Pengetanahan Dengan Kumparan Petersen
Pengetanahan Dengan Kumparan Petersen
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sampai kira-kira tahun 1910, system-sistem tenaga listrik tidak diketanahkan. Hal itu dapat
dimengerti karena pada waktu itu system-sistem tenaga listrik masih kecil jadi bila ada gangguan
fasa ke tanah arus gangguan masih kecil, dan biasannya masih kurang dari 5 amper. Pada
umumnya bila arus gangguan itu sebesar 5 amper atau lebih kecil, busur listrik yang timbul pada
kontak-kontak antara kawat yang terganggu dan tanah masih padam sendiri. Tetapi system-
sistem tenaga itu makin lama makin besar baik panjangnya maupun tegangannya.
Oleh karena itu mulai tahun 1910-an pada saat mana system-sistem tenaga relative mulai besar,
system-sistem itu tidak lagi dibiarkan terapung yang dinamakan system delta, tetapi titik netral
system itu diketanahkan melalui tahanan atau reaktansi. Pengetahanan itu umumnya dilakukan
dengan menghubungkan netral transformator daya ke tanah.
Istilah kumparan Petersen ini berasal dari nama orang yang pertama-tama menciptakan alat itu,
yaitu W. Petersen. Petersen mendapatkan cara ini pada tahun 1916. Di Negara-negara Anglo-
Saxon nama alat itu sering juga disebut “Ground Fault Neutralizer” atau “Arc Suppression Coil”.
Umumnya kita di Indonesia mengenalnya sebagai kumparan Petersen adau “Petersen spoel”.
Perlu dicatat di sini bahwa analisa serta perbaikan kumparan Petersen dibuat oleh JONAS mulai
tahun 1920.
Sekalipun penggunaan kumparan Petersen itu sudah mulai berkurang tetapi system 30 dan 70
KV yang ada di Jawa masih diketanahkan dengan kumparan Petersen. Disamping itu, akhir-akhir
ini semakin banyak generator yang terhubung dengan transformator (unit connected generator)
diketanahkan dengan kumparan Petersen.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun Tujuan dan Manfaat yang di dapat setelah membaca makalah ini adalah:
1. Mengetahui fungsi kumparan Petersen pada keadaan gangguan
2. Mengetahui komponen rugi daya dari arus gangguan residu
3. Mengetahui pemadaman busur listrik dalam keadaan gangguan tanah
4. Mengetahui pengaruh tahanan kontak
5. Mengetahui keuntungan dan kerugian kumparan Petersen
6. Mengetahui persamaan dan diagram lingkaran Jonas
BAB II
PEMBAHASAN
Bila suatu system yang tidak diketanahkan terganggu oleh hubung singkat kawat tanah,
maka arus gangguan kapasitif itu kembali ke system melalui gangguan itu, Gambar 4.1
Suatu keadaan istimewa ialah bila ada dua macam arus gangguan yang sama besarnya tetapi
berlawanan arahnya terjadi pada gangguan itu, jadi satu sama lain saling menghilangkan. Hal ini
terjadi bila pada arus gangguan yang kapasitif itu ditambahkan arus yang induktif yang tertentu
besarnya.
Untuk memperoleh arus induktif itu ditambahkan reactor parallel dengan kapasitor pada setiap
fasa ke tanah. Gambar 4.2.
Gambar 4.1. Sistem yang tidak diketanahkan dalam keadaan gangguan kawat tanah
Tetapi cara ini bukanlah pemecahan yang ekonomis, karena dalam hal ini dibutuhkan tiga reactor
yang tidak akan jenuh dan induktansinya harus konstan.
Bila reactor itu dihubungkan ke titik netral system, umumnya dipilih netral sekunder
transformator, maka dalam hal ini dibutuhkan hanya satu reactor. Gambar 4.3.
Gambar 4.3. (b) di atas menggambarkan sirkuit ekivalen system itu dalam keadaan gangguan
kawat-tanah. Bila reactor itu mempunyai kesanggupan untuk dapat mengatur impedansinya di
samping adanya sadapan, alat itu dinamakan kumparan Petersan. Untuk sementara marilah kita
sebut alat itu reactor saja yang impedansinya dapat diatur.
Sebutlah impedansinya reactor itu Zp, maka arus melalui reactor IL, dimana,
𝐸𝑝ℎ 𝐸𝑝ℎ
𝐼𝐿 = = (𝐿 = 𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟) (4.1)
𝑍𝑝 𝑤𝐿
= 𝐸𝑝ℎ 𝑤 𝐶𝑜 (4.2)
Maka arus yang mengalir dari system melalui kapasitansi pada satu pihak dan melalui reactor
netral pada pihak lain akan saling menetralisir. Jadi dalam hal ini tidak ada arus yang mengalir
melalui titik gangguan kecuali komponen arus rugi-rugi (lihat pasal 3) dan arus-arus harmonis.
Persamaan (4.3) adalah ekspresi matematis dari hokum Petersen, bahwa reactor pengetahanan
harus didimensionir sedemikian rupa sehingga dapat ditala dengan system itu.
Di dalam system dengan kumparan Petersen, bila terjadi gangguan tanah akan ada arus kapasiif
dan arus induktif. Adanya arus-arus ini mengakibatkan tibulnya rugi-rugi pada kumparan
Petersen sendiri maupun pada system transmisi serta trafo dayanya.
Komponen rugi-rugi di dalam rangkaian pengganti urutan nol dapat dinyatakan dengan
tahanan yang memberikan efek yang sama. Untuk itu rugi-rugi tersebut perlu dibahas satu
persatu, lihat gambar 4.4.
Gambar 4.4. Komponen-komponen rugi daya pada system dengan kumparan Petersen yang
disebabkan oleh arus gangguan.
a. Arus bocor yang mengalir melalui permukaan isolator penggantung pada tiang transmisi.
Besar arus ini tidak akan melampaui 5% dari arus kapasitif dari system. Pengukuran
sesungguhnya terhadap arus bocor pada isolator penggntung tidak memberikan nilai yang
tetap, tergantung pada keadaan permukaan isolator, cuaca dan perencanaannya.
Rugi-rugi untuk arus bocor ini dinyatakan dengan konduktansi pengganti G1 dalam
gambar 4.4.
b. Rugi-rugi I2R yang disebabkan oleh arus gangguan kapasitif dan arus kumparan di dalam
jala-jala transmisi, transformator daya, dan jalan balik lewat tanah, dinyatakan dengan
tahanan pengganti R3.
c. Rugi-rugi yang disebabkan adanya efek korona atau rugi-rugi dialektrik, dinyatakan
dengan tahanan pengganti R4.
d. Rugi-rugi yang dihasilkan di dalam kumparan Petersen sendiri, yang terdiri dari rugi-rugi
besi di dalam inti, dan rugi-rugi tembaga pada belitannya, kedua macam rugi-rugi ini
dinyatakan masing-masing dengan tahanan shunt R2 dan R5.
e. Rugi-rugi yang disebabkan oleh tahanan hubungan tanah dapat dinyatakan oleh tahanan
pengganti R6.
Di dalam system tanpa efek korona, harga dalam persen masing-masing komponen rugi-rugi
dinyatakan dalam table 4.1.
Di dalam system tegangan ekstra tinggi (EHV) persen rugi daya total selama terjadi gangguan
tanah ini biasanya besarnya tak melampaui 4% dan rugi daya pada kumparan Petersen sendiri
sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Bila dipakai isolasi dengan tingkat yang normal, persen
rugi daya total dapat berkisar 6-15%. Hal ini dapat dilihat dalam table 4.2 yang didapat dalam
praktek untuk berbagai tegangan system dan juga tergantung dari keadaan system.
Untuk mencari rugi daya total ini tidak dibutuhkan perhitungan yang teliti, tetapi sudah cukup
teliti bila dipakai cara pendekatan dengan berpedoman pada table tadi.
Tegangan system (KV) Jenis hantaran Arus gangguan Persen rugi daya total
(Amper) (%)
6 Kabel 20,5 9,5
30 Kabel 450 4,5
30 Kabel 2800 3,5
10 Kawat udara 6,5 11
25 Kawat udara 3 12
25 Kawat udara 9 8
25 Kawat udara 10-45 14-10
50 Kawat udara 7 9,5-13
110 Kawat udara 22-54 3,3-4,75
110 Kawat udara 70 4,3
Gambar 4.5. Diagram ekivalen system yang diketanahkan dengan kumparan Petersen dalam
keadaan gangguan R= rugi-rugi ekivalen.
Perlu ditekankan di sini bahwa rugi-rugi ini sangat terpengaruh oleh keadaan cuaca, karena rugi-
rugi ini sebagian besar ditentukan korona dan kebocoran isolator. Dalam musim hujan
kemungkinan timbulnya korona lebih besar. Jadi rugi-rugi dalam musim hujan lebih besar
daripada rugi-rugi dalam musim kering.
Pada saat gangguan dihilangkan, maka pada saat pemutusan arus, busur listrik timbul antara
kontak-kontak, yaitu antara fasa yang terganggu dan tanah, atau antara elektroda-elektroda a dan
b, Gambar 4.5. Bersamaan dengan pemutusan arus itu tegangan kawat akan berusaha kembali ke
tegangan normal melalui waktu transisi. Pada waktu pengembalian tegangan inilah akan kita
lihat kegunaan yang sangat besar dari kumparam Petersen itu.
Sifat sesuatu gangguan menentukan pergeseran titik netral O sampai Eph. Umumnya kumparan
Petersen itu tidak ditala sempurna, jadi selalu ada arus gangguan mengalir (termasuk arus rugi-
rugi).
Arus itu dinamakan arus residu (residual current) dan diberi dengan notasi Ir. Komponen reaktif
dari arus gangguan residu ini,
1
𝐼𝑟.𝑥 = 𝐸𝑝ℎ (𝑤 𝐶𝑜 − ) (4.4)
𝑤𝐿
Bila ada penyimpangan dari penalaran yang sempurna dinyatakan dengan 𝛿, maka:
𝑤 𝐶𝑜− 1
𝐼𝐹𝐺 − 𝐼𝐿 𝑤𝐿
𝛿= =
𝐼𝐹𝐺 𝑤 𝐶𝑜
1/𝑤𝐿
𝛿 =1−
𝑤 𝐶𝑜
Atau
1
𝛿 =1− (4.6)
𝑤2 𝐿 𝐶𝑜
Dalam gambar 4.5, L dan Co membentuk sirkuit isolasi. Frekuensi sudut (angular frequency) dari
isolasi bebas (free oscillation) adalah:
1
𝑤𝑓 = (4.7)
√𝐿 𝐶𝑜
Sekarang akan kita lihat bagaimana pemadaman bunga api itu terjadi setelah gangguan
hilang. Untuk ini kita akan meninjau dua macam keadaan, yaitu pada penalaan yang sempurna
dan pada penalaan yang tidak sempurna.
Terjadinya busur listrik atau loncatan api sebenarnya disebabkan karena udara terionisasi pada
waktu adanya gangguan, sehingga yang tadinya bersifat sebagai isolator, sekarang bersifat
sebagai konduktor. Setelah gangguan itu hilang pada waktu arus melewati titik nolnya, udara
ingin kembali lagi sebagai isolator. Peristiwa kembalinya udara sebagai isolator lagi disebut
tegangan pulih dielektrik atau “dielectric recovery voltage” (DRV) atau “build-up of dielectric
strength of gap”. Pada saat arus nol tegangan system ingin kembali ke harga normalnya melalui
gejala peralihan mengikuti lengkung tegangan pulih system atau “system recovery voltage”
(SRV).
Penyalaan kembali dari busur listrik dapat terjadi apabila pada timbulnya tegangan pulih system
terjadi pukul ulang (restrike), di mana terjadi perpotongan antara kedua lengkung tersebut yaitu
tegangan pulih dielektrik dan tegangan pulih system dan kejadian ini bias menyebabkan
timbulnya busur tanah, walaupun penyebab dari gangguan itu sendiri sudah hilang. Jadi harus
ingat bahwa pada saat arus sama dengan nol, belum tentu busur listrik itu hilang. Karena itu
diinginkan supaya lengkung tegangan pulih system lebih rendah dari tegangan pulih dielektrik,
atau dengan perkataan lain diinginkan agar kenaikan tegangan system lambat dan kenaikan dari
tegangan pulih dielektrik lebih cepat.
Perlu dicatat bahwa bila tegangan system makin tinggi berarti kemungkinan terionisasinya udara
makin besar, maka bila terjadi gangguan tanah yang menimbulkan busur listrik, arus daya yang
mengalir dalam busur listrik itu besar sehingga menyebabkan naiknya tegangan pulih dielektrik
menjadi lambat. Tetapi pada pemutus daya udara, busur listrik itu cepat hilang karena itu
kenaikan tegangan pulih dielektrik dipercepat.
Begitu juga yang terjadi pada kumparan Petersen, dimana tegangan pulih dielektrik dapat dibuat
cepat sekali dan tegangan pulih system dibuat cukup lambat. Inilah jasa kumparan Petersen yang
terpenting, sebab gangguan tanah dapat diselamatkan tanpa pemutusan saluran yang terganggu.
Kumparan Petersen memperlambat naiknya tegangan pulih system, setelah gangguan itu hilang,
seperti terlihat pada keterangan-keterangan dibawah ini.
Pada penalaan yang sempurna 𝑤𝑓 = 𝑤, jadi bila system dibiarkan bebas akan terus menerus
berosilasi. Tetapi karena adanya rugi-rugi amplitudenya makin lama makin kecil.
Superposisi dari tegangan pulih transien yang berosilasi dan tegangan normal menghasilkan
tegangan yang secara perlahan-lahan kembali dari keadaan gangguan ke keadaan normal. Jadi
seperti terlihat pada Gambar 4.6. arti yang terpenting dari kumparan Petersen ialah perlambatan
dari kembalinya tegangan antara fasa yang terganggu dan tanah. Bila tegangan fasa 𝐸𝑝ℎ sin wt
dan tegangan transien 𝐸𝑝ℎ 𝑒 −∝𝑡 sin 𝑤𝑡 maka tegangan pulih pada fasa yang terganggu ke tanah
menjadi,
Gambar 4.6. Pemulihan tegangan pada fasa yang terganggu pada system yang diketanahkan
dengan kumparan Petersen.
O : titik netral
A : fasa yang terganggu
B,C : fasa-fasa yang tidak terganggu
Dari gambar 4.7 jelas kelihatan bagaimana tegangan dari fasa yang terganggu itu kembali setelah
gangguan dihilangkan.
a. Arus gangguan kecil, jadi pada pemutusan arus, busur listrik dapat diabaikan,
b. Tegangan pulih system diperlambat sedemikian rupa sehingga , memberikan waktu yang
cukup kepada pemulihan dielektrik dari jalan busur listrik (arcpath) yang terjadi karena
ionisasi selama gangguan.
c. Pemutusan arus tidak menimbulkan busur listrik
d. Kemungkinan timbulnya busur tanah dihindarkan
Pemadaman sendiri (self-extinguishing) itu bukanlah oleh karena arus kecil, tetapi karena
tegangan antara elektroda a dan b ( gambar 4.4 ) lambat kembalinya. Walaupun arus gangguan
itu besar, misalanya 50 amper pada system yang diketanahkan dengan kumparan Petersen,
adalah jauh lebih baik dari arus 5 amper pada seistem yang tidak diketanahkan. Pada keadaan
yang pertama pemadaman sendiri itu dapat terjadi, sebaliknya pada keadaan terakhir belum tentu
terjadi.
Telah diterangkan dimuka bahwa kumparan Petersen itu pada umumnya tidak ditala sempurna.
Derajat simpangan tala itu diberikan oleh persamaan (4.6), yaitu
1
𝛿 =1− (4.6)
𝑤 2 𝐿 𝐶𝑜
𝑤 2𝑓
𝛿 =1− (4.11)
𝑤2
Tegangan pulih system antara fasa yang terganggu dan tanah diberikan oleh persamaan di bawah
ini :
1
Dengan 𝛼=
2𝑅𝐶
Gambar 4.8. Tegangan fasa yang terganggu bila kumparan Petersen ditala tidak sempurna.
Bila redaman diabaikan ( diperoleh hasil yang konservatif), persamaan (4.13) menjadi :
Atau
𝑤−𝑤𝑓 𝑤+𝑤𝑓
2 Eph sin( 𝑡) . cos ( 𝑡) (4.15)
2 2
Gambar 4.8 menggambarka keadaan yang diberikan oleh persamaan (4.14). dari lgambar 4.8
kelihatan bahwa tegangan pulih dari fasa yang terganggu itu masih tetap diperlambat walaupun
pada keadaan penalaan yang tidak sempurna, dan redaman diabaikan.
Perlu dicatat disini bahwa simpangan yang besar (arus residu makin besar) akan mempercepat
naiknya tegangan pulih system. Begitu juga halnya bila makin besar arus rugi-rugi Iw,, dan bila
simpangan tala terlalu besar, maka tegangan pulih system menjadi terlalu cepat naiknya sehingga
pemadaman sendiri mungkin akan gagal, deionisasi bertambah lambat jadi tegangan pulih
dielektrik juga lambat.
Oleh karena itu beberapa alas an, penalaan yang sempurna itu tidak diinginkan. “never tune to
resonance”. Demikian kata jonas.
± 25 25
± 15 69
± 10 115 dan lebih
Bila 𝛿 positif dinamakan konpensasi kurang, dalam hal ini wf < w dan bila 𝛿 negatif dinamakan
konpensasi lebih, dalam hal ini wf > w.
Besar arus residu I, (sebagai pecahan dari arus gangguan kapasitif IFG ) tergantung dari derajat
simpangan 𝛿 , Gambar 4.9.
𝐸𝑝ℎ
Iw = 𝑅
Ir = √ (𝐼𝐹𝐺 − 𝐼𝐿 )2 + 𝐼𝑤 2
Ir,x = IFG – IL
𝐼𝑟,𝑥 𝐼𝐹𝐺 − 𝐼𝐿
= =𝛿
𝐼𝐹𝐺 𝐼𝐹𝐺
Jadi,
𝐼𝑟 𝐼𝑤 2
= √𝛿 2 + ( ) (4.16)
𝐼𝐹𝐺 𝐼𝐹𝐺
Kembali persamaan ( 4.10 ) di atas, yaitu untk penalaan sempurna, laju kenaikan tegangan
adalah :
Rumus
𝑑𝐸
= 𝛼 𝐸𝑝ℎ = 𝑒 −𝛼𝑡
𝑑𝑡
Dan pada t = 0
𝑑𝐸 𝐸𝑝ℎ
= 𝛼 𝐸𝑝ℎ = (4.17)
𝑑𝑡 2 𝑅𝐶
Laju kenaikan tegangan inilah sebagian besar yang menentukan apakah akan terjadi pukul ulang
(restrike) atau tidak. Pada umumnya harga 2 RC berkisar antara 0,02 detik untuk tegangan tinggi
sampai 0,1 detik untuk tegangan menengah.
Pengaruh dari tahanan kontak ini paling terasa pada saluran transmisi yang menggunakan tiang-
tiang kayu.
Kita menginginkan supaya sebagian besar tegangan barada pada R. gambar 4.10. untuk
mengindarkan loncatan api samping (side flash over).
𝑅
𝐸𝑁 = 𝑅+𝑟 𝐸𝑝ℎ
1
= 𝐸𝑝ℎ (4.18)
1+𝑟/𝑅
Contoh .
Misalkan suatu system besar 69 KV, dengan tuang kayu, dan diketanahkan dengan kumparan
Petersen.
Maka,
69 × 1.303
𝐼𝐹𝐺 = = 27,3 Amp
260
𝐼𝑤 = 10 % = 27,3 Amp
Jadi,
69.000
R= = 1459 ohm.
√3 .27,3
Maka,
𝑟 250
= = 0,171
𝑅 1459
1 69
𝐸𝑁 = × = 34,02 KV ( = 85 % )
1+0,171 √3
Dan
69
𝐸𝑟 = - 34,02 = 5,82 KV ( = 15 % )
√3
Bila system tersebut tidak diketanahkan maka diagram ekivalennya diberikan dalam gambar 4.11. ( rugi-
rugi system R kecil terhadap I / wC, karena itu diabaikan).
1 69000
Arus kapasitif 𝐼𝐹𝐺 = 273 Amp., jadi = = 146 ohm.
𝑤 𝐶 √3 ×273
Jadi,
69.000 1
𝐼= × = 137,6 𝐴𝑚𝑝.
√3 √2502 + 1462
Maka,
𝐸𝑟 = 250 × 137,6 = 34401 𝑉𝑜𝑙𝑡 = 34,4 𝐾𝑉 (= 86,3%)
1. Arus gangguan satu fasa ke tanah dapat dibuat kecil sekali, dengan demikian
gangguan tanah itu menjadi tidak berbahaya lagi terhadap system dan gangguan
dapat hilang sendiri (self-clearing), tanpa operasi pemutus daya.
2. Hilangnya gejala busur tanah yang sangat berbahaya terhadap system (karena
tegangan lebih yang di hasilkannya), sehingga dengan demikian terhindar
kerusakan pada peralatan system, terutama pada titik gangguan.
3. Suplai daya menjadi tak terganggu dan dapat berlangsung terus walaupun gangguan
belum dihilangkan sama sekali ; artinya system dapat beroperasi terus dalam
gannuan tanah.
4. Tegangan lebih transien yang terlampubesar dapat dikurangi dibandingkan pada
system yang tersolir.
5. Efek-efek terhadap gangguan komunikasi dapat di perkecil.
6. Mengurani kejutan pada system yang disebabkan gangguan tanah itu.
Kerugian dan kelemahan-kelemahan dari metode pengetanahan dengan kumparan Petersen
ini antara lain.
1. Kumparan Petersen tidak dapat mengkompensir terhadap ganguan dua fasa ke
tanah.
2. Kumparan Petersen tidak dapat menghilankan gangguan satu fasa yang menetap
(substained grount fault) pada system.
3. Kumparan Petersen tidak dapat mengkompersir rugi-rugi daya dari system (watt-
component) dan harmonisa-harmonisa, sehingga pemakaiannya terbatas pada
system dengan tegangan sanpai 110 KV. Pada sisitem-sistem yang mempunyai
tegangan sangat tinggi rugi-rugi daya (termasuk kerugian korona) besar kecil.
4. Kumparan Petersen tidak dapat mencegah tegangan lebih secara keseluruhan.,
hanya membatasi sampai keadaan tertentu sehingga memerlukan peralatan yang
mampu menaggulangi tegangan lebih tersebut.
Dalam pasal 4 telah diterangkan bahwa pada hakekatnya penalaran sempurna itu tidak
perlu, malahan selalu dinasehatkan supaya jangan dilakukan penalaan sempurna. Untuk
menerangkan hal ini marilah kita tinjau dua macam keadaan, yaitu system dalam keadaan tidak
ada ganguan, dan system dalam keadaan gangguan tanah-kawat.
Gambar 4.12. Sistem yang diketanahkan dengan kumparan Petersen, tidak ada gangguan
Persamaan arus.
𝐸𝑃 + 𝐼𝐴 + 𝐼𝐵 + 𝐼𝐶 = 0 (4.19)
atau
𝐸𝑁 𝐸𝐴 𝐸𝐵 𝐸𝐶
+ + + =0 (4.19)
𝑍𝑃 𝑍𝐴 𝑍𝐵 𝑍𝐶
Persamaan (4.19) dapat di tulis sebagai:
atau
𝐸𝑁 𝐸𝑁
+ 𝐼𝑈 + =𝑂 (4.21)
𝑍𝑃 𝑍𝐺
𝐸𝑁𝐺
𝐼𝑈 =
𝑍𝐺
atau
𝑍𝑃
𝐸𝑁 = 𝐸𝑁𝐺 (4.23)
𝑍𝑃 +𝑍𝐺
Mulai sekarang tegangan ketidakseimbangan ENG kita sebut tegangan urutan nol, EO, jadi
persaman (4.23) menjadi :
𝑍𝑃
𝐸𝑁 = 𝐸𝑂 (4.24)
𝑍𝑃 +𝑍𝐺
Gambar 4.13. Gambar ekivalen dari system yang diketanahkan dengan Kumparan
Petersen dan tidak ada gangguan
Gambar ekivalen dari persamaan (4.24) diberikan oleh gambar 4.13 yaitu satu rangkaian
tertutup yang diberikan oleh impedansi kumparan Petersen ZP, dan impedansi ekivalen kapasitif
system terhadap tanah, ZG terhubung seri, dan tegangan ketidak seimbangan atau tegangan
urutan nol, EO.
Jadi pada persamaan (4.24) dan Gambar 4.13 jelas kelihatan bila kumparan Petersen itu
ditala semparna (resonasi seri) harga ZP + ZG akan sangat kecil (hanya tahanan rugi-rugi Rse),
jadi persamaan (4,24) menadi :
𝑍𝑃
𝐸𝑁 , 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐸
𝑅𝑠𝑒 𝑂
dan teganagan kumparan Petersen akan maksimum, EN, maks dan ini relatif sangat besar, yaitu
10-15 kali sebesar tegangan ketidak seimbangan EO. Ini berarti kalau ada tegangan ketidak
seimbangan EO , maka dalam keadaan kerja normal pergeseran titik netral system (neutral
displacement) menjadi sangat besar. Jadi jelaslah sekarang bahwa penalaan tidak sempurna itu
sangat efektif bila ada ketidak seimbangan kapasitif pada system itu. Tetapi janganlah simpangan
tala ini ditunjukan untuk membatasi pergaseran netral yang besa, tetapi lakukanlah dengan
transposisi.
Untuk menjaga supaya tegangan kumparan Petersen (tegangan netral) jangan terlalu besar,
impedansi kumparan Petersen itu dibuat tidak konstan, yaitu pada arus yang lebih besar
impedansinya berkurang. Gambar 4.14 (lihat juga gambar 4.16).
Telah diterangkan di atas bahwa kumparan Petersen itu tidak ditala sempurna. Jadi arus
kumparan Petersen tidak menetralisir seluruh arus kapasitif. Selisih arus ini disebut arus residu,
𝐼𝑟 .
𝐸𝑝ℎ 𝑍𝑝 +𝑍𝐺
𝐼𝑟 = (4.25)
𝑍𝐺 𝑍𝑝
𝐸𝑂
𝐼𝑟 = 𝐼𝐹𝐺 (4.26)
𝐸𝑁
Persamaan (4.26) ini mula–mula diberi oleh Jonas, dan persamaan tersebut dinamakan
persamaan junas.
Dalam keadaan resonansi (resonansi paralel) tegangan kumparan. Petersen, 𝐸𝑛 , akan maksimum
dan
𝐼𝑤 = 𝐼𝑟
𝑍𝑃
𝐸𝑁 , 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐸𝑂 (4.27)
𝑅𝑠𝑒
Dari contoh dibawah ini dapat kitalihat berapa besarnya pergeseran netral (tegangan kumparan
persen) bila ditala sempurna.
Contoh :
100
𝐸𝑁 , 𝑚𝑎𝑘𝑠 = × 3 % = 30 %
10
Jadi disini kita lihat EN = 3% maka EN, maks = 30% dan yang terakhir ini sudat “sangat besar”.
Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa impedansi kumparan Petersen itu konstan sampai
𝐸𝑁 = 𝐸𝑝ℎ , dan di atas titik 𝐸𝑝ℎ impedansi itu makin berkurang sehingga tegangan kumparan
Petersen itu agak konstan.
Karena pada umumnya tegangan yang mungkin timbul pada kumparan Petersen itu
jarang diatas 𝐸𝑝ℎ maka kita cukup meninjau daerah sampai 𝐸𝑝ℎ saja. Kumparan Petersen itu
mempunyai sadapan–sadapan, Gambar 4.16, dan impedansi itu berubah secara linear dengan
perubahan sadapan.
Impedansi ekivalen kapasitif, 𝑍𝐺 dari system itu adalah konstan. Sekarang akan kita lihat
bagaimana kedudukan 𝐸𝑁 yaitu tegangan pada kumparan Petersen. Rangkaian ekivalen dalam
keadaan tidak adagangguan diberikan oleh Gambar 4.13. Dalam gambar 4.13, 𝐸0 dan 𝑍𝐺 tetap
besarnya, sedangkan 𝑍𝑝 dapat diatur, yaitu dengan merubah sadapannya.
Karena 𝐸0 merupakan tegangan yang tetap yang dimasukkan pada dua impedansi dalam
seri, satu diantaranya 𝑍𝐺 yang tetap, sedang yang lain 𝑍𝑝 berubah secara linear. Maka tempat
kedudukan 𝐸𝑁 untuk berbagai–bagai kedudukan sadapan merupakan sebuah lingkaran, gambar
4.17.
Jadi jelas kelihatan dari gambar 4.13, bahwa pada penalaan sempurna pergeseran netral
sangat besar pada kerja normal bila ada ketidak seimbangan kapasitif (𝐸0 ). Sebabitulah Jonas
mengatakan, bila ada ketidak seimbangan kapasitif system janganlah ditala sempurna.
Supaya lebih jelas di bawah ini diberikan contoh suatu system 115 KV. Hasil–hasil
pengukuran tegangan dikumpulkan dalam tabel 4.4 .
1. Dari hasil – hasil pengukuran tegangan–tegangan fasa ke tanah (kolom 3, 4, dan 5) dan
tegangan jala–jala (kolom6, 7, dan 8), diambil harga rata-rata tegangan jala-jala (kolm
10) ,dan tegangan-tegangan fasa tanah dikoreksi ketegangan jala-jala ini. Misalnya untuk
baris pertama Tabel 4.4 𝐸𝐴 dalam kolom 11 diperoleh sebagai berikut :
115 (= 𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖)
𝐸𝐴 = × 67,0 (ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛)
115,1 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎)
= 67,0 𝐾𝑉
Tabel 4.4 Hasil-hasil pengukuran tegangan dari suatu system 115 kv yang dilengkapi dengan
kumparan Petersen
Dengan jalan ini diperoleh harga-harga dari tegangan fasa tanah yang telah diatur (kolom 11,12
dan 13).
2 Untuk tiap kedudukan sadapan dari kumparan Petersen, dengan ketiga tegangan fasa-
tanah yang telah diatur sebagai radius dilukiskan lingkaran.Melalui ketiga titik
perpotongan dari ketiga lingkaran itu dilukiskan segitiga. Titik berat segitiga itu
menyatakan titik kedudukan dari sadapan pada lingkaran jonas.
3 Dengan jalan yang sama seperti langkah 2 diatas dilakukan untuk semua sadapan dari
kumparan Petersen, termaksud kedudukan “off”.
4 Melalui titk-titik yang diperoleh pada langkah 2 dan 3 dilukiskan lingkaran, yaitu
lingkaran jonas, gambar 4.19.
Gambar 4.19. Segitiga tegangan dan diagram lingkaran Jonas untuk system pada Tabel 4.4.
Lingkaran itu mempunyai radius sebesar 15 KV, atau diameter lingkaran 30 KV.
Jadi pada keadaan resonansi, dalam keadaan kerja normal (tidak ada gangguan), pergeseran
titk netral ialah 30 KV atau kira-kira 43,5% dari tegangan fasa.
Hasil dari pengukuran untuk system lain diberikan dalam Gambar 4.20. Dalam segitiga
tegangan ada dua lingkaran, yang pertama kecil dan yang kedua besar. Lingkaran kecil adalah
lingkaran yang sebenarnya, sedang yang besar diperoleh dengan melepaskan dua fasa. Hal itu
dilakukan karena system agak seimbang (fairly balanced), jadi lingkaran itu terlalu kecil untuk
dipelajari. Dengan melepaskan dua fasa diperoleh ketidakseimbangan yang besar dan lingkaran
jonas yang besar pula.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
14) Pemasangan “wattmeter type carth leakage relay” dapat menunjukkan dengan tepat
letak gangguan, sehingga dapat diadakan tindakan pengisolasian bagian system yang
mengalami gangguan itu.
15) Mengingat bahwa kumparan Petersen itu hanya berjasa terhadap gangguan suatu fasa
ketanah, maka system haruslah diusahakan sedemikian rupa sehingga gangguan-
gangguan satu fasa ketanah saja. Untuk ini tahanan-tahanan kaki tiang harus
diusahakan serendah mungkin.
16) Karena pada waktu gangguaan satu fasa ketanah menyebabkan tegangan fasa lainya
naik menjadi √3. 𝐸𝑝ℎ atau tegangan jala-jala, maka pengenal tegangan arrestnya
haruslah berdasarkan tegangan jala-jala.
17) System dapat bekerja pada simpangan tala tertentu tanpa mempengaruhi karateristik
proteksinya terhadap system, sehingga pada perluasan system tidak menunjukkan
adanya pembatasan pemakaian kumparan Petersen ini.
18) Untuk membatasi pergeseran netral akibat resonansi maka salah satu atau beberapa
kumparan Petersen dipasang pada sadapan maksimum.
3.2 Saran