Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau
tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Dikehidupan sehari-hari yang semakin padat dengan aktifitas masing -
masing manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak
akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi
alat gerak utama bagi manusia, tulang membentuk rangka penujang dan
pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot - otot yang
menggerakan kerangka tubuh, namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi
tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur.
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Mansjoer, 2007).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih
dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3
juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah
sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Berdasarkan uraian diatas, kami mahasiswa STIKES Bina Usada
Bali membuat makalah tentang “Konsep Dasar Medik dan Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan Fraktur” dengan tujuan meningkatkan pengetahuan
mahasiswa tentang Konsep Dasar Medik dan Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Fraktur.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam
pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep dasar medik fraktur?
2. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan fraktur ?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep dasar medik fraktur.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan fraktur

D. MANFAAT
Dari penulisan ini diharapkan makalah “Konsep Dasar Medik dan
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Fraktur” dapat meningkatkan ilmu
pengetahuan pada mahasiswa tentang konsep dasar medik dan konsep dasar
asuhan keperawatan Fraktur

2
KONSEP DASAR MEDIK FRAKTUR

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah
gambar anatomi tulang manusia :

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh


dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas
206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi

3
sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan
elastis (Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan
pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang
antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta
tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi
dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian
besar tulang pelvis (Price dan Wilson, 2006).
b. Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada
bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah
dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut,
terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan
medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus
(Price dan Wilson, 2006).
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau
mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula (Price dan Wilson, 2006).

4
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)
Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki,
terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus,
kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi (Price dan
Wilson, 2006).
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang
masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan
perantara sendi (Price dan Wilson, 2006).
f. Falangus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-
masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya
bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid) (Price dan
Wilson, 2006).
2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan
dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen

5
tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid
melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali
memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di
dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim
proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam
aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006)
antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru
terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh
tulang-tulang kostae (iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh
dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang

6
tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot- otot yang melekat padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain.
Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

B. DEFINISI
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap (Price & Wilson, 2006).
Fraktur (patah tulang) merupakan masalah sistem muskuloskeletal
yang sering terjadi di masyarakat akibat terjadinya benturan atau tekanan
yang berlebih pada tulang, bisa karena kecelakaan lalu lintas atau yang lain
(Purwnto, Hadi. 2016).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.

C. EPIDEMIOLOGI
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang.
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat
faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005). World
Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta
orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas (WHO, 2011).

7
Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di
indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki
prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%.
Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan,
19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur (Depkes RI, 2011).
Dominasi kejadian di kalangan anak muda dibawah 40 tahun dan
kemudian menigkat pada orang tua (Hedlund dan Lindgren, 1986). Delapan
puluh persen pasien 35 tahun atau lebih tua dengan fraktur femur diakibatkan
karena trauma energi moderat (Armeson, 1984). Pada orang dewasa yang
lebih tua, jatuh energi rendah adalah penyebab paling umum sekitar 65 persen
dari patah tulang (Obaidurahman, 2013).
(Noorisa, Riswanda., dkk., 2017)

D. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur ( Price dan Wilson 2006 ) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru
saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
traumagangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun,
baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP ( cardiac
output ) menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan

8
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan
di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf
yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler
yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik
fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang
sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi karena
terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka
maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh.
(Price & Wilson, 2006)

9
PATHWAY

Trauma Langsung Trauma tidak langsung Kondisi


patologi

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar

Laserasi kulit :
Pergeseran fragmen tulang

Kerusakan integritas kulit


deformitas

Gangguan fungsi ekstremitas

Gangguan Mobilitas

(Nurarif & Kusuma, 2015)

F. MANIFESTASI KLINIS
Dibawah ini merupakan manifestasi klinis fraktur (Purwanto, Hadi.
2016) yaitu :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah

10
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

G. KLASIFIKASI KLINIS
1. Klasifikasi klinis fraktur ( Smeltzer & Bare, 2002) dibagi menjadi:
a. Fraktur Tertutup (simple/close fracture)
Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya
kulit, tetapi terjadi pergeseran tulang didalamnya. Pasien dengan
fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa
sesegera mungkin. Pasien diajarkan bagaimana cara mengontrol
pembengkakan dan nyeri yaitu dengan meninggikan ekstremitas
yang cedera, dan mulai melakukan latihan kekuatan otot yang
dibutuhkan untuk pemindahan atau menggunakan alat bantu jalan.
b. Fraktur Terbuka (complicated/ open fracture) Fraktur terbuka
merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang adalah:
1) Grade I: dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya,
kerusakan jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur simple
transverse dan fraktur obliq pendek.
2) Grade II: luka lebih dari 1 cm panjangnya, tanpa kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, fraktur komunitif sedang dan ada
kontaminasi.
3) Grade III: yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jarimgan lunak yang ekstensif, kerusakan meliputi otot, kulit
dan struktur neurovascular. Grade III ini dibagi lagi kedalam:
a) III A : fraktur grade III, tapi tidak membutuhkan kulit untuk
penutup lukanya.

11
b) III B: fraktur grade III, hilangnya jaringan lunak, sehingga
tampak jaringan tulang, dan membutuhkan kulit untuk
penutup (skin graft).
c) III C: fraktur grade III, dengan kerusakan arteri yang harus
diperbaiki, dan beresiko untuk dilakukannya amputasi.
2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan
yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan
menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak
tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah
satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering
disebut green stick.
c. Menurut Price dan Wilson (2005) kekuatan dan sudut dari
tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan
seluruh ketebalan tulang.
3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma
angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.

12
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis
(Smeltzer dan Bare, 2001).
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra
sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas,
thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot
karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).

13
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union (Price dan Wilson, 2006).
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.

14
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang. .

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dibawah ini merupakan pemeriksaan penunjang fraktur (Purwanto,
Hadi. 2016) sebagai berikut:
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

J. PENATALKSANAAN
Penatalaksanaan fraktur (Purwanto, Hadi. 2016) sebagai berikut:
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen –
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali seperti letak
semula.
2. Imobilasasi fratur
3. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredaran darah, nyeri, perabaan
gerakan) dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

15
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien adalah nyeri
P : fraktur
Q : seperti terbakar
R : paha bagian kanan
S : skala 8
T : sewaktu-waktu
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan pembengkakan, pasien susah
melakukan mobilisasi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang diderita yaitu tidak ada penyakit yang
membuat pasien dirawat di rumah sakit.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada penyakit keturunan di dalam keluarga
3. Pengkajian pola fungsi Gordon (Doenges, 1999)
a. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pemenuhan aktivitas terganggu karena timbulnya nyeri,
keterbatasan gerak sehingga semua kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien dibantu oleh orang lain.
b. Pola tidur dan istirahat
Kesulitan tidur pada malam hari karena stres dan mimpi buruk.

16
c. Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi. Pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, dan jumlahnya dalam batas
normal.
d. Pola reproduksi dan sexual
Kebutuhan biologis dengan pasangan tidak terpenuhi.
e. Pola kognitif dan perceptual
Daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan pada inderanya yang lain tidak timbul gangguan.
f. Pola presepsi dan konsep diri
Ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan yang
salah.
g. Pola kooping dan toleransi
Ansietas, takut akan penyakitnya, disorientasi, gelisah.
h. Pola hubungan dan peran
Hidup sendiri atau berkeluarga, frekuensi interaksi berkurang,
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola nilai dan kepercayaan
Perubahan dalam diri pasien dalam melakukan ibadah agama yang
dianut.
4. Pemeriksaan Fisik Head To Toe (Potter & Perry, 2005)
a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala normachepal, tidak ada lesi, penyebaran
rambut, merata, tidak ada pendarahan.
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
b. Rambut
Inspeksi : rambut berwarna hitam, tidak ada kutu, tidak ada
ketombe, penyebaran rambut merata dan tidak ada lesi.
Palpasi : rambut teraba halus dan tidak rontok

17
c. Mata
Inspeksi : bentuk mata simetris, sclera berwarna putih,
konjungtiva tidak anemis, tidak buta warna, lapang
pandang (+), pergerakan bola mata (-), visus 6/6 dan
ada kantung mata.
Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan, dan
tekanan bola mata (+)
d. Hidung
Inspeksi : warna kulit hidung merata, hiperpigmentasi (-), tidak
ada secret, tidak ada pendarahan,tidak ada
penyumbatan, tidak terdapat pembengkakan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan di simnus maksilaris, frontalis dan
etmodialis, tidak ada nyeri tekan sputum
e. Telinga
Inspeksi :bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada
hiperpigmentasi, tidak ada lesi dan tidak ada massa
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, uji pendengaran ( tes rinee (+),
tes weber (+)
f. Mulut dan gigi
Inspeksi : tidak tampak bibir pecah-pecah, tidak ada pembesaran
tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada pipi
g. Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris, warna kulit merata, tidak terdapat
pembengkakan, tidak ada jaringan parut
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan kelenjar limfe
h. Thorax
1) Paru-paru

18
Inspeksi : bentuk simetris, warna kulit merata, tidak ada
hiperpigmentasi, tidak terdapat retraksi dada dan
tidak ada lesi
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa,
kesimetrisan ekspansi dada (+), taktil fremitus (+)
Perkusi : terdengar suara resonan disetiap lobus
Auskultasi : terdengar suara vesikuler
2) Kardiovaskuler
Inspeksi : tidak ada sianosis, tidak terlihat edema, palpitasi (+)
dan tidak ada lesi
Palpasi : tidak terdapat benjoalan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara pekak, tidak ada kardiomegali
Auskultasi : S1, S2, tunggal regular, tidak terdengar mur-mur
i. Abdomen
Inspeksi : tidak terlihat hiperpigmentasi, terlihat ada lesi, terlihat
ada retraksi dan terlihat tidak ada edema
Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/menit
Perkusi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
Palpasi : Hipertimpani, perut kembung
j. Genetalia
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada massa, tidak menggunakan alat
bantu, tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
k. Kulit
Inspeksi : terdapat kemerahan, pembengkakan
Palpasi : kulit teraba hangat dan kasar
l. Ekstremitas
1) Kekuatan otot :

5 5 5 5 5 5 5 5
5 4 3 3 5 5 5 5

19
2) Room : sebagian penuh
3) Hemiplegic / parse : tidak
4) Akral : hangat
5) Capillary refill time : < 3detik
6) Edema : tidak ada
7) Lain-lain :-
m. Data pemeriksaan fisik tambahan
n. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium :
2) Rontgen :
3) Lain-lain :
o. Terapi medik :

20
DATA FOKUS

No Tanggal Ds Do
1 Pasien mengatakan nyeri Pasien tampak meringis kesakitan
P : fraktur
Q : seperti terbakar
R : paha bagian kanan
S : skala 8
T : sewaktu-waktu
2 Pasien mengatakan ada Kulit tampak bengkak dan
pembengkakan pada area kemerahan
patah tulang
3 Pasien mengatakan bahwa Pasien tampak lemah
pasien tidak bisa melakukan
mobilisasi 5 5 5 5 5 5 5 5
5 4 3 5 5 5 5 5

ANALISA DATA

21
No Tanggal/Jam Data Fokus Masalah Penyebab
1 Ds : Nyeri Akut Pergeseran fragmen
Pasien mengatakan tulang
nyeri
P : fraktur Pelebaran pembuluh
Q :seperti terbakar
darah
R : paha bagian
kanan
S : skala 8 Kerusakan jaringan
T : sewaktu-waktu
Do :
Pasien tampak Nyeri Akut
meringis kesakitan
2 Ds : Kerusakan Fraktur terbuka
Pasien mengatakan integritas kulit
ada pembengkakan Laserasi Kulit
pada area patah
tulang Kerusakan
Do : integritas kulit
Kulit tampak
bengkak dan
kemerahan
3 Ds : Hambatan Pergeseran fragmen
Pasien mengatakan Imobilisasi Fisik tulang
bahwa pasien tidak
bisa melakukan
mobilisasi Deformitas
Do :
Pasien tampak
lemah Gangguan fungsi
ekstremitas

Hambatan

22
mobilitas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dibawah ini merupakan diagnosa keperawatan fraktur :
1. Nyeri akut b.d gerakan fragmen tulang d.d Pasien nyeri dengan P:
fraktur, Q: seperti terbakar, R: paha bagian kanan, S: skala 8, T: sewaktu-
waktu dan pasieen tampak meringisi kesakitan.
2. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka d.d Pasien mengatakan ada
pembengkakan pada area patah tulang, Kulit tampak bengkak dan
kemerahan.
3. Hambatan imobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular d.d
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak bisa melakukan mobilisasi, pasien
tampak lemah,
4.
5 5 5 5 5 5 5 5
5 4 3 3 5 5 5 5

(NANDA, 2015)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
N DX KEP NOC NIC
O

23
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri:
fragmen keperawatan selama 3 x 24 1. Lakukan pengkajian nyeri
pergerakan jam diharapkan nyeri teratasi. komprehensif yang meliputi
tulang Dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik,
Pergerakan onset/durasi, frekuensi,
1. Gerakan otot kualitas, intensitas, atau
dipertahankan pada skala 3 beratnya nyeri dan faktor
(cukup terganggu) pencetus
2. Pastikan perawatan analgesik
ditingkatkan ke skala 5
bagi pasien dilakukan dengan
(tidak terganggu)
2. Gerakan sendi pemantauan yang ketat
3. Gunakan strategi komunikasi
dipertahankan pada skala 3
terapeutik untuk mengetahui
(cukup terganggu)
pengalaman nyeri dan
ditingkatkan ke skala 5
sampaikan penerimaan pasien
(tidak terganggu)
3. Bergerak dengan mudah terhadap nyeri
4. Gali pengetahuan dan
dipertahankan pada skala 3
kepercayaan pasien mengenai
(cukup terganggu)
nyeri
ditingkatkan ke skala 5
5. Bantu keluarga dalam mencari
(tidak terganggu)
dan menyediakan dukungan
6. Berikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa nyeri akan dirasakan
dan atisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
7. Ajarkan prinsip – prinsip
manajemen nyeri
8. Dorong pasien memonitor
nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
9. Ajarkan metode farmakologi
untuk menurunkan nyeri

24
10. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
2 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Perawatan luka
integritas kulit keperawatan selama 3 x 24 1. Angkat balutan dan plester
b.d fraktur jam diharapkan integritas perekat
2. Monitor karakteristik luka,
terbuka kulit normal. Dengan kriteria
termasuk drainase, warna,
hasil:
ukuran, dan bau
Keparahan infeksi
3. Ukur luas luka, yang sesuai
1. Kemerahan dipertahankan 4. Bersihkan dengan normal
pada 3 (sedang) saline atau pembersih yang
ditingkatkan ke skala 5 tidak beracun, dengan tepat
5. Berikan rawatan insisi pada
(tidak ada)
2. Cairan (luka) yang berbau luka, yang diperlukan
6. Berikan perawatan ulkus pada
busuk dipertahankan pada
kulit, yang diperlukan
3 (sedang) ditingkatkan ke
7. Oleskan salep yang sesuai
skala 5 (tidak ada)
dengan luka/lesi
3. Nyeri dipertahankan pada
8. Perkuat balutan (luka), sesuai
3 (sedang) ditingkatkan ke
kebutuhan
skala 5 (tidak ada) 9. Periksa luka setiap kali
perubahan balutan
10. Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka
3 Hambatan Setelah dilakukan asuhan Terapi latihan: mobilitas
mobilitas fisik keperawatan selama 3 x 24 (pergerakan) sendi
b.d kerusakan jam diharapkan mobilitas 1. Tentukan batasan pergerakan
rangka fisik teratasi. Dengan kriteria sendi dan efeknya terhadap
neuromuskular hasil: fungsi sendi
2. Jelaskan pada pasien atau
Fungsi rangka
keluarga manfaat dan tujuan
1. Integritas tulang
melakukan latihan sendi
dipertahankan pada skala 3
3. Monitor lokasi dan
(cukup terganggu)
kecenderungan adanya nyeri

25
ditingkatkan pada skala 5 dan ketidaknyamanan selama
(tidak terganggu) pergerakan/aktivitas
2. Pergerakan sendi 4. Pakaikan baju yang tidak
dipertahankan pada skala 3 menghambat pergerakan pasien
5. Dukung latihan ROM aktif,
(cukup terganggu)
sesuai jadwal yang teratur dan
ditingkatkan pada skala 5
terencana
(tidak terganggu)
6. Lindungi pasien dari trauma
3. Stabilitas sendi
selama latihan
dipertahankan pada skala 3
7. Dukung pasien untuk melihat
(cukup terganggu)
gerakan tubuh sebelum
ditingkatkan pada skala 5
memulai latihan
(tidak terganggu) 8. Dukung ambulasi, jika
memungkinkan
9. Tentukan perkembangan
terhadap pencapaian tujuan
10. Sediakan dukungan positif
dalam melakukan latihan sendi
(NIC, 2013)
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diiperkirakan dari asuhan
keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005).

E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuam dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari
siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembbali

26
ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassesment).
Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3) Mengkaji peneyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum
tercapai.
(Asmadi, 2008)

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.
Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan
jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan
trauma dapat disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan langsung
terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan dan cedera tidak
langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.

27
B. Saran
Penulis menyarankan agar pembaca dapat memahami tentang fraktur
sehingga dapat membuat kita lebih berhati – hati dalam bekerja ataupun
melakukan aktifitas sehari – hari serta dapat membantu pasien fraktur.

28

Anda mungkin juga menyukai