Anda di halaman 1dari 5

EKONOMI JEPANG 1

Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, diterapkan konsep “Ekonomi perang”. Ekonomi
perang adalah kebijakan pemerintah penjajah Jepang yang menggali semua kekuatan ekonomi di
Indonesia untuk menopang kegiatan perang pemerintah Jepang. Hal ini disebabkan karena
sebelum memasuki PD II, Jepang sudah berkembang menjadi negara industri dan sekaligus
menjadi kelompok negara imperialis di Asia. Jepang melakukan berbagai upaya untuk
memperluas wilayahnya dengan sasaran utamanya antara lain Korea dan Indonesia. Indonesia
sangat menarik bagi Jepang karena Indonesia merupakan kepulauan yang begitu kaya akan
berbagai hasil bumi, pertanian, tambang, dan lain-lainnya.

Kekayaan sumber daya Indonesia tersebut sangat cocok untuk kepentingan industri Jepang.
Selain itu, Indonesia juga dirancang sebagai tempat penjualan produk-produk industrinya. Pada
saat berkobarnya PD II, Indonesia benar-benar menjadi sasaran perluasan pengaruh kekuasaan
Jepang. Bahkan, Indonesia kemudian menjadi salah satu benteng pertahanan Jepang untuk
membendung gerak laju kekuatan tentara Serikat dan melawan kekuatan Belanda. Setelah
berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil kebijakan dalam bidang ekonomi yang sering
disebut self help atau juga sering disebut dengan Ekonomi Perang. Konsekuensinya tugas rakyat
beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat
menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.

Pada waktu Jepang mendarat di Indonesia pada tahun 1942 keadaan perekonomian di Indonesia
lumpuh. Langkah pertama yang diambil pemerintah Jepang adalah melakukan pengawasan dan
perbaikan prasarana ekonomi seperti jembatan, alat transportasi, telekomunikasi, dan bangunan-
bangunan diperbaiki. Kemudian peraturan pengendalian kenaikan harga. Bagi mereka yang
melanggar, akan dijatuhi hukuman berat.

Dalam bidang perkebunan di masa Jepang mengalami kemunduran karena Jepang memutuskan
hubungan dengan Eropa. Jepang mengubah tanah-tanah perkebunan menjadi tanah pertanian
sesuai kebutuhan mereka. Beberapa kebijakan Jepang dalam bidang perkebunan antara lain
sebagai berikut.

1. Tanah-tanah perkebunan diganti dengan tanaman jarak yang dapat digunakan sebagai
minyak pelumas mesin-mesin, termasuk mesin pesawat terbang.

2. Tanaman kina juga sangat dibutuhkan, yaitu untuk membuat obat antimalaria, sebab
penyakit malaria sangat mengganggu dan melemahkan kemampuan tempur para prajurit.
3. Pabrik obat yang sudah ada di Bandung sejak zaman Belanda terus dihidupkan. Tanaman
tebu di Jawa juga mulai dikurangi.

4. Pabrik-pabrik gula sebagian besar mulai ditutup. Penderesan getah karet di Sumatra
mulai dihentikan. Tanaman-tanaman tembakau, teh, dan kopi di berbagai tempat
dikurangi.

Dalam bidang transportasi, Jepang merasakan kekurangan kapal-kapal sehingga Jepang terpaksa
mengadakan industri kapal angkut dari kayu. Jepang juga membuka pabrik mesin, paku, kawat,
dan baja pelapis granat, tetapi semua usaha itu tidak berkembang lancar karena kekurangan suku
cadang.

Kebutuhan pangan untuk menopang perang semakin meningkat organisasi Jawa Hokokai giat
melakukan kampanye untuk meningkatkan usaha pengadaan pangan terutama beras dan jagung.
Tanah pertanian baru, bekas perkebunan dibuka untuk menambah produksi beras.

1. Di Sumatra Timur, daerah bekas perkebunan yang luasnya ribuan hektar ditanami
kembali sehingga menjadi daerah pertanian baru.

2. Di tanah Karo juga dibuka lahan pertanian baru dengan menggunakan tenaga para
tawanan.

3. Di Kalimantan dan Sulawesi juga dibuka tanah pertanian baru untuk menambah hasil
beras.

4. Untuk kepentingan penambahan lahan pertanian ini, Jepang melakukan penebangan


hutan secara liar dan besar-besaran. Di Pulau Jawa dilakukan penebangan hutan secara
liar sekitar 500.000 hektar.

Dengan pembukaan hutan tersebut tanah pertanian semakin luas, akan tetapi kebutuhan pangan
tetap tidak tercukupi. Untuk mengatasi keadaan ini kemudian pemerintah pendudukan Jepang
mengeluarkan beberapa ketentuan yang sangat ketat yang terkait dengan produksi padi.

1. Padi berada langsung di bawah pengawasan pemerintah Jepang. Hanya pemerintah


Jepang yang berhak mengatur untuk produksi, pungutan dan penyaluran padi serta
menentukan harganya. Dalam kaitan ini Jepang telah membentuk badan yang diberi nama
Shokuryo Konri Zimusyo (Kantor Pengelolaan Pangan).

2. Penggiling dan pedagang padi tidak boleh beroperasi sendiri, harus diatur oleh Kantor
Pengelolaan Pangan.
3. Para petani harus menjual hasil produksi padinya kepada pemerintah sesuai dengan kuota
yang telah ditentukan dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah Jepang. Begitu juga
padi harus diserahkan ke penggilingan padi yang sudah ditunjuk pemerintah Jepang.
Dalam hal ini, berlaku ketentuan hasil keseluruhan produksi, petani berhak 40%,
kemudian 30% disetor kepada pemerintah melalui penggilingan yang telah ditunjuk, dan
30% sisanya untuk persiapan bibit dengan disetor ke lumbung desa.

Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat rakyat juga
merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat compang camping,
ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal akibat kutu dari karung
tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai penutup.

Dalam rangka mengendalikan kebijakan di bidang ekonomip emerintah Jepang juga


mengeluarkan peraturan untuk menjalankan perekonomian di bidang perkebunan. Perkebunan-
perkebunan diawasi dan dipegang sepenuhnya oleh pemerintah Jepang. Rakyat dilarang
menanam tebu dan membuat gula. Beberapa perusahaan swasta Jepang yang menangani pabrik
gula adalah Meiji Seito Kaisya.

Jepang membutuhkan sumber daya untuk menunjang Perang Pasifik. Indonesia yang berhasil
dikuasai oleh Jepang. Indonesia merupakan “gudang” sumber daya, terdapat banyak sumber
daya alam dan sumber daya manusia. Eksploitasi ekonomi merupakan bukti nyata dari kebijakan
yang sangat merugikan pribumi. Pengurangan produksi perkebunan mengakibatkan para petani
yang menganggur memilih untuk menjadi romusha. Lingkaran setan eksploitasi ekonomi ini
terus ada sampai tahun 1945, ketika Jepang menyerah pada sekutu dan Indonesia merdeka.

Dengan berbagai ketentuan pemerintah Jepang tersebut, coba bandingkan dengan kegiatan
monopoli yang dilakukan pada zaman Hindia Belanda! Adakah persamaannya?

Dari kedua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berbeda, kedua-duanya memiliki
persamaan yaitu sama-sama menyengsarakan penduduk lokal, pribumi. Selain itu kebijakan
pemerintah Jepang dan VOC memiliki persamaan sebagai berikut.

1. Pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap hasil produksi pertanian rakyat.

2. Penyerahan wajib hasil pertanian kepada pemerintah.

EKONOMI JEPANG 2

Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai
berikut:
1) Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya
alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang
menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian
yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang.
Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan
meningkat drastis.

2) Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang
sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa
persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang.
Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya.
Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang.
Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan
perkebunan merusak tanah.

3) Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri
dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan
dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik
maupun material.

4) Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan
kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang
mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa
Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari
kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30%
untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan
rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah
melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian
53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan
bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan
rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).

5) Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat rakyat
juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat compang
camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal akibat kutu dari
karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai penutup.

EKONOMI JEPANG 3

1) Perluasan areal persawahan.


Setelah menduduki Indonesia, Jepang melihat bahwa produksi beras tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan perluasan areal persawahan guna
meningkatkan produksi beras. Meskipun demikian produksi pangan antara tahun 1941-1944
terus menurun.

2) Pengawasan pertanian dan perkebunan.

Pelaksanaan pertanian diawasi secara ketat dengan tujuan untuk mengendalikan harga barang,
terutama beras. Hasil pertanian diatur sebagai berikut: 40% untuk petani, 30% harus dijual
kepada pemerintah Jepang dengan harga yang sangat murah, dan 30% harus diserahkan ke
‘lumbung desa’. Ketentuan itu sangat merugikan petani dan yang berani melakukan pelanggaran
akan dihukum berat. Badan yang menangani masalah pelanggaran disebut Kempetai (Korps
Polisi Militer), suatu badan yang sangat ditakuti rakyat.

Pengawasan terhadap produksi perkebunan dilakukan secara ketat. Jepang hanya mengizinkan
dua jenis tanaman perkebunan yaitu karet dan kina. Kedua jenis tanaman itu berhubungan
langsung dengan kepentingan perang. Sedangkan tembakau, teh, kopi harus dihentikan
penanamannya karena hanya berhubungan dengan kenikmatan. Padahal, ketiga jenis tanaman itu
sangat laku di pasaran dunia. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang di bidang ekonomi
sangat merugikan rakyat.

Pengerahan sumber daya ekonomi untuk kepentingan perang. Untuk menguasai hasil-hasil
pertanian dan kekayaan penduduk, Jepang selalu berdalih bahwa untuk kepentingan perang.
Setiap penduduk harus menyerahkan kekayaannya kepada pemerintah Jepang. Rakyat harus
menyerahkan barang-barang berharga (emas dan berlian), hewan, bahan makanan kepada
pemerintah Jepang. Untuk memperlancar usaha usahanya, Jepang membentuk Jawa Hokokai
(Kebaktian Rakyat Jawa) dan Nogyo Kumiai (Koperasi Pertanian).

Anda mungkin juga menyukai