Anda di halaman 1dari 2

Perjanjian Kredit pada Umumnya

Istilah perjanjian kredit mempunyai 2 suku kata yaitu, perjanjian dan kredit. Istilah perjanjian
menurut ketentuan Pasal 1313 kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian didefinisikan
sebagai: “Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih saling
mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Jika diperhatikan dengan seksama, rumusan
yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tersebut
menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain.
Dalam arti bahwa dalam perjanjian menimbulkan suatu kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih
orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.

Kredit dilihat dari sudut bahasa berarti kepercayaan, dalam arti bahwa apabila seseorang
mendapatkan fasilitas kredit maka orang atau badan usaha tersebut telah mendapatkan
kepercayaan dari pemberi kredit. Pengertian kredit menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.”. Dari pengertian di atas, dapat ditemukan adanya unsur-
unsur dalam kredit yaitu antara lain :

1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa kredit tersebut akan dibayar
kembali dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan
2. Waktu, yaitu bahwa pemberian kredit dengan pembayaran kembali tidak dilakukan pada
waktu yang bersamaan melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu
3. Resiko, yaitu bahwa setiap pemberian kredit mempunyai resiko akibat adanya jangka
waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pembayaran kembali
4. Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, juga dapat berbentuk
barang atau jasa. Namun objek kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai
dalam praktek perkreditan.

Akibat hukum dari suatu perjanjian adalah mengikat kedua pihak yang mengadakannya dan wajib
dilaksanakan. Dalam hal pelaksanaannya, perjanjian ada tiga macam, yang disebut sebagai
prestasi, yaitu:

1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang;


2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu;
3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
Akibat hukum yang lain dari suatu perjanjian adalah wanprestasi, yaitu apabila tidak dipenuhinya
prestasi sebagaimana disebutkan di atas. Oleh Subekti, bentuk-bentuk wanprestasi yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya


2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Selanjutnya disebutkan juga hukuman atas tindakan wanprestasi yang terdiri atas empat macam,
yaitu:

1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur, atau dengan singkat dinamakan ganti rugi
2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
3. Peralihan resiko
4. Membayar biaya perkara kalau sampai diperkarakan di depan hakim

Istilah perjanjian kredit tidak dikenal dalam Undang-Undang Perbankan tetapi pengertian kredit
dalam Undang-Undang Perbankan mencantumkan kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual
(hubungan yang berdasar pada perjanjian) yang berbentuk pinjam meminjam. Perjanjian kredit itu
sendiri mengacu pada perjanjian pinjam meminjam. Dalam Pasal 1754 KUHPER disebutkan
bahwa: ”Perjanjian pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang menghabis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
macam dan keadaan yang sama pula.”.

Seperti perjanjian pada umumnya dan karena perjanjian kredit tunduk pada ketentuan hukum
perjanjian, maka hapus atau berakhirnya perjanjian kredit dapat diperlakukan Pasal 1381 KUH
Perdata yaitu mengenai hapusnya perikatan yaitu:

1. Karena pembayaran
2. Karena penawaran pembayaran tunai,diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena
pembaruan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi
3. Karena pencampuran utang; karena pembebasan utang; karena musnahnya barang yang
terutang
4. Karena kebatalan atau pembatalan

Maka dari itu, perjanjian kredit pada umumnya adalah perjanjian pinjam meminjam hasil
kesepakatan antara pemberi kredit dan penerima kredit yang telah disetujui dan disepakati antara
pemberi kredit dan penerima kredit dan wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit.

Anda mungkin juga menyukai