Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri adalah kematian yang disebabkan oleh tindakan yang diakibatkan diri
sendiri yang disengaja dan hasil dari perilaku yang direncanakan (ENA,200). Usaha bunuh
diri adalah tindakan yang merupakan bagian dari depresi ( kehilangan seseorang yang
dicintai, kehilangan integritas tubuh atau status, gambaran diri buruk) dan dapat dipandang
sebagai tangisan untuk minta pertolongan dan intervensi (Smeltzer, Suzanne C, 2001). Bunuh
diri tidak dapat diprediksi .Meskipun ada faktor-faktor risiko tinggi terkait dengan prilaku
bunuh diri dan mungkin memerlukan intervensi segera untuk situasi, tergantung pada metode
yang digunakan pasien untuk bunuh diri (ENA, 2000).

Di Amerika Serikat pada tahun 2001 tercatat 30.622 orang melakukan bunuh diri.
Pada remaja, angkanya menurun perlahan-lahan sejak tahun 1992, namun angka tersebut
masih terlalu tinggi, yakni 3.971 remaja berusia 15-24 tahun pada tahun 2001, di mana 86
persen adalah laki-laki dan sisanya dilakukan oleh remaja perempuan. Sebanyak 54 persen
dilakukan dengan menggunakan senjata api. Dari data yang dimuat harian Kompas (17 Juli
2004), selama semester pertama tahun 2004 jumlah kasus bunuh diri di Indonesia sudah
mencapai 92, hampir menyamai jumlah seluruh korban tahun 2003 yang tercatat 112 kasus.
Jumlah bunuh diri di Indonesia memang jauh lebih kecil daripada di AS, namun apabila
jumlah pelakunya terus meningkat dan belakangan ini banyak warga miskin yang bunuh diri,
tentu ada yang salah dalam masyarakat (Humsona R, 2004).
Keadaan hidup yg yang dapat meningkatkan risiko usaha bunuh diri adalah usaha-
usaha sebelumnya bunuh diri, riwayat keluarga bunuh diri atau usaha yang mencoba bunuh
diri sebelumnya, riwayat keluarga bunuh diri atau usaha, sistem pendukung yang tidak
memadai atau tidak tersedia, dan perubahan besar dalam hidup yang melibatkan kerugian
atau penyakit. meskipun perempuan membuat usaha bunuh diri lebih. laki-laki lebih sering
berhasil dalam melakukan bunuh diri dan menggunakan cara-cara kekerasan, seperti
tembakan diri sendiri secara sengaja dan melompat dari gedung. Maka dari itu pada pasien
suicide yang memerlukan untuk perawatan darurat mungkin memerlukan intervensi segera
untuk situasi yang mengancam jiwa, tergantung pada metode yang digunakan untuk
menyakiti diri. pasien yang telah menunjukkan perilaku bunuh diri sering mengalami depresi
(ENA, 2000).

1
Selain dengan melakukan intervensi dan penanganan yang cepat pencegahan
merupakan hal yang cukup penting pada tetramen suicide sehingga untuk mencegah tindakan
tersebut, pada individu yang nampak memiliki gejala tertentu, harus selalu diberi perhatian
dan diajak berkomunikasi.Pendampingan atau pemberian semangat dari keluarga dan orang-
orang di sekitarnya untuk membantu meningkatkan kepercayaan dirinya yang mampu
meningkatkan motivasi dalam diri individu tersebut. Sedangkan pada mereka yang rapuh
egonya, bisa diatasi dengan memahami mengapa individu mengalami fenomena tersebut dan
memberikan sebuah pemahaman. Sejumlah institusi sosial dan keagamaan perlu terus
mengupayakan pembinaan mental dan mengatasi depresi. Sisi ruang batin yang kosong dan
terluka inilah yang menjadi persoalan individu maupun masyarakat. Memulihkan luka batin,
mengampuni, dan memaknai hidup adalah bagian terpenting kehidupan yang jauh lebih
berharga daripada membunuh diri (Humsona R, 2004).
Bunuh diri adalah kematian yang disebabkan oleh tindakan yang diakibatkan diri
sendiri yang disengaja dan hasil dari perilaku yang direncanakan. Bunuh diri tidak dapat
diprediksi, pada semester pertama tahun 2004 jumlah kasus bunuh diri di Indonesia sudah
mencapai 92, hampir menyamai jumlah seluruh korban tahun 2003 yang tercatat 112 kasus.
Keadaan hidup yang dapat meningkatkan risiko usaha bunuh diri salah satunya adalah sistem
pendukung yang tidak memadai atau tidak tersedia, dan perubahan besar dalam hidup yang
melibatkan kerugian atau penyakit. meskipun perempuan membuat usaha bunuh diri lebih.
laki-laki lebih sering berhasil dalam melakukan bunuh diri dan menggunakan cara-cara
kekerasan. Dalam penanganannya selain dengan melakukan intervensi dan penanganan yang
cepat pencegahan merupakan hal yang cukup penting pada tetramen suicide sehingga untuk
mencegah tindakan tersebut, pada individu yang nampak memiliki gejala tertentu, harus
selalu diberi perhatian dan diajak berkomunikasi serta pemberian motivasi sehingga individu
akan mengurungkan niat mereka untuk melakukan bunuh diri.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan kasus tentamen
suicide?

1.3 Tujuan

A. Tujuan Umum

Untuk mengtahui seperti apa asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
dengan kasus tentamen suicide

2
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari tentamen suicide
2. Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala pada pasien dengan tentamen
suicide
3. Untuk mengetahui patofisiologi tentamen suicide
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi)
pada pasien dengan tentramen suicide

1.4 Manfaat

1. Untuk menambah pengetahuan mahasiswa mengenai asuhan keperawatan


pasien dengan tetamen suicide
2. Sebagai pedoman dalam penanganan pasien dengan tentamen suicide
3. Sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar dalam keperawatan gawat
darurat tentamen suicide

3
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Dasar Suicide

Suicida didefinisikan sebagai usaha membunuh diri sendiri dengan sengaja (Rab T.H,
1998). prilaku destruktif diri yang mencangkup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya
adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. Usaha
bunuh diri adalah tindakan yang merupakan bagian dari depresi (kehilangan seseorang yang
dicintai, kehilangan integritas tubuh atau status, gambaran diri buruk) dan dapat dipandang
sebagai tangisan untuk meminta pertolongan dan intervensi(Smeltzer, Suzanne C, 2001).

2.2 Tanda dan Gejala

Pasien dengan riwayat bunuh diri sebelumnya, riwayat keluarga pernah mencoba atau
berhasil melakukan tindakan bunuh diri, respon individu yang maladaptif saat timbul
masalah, baru saja menerima diagnosa baru dari dokter, mengucilkan atau mengurung diri,
timbul tanda-tanda depresi seperti tidak berminat bersosialisasi, riwayat schizophrenia,
individu dengan menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau masalah pribadi
yang tidak mampu terselesaikan(ENA, 2000).

Selain itu beberapa individu biasanya memberikan tanda-tanda secara verbal untuk
melakukan percobaan bunuh diri seperti “saya sudah tidak berguna lagi” dan tanda-tanda
seperti mengumpulkan barang-barang yang akan digunakan untuk melakukan bunuh diri,
riwayat penyalahangunaan obat, alkoholisme, kecemasan dan panik.

Tanda dan gejala yang dapat ditemui pada klien dengan tentamen suicide yang alasan
utama klien masuk ke rumah sakit adalah prilaku kekerasan dalam rumah seperti, muka
merah, otot tegang, terkadang tampak pula klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak tenang, biasanya saat diwawancara, klien berbicara dengan
diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien,
mengingkapkan keinginan untuk mati, status emosional (harapan, penolakan, cemas
meningkat, panik, marah, dan mengasingkan diri) (Drieja, 2011).

4
2.3 Patofisiologi

Bunuh diri tidak dapat diprediksi meskipun ada faktor risiko tinggi yang terkait
dengan faktor risiko bunuh diri. Masalah-masalah seperti baru diterimanya diagnosa oleh
dokter, hilangnya anggota tubuh, adanya penyakit yang tidak dapat disembuhkan akan
mampu dilalui individu apabila kemampuan individu dalam beradaptasi dengan situasi cukup
baik namun apabila kemampuan individu dalam mengatasi masalah yang kurang baik dapat
menimbulkan depresi dan keputusasaan pada individu tersebut sehingga respon emosi klien
akan terganggu, pada saat respon emosi klien tergangu maka individu akan mudah
mengalami peningkatan ataupun penurunan respon emosional yang dapat ditandai dengan
marah, melakukan tindakan kekerasan dan prilaku mengurung diri. Prilaku-prilaku tersebut
pada akhirnya dapat menimbulkan prilaku bunuh diri sebagai respon terakhir individu (ENA,
2000;Drieja, 2011).

2.4 Penatalaksanaan Gadar

Umumnya di ICU yang di tangani dari klien dengan bunuh diri adalah akibat yang
ditimbulkannya. Selanjutnya baru diadakan pemeriksaan psikologis dan adanya faktor-faktor
risiko. Bunuh diri dapat dicegah sehingga perawat perlu memperhitungkan cara-cara untuk
melakukan bunuh diri baik kimia, fisik, ataupun usaha-usaha lainnya.

Selain dari psikoterapi diberikan pula benzodiazepin. Akan tetapi, benzodiazepin


dapat menimbulkan iritabilitas dan merupakan faktor risiko untuk menjadi bunuh diri begitu
juga dengan antidepresan dan antikonvulsan yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
Lorazepam dapat diberikan dalam waktu yang lama (3x dalam 1 mg dalam waktu 2 atau 3
minggu) (Rab T.H, 1998; Schneeweiss S, et al, 2010;Patorno E, et al, 2010).

2.5 Asuhan keperawatan Gawat Darurat

1. pemeriksaan primer

 Data Subjektif
Pasien mengatakan mengalami depresi, cemas panik dan mengungkapkan
keinginan untuk mati, klien merasa putus asa karena penyakit yang dideritanya

5
tidak dapat disembuhkan, terdapat masalah pribadi yang tidak dapat terselesaikan,
klien merasa sedih akibat kehilangan anggota tubuh atau perubahan bentuk tubuh
 Data Objektif
A. : Kaji jalan nafas pasien
B. : kaji pernafasan pasien cepat atau lambat, bunyi nafas tergantung metode
bunuh diri
C. : Nadi lemah dan cepat, tekanan darah hipotensi, takikardi dengan atrium dan
ventrikel disritmia
D. : Status mental bervariasi, gangguan psikomotor, keadaan pupil tergantung
pada substansi tertelan, aktivitas kejang, refleks tendon mungkin tidak ada
E. : Evaluasi sistem lainya mengungkapkan kelainan yang didasarkan pada
metode percobaan bunuh diri

2. Pemeriksaan Sekunder

 Data Subjektif
S: Cemas, panik, pernah melakukan bunuh diri sebelumnya, riwayat keluarga
mencoba atau berhasil melakukan bunuh diri, diagnosa penyakit baru, terdapat
tanda-tanda depresi, mengurung atau mengucilkan diri, tanda-tanda prilaku
kekerasan, perubahan bentuk tubuh atau kehingangan anggota tubuh,
penyalahgunaan obat, alkoholisme, schizophrenia
A: Pasien memiliki atau tidak memiliki riwayat alergi
M: Menjalani terapi akibat penyakit yang diderita atau ketergantungan obat-obatan
P: Pernah menjalani oprasi yang menyebabkan perubahan pada tubuh
L: Makanan yangb terakhir dikonsumsi
E: Mengalami perubahan bentuk tubuh pasca oprasi, adanya diagnosa oleh dokter
yang baru di tegakkan, pemecatan, perceraian, pertengkaran, dll
 Data Objektif
a. Pemeriksaan fisik:
 Kepala : Mata dan wajah tampak merah
 Ekstremitas : perubahan bentuk atau kehilangan salah satu anggota tubuh
b. Pada pemeriksaan EKG terdapat pemanjangan interval QRS dan QT, sinus
takikardi, fibrilasi atrium, disritmia ventrikel

6
c. Tes laboratorium: uji toksikologi urine, tingkat alkohol dalam darah jika konsumsi
alkohol diduga, bilas lambung untuk tes toksikologi jika sejarah mengungkapkan
konsumsi oral

2.6 Diagnosa Keperawatan

 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan sumber daya yang tidak memadai
atau ketidakmampuan untuk mengelola krisis situasi ditandai dengan cemas, panik,
mengasingkan diri, ungkapan klien ingin mati, terdapat tanda-tanda depresi
 Risiko kekerasan: pada diri sendiri berhubungan dengan sumber daya yang tidak
memadai atau ketidakmampuan untuk mengelola krisis situasi
 Perubahan proses pikir berhubungan dengan faktor-faktor penyebab bunuh diri
ditandai dengan keinginan bunuh diri, terdapat tanda-tanda depresi, cemas dan
mengasingkan diri

2.7 Rencana Keperawatan Berdasarkan Prioritas

 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan sumber daya yang tidak memadai
atau ketidakmampuan untuk mengelola krisis situasi ditandai dengan pasien terlihat
cemas, panik dan mengasingkan diri, ungkapan bahwa klien ingin mati, terdapat
tanda-tanda depresi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit diharapkan koping


individu efektif dengan kriteria hasil:

1. Pasien tidak tampak cemas dan panik


2. Pasien mau bersosialisasi dengan individu lain dan lingkungan
3. Ungkapan klien untuk mati tidak dikatakan lagi
4. Tidak terdapat tanda-tanda pasien depresi
5. Tanda-tanda vital dalam batas normal
RR dalam batas normal: 16-24 x/menit
Tekanan darah dalam batas normal 110-120 mmHg
Nadi 64-100x/menit
Suhu tubuh 36,5oC-37,5oC

7
Intervensi:

 Ientifikasi perasaan klien


 Oservasi TTV
 Berikan teknik relaksasi
 Berikan konseling kepada keluarga dan pasien mengenai dampak bunuh diri dan
perlunya peningkatan respon adaptasi
 Bantu pasien untuk menentukan solusi dan mengatasi ketakutan
 Bantu pasien untuk melakukan sosialisasi dengan lingkungan dan individu lain
 Kolaborasi dengan tim perawatan kesehatan untuk menentukan apakah perlu
pemulangan pasien atau rawat inap diperlukan baik untuk stabilisasi medis atau
psikiatris
 Risiko kekerasan: pada diri sendiri berhubungan dengan sumber daya yang tidak
memadai atau ketidakmampuan untuk mengelola krisis situasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x4 jam diharapkan tanda-tanda
terjadinya risiko kekerasan pada klien menghilang dengan kriteria hasil:
1. Tidak adanya keinginan bunuh diri
2. Tidak adanya tanda-tanda depresi dan prilaku kekerasan
3. Status emosional klien terkendali

Intervensi:

 Kaji tanda-tanda prilaku kekerasan pasien


 Mendorong pasien untuk mengidentifikasi perasaan
 Membantu pasien untuk menentukan solusi dan mengatasi ketakutan
 Berikan teknik relaksasi
 Berikan konseling kepada keluarga dan pasien mengenai dampak bunuh diri
 Orientasi realitas pasien saat ini
 Menyediakan lingkungan yang aman untuk melindungi pasien (menempatkan di
daerah yang mudah diamati dan menghindari benda benda seperti pisau, benda
tajam,atau perangkat lainnya yang dapat membahayakan pasien)
 Kolaborasi pemberian obat seperti yang diperintahkan misalnya haloperidil
intramuskuler atau intravena untuk restrain chemial jika diperlukan

8
 Perubahan proses pikir berhubungan dengan faktor-faktor penyebab bunuh diri
ditandai dengan keinginan bunuh diri, terdapat tanda-tanda depresi, cemas, dan
mengasingkan diri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan proses
pikir klien kembali normal dengan kriteria hasil:
1. Tidak terdapat tanda-tanda cemas
2. Tidak terdapat tanda-tanda depresi
3. Tidak ada keinginan bunuh diri
4. Pasien tidak mengasingkan diri

Intervensi:

 Kaji tanda-tanda cemas dan depresi klien


 Kaji perubahan proses pikir klien
 Dorong pasien untuk mengidentifikasi perasaan.
 Berikan teknik relaksasi
 Berikan konseling kepada keluarga dan pasien mengenai dampak bunuh diri
 Bantu pasien untuk melakukan sosialisasi dengan lingkungan dan individu lain
 Merujuk untuk konsultasi kejiwaan.
 Kolaborasi obat seperti yang diperintahkan misalnya haloperidil intramuskuler
atau intravena untuk restrain chemial jika diperlukan.
 Memberikan orientasi realitas mengenai kinerja, peran, identitas pribadi, harga
diri, hambatan kesehatan yang dirasakan.
 Kolaborasi dengan tim perawatan kesehatan untuk menentukan apakah perlu
pemulangan pasien atau rawat inap diperlukan baik untuk stabilisasi medis
atau psikiatris

9
DAFTAR PUSTAKA

Humsona R. 2004. Bunuh Diri: Faktor-faktor Penyebab, Cara yang Ditempuh dan Respons
Komunitas. Rahesli Humsona “Bunuh Diri: Faktor-Faktor Penyebab, Cara
Yang Ditempuh dan Respon Komunitas”. ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th
2004

ENA.2000.Emergency nursing core curriculum,15th Ed,W.B Saunders Company:USA

Rab T.H., 1999.Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung.PT Alumni

Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Ed

8.Jakarta. EGC

Direja A.H.S.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta.Nuha Medika

Schneeweiss S, Patrick AR, Solomon DH, et al. Variation in the risk of suicide attempts and

completed suicides by antidepressant agent in adults: a propensity score-

adjusted analysis of 9 years' data. Arch Gen Psychiatry. May 2010;67(5):497-

506.

Patorno E, Bohn RL, Wahl PM, et al. Anticonvulsant medications and the risk of suicide,

attempted suicide, or violent death. JAMA. Apr 14 2010;303(14):1401-9.

Peter D Mills, B Vince Watts, Joseph M DeRosier, Anne M Tomolo, James P Bagian.

Suicide Attempts and Completions in the Emergency Department in Veterans

Affairs Hospitals .Emerg Med J. 2012;29(5):399-403.

Stephen Soreff, MD. Suicide. Feb 24, 2015

10

Anda mungkin juga menyukai