Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PARU

ASMA BRONKIAL

Pembimbing:

Penyusun:
Diana Mayasari Pratiwi 010610150

Lab/ SMF Ilmu Penyakit Paru


Universitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
2010
BAB I
LANDASAN TEORI

I.1 PENDAHULUAN
Sebagai penyakit, asma bronkial telah lama dikenal namun menjadi problem
kesehatan masyarakat baru 35 tahun yang lampau. Prevalensi asma meningkat
tajam dan saat ini asma diketahui sebagai penyebab kecacatan (disability) yang
paling sering, membutuhkan biaya banyak dan penyakit dengan kematian yang
dapat dicegah. (Maranatha, 2010)
Pengetian para ahli tentang asma mengalami kemajuan secara dramatis dalam
20 tahun terakhir. Dulu asma dianggap sebagai penyakit yang disebabkan spasme
otot polos, saat ini asma adalah suatu proses inflamasi komplek yang
mengendalikan perubahan klinis dan fisiologis. Pengobatan asma juga
mengalalmi perubahan seiring dengan pemahaman tentang patogenesis penyakit.
Telah banyak publikasi pedoman penatalaksanaan asma. Fokus terapi farmakologi
telah mengalami pergeseran dari pengendalian otot saluran napas hanya dengan
bronkodilator ke factor-faktor yang menyebabkan dan mempertahankan
keradangan saluran napas. (Maranatha, 2010)

I.2 DEFINISI
Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah hasil panel National
Institute of Health (NH)-National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI).
Menurut NHLBI (Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and
Management of Asthma 2007) asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran
nafas di mana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinofil, limposit T,
makrofag, neutrofil dan sel epitel. Pada individu rentan proses inflamasi tersebut
menyebabkan wheezing berulang, sesak nafas, dada rasa penuh (chest tightnees)
dan batuk terutama malam dan atau menjelang pagi. Gejala tersebut terkait
dengan hambatan aliran udara yang luas tetapi variable yang sering reversible
spontan atau dengan pengobatan. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan
hiperesponsif saluran nafas terhadap berbagai stimuli. (Maranatha, 2010)

2
Sedangkan definisi asma menurut Global Inititive for Asthma (GINA) adalah
penyakit inflamasi kronis dari saluran napas. Saluran napas yang mengalami
inflamasi kronis ditandai dengan hiperresponsif, dimana saluran napas menjadi
membuntu dan aliran udara menjadi terbatas, oleh karena bronkokonstriksi,
sumbatan mucus, dan inflamasi yang meningkat. (Maranatha, 2010)

I.3 FAKTOR RISIKO


1. Genetik
Keterangan lengkap mengenai riwayat keluarga dapat mambantu dokter
untuk mendiagnosa beberapa penyakit familial atau penyakit keturunan atau
beberapa macam penyakit menular. Penyakit-penyakit utama yang harus
dipikirkan sebagai penyakit familial atau keturunan adalah: Asma bronchial, yang
lebih sering merupakan penyakit familial; Emfisema paru, bila timbul pada usia
muda dugaan keras kemungkinan defisiensi alfa-antitrypsin herediter; Fibrosis
paru interstisial familial; Cystic fibrosis; Hereditary hemorrhagic telangiectasis;
Pulmonary myomatosis; Pulmonary alveolar microlithiasis; Agammaglobulinemi
congenital; Sickle-cell disease, yang dapat mengakibatkna infark paru dan cor
pulmonale; Sindrom Kartagener (situs inversus, bronkiektasis dan kronik
sinusitis). (Hariadi et al, 2008)
Studi genetic telah menemukan multiple chromosomal region yang berisi gen-
gen yang member kontribusi asma. Kadar serum IgE yang tinggi telah diketahui
ada kromosom 5q, 11q dan 12q. secara klinik ada hubungan kuat antara
hiperesponsif saluran nafas dengan dan peningkatan kadar Ig E dan bukti terbaru
menunjukkan coinheritance dari gen atau atopi dan airway hypereactivity (AHR)
dijumpai pada kromosom yang sama. (Maranatha, 2010)
Gen yang menunjukkan spesifisitas dari respons imun mungkin juga penting
pada pathogenesis asma. Gen-gen yang terletak human leukocyte antigen (HLA)
kompleks dapat menentukan respons terhadap aeroaleargen pada beberapa
individu. Gen-gen pada kromosom 11,12 dan 13 dapat secara langsung
mengontrol sitokin proinflamasi. Kromosom 12 berisi gen yang mengkode
interferon γ,mast cell,growth factor,insulin – like growth factor dan nitric oxide
sinthase. (Maranatha, 2010)

3
2. Gender dan ras
Asma pada anak sering dijumpai pada anak laki-laki tetapi menjadi
berlawanan pad pubertas dan dewasa. Prevalensi secara keseluruhan wanita lebih
banyak dari pria. Insiden asma tinggi di negara sedang berkembang diperkirakan
karena faktor-faktor lingkungan mungkin sama pentingnya seperti faktor-faktor
genetic dan ras. (Maranatha, 2010)
3. Faktor lingkungan
Beberapa factor risiko asma diantaranya: paparan terhadap allergen (seperti
house dust mite), iritan yang terkait pekerjaan, asap tembakau, infeksi saluran
napas, olahraga, ekspresi emosi yang kuat, iritan kimia, dan obat-obatan (seperti
aspirin dan beta blocker). (Global Inititive for Asthma, 2009)
Alergen indoor yang penting adalah: domestic (house dust) mites, allergen
hewan (kucing, anjing, dan rogen), allergen kecoak dan jamur (alternaria,
aspergillus, cladosporium dan candida). House dust terutama beberapa senyawa
organic dan inorganic termasuk insect dan faeses insect, spora jamur, mamalia
denders, pollen grains, fibers, mites dan mite faeses. Out door allergen; pollen
terutama dari pohon, weeds dan grasses dan fungsi, molds dan yeasts. (Maranatha,
2010)
4. Polusi udara
Polutan di luar dan di dalam rumah mempunyai kontribusi perburukan gejala
asma dengan mentriger bronkokonstriksi, peningkatan hiperesponsif saluran nafas
dan peningkatan respons terhadap aeroallergen. Ada 2 polutan out door yang
penting yaitu: industrial smog (ozone dan nitrogen oxides). Polusi indoor
termasuk cooking dan heating fuel exhausts, insulating production, cat, vernis
yang mengandung formaldehid dan isocynate. (Maranatha, 2010)
5. Faktor lain
Dari sejumlah studi epidemiologi dapat ditemukan asosiasi antara risiko
terjadinya asma dengan atopi. Pertumbuhan di daerah pertanian menurunkan
risiko atopi dan rhinitis alergi pada dewasa (adult hood) mengesankan bahwa
factor lingkungan mempunyai efek protektif pada timbulnya alergi. Di Negara
sedang berkembang perpindahan ke kota dihubungkan dengan perubahan dari
bahan bakar biomassal seperti: kayu, batubara dan animal waste ke gas dan listrik.
Penggunaan bahan bakar modern ada hubungannya dengan peningkatan angka

4
sensitisasi alergik dan symptom. Dari studi yang telah dilakukan diketahui ada
hubungan terbalik antara besar keluarga dengan asma dari beberapa studi
dilaporkan paparan / interaksi antara anak kecil dengan anak yang lebih besar di
rumah atau pada anak-anak di pusat penitipan anak melindungi terbentuknya
asma. Ada saran bahwa konsumsi diet antioksidan dapat mencegah timbulnya
asma. (Maranatha, 2010)

I.4 PATOFISIOLOGI
Hambatan aliran udara pada asma disebabkan oleh berbagai perubahan dalam
saluran nafas seperti berikut: (Maranatha, 2010)
1. Bronkokonstriksi
Pada asma eksaserbasi bronkospame akut yang menyebabkan penyempitan
saluran nafas sebagai respons terhadap berbagai stimuli seperti allergen atau
irirtan. Bronkokonstriksi akut akibat allergen terjadi lewat IgE-dependent
release of mediator dari sel mast. Juga ada mekanisme non IgE dalam
pelepasan mediator.
2. Edema saluran nafas
Jika inflamasi makin progresif ada factor-faktor lain yang menghambat aliran
udara antara lain: edema, hipersekresi mucus, mucus plug, hipertrofi dan
hiperplasi otot polos saluran nafas.
3. Hiperesponsif saluran nafas
Mekanisme hiperesponsif saluran nafas bersifat multiple termasuk inflamasi,
disfungsi neuroregulasi dan perubahan structural.
4. Airway remodeling
Airway remodeling menimbulkan perubahan structural yang meningkatkan
hambatan aliran udara saluran nafas dan hiperesponsif saluran nafas dan
menyebabkan pasien kurang respons terhadap pengobatan.

I.5 MEKANISME PATOFISOLOGIK TIMBULNYA INFLAMASI


SALURAN NAFAS
Inflamasi berperan sentral pada pada patofisiologi asma. Inflamasi saluran
nafas melibatkan interaksi banyak sel dan berbagai mediator. Pola inflamasi
saluran nafas asma tidak harus bervariasi tergantung pada keparahan, persistensi
dan durasi penyakit. Profil seluler dan respons sel-sel structural konsisten.
(Maranatha, 2010)

5
Tabel 1. Sel-sel inflamasi saluran nafas
Sel mast
Eosinofil
Sel limosit T
Sel dendrik
Makrofag
Neutrofil

Tabel 2. Sel structural saluranl nafas yang terlibat pathogenesis asma


Sel epitel saluran nafas
Sel otot polos saluran nafas
Sel endotel
Fibroblast dan miofibroblast
Saraf saluran nafas

Tabel 3. Mediator asma


Kemokin
Sitokin
Cysteinyl leukotriene
Histamin
Nitrit okside
Prostaglandin D2

I.6 PATOGENESIS
Hasil pengamatan terbaru menegaskan bahwa asal mula asma terutama terjadi
pada awal kehidupan. Ekspresi asma bersifat kompleks, proses interaktif yang
bergantung pada hubungan saling mempengaruhi antara dua factor utama : factor
pejamu (terutama genetik) dan paparan factor lingkungan yang terjadi pada saat
kritis waktu perkembangan system imun. (Maranatha, 2010)
1. Faktor pejamu
Ada interes yang besar tentang peran respons imun adaptif dan pembawaan
lahir dalam kaitan terbentuk dan regulasi inflamasi. Focus penelitian diarahkan
pada ketik imbangan antara profil sitokin Th1 dan Th2 dan bukti bahwa penyakit-
penyakit alergi juga kemungkinan asma ditandai oleh pergeseran kea rah Th2
cytokine-like disease, sebagai ekspresi berlebihan dari Th2 atau under ekspresi
Th1. Inflamasi saluran nafas asma mencerminkan ketidak imbangan Th1 dan Th2.
“Hygeine hypothesis” berdasarkan asumsi bahwa system imun bayi baru lahir
bergeser kearah pembentukan sitokin Th2.

6
-Genetik
Telah diketahui pada asma ada kompenen yang diwariskan, tetapi keterlibatan
genetic pada perkembangan akhir asma tetap merupakan gambaran yang komplek
dan tidak komplit. Saat ini telah ditemukan banyak gen yang terlibat atau terkait
dengan asma. Peranan genetic pada produksi IgE, hiperesponsif bronkus dan
disfungsi regulasi pembentukan mediator inflamasi telah merebut banyak
perhatian. Polimorfisme respons beta adrenergic, kortikosteroid dalam
menentukan keberhasilan pengobatan menarik perhatian para peneliti namun
aplikasi secara luas factor genetic masih perlu ditetapkan lebih lanjut.
2. Factor lingkungan
Dua factor lingkungan utama yang terpenting dalam perkembangan,
persistensi dan mungkin keparahan asma adalah allergen airborne dan infeksi
virus respirasi. Pada pejamu yang rentan dan pada masa perkembangan yang
kritis, baik infeksi dan allergen berpengaruh besar pada perkembangan asma dan
kemungkinan keparahannya.
1. Allergen
Sensitisasi dan paparan terhadap house-dust mite dan altenaria merupakan
factor penting dalam perkenbangan asma pada anak. Data lain menyebut
animal dander terutama anjing dan kucing ada kaitan dengan perkembangan
asma.
2. Infeksi respirasi
Pada waktu bayi, sejumlah virus respirasidihubungkan dengan terjadinya
asma. Sejumlah studi prospektif jangka panjang tentang anak yang di rawat di
RS yang diketahui ada infeksi respiratory syncitial virus (RSV) telah
menunjukkan bahwa ±40% bayi-bayi tersebut akan terus mengi atau menjadi
asma pada usia yang lebih besar.
Sebaliknya ada bukti yang menyebutkan infeksi respirasi pada awal kehidupan
termasuk measles dan RSV dapat memproteksi terbentuknya asma (hygiene
hypothesis).
Pengaruh infeksi virus respirasi pada perkembangan asma tergantung infeksi
pada atopi. Kondisi atopi dapat mempengaruhi respons saluran nafas bawah
terhadap infeksi virus dan infeksi virus kemudian mempengaruhi
perkembangan sensitisaisi alergik.
Sebagai ringkasan : pemahaman tentang pathogenesis asma dan mekanisme
yang mendasari yaitu konsep interaksi genetic lingkungan adalah factor kritis

7
pada kejadian inflamasi saluran nafas dan akhirnya perubahan fisiologi paru
yang merupakan karakteristik asma.

DIAGNOSIS
Asma adalah suatu sindroma klinik jadi tidak ada gold standard untuk
diagnosisnya. Diagnosis asma ditegakkan secara klinis biasanya berdasarkan
gejala khas dan dipastikan dengan bukti objektif hambatan aliran udara yang
bervariasi. Diagnosis asma biasanya bisa dibuat akuarat walau derajat
keakuratannya tergantung usia pasien. Contoh, diagnosis asma dewasa tidak sulit,
sebab hanya sedikit kondisi yang mirip asma. Dengan bertambahnya umur,
penyakit jantung dan penyakit paru kronik akan lebih banyak sehingga diagnosis
banding lebih luas. Karena nilai prediksi dari data klinis dan laboratorium dalam
menegakkan asma akan menurun dengan bertambahnya usia, kemungkinan salah
diagnosis menjadi tinggi pada usia tua yang mempunyai prevalensi sama besar
dengan dewasa muda. Gambaran klinis dan laboratorium berikut penting untuk
bahan pertimbangan dalam membuat diagnosis sama. (Maranatha, Daniel. 2010)
Tidak semua data atau pemeriksaan harus ada / dikerjakan untuk menegakkan
diagnosis karena dengan beberapa pemeriksaan diagnosis sudah dapat ditegakkan.
Data / pemeriksaan yang diperlukan :
1. Riwayat penyakit
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan faal paru
4. Pemeriksaan laboratorium: darah tepi, dahak, tes kulit
5. Pemeriksaan radiologi
6. Tes provokasi bronkus
1. Riwayat penyakit
Mengi, dada rasa penuh (chest tightness) dan sesak nafas merupakan gejala
cardinal asma. Karakteristik gejala asma adalah bervariasi seiring waktu.
Bervariasi dari hari ke hari adalah umum bahkan ada yang melaporkan dalam
suatu hari dengan keluhan memburuk pada waktu malam.
Walaupun asma terajdi pada semua umur, tetapi biasanya terdapat pada anak-
anak dan dewasa muda. Dalam hal ini perlu ditanyakn tentang sejarah alergi dan
tes kulit.
Keluhan menjelang pagi hari atau episode malam sering dijumpai pada asma
dewasa. Perlu dibedakan apakah gejala noktural oleh karena asma atau GERD

8
(gastroesophageal reflux disease) atau angia. Tipekal penderit gejala asma
noktural terjadi antara jam 4-6 pagi biasanya menghilang dengan inhalasi
bronkodilator. Keluhan ini berbeda dengan GERD yang timbul setelah penderita
berbaring / tidur malam.
Kadang asma hanya muncul dengan keluhan batuk kronis. Apabila batuk
menetap dan timbul berulang hendaknya dipertimbangkan sebagai gejala asma.
Biasanya batuk akan timbul akibat paparan zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi
dan infeksi virus. Batuk yang khas untuk asma adalah yang memberat waktu
malam. Ada riwayat keluarga asma dan atopi juga sangat membantu diagnosis.
Beberapa pertanyaan berikut berguna untuk dipertimbangkan bila
memperkirakan diagnosis asma:
1. Apa penderita mendapat serangan atau serangan mengi berulang ?
2. Apakah penderita mengalami gangguan batuk waktu malam hari ?
3. Apakah batuk atau mengi timbul sesudah aktivitas ?
4 Apakah batuk atau mengi atau rasa berat di dada timbul sesudah paparan
allergen atau polutan ?
5. Apakah flu yang di derita berlanjut menjadi sesak nafas atau berlangsung lebih
dari 10hari?
6. Apakah keluhan membaik dengan terapi asma ?
2. Pemeriksaan fisik
Hasil temuan fisik pada saat serangan asma adalah akibat dari : 1) efek
langsung penyempitan saluran nafas difus dan hipersekresi mucus. 2) tidak
langsung sebagai akibat dari peningkatan kerja nafas, peningkatan kebutuhan
metabolic dan rangsangan saraf simpatik difus.
 Takipnea dan takikardi. Adalah tanda umum yang dijumpai pada asma
akut. Pernafasaan antara 25-28 x / menit dan rata-rata detak jantung 100
x / menit. Pernafasan >30 x / menit dan detak jantung >120 x / menit tidak
jarang dijumpai.
 Wheezing difus adalah khas untuk asma tetapi keberadaan dan
intensitasnya tidak dapat memprediksi berat-ringan asma. Wheezing dapat
dideteksi dengan stetoskop atau dengan telinga. Secara umum, wheezing
yang dijumpai saat inspirasi dan ekspirasi, wheezing keras dan nadi tinggi
ada hubungan dengan obstruksi saluran nafas berat. Pada asma yang lebih
berat wheezing bisa tidak terdengar. Hal ini menunjukkan pertukaran gas
yang sangat terganggu dan sudah dalam bahaya gagal nafas.

9
Wheezing merupakan petunjuk adanya obstruksi saluran napas yang mudah
diketahui baik oleh penderita maupun dokter. Sifat suara tambahan ini bernada
tinggi, musical, terdengar pada satu saat dan mudah diingat. Jika obstruksi di
laring atau trakea maka terjadi stridor inspirasi, terdengar lebih keras atau sama
keras daripada stridor ekspirasi. Stridor inspiratoir ini merupakan tanda penting
adanya obstruksi yang mengancam jiwa penderita sehingga kita harus segera
bertindak. Wheezing biasanya akibat obstruksi pada bronkus kecil dan lebih
dominan ekspirasi dan disertai dengan memanjangnya suara napas ekspirasi. Ini
khas untuk asma, namun sering juga terdapat bronchitis menahun. Jika ada
wheezing yang unilateral dapat diduga adanya obstruksi local. Dalam hal ini perlu
ditanyakan apakah wheezing tersebut terdapat pada salah satu sisi, terutama bila
penderita miring pada sisi yang sakit. Kebanykan hal ini disebabkan oleh
karsinoma bronkogenik, meskipun tumor-tumor lain, benda asing ataupun
keradangan dapat juga menyebabkan wheezing lokal. (Hariadi S., et al (editors).
2008).
Ekspirasi memanjang sering dijumpai dan juga dada hiperinflasi, hal ini
disebabkan oleh hambatan aliran udara dan air trapping.
Penggunaan otot nafas tambahan, pulsus paradoktus dan banyak keringat
adalah tanda-tanda obstruksi saluran nafas berat. Sianosis dan tanda-tanda asidosis
respiratorik akut menunjukkan kasus berat.
3. Pemeriksaan faal paru
Tes fungsi paru penting untuk diagnosis, menilai keparahan penyakit dan
evaluasi pengobatan. Diagnose asma dipastikan dengan ditemukan obstruksi
saluran nafas pada pemeriksaan spirometri. Ditemukan perbaikan yang bermakna
dari FEV setelah terapi bronkodilator atau pada pengulangan di waktu lain.
Dikatakan obstruksi saluran nafas reversible bila ditemukan peningkatan FEV 1 >
12% pasca bronkodilator.
Pemeriksaan faal paru yang sering digunakan untuk diagnosis dan
pemantauan adalah pemeriksaan forced expiratory volume 1 second (FEV1)
dengan spirometri dan peak expiratiry flow (PEF) dengan alat peak flow meter.
4. Laboratorium
Pada penderita asma alergi dan non alergi ditemukan eosinofilia. Seiring
ditemukan eosinofi l5-15% dari leukosit total. Oleh sebab itu hasil tersebut tidak
dapat digunakan untuk membedakan kedua jenis asma tersebut.

10
Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi dengan uji kulit atau mengukur
kadar IgE spesifik serum. Uji kulit dengan allergen merupakan alat diagnosis
untuk asma alergi.
Uji prick merupakan uji kulit yang sering digunakan. Karakteristik : cepat,
mudah dan sensitivity tinggi tetapi bila pelaksanaan tidak tepat akan timbul positif
atau negative palsu. Pemeriksaan IgE spesifik serum tidak lebih baik dari uji kulit
juga harganya lebih mahal. Kelemahan utama cara pemeriksaan alergi adalah uji +
tidak selalu penyakit bersifat alergi, seperti beberapa orang mempunyai IgE
spesifik tapi tidak ada keluhan. IgE total tidak mempunyai nilai diagnostic untuk
uji diagnostic atopi.
5. Radiologi
Pemeriksaan foto toraks untuk asma tidak begitu penting. Pada sebagian
besar menunjukkan normal atau hiperinflasi. Pada eskaserbasi berat pemeriksaan
toraks berguna untuk menyingkirkan penyakit lain atau mencari penyulit yang
terjadi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, pneumoni.
6. Tes provokasi bronkus
Pemeriksaan provokasi bronkus memberi beberapa manfaat antara lain
sebagai alat diagnosis sama. Hiperesponsif bronkus hampir selalu ditemukan pada
asma dan derajatnya berkorelasi dengan keparahan asma (2,6). Tes ini sangat
sensitive sehingga kalau tidak ditemukan hiperesponsif saluran nafas harus
memacu untuk mengulangi pemeriksaan dari awal dan memikirkan diagnose
penyakit selain asma.
Airway hyperesponsiveness (AHR) adalah kondisi saluran nafas yang sempit
setelah paparan stimulus di mana pada saluran nafas orang normal tidak
menimbulkan reaksi.
Uji provokasi bronkus dapat dibagi 2 katagori yaitu : uji farmatologi
(histamine,adenosine, atau metacholine) dan uji non farmatologi (salin hipertonis,
exercise). Pada uji farmatologi, metacholine suatu bahan kolinergik yang bekerja
dengan cara membuat kontraksi otot polos saluran nafas pada saluran nafas yang
hipereaktif.
Demikian juga histamine mempunyai mekanisme kerja yang sama. Pada uji
non farmatologi akan terjadi perubahan suhu internal dan homeostasis cairan di
saluran nafas. Jadi dengan mempengaruhi sel-sel epiteldan merangsang serabut

11
saraf dan proses keradangan yang dapat menimbulkan bronkontriksi. Sebagai
prasyarat keamanan uji provokasi dianjurkan pada penderita dengan FEV1 >70%.
Hasil uji provokasi bronkus dinyatakan dengan parameter PC 20 yaitu :
konsentrasi zat inhalasi yang menimbulkan penurunan FEV 1 20% disbanding
FEV1 sebelum provokasi. Penurunan FEV1 > 20% umumnya diterima sebagai titik
akhir untuk membedakan antara individu normal dengan hiperaktif. Bila nilainya
< 8 mg / ml berarti ada AHR. Spesifisitas tes farmatologi berkisar 90% bila PC 20
≤ 8 mg / ml digunakan sebagai nilai ambang diagnosis.
(Maranatha, Daniel. 2010)

DIAGNOSIS BANDING
Oleh karena asma serig ditemukan sehingga terlalu mudah untuk menganggap
sebagai penyebab obstruksi saluran nafas atau sumber dari keluhan batuk, sesak
dan mengi. Padahal penyebab sesak nafas dan batuk sangat banyak. Bila
menemukan keluhan batuk sesak, mengi salah satu kelainan yang perlu dipikirkan
adalah obstruksi saluran nafas atas. Gejala mengi memang khas untuk asma
namun tidak semua mengi adalah asma. Pada anak < 3 tahun mengi paling sering
dijumpai pada bronkiolitis karena virus sedang pada dewasa dapat disebabkan
oleh berbagai sebab. (Maranatha, Daniel. 2010)
Tabel 4. Diagnosis banding sama
Katagori Kriteria
Penyakit penyebab sakit berulang PPOK, penyakit jantung koroner, GERD,
gagal jantung kongesif, emboli paru
Penyakit yang menimbulkan batuk Rhinitis, sinusitis, otitis, bronkiektasis
Penyakit yang sering PPOK, bronkiolitis obliterans, cystic
menimbulkan obstruksi saluran fibrosis
nafas

KLASIFIKASI
1. Asma kontrol
Tujuan pengobatan asma adalah untuk mencapai dan mempertahankan asma
terkontrol. Berdasarkan keadaan terkontrol asma dibagi menadi : terkontrol,
terkontrol parsial dan tidak terkontrol.
Tabel 5. Level asma control

12
(Global Inititive for Asthma, 2009)
No Karakteristik Terkontrol Terkontrol Tak
parsial terkontrol
1 Gejala siang ≤ 2 x/minggu > 2 x/minggu 3 atau lebih
2 Hambatan aktivitas Tidak ada Ada
keadaan
3 Gejala malam/bangun Tidak ada Ada
terkontrol
waktu malam
4 Perlu reliever ≤ 2 x/minggu > 2 x/minggu parsial pada
5 Fungsi paru Normal < 80% prediksi tiap-tiap
(PEFR/FEV1) atau hasil minggu
terbaik (bila
ada)
2. Keparahan asma
Saat ini keparahan asma diklasifikasikan berdasarkan atas intensitas
pengobatan untuk mencapai asma terkontrol baik. (Global Inititive for Asthma,
2009)
2.1 Asma ringan adalah asma yang dapat dikontrol dengan baik dengan
intensitas terapi rendah seperti kortikosteroid inhalasi dosis rendah,
leukotriene modifier atau cromolin.
2.2 Asma berat adalah asma yang memerlukan terapi intensitas tinggi. Contoh
GINA guideline step 4 untuk mencapai good control tidak tercapai walau
dengan pengobatan intensitas tinggi.

PENATALAKSANAAN
Keberhasilan penatalaksanaan asma memerlukan pemahaman dua prinsip
dasar yaitu : (Maranatha, Daniel. 2010)
1. Pada asma ditemukan heterogenitas dalam hal etiologi, penampilan klinis,
keparahan, mortalitas dan respons terhadap pengobatan. Karena heterogenitas
ini tidak mungkin satu pendekatan penatalaksanaan dapat digunakan untuk
semua pasien secara individu.
2. Keparahan penyakit bisa bervariasi dalam kaitan dengan waktu. Walaupun
penyakit relative stabil dalam waktu lama,kambuh akibat alergi atau infeksi
adalah umum pada asma. Oleh sebab itu pasien harus dimintai control regular
dan pengobatan dimodifikasi berdasar kebutuhan yang dihadapi
1. Obat asma

13
Obat asma dapat digolongkan menjadi pengendali (controller) dan pelega
(reliever). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk membuat asma
dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti inflamasi. Reliever adalah
obat yang digunakan bila perlu berdasar efek cepat untuk menghilangkan
bronkokontriksi dan menghilangkan gejalanya. (Maranatha, Daniel. 2010)
Obat-obat asma dapat diberikan lewat beberapa cara melalui : oral, inhalasi
atau injeksi. Keuntungan utama obat perinhalasi adalah langsung ke saluran nafas,
menghilangkan konsentrasi local tinggi dengan risiko efek sistemik kurang.
(Maranatha, Daniel. 2010)
Tabel 6. Penggolongan obat asma
Controller Reliever
Kortikosteroid (inhalasi, sistemik) Short acting b2 agonist (SABA) :
inhalasi, oral
Leucotriene modifeier Kortikosteroid sistemik
Long acting b2 agonist (LABA) : Antikolinergik : Ipratorium br,
inhalasi, oral oxitropium
Chromolin : Sodium cromoglycate dan Teofilin
nedocromil sodiem
Teofilin lepas landas
Anti IgE
Antikolinergik : tiotropium

2. Aplikasi
Ada banyak pedoman penatalaksanaan asma internasional maupun nasional.
Salah satunya dari GINA (Global Initiative for Asthma, 2009).
Tujuan penalaksanaan asma :
1. Mencapai dan mempertahankan control asma
2. Mempertahankan level aktivitas normal termasuk exercise
3. Mempertahankan fungsi paru mendekati normal bila mungkin
4. Mencegah eksaserbasi
5. Menghindari efek merugikan (adverse effect) obat asma
6. Mencegah kematian akibat asma
Komponen penalaksanaan asma : (Global Inititive for Asthma, 2009)
a. Membangun kerja sama pasien-dokter
b. Identifikasi dan reduksi paparan factor risiko
c. Assess, treat dan monitor asthma
d. Pengobatan waktu eksaserbasi
e. Kondisi khusus

14
a. Membangun kerja sama pasien-dokter
Pengelolaan asma yang efektif memerlukan pembentukan hubungan keja
sama antara penderita asma, keluarga dengan tenaga kesehatan. Tujuan kerja sama
untuk membuat pasien asma bisa memperoleh pengetahuan, kepercayaan dan
keterampilan untuk mengambil peran utama dari penatalaksanaan asmanya. Kerja
sama terbentuk dan diperkuat ketika pasien dan tenaga kesehatan mendiskusikan
dan menyetujui tujuan pengobatan, membangun rencana pengobatan tertulis yang
bersifat pribadi termasuk monitor sendiri oleh pasien dan evaluasi periodic
pengobatan pasien dari level asma control.
Edukasi harus menjadi bagian integral dari semua interaksi antara tenaga
kesehatan dengan pasien. Dari edukasi dan kerja sama pasien-dokter akan
mengalir informasi spesifik, latihan dan nasihat tentang :
 Diagnosis
 Perbedaan antara reliever dan controller
 Kemungkinan efek samping obat
 Penggunaan alat inhalasi
 Pencegahan gejala dan serangan asma
 Tanda asma yang memburuk dan tindakan yang diambil
 Monitoring asma control
 Bagaimana dan kapan mencari pertolongan medic
b. Identifikasi dan reduksi paparan factor risiko
Walaupun terapi farmatologi sangat efektif dalam mengendalikan gejala dan
memperbaiki kualitas hidup, tindakan untuk mencegah terbentuknya asma, gejala
asma dan asma dengan menghindari atau mengurangi paparan factor risiko harus
diimplementasikan bilamana mungkin. Saat ini hanya sedikit upaya yang dapat
direkomendasikan untuk mencegah asma karena terbentuknya penyakit asma
bersifat komplek belum semua diketahui.
b.1 Pencegahan asma
Upaya pencegahan asma dapat ditujukan pada pencegahan sensitisasi alergi
(terbentuknya atopi, nampaknya sering relevanwaktu prenatal dan perinatal) atau
mencegah terbentuknya asma pada individu yang tersensitiasi. Selain mencegah
paparan tembakau / rokok waktu dalam kandungan atau setelah kelahiran, tidak
ada interverensiyang terbukti dan diterima luas dapat mencegah tebentuknya
asma.
Sensitisasi alergi dapat terjadi perinatal. Untuk saat ini masih kurang
informasi tentang dosis dan waktu kritis dari paparan alergi untuk mengijinkan

15
interverensi proses tersebut dan tidak ada strategi yang dapat direkomendasikan
untuk mencegah sensitisasi alergi prenatal.
Peranan diet terutama menyusui. Dari data yang diketahui bayi yang
mendapat susu sai atau protein soy mempunyai insiden penyakit mengi lebih
banyak dari bayi yang dapat ASI.
Hygiene hypothesis asma. Walaupun kontroversi namun telah membawa
penegasan bahwa mencegah sensitisasi alergi harus focus pada mengarahkan
kembali respons imun dari bayi ke Th1 atau modulasi T regulator cell. Tetapi
strategi tersebut saat ini masih merupakan alam hipotesis dan perlu penelitian
lebih banyak.
b.2 Mencegah gejala asma dan eksaserbasi
Eksaserbasi dapat disebabkan oleh berbagai factor (disebut sebagai triger)
termasuk allergen, virus, polutan, dan obat. Jika mungkin harus dihindari. Banyak
pasien asma bereaksi dengan berbagai factor yang banyak dijumpai di lingkungan,
sehingga menghindari factor-faktor tersebut secara total biasanya tidak praktis dan
sangat membatasi pasien. Medikasi yang dapat membuat pasien asma terkontrol
ternyata banyak bermanfaat seba pasien-pasien asma yang terkontrol baik kurang
sensitive terhadap factor risiko tersebut.
 Allergen indoor : tungau domestic, allergen hewan (hewan berbulu) allergen
kecoak dan jamur
 Allergen outdoor : pollen dan mold. Tidak mungkin dihindari total, untuk
mengurangi paparan dengan menutup pintu, jendela dan tetap tinggal dalam
rumah saat polen dan mold kadarnya tinggi dan mengunakan AC bila
mungkin.
 Menghindari makanan
Alergi makanan sebagai pencetus eksaserbasi asma tidak sering dan terjadi
terutama pada anak kecil. Melarang makan tertentu sebaiknya tidak tidak
direkomendasikan dulu sebelum challence tindakan tersamar ganda dibuat.
Jika challence positif melarang makanan dapat menghilangkan eksaserbasi.
Sulfit suatu bahan pengawet sering menyebabkan eksaserbasi berat dan
kadang-kadang sampai kematian dan harus digindari oleh penderita yang
sensitive. Membuktikan peranan bahan-bahan makan lain seperti yellow dye

16
tartazine, benzoate, MSG sulit memastikan dan peranan bahan tersebut
nampaknya kecil.
c. Assess, treat dan monitor asthma
Tiap pasien harus di assess untuk menetapkan regimen pengobatan saat
sekarang, kepatuhan pada regimen yang ada sekarang dan level asma control.
Mengacu pada tujuan pengobatan asma maka penderita dapat dikelompokkan
menjadi : terkontrol, terkontrol parsial dan tidak terkontrol.
Level asma control saat sekarang dan pengobatan yang digunakan sekarang
menentukan pemilihan obat farmatologi. Contoh : a) Pasien tak terkontrol dengan
regimen yang digunakan sekarang, maka pengobatan harus ditingkatkan sampai
tercapai kondisi terkontrol. Jika kondisi terkontrol telah tercapai minimal 3 bulan,
pengobatan diturunkan untuk menurunkan step dan dosis terndah dari pengobatan
untuk mempertahankan keadaan terkontrol. b) jika pasien terkontrol parsial,
peningkatan pengobatan harus dipertimbangakan. Dipirkan opsi yang lebih efektif
(dosis ditingkatkan atau menambah pengobatan), keamanan dan biaya untuk opsi
pengobatan yang mungkin ada dan kepuasan pasien dengan level control yang
dicapai.
Dari skema di atas ada 5 step yang member opsi untuk meningkatkan efikasi.
Step 2 adalah pengobatan awal untuk pasien asma dengan keluhan persisten yang
belum pernah diobati. Jika pada waktu konsultasi awal menunjukkan asma sangat
tidak terkontrol, pengobatan dianjurkan dimulai dari step 3.
Bila asma telah terkontrol, monitoring terus berjalan untuk memantau
keadaan terkontrol tersebut dan untuk menentukan step dan dosis obat terendah
yang diperlukan dengan biaya minimal dan keamanan maksimal. Karakteristik
asma adalah suatu penyakit yang berubah-ubah maka pengobatan harus
disesuaikan secara periodic apakah kondisi terkontrol sudah tidak tercapai yang
ditandai dengan gejala meningkat atau terjadi eksaserbasi.
d. Pengobatan eksaserbasi
Asma eksaserbasi (asma akut atau asthma attack) adalah kejadian
peningkatan progresif keluhan sesak nafas, batuk, mengi atau chest tightness atau
beberapa kombinasinya.
Penyebab eksaserbasi :
1. Infeksi virus respirasi (paling sering)
2. Micoplasma pneumonia
3. Chlamydia pneumonia
4. Allergen

17
5. Iritan (SO2, particulate pollutans)
6. Obat (aspirin)
7. Krisis emosi
8. Tidak patuh pada pengobatan
Asma eksaserbasi merupakan satu alasan paling sering dari pasien untuk
mencari pertolongan emergensi ke dokter umum atau instalasi gawat darurat.
Evaluasi data dari instalasi gawat darurat menyatakan pasien asma yang datang ke
IGD sebagian besar termasuk asma berat hanya sebagian kecil dengan asma
ringan dan sedang.
Eksaserbasi asma bisa ringan, berat sampai mengancam nyawa. Perburukan
biasanya terjadi dalam hubungan jam atau hari kadang bisa terjadi dalam beberapa
menit. Eksaserbasi biasanya menunjukkan ada kontak dengan trigger. Yang paling
sering adalah infeksi virus atau allergen tetapi eksaserbasi yang berjalan gradual
bisa terjadi karena kegagalan penatalaksanaan jangka panjang.
Mortality dan morbidity sering dikaitkan dengan kegagalan dalam mengenal
berat eksaserbasi, upaya yang tidak adekuat pada saat onset dan undertreatment
eksaserbasi. Terapi eksaserbasi tergantung dari kondisi pasien, pengalaman terapi
tenaga kesehatan, terapi yang paling efektif untuk pasien tertentu, obat-obat yang
tersedia dan fasilitas gawat darurat.
Terapi utama untuk eksaserbasi adalah pemberian inhalasi b 2 agonist
berulang, glukokortiroid lebih awal dan oksigen. Sebelum member pengobatan
diperlukan evaluasi awal (assessment). Walaupun ebaluasi awal tersebut penting
namun pada eksaserbasi berat pemberian oksigen dan beta 2 agonist harus
didahulukan. Evaluasi keparahan penyakit diselesaikan dengan menilai
kemampuan pasien mengucapkan kalimat, tanda-tanda vital, PEFR dan pulse
oxymetri. Tujuan terapi adalah menghilangkan obstruksi saluran nafas dan
hipoksemi secepat mungkin dan mencegah kekambuhan. Yang paling penting
dalam menentukan keberhasilan terapi adalah monitoring kondisi pasien dan
respons terapi dengan mengukur faal paru. Pemulihan sempurna dari eksaserbasi
biasanya gradual. Fungsi paru perlu beberapa hari untuk kembali normal dan
beberapa minggu untuk menurunkan AHR.
d.1 Penatalaksanaan eksaserbasi di rumah sakit

18
Asma eksaserbasi berat merupakan gawat darurat medic yang mengancam
jiwa, oleh sebab itu mengobatan lebih aman dikerjakan di instalasi gawat darurat
(IGD). Langkah pertama : penilaian awal atas dasar riwayat penyakit singkat dan
periksaan (pemeriksaan fisik, SaO2, PEFR / FEV1, BDA bila perlu) yang terkait
dengan eksaserbasi dibarengi dengan terapi awal. Pemeriksaan laboratorium
jangan sampai menunda terapi awal.
Pengobatan awal :
1. Oksigen untuk mencapai SaO2 e” 90%
2. Inhalasi SABA kontinyu selama 1 jam
3. Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respons segera atau jika pasien sudah
minum steroid oral atau episode berat.
Evaluasi setelah 1 jam. Selanjutnya pengobatan pengobatan disesuaikan
dengan respon pengobatan.
 Respons baik : pulang
Kriteria : respons bertahan sampai 60 menit setelah pengobatan terakhir
Pemeriksaan fisik normal : tidak ada distress
PEFR > 70% prediksi
SaO2 > 90%
 Respon tidak lengkap : dilanjutkan ke perawatan di ruang perawatan
intermediet
Kriteria : ada factor risiko near fatal asma
Pemeriksaan fisik : tanda ringan-sedang
PEFR < 60% prediksi
SaO2 tidak ada perbaikan
 Respons jelek : ke ICU
Kriteria : ada factor risiko near fatal asthma
Pemeriksaan fisik : gejala yang berat, ngantuk, bingung
PEFR < 30% prediksi
PaCO2 > 45 mmHg, PaO2 < 60 mmHg
STATUS ASMATIKUS
Status asmatikus adalah salah satu keadaan gawat darurat paru, yakni suatu
eksaserbasi asma yang telah mendapatkan pengobatan standar seperti diatas
namun setelah dua jam tidak ad aperbaikan. Oleh karena itu, tindakannya adalah:
(Alsagaff H.,et al. 2004)
a. Penderita harus rawat inap di ICU

19
b. Pemberian obat standar diulang sedapatnya dengan cara nebulisasi atau per
injeksi.
c. Obat anti inflamasi steroid golongan methylprednisolon diberikan intra vena.
d. Pemberian oksigen untuk menghindari hipoksia dan hipoksemia.
e. Infuse cairan untuk menghindari dehdrasi dan mengencerkan dahak.
f. Pemberian antibotika golongan makrolid, oleh karena penyebab status
asmatikus umumnya karena infeksi virus atau kuman atipikal.
g. Periksa BGA untuk menghindari terjadinya gagal napas.
h. Periksa elektrolit untuk mengetahui tingkat dehidrasi.
i. Periksa faal par untuk mengetahui sejauh mana tingkat obstruksinya dan
untuk evaluasi respons pengobatan.
j. Periksa darah lengkap, untuk membedakaninfeksi virus atau bakteri serta
mengetahui penurunan eosinofil akibat pemberian steroid.
k. Periksa foto thoraks, untuk melihat adanya infeksi dan kemungkinan adanya
komplikasi pneumothoraks
l. Periksa EKG, untukmengetahui apakah sesak napasnya bukan karena
kelainan jantung.

RINGKASAN
Asma sudah lama dikenal namun baru akhir-akhir ini menjadi masalah
kesehatan yang menonjol. Keradangan saluran nafas pada asma sangat komplek
dalam asal mula, regulasi dan outcome. Adanya predisposisi genetic yang
berinteraksi dengan infeksi (virus,bakteri) akan mengarah terjadinya reaksi
inflamasi alergi. Konsekuensi dan inflamasi kronik akan menjadiairway
remodeling.
Batuk, sesak nafas, wheezing merupakan trias gejala asma. Bila gejala dan
tanda tidak spesifik sulit dibedakan dengan penyakit lain, oleh sebab itu
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Faal paru yang menunjukkan obstruksi yang
reversible merupakan alat diagnosis pasti.
Walaupun tidak ada kesembuhan untuk asma namun dengan pengelolaan
yang optimal asma dapat dikontrol. Ada bayak pedoman penatalaksanaan asma.
Implementasi dari pedoman tersebut harus melibatkan berbagai kelompok

20
professional dan stakeholders lain dan disesuaikan dengan kultur local dan kondisi
ekonomi

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H., Wibisono M.J., Winariani. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru
2004. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSU Dr.
Soetomo.

21
Global Initiative for Asthma. 2009. Pocket Guide for Asthma Management and
Prevention. Dikutip dari: www.ginasthma.org/pocketguide.

Hariadi S., Amin M., Wibisono M.J., Hasan H.(editors). 2008. Dasar-Dasar
Diagnostik Fisik Paru. Surabaya: Laboratorium Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Maranatha, Daniel. 2010. Asma Bronkial. di dalam: M.Jusuf Wibisono, et al


(Editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya: Departemen
Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. SOETOMO.

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.BS
Umur : 39 tahun

22
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : swasta
Alamat : Waringin Kedurus 15
Status : Menikah
Tgl MRS : 12 Agustus 2010
Tgl Pemeriksaan : 12 Agustus 2010

I. KELUHAN UTAMA : Sesak nafas


II. ANAMNESA (AUTOANAMNESIS)
1. Anamnesis Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)
Sesak napas dirasakan setelah pasien sarapan nasi goreng. Sesak
diikuti oleh batuk kering tanpa dahak, Sesak sering kumat-kumatan, tidak
berkurang dengan perubahan posisi. Sesak juga tidak berkurang dengan
pemberian nebulizer maupun istirahat di rumah. Pasien sebelumnya juga
sempat sesak 8 jam SMRS, dibawa ke IRD RS Dr. Sutomo, diberi nebul
ventolin kemudian pulang ke rumah. Tidak didapatkan keluhan batuk
darah. Tidak didapatkan keringat malam, mual muntah dan lemah badan.
Selera makan baik, berat badan tidak menurun. Buang air kecil dan buang
air besar lancar.
2. Anamnesa Medik dan Penyakit Dahulu
Penyakit Dahulu:
 Pasien mempunyai riwayat asma sejak 10 tahun yang lalu. Pasien
rutin kontrol poli paru dengan terapi ventolin dan pulmicort. Pasien
juga berobat sendiri di rumah dengan nebulizer pribadi bila asmanya
kambuh.
 Pasien juga mempunyai riwayat alergi debu.
 Sakit jantung (-).
 Tekanan darah tinggi (-).
 Kencing manis (-)
3. Anamnesa Penyakit Keluarga
Penyakit Keturunan :
 Tidak ada keluarga dengan riwayat sesak seperti pasien

23
 Tekanan darah tinggi (-)
 Kencing manis (-)
 Sakit jantung (-)
4. Anamnesa Psikososial
Pekerjaan : swasta
Perkawinan : sudah menikah,
Kebiasaan : Olahraga (-), kopi (-), minum jamu (-)
Alkohol(-), merokok (-)
5. Anamnesa Makanan
Makan teratur, jumlah cukup, jadwal 3 x sehari.
Jenis : Karbohidrat : cukup
Protein nabati : cukup
Protein hewani : cukup
Sayuran : cukup
Lemak : cukup banyak
Buah-buahan : cukup
Nafsu makan baik dan Berat badan tetap
6. Anamnesa Umum (Review of Systems)
Kepala : tidak ada keluhan
Mata : tidak ada keluhan
Mulut : tidak ada keluhan
Hidung dan sinus : tidak ada keluhan
Leher : tidak ada keluhan
Jantung : tidak ada keluhan
Alat pencernaan : tidak ada keluhan
Saluran kencing : tidak ada keluhan
Alat gerak : tidak ada keluhan
Sistem urat saraf : tidak ada keluhan
Endokrin : berat badan tetap, nafsu makan baik

III. PEMERIKSAAN FISIK (12 AGUSTUS 2010)


1. Keadaan Umum

24
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6
Suhu badan : 37º C
Nadi : 110 x / menit, reguler, kuat angkat
Tekanan Darah : 130/90 berbaring, lengan kanan
Pernafasan : 24 x / menit, cepat dalam
Suara bicara : normal
Gizi : lebih
Kulit : tonus dan turgor normal, Icterus (-), anemia (-) ,
sianosis (–)
2. Kepala dan Leher
 Umum : Kulit muka normal,Rambut normal, dypsneu (+)
 Mata : Alis normal, Bola mata normal, Konjunctiva normal
Sklera normal
 Telinga: Bentuk normal, Lubang telinga normal
 Hidung : Penyumbatan (-)
 Mulut : Caries (-)
 Leher : simetris, Kelenjar limfe tidak membesar
Trachea tidak bergeser , Tiroid tidak membesar
Tidak ada peningkatan vena jugularis
3. Thorax
Cor
 Inspeksi
o Pulsasi ictus cordis tidak tampak
o Pulsasi jantung tidak tampak
o Voussure cardiaque tidak ada
 Palpasi
o Iktus cordis teraba di ICS V Midclavicular line sinistra
o Pulsasi teraba di apeks
o Murmur dan thrill tidak teraba
 Perkusi

25
o Batas kanan ICS III 2cm lateral Parasternal line dextra
o Batas kiri ICS IV Midclavicular line sinistra
 Auskultasi
o S1 dan S2 tunggal, intensitas normal
o Ekstra-sistole (-)
o Gallop (-)
o Sistolik ejection click (-)
o Opening snap (-)
o Murmur (-)

Pulmo:
 Inspeksi: simetris, Retraksi intercostal (+).
 Palpasi : pergerakan nafas simetris. Vokal fremitus kanan kiri sama
 Perkusi:
Depan belakang
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor

 Auskultasi:
Depan belakang
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Ronchi -|- Wheezing: +|+ di seluruh lapang paru


4. Abdomen
 Inspeksi : fatty, bentuk dalam batas normal, Umbilikus masuk ke
dalam, Kulit dalam batas normal
 Auskultasi : Bising usus normal
 Perkusi : Timpani di semua regio abdomen, shifting dullnes (-), tes
Undulasi (-)
 Palpasi : Turgor normal, tonus normal, nyeri (-), hepar dan lien tak
teraba, ginjal tak teraba, Nyeri ketok ginjal(-)

26
5. Ekstremitas
Akral hangat, kering, pucat.
edema -/-
Refleks patologis (-), refleks fisiologis normal
Sensorik test tidak ada kelainan
6. Inguinal, Genital, Anus
Dalam batas normal
7. Tulang Belakang
Dalam batas normal

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (12 AGUSTUS 2010)


DARAH LENGKAP
Hb : 15.1 g/dl Alb : 4.76
Eritrosit : 6.16x106 /uL K : 4.13 meq/L
Leukosit : 13.700 / uL Na : 141 meq/L
Trombosit : 300.000 / uL Cl : 104 meq/L
HCT : 44.9 % BGA : pH : 7,36
GDA : 109 mg/dL pO2:89
SGOT : 22 u/L BE : 1,2
SGPT : 29 u/L pCO2 : 47
BUN : 7.0 mg/dL HCO3:26.6
SK : 0,8 mg/dL SaO2 :96%

IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Foto Thorax PA : tidak dilakukan


V. ANALISIS
No. TEMPORARY PROBLEM LIST
1. Sesak napas
2. Anamnesa:
Sesak diikuti oleh batuk kering tanpa dahak. Sesak sering kumat-kumatan. Sesak
tidak berkurang dengan pemberian nebulizer maupun istirahat di rumah. Pasien
sebelumnya juga sempat sesak 8 jam SMRS, dibawa ke IRD RS Dr. Sutomo, diberi
nebul ventolin kemudian pulang ke rumah. Riwayat asma sejak 10 tahun yang lalu.
Riwayat alergi debu (+)

27
3. Pemeriksaan Fisik:
Vital Sign : RR : 24x/mnt
Kepala dan Leher : dypsneu (+), retraksi intercostal.
Thorax : pada pemeriksaan paru :
- Auskultasi: wheezing +|+ di seluruh lapang paru
4 Laboratorium: Leukosit : 13.700
5 Foto Rontgent Thorax: -

No. Permanent Planning Planning therapy Planning


Problem List Diagnosa Monitoring
1. Sesak BGA - O2 nasal Vital sign, klinis
2. Status BGA, faal - O2 nasal 2 lpm Vital sign,
Asmatikus paru, DL, - IVFD aminophyllin 1.5 amp  klinis.
elektrolit 21 tpm
darah - Nebul ventolin tiap 6 jam
- Nebul flexotid tiap 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 3x125 mg
3. ISPA Darah Inj. Amoxyclav 3x625 mg iv. Vital sign, klinis
Lengkap

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Presentation 13
    Presentation 13
    Dokumen1 halaman
    Presentation 13
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Cover Keprof
    Cover Keprof
    Dokumen3 halaman
    Cover Keprof
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • 11 - Undang-Undang No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
    11 - Undang-Undang No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
    Dokumen21 halaman
    11 - Undang-Undang No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
    AI Zent
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Dalam
    Sindrom Dalam
    Dokumen1 halaman
    Sindrom Dalam
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Contoh Punya Inggra
    Contoh Punya Inggra
    Dokumen5 halaman
    Contoh Punya Inggra
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Dengan Bunga
    Dengan Bunga
    Dokumen4 halaman
    Dengan Bunga
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Guillain Barre Syndrom
    Guillain Barre Syndrom
    Dokumen1 halaman
    Guillain Barre Syndrom
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Binatang Air
    Binatang Air
    Dokumen1 halaman
    Binatang Air
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Kopi
    Kopi
    Dokumen1 halaman
    Kopi
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Contoh Punya Inggra
    Contoh Punya Inggra
    Dokumen7 halaman
    Contoh Punya Inggra
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Sindrom
    Sindrom
    Dokumen1 halaman
    Sindrom
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • DA
    DA
    Dokumen16 halaman
    DA
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Kopi
    Kopi
    Dokumen1 halaman
    Kopi
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Google
    Google
    Dokumen1 halaman
    Google
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Gizi Ginjal
    MAKALAH Gizi Ginjal
    Dokumen12 halaman
    MAKALAH Gizi Ginjal
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Resp VK
    Resp VK
    Dokumen4 halaman
    Resp VK
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • AA Fungsi Cairan Tubuh
    AA Fungsi Cairan Tubuh
    Dokumen27 halaman
    AA Fungsi Cairan Tubuh
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Responsi Ruangan Bersalin PEB
    Responsi Ruangan Bersalin PEB
    Dokumen11 halaman
    Responsi Ruangan Bersalin PEB
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Ms Obgyn
    Ms Obgyn
    Dokumen2 halaman
    Ms Obgyn
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Resp Kand - Ca CX
    Resp Kand - Ca CX
    Dokumen8 halaman
    Resp Kand - Ca CX
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Ks Team Ps FT
    Ks Team Ps FT
    Dokumen9 halaman
    Ks Team Ps FT
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • DA
    DA
    Dokumen16 halaman
    DA
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Resp Kand - Ca CX
    Resp Kand - Ca CX
    Dokumen8 halaman
    Resp Kand - Ca CX
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Responsi Ginek
    Responsi Ginek
    Dokumen5 halaman
    Responsi Ginek
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Peer
    Peer
    Dokumen5 halaman
    Peer
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Dapurs
    Dapurs
    Dokumen1 halaman
    Dapurs
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Askep APPENDIKSITIS
    Askep APPENDIKSITIS
    Dokumen15 halaman
    Askep APPENDIKSITIS
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Bio Optik
    Bio Optik
    Dokumen50 halaman
    Bio Optik
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Dapurs
    Dapurs
    Dokumen1 halaman
    Dapurs
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat
  • Peran Tim Kesehatan Untuk Keselamatan Pasien
    Peran Tim Kesehatan Untuk Keselamatan Pasien
    Dokumen7 halaman
    Peran Tim Kesehatan Untuk Keselamatan Pasien
    Deddy Rio Shangrela
    Belum ada peringkat