Nike Intan N. (1408010133), Rosyana Eka R. (1408010136), Elmalana (1408010137), Sifa Rismawati
(1408010138), Wahyu Wahidatun (1408010165), Lisa Vijriyanti (1408010167), Iffa Felasyifa (14080173),
Ayu Listia (1408010174), Laxmita Permata (1408010176)
3. Aspirin
Mekanisme kerja aspirin: menghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat melalui
penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Kerusakan yang terjadi pada sel dan jaringan
karena adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator substansi radang. Asam
arakhidonat mulanya merupakan komponene normal yang disimpan pada sel dalam bentuk
fosfolipid dan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrosilase sebagai respon adanya
noksi. Asam arakhidonat kemudian mengalami metabolisme menjadi 2 alur. Alur
siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan. Alur
lipooksigenase yang membebaskan leukotrien dan berbagai substansi seperti HPETE
(Hydroperoxieicosatetraenoic).
Efek toksik (mulai terjadi dalam 3-6 jam setelah overdosis > 150 mg/kgBB)
1. Muntah, berkeringat, takikardia, hiperpnea, dehidrasi dan menurunnya fungsi ginjal
2. Demam, tinitus, letargi, konfusi
3. Pada awalnya terjadi alkalosis respiratorik dengan kompensasi ekskresi bikarbonat melalui
urin
4. Selanjutnya asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap dan ketosis
5. Alkalemi dan asiduria paradoksal
6. Peningkatan hematokrit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit
7. Hipernatremia, hiperkelemia, hipoglikemia
8. Pada keracunan berat dapat terjadi : koma, depresi nafas, kejang, kolaps kardiovaskular,
serta edema otak dan paru
Keracunan salisilat diindentifikasi dari tes urin fecl3 (+) berwarna ungu
Terapi penatalaksanaan keracunan aspirin:
Meskipun pemberian karon aktif dengan beberapa dosis tidak dianjurkan oleh sejumlah pakar
mayoritas toksikolog medis tetap merekomendasikannya jika terjadi konsumsi aspirin dalam
jumlah besar karena salisilat dapat mengeras dalam lambung yang mengakibatkan perlambatan
penyerapan. Alkalinisasi urindapat menurunkan jumlah obat yang tidak terionisasi sehingga
obat tidak banyak yang memasuki jaringan. Teknik ekstrakorporeal sangat efektif dalam
menyingkirkan salisilat dan mengoreksi gangguan asam basa.
1. Karbon aktif dosis berulang masih berguna walaupun keracunan sudah terjadi dalam 12-24
jam
2. Pada penderita yang menelan > 500 mg/kgBB, sebaiknya dilakukan lavase lambung dan
irigasi seluruh usus
3. Endoskopi berguna tuntuk diagnostik dan untuk mengeluarkan bezoar lambung
4. Pada penderita dengan perubahan status mental sebaiknya kadar glukosa terus dipantau
5. Diberikan saline secara intra vena sampai beberapa liter
6. Diberikan suplemen glukosa
7. Koreksi gangguan elektrolit dan metabolik
8. Pada koagulopati diberikan vitamin K melaui intra vena
9. Alkalinisasi urin ( sampai pH 8) dan diuresis saline. Kontra indikasi diuresis : edema otak atau
paru, gagal ginjal.
50-150 mmol bikarbonat + kalsium yang ditambahkan pada 1 L cairan infus saline-
dekstrose dengan kecepatan 2-6 cc/kgBB/jam
MEKANISME TOKSISITAS DAN PENATALAKSANAAN KERACUNAN PARACETAMOL
A. Mekanisme toksisitas
Sulfat dan glukuronida pada liver tersaturasi
Paracetamol lebih banyak ke CYP -> NAPQI bertambah -> suplai glutation tidak
mencukupi.
NAPQI bereaksi dengan membran sel
Hepatosit rusak -> nekrosis
utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang
dikeluarkan lewat ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan
enzim sitokrom P450. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab
terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-
kuinon imina). Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit
toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera
dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa sebagian kecil dimetabolisme
cytochrome P450 (CYP) atau N-acetyl-p-benzo-quinone-imine (NAPQI) bereaksi dengan
sulfidril.
Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi
metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati. Pada dosis
normal bereaksi dengan sulfhidril pada glutation metabolit non-toxic diekskresi oleh
ginjal.