Anda di halaman 1dari 21

STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Ny. Rohayati
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Pameumpeug
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang kredit di sekitar rumah
Tanggal Masuk RS : 15 Juni 2015

Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan pada leher kiri
Anamnesis Khusus :
Pasien datang ke RSU dr. Slamet Garut dengan keluhan benjoan dileher depan bagian
kiri yang ikut bergerak saat pasien menelan yang sudah diderita sejak kurang lebih 6 tahun
sebelum masuk rumah sakit. Benjolan awalnya dapat di raba sebesar kelereng kemudian
kurang lebih 3 tahun sebelum masuk rumah sakit kemudian semakin membesar menjadi
seukuran bola pimpong sejak dibawa ke orang pintar. Benjolan tidak terasa nyeri, daerah
sekitar benjolan dan leher juga tidak pernah terasa nyeri, benjolan juga teraba mobile, Pasien
mengaku benjolan tidak mengganggu aktivitas seperti bernapas dan makan / minum.
Perubahan suara menjadi serak (-), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-),
benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat
(-), rasa penuh di ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat mengalami penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat pengobatan
tidak ada. Riwayat berobat ke orang pintar di benarkan pasien. Riwayat menderita hipertensi
disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat
penyakit DM juga disangkal pasien. Riwayat terkena paparan radiasi kepala dan leher
disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit tersebut.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Compos Mentis
Status Gizi : Baik (BB : 50, TB: 162cm)
Tanda vital :
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 35,9 oC

Status Generalis
Kepala
-Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
-Hidung : epistaksis -/-, deviasi septum -/-
-Mulut : tidak ada kelainan
-Leher : KGB tidak teraba,
JVP tidak meningkat,
Massa a/r colli anterior kiri, lain-lain lihat status lokalis

Thorax
Inspeksi : hemithorax kanan dan kiri simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor pada kedua hemithorax
Auskultasi
Pulmo : VBS kanan = kiri normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : agak cembung dan lembut
Palpasi : NT (-), NL (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani di keempat kuadran
Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas :
- Atas
 Tonus : normal
 Massa : -/-
 Gerakan : aktif/aktif
 Kekuatan : 5/5
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-

- Bawah
 Tonus : normal
 Massa : -/-
 Gerakan : aktif/aktif
 Kekuatan : 5/5
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-

Status lokalis

a/r Colli anterior sinistra :


 Massa soliter
 Ukuran 3x3x2 cm,
 konsistensi kenyal (+),
 mobile (+),
 berbatas tegas (+),
 ikut bergerak saat menelan (+),
 nyeri menelan (-)
 nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
 warna seperti warna kulit
 suhu tidak berbeda dengan daerah sekitar
 Pembesaran KGB daerah leher (-)
 Trakea tidak deviasi
Pemeriksaan Penunjang

1. ROTGEN THORAX
Hasil Ekspertise :
Tidak tampak struma intrathorakal
Tidak tampak pembesaran jantung
Tidak tampak TB paru aktif

2. Pemeriksaan fungsi tiroid :


 TSH : 0,58 (N : 0,27-4,7)
 T4 : 0,97 (N : 0,82-1,51)

3. LAB :
HEMATOLOGI
 Masa pendarahan/ BT : 2 menit
 Masa pembekuan/CT : 8 menit
DARAH RUTIN
 Hemoglobin : 15,3 g/dL
 Hematokrit : 47 %
 Leukosit : 6.530 /mm3
 Trombosit : 202.000 /mm3
 Eritrosit : 5.31 juta/mm3
KIMIA KLINIK
 AST (SGOT) : 17 U/L
 ALT (SGPT) : 24 U/L
 Ureum : 21 mg/dL
 Kreatinin : 0.9 mg/dL
 Glukosa Darah Puasa : 103 mg/dL

Diagnosa Kerja
Struma Nodular Non Toksik

Diagnosis banding
• Simple goiter
• Struma endemic
• Struma nodusa toksis
• Karsinoma tiroid
• Limfoma

Rencana terapi
Medikamentosa: -
Operatif : Isthmolobektomi / subtotal lobektomi

Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 16 Juni 2015 17 Juni 2015 18 Juni 2015 19 Juni 2015


Keluhan -Benjolan - Nyeri luka -Nyeri luka -Nyeri luka
sebesar bola operasi operasi operasi
pimpong pada -Sakit menelan -Sakit menelan
leher kiri dan sedikit batuk
(rencana berdahak
isthmolobectomy
hari ini)
- Tidak nyeri

Vital sign 130/90 mmHg 120/80 mmHg 100/70 mmHg 120/80mmHg


- TD 64x/menit 64x/menit 72x/menit 64x/menit
- Nadi 16x/menit 22x/menit 24x/menit 64x/menit
- RR 36 derajat celcius 35,9 derajat 35,9 derajat 16 derajat celcius
- Suhu celcius celcius

Pemeriksaan Benjolan di leher


fisik kiri, teraba
- Status kenyal, mobile,
lokalis NT-, kemerahan
-, uk : 3x3x2cm
Diagnosis SNNT sinistra Post Post Post
Isthmolobectomy Isthmolobectomy Isthmolobectomy
sinistra ai SNNT sinistra ai SNNT sinistra ai SNNT
sinistra POD I sinistra POD II sinistra POD III
(BLPL)
Tatalaksana Rencana operasi -Ceftriaxone 1x Ceftriaxone 1x 2g -Cefixime
(isthmolobectmy 2g -Ketorolac 2x100mg
) -Ketorolac 2x1amp -Ranitidin
2x1amp -Ranitidin 2x150mg
-Ranitidin 2x1amp -As Mefenamat
2x1amp - Kalnex 3x1amp 3x500mg
-Kalnex 3x1amp (STOP) -AFF Drain
-Diet lunak -Ambroxol -AFF infus
3x1tab - GV
-GV POD II
-Diet lunak

LAPORAN OPERASI (16/06/2015)

Operator : Dr. Trimayu S Sp.B


Asisten 1 : dr.Miradz
Perawat Instrumen : Roni
Diagnosa Pra Bedah : SNNT sinistra
Indikasi operasi : SNNT sinistra
Diagnosa Pasca Beda : Sesuai
Jenis Operasi : Isthmolobectomy sinistra
Kategori Operasi : Besar
Desinfeksi Kulit dengan : Povidon Iodin
Jaringan yang di eksisi : Massa (di kirim ke PA)
LAPORAN OPERASI LENGKAP

DO : Di temukan massa atau nodul tiroid kiri, konsistensi kenyal lunak bergerak mobile,
dengan ukuran : 5x4x3cm, berwarna kemerahan.
TO : 1. Di lakukan tindakan a & antiseptic daerah sekitar operasi
2. Di lakukan insisi tranversal 2jari diatas sternal notch
3. Kutis subkutis sampai dengan platisma di insisi secara tajam
4. Dilakukan flap ke arah kranio kaudal
5. Fascia colli superfisial dibuka kearah kranio kaudal
6. Ditemukan DO
7. Luka operasi di tutup lapis demi lapis dengan meninggalkan 1 buah vacuum drain
8. Operasi selesai

Instruksi pasca Bedah :


- Observasi : KU, Nadi, Respirasi, Pendarahan
- Infus : RL : D5 2:1, 20gtt/menit
- Analgetik : Ketorolac + tramadol drip dalam 500ml RL
- Puasa : sampai dengan BU (+)
- Antibiotik : Ceftriaxone 1x2gram
- Lain lain : Ranitidin 2x1 amp
- Diet : Lunak (bubur)
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
PEMBAHASAN

STRUMA NODUSA NON TOKSIK

1.1 ANATOMI

Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fascia colli media dan fascia
prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esophagus, pembuluh darah
besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya 2/3
lingkaran. Arteri carotis komunis, A.jugularis interna, dan N.vagus terletak bersama di
dalam sarung penutup di laterodorsal tiroid. N.rekurens terletak di dorsal tiroid,
sebelum masuk laring. N.frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang
antara fascia media dan prevertebralis.
Kelenjar tiroid dengan berat rata-rata 15-20 gr (orang dewasa) berbentuk
konveks pada anterior dan konkaf pada bagian posterior, terletak di regio colli anterior
setinggi kartilago tiroid sampai cincin ke-VI trakhea. Kelenjar tiroid terdiri dari 2
lobus yang keduanya dihubungkan dengan isthmus setinggi cincin ke-IV trakhea.
Walaupun sukar ditemukan, lobus piramidalis biasanya terletak di sebelah kiri linea
mediana dan meluas ke kranial sampai setinggi os hyoid.
Kelenjar tiroid terbungkus dalam suatu jaringan pengikat dan difiksasi oleh
fascia pretrakheal ke tulang rawan tiroid dan cricoid.
Vaskularisasi kelenjar thyroid dari :
- A.thyroidea inferior yang merupakan cabang trunkus tirocervicalis dari
A.subclavia.
- A.thyroidea superior yang merupakan cabang dari A. carotis externa.
- A.thyroidea ima yang merupakan cabang dari arkus aorta.
A.thyroidea inferior sangat penting sebagai petunjuk lokasi N.laryngeus
reccurent. Saraf ini kadang-kadang bercabang tepat di bawah laring dan sering
mengalami cedera waktu operasi dan terikat pada waktu mengikat A.thyroidea inferior.

Drainase limfatik kelenjar tiroid adalah menuju ke KGB leher di segitiga


anterior/posterior ipsilateral, kemudian sejalan dengan V.jugularis interna di dalam
tracheoeophageal groove menuju KGB paratrakheal di mediastinum.
Gambar 1. Penampang melintang kelenjar tiroid beserta struktur di sekitarnya.

1.2 FISIOLOGI

Kelenjar tiroid mempunyai dua fungsi fisiologis, yaitu memproduksi hormon


tiroid dan kalsitonin (thyrokalsitonin).
Hormon yang disintesis dan disimpan oleh kelenjar ini adalah tiroksin (T4) dan
Tri-Iodotironin (T3). Adapun fungsi hormon tiroid adalah :
- Katabolisme dalam reaksi oksidasi sel tubuh.
- Efek anabolik dalam kadar sedang dan berefek katabolik dalam kadar tinggi.
- Meningkatkan penyerapan glukosa di usus.

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)


1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH
(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Gambar 2. Mekanisme regulasi kelenjar tiroid.

Biosintesis hormon tiroid dipengaruhi oleh obat anti-tiroid, terdapat 2 kategori


utama obat anti-tiroid, yaitu :
- Perchlorat dan Thiocyanat : mencegah pengumpulan iodine oleh kelenjar
tiroid.
- Derivat Thiourea (Prophylthiouracil/PTU dan Methimazole) :
Substansi organik yang mencegah pengikatan iodine dengan tirosin.
1.3 STRUMA

a. DEFINSI

Struma adalah pembesaran kelenjar gondok baik pada satu atau kedua lobus akibat
berbagai sebab dengan atau tanpa gangguan produksi hormon.

b. ETIOLOGI

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun
sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga
tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian
kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini
biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak
akibat tiroiditis.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan,


laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar
tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah
didaerah tersebut.

Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni


makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid
sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa
bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.

c. KLASIFIKASI

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)


Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa
dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
STRUMA NODOSA NON TOXIK

a. Definsi
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala
hipertiroid.

b. Etiologi
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi
pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum
diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

a. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang


yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium
adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan
cretinism.
b. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting
penyakit tiroid autoimun
c. Goitrogen :
 Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
 Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan
resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
 Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak
cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan
goitrin dalam rumput liar.
 Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon
kelejar tiroid
 Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa
kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna
c. Patofisiologi

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh
Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi mol ekul tiroksin yang terjadi pada
fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin
(T4) dan molekul yoditironin (T3).

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid.

Gangguan pada jalur TRH - TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-
Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel
maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel
kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan
terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon
tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten
terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin.
d. Manifestasi Klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal:

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat,


dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan
akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar,
mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea
(sesak napas).Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang
keras . Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau.

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral
atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan
tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di
kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.

e. Diagnosis
1. Anamnesis

Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan


dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah
endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah
sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan
suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan
penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).

2. Pemeriksaan fisik

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai:

1. jumlah nodul
2. konsistensi

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi

Dilihat dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah
yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya
apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi

Dilakukan dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk
penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

 lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)

 ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

 konsistensi

 mobilitas

 infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

 apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat
keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih
menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya
metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.

Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid,


hipotiroid atau hipertiroid
Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak
Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit diatas +2 -2
systole
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3 < 11  eutiroid
BB ↓ +3 11-18  normal
Fibrilasi atrium +3 > 19  hipertiroid
Jumlah

3. Pemeriksaan penunjang meliputi :

1. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama
ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah
24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

 nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan


sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.

 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi
belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG :

 kista

 adenoma

 kemungkinan karsinoma

 tiroiditis

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

1. Dapat menentukan jumlah nodul

2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan
USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.

6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah

7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya,
sehingga dapat mengecilkan nodul.
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik
biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Termografi

Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan
memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan
sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada
yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding
dengan pemeriksaan lain.

5. Petanda Tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg
serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.

5. Rotgen

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga,
foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas
sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik
tersebut sampai memelukan CT-scan leher.

f. Diagnosis Banding
• Simple goiter
• Struma endemic
• Struma toksik
• Karsinoma tiroid
• Limfoma

g. Tatalaksana
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:

1. keganasan

2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila
hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi dan isthmolobectomi, sedangkan kedua
lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah
bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher
radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar
getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel

2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai
supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid
diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase
jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang
inoperabel.

Preparat : Thyrax tablet

Dosis : 3x75 Ug/hari p.o


Gambar 3. Insisi dan isthmolobectomy

h. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF
Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya

Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,http://www.emedicine.


com/med/topic917.htm

Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine. http://www.emedicine.com


/med/topic920.htm

De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta

Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :


Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta

Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,http://www.emedicine.com/


med/topic919.htm

Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta


Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine., http://www.emedicine.com/MED/topic


916.htm

Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In
: Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,
Newyork.

Anda mungkin juga menyukai