.

Pencegahan
• Prognosis ad bonam karena neuralgia paska herpetik
tidak menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi
bersifat lokal dan hanya mengganggu fungsi sensorik.
Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena setelah
terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat
beraktivitas baik seperti biasa

Prognosis
• Nyeri Post Herpetikum adalah suatu kondisi nyeri yang
dirasakan di bagian tubuh yang pernah terserang infeksi
herpes zoster. Herpes zoster sendiri merupakan suatu
reaktivasi virus Varicella yang berdiam di dalam jaringan
saraf. NPH dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia
herpetik akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit),
neuralgia herpetik subakut (30-120 hari
setelah timbulnya ruam pada kulit) dan NPH (rasa sa
kit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya
ruam pada kulit).

Kesimpulan
• NPH lebih banyak menyerang lansia dan orang dengan
kekebalan tubuh yang rendah. Ketika telah berumur tua,
terutama pada usia 60 tahun ke atas, atau dalam keadaan
imunokmpromise maka virus herpes ini akan mengalami
reaktivasi.
• NPH terjadi oleh karena cedera neuron yang mengenai
sistem saraf baik perifer maupun pusat. Cedera ini
mengakibatkan neuron sentral dan perifer mengadakan
discharge spontan sementara juga menurunkan ambang
aktivasi untuk menghasilkan nyeri yang tidak sesuai pada
stimulus yang tidak menyebabkan nyeri.
• Manifestasi klinis yang sering di jumpai adalah nyeri
seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan
rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon
nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti
terkena/ tersetrum listrik
• Penatalaksanaan penyakit ini dapat dilakukan dengan
terapi farmakologi dan non farmakologi. Pemeriksaan
penunjang pada penyakit ini tidak terlalu berarti, cukup
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosa
penyakit ini sudah dapat ditegakkan. Prognosisnya tidak
buruk, pada umumnya dapat sembuh dengan terapi yang
teratur
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai