Anda di halaman 1dari 3

Runtuhnya Pemerintahan Orba

Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa


kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi,
nepotisme (KKN) tumbuh subur.
Terjadinya krisis multidimensional. Krisis multidimensional merupakan
gabungan dari berbagai, krisis. Krisis-krisis tersebut antara lain ekonomi, sosial
budaya, agama, kepercayaan, moral, dan sebagainya. Krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada tahun 1997 membuat terjadinya krisis multidimensional.
Banyak terjadi kerusuhan, pembakaran, penjarahan, pembunuhan, dan
sebagainya. Peristiwa tersebut membuat stabilitas dalam negeri bangsa Indonesia
menjadi kacau.

A. Krisis Politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai
kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang
dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka
pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam
rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya,
demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan
demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang
berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik
sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak
oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang
represif, di antaranya:

1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh


sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).

2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau


demokrasi rekayasa.
a. UU No. 1/1985 tentang Pemilihan Umum;
b. UU No. 2/1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenag
DPR/MPR;
c. UU No. 3/1985 tentang Partai Politik dan Golongan karya;
d. UU No. 4/1985 tentang Referendum;
e. UU No. 5/1985 tentang Organisasi Massa.

3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan


masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.

4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga


negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.

5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun


Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan
itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
b.
B. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi
Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis
ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp
2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember
1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00
per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan
mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar
Krisis ekonomi tersebut ditandai dengan:
1. kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah,
2. pemerintah melikuidasi enam belas bank bermasalah pada akhir 1997,
3. pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang
mengawasi empat puluh bank bermasalah lainnya,
4. perusahaan milik negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang
luar negeri yang telah jatuh tempo,
5. angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak perusahaan
yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya sama sekali, dan
persediaan sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun
1997. Akibatnya harga-harga barang naik tidak terkendali dan hal itu berarti
biaya hidup juga makin tinggi.

C. Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada
bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya,
kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para
penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan,
hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu
bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa
kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan
pemerintah (eksekutif).
Krisis hukum pada masa Orde Baru juga tercermin dari berbagai praktik
pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM tersebut seperti pemberlakuan Daerah Operasi
Militer (DOM) di Aceh, penumpasan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua,
terjadinya kasus Marsinah, dan penculikan aktivis mahasiswa reformasi. Kasus
pelanggaran HAM antara lain berupa pembunuhan, penculikan, penyiksaan, dan
penghilangan secara paksa. Pelanggaran tersebut merupakan dampak pendekatan
keamanan yang dilakukan ABRI dalam menyelesaikan masalah-masalah
pembangunan.

D. Krisis Sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya
konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada
meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah, khususnya kerusuhan-
kerusuhan anti-Cina di sejumlah kota di Indonesia. Kelompok Cina/Tionghoa
merupakan sasaran kemarahan masyarakat. Hal itu karena kelompok
Cina/Tionghoa mendominasi perekonomian di Indonesia. Badai krisis ekonomi
makin menjalar dalam bentuk gejolak-gejolak non-ekonomi.. Ketimpangan
perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial.
Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga
sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan
terhadap krisis sosial.

E. Krisis Kepercayaan

Dalam pemerintahan Orde Baru berkembang KKN yang dilaksanakan secara


terselubung maupun secara terang-terangan. Hal terseut mengakibatkan munculnya
ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dan ketidakpercayaan luar negeri
terhadap Indonesia.

Kepercayaan masyarakt terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto berkurang


setelah bangsa Indonesia dilanda krisis multidimensi. Kemudian muncul bderbagai
aksi damai yang dilakukan oleh para masyarakat dan mahasiswa. Para mahasiswa
semakin gencar berdemonstrasi setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga
BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncaknya pada tanggal 12 Mei
1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai berubah
menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat mahasiswa Trisakti, yaitu Elang
Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.

Anda mungkin juga menyukai