Anda di halaman 1dari 10

Konsep Resiko Bunuh Diri

1. Pengertian Bunuh Diri


Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”, dengan “sui” yang berarti
sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan.
Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar
yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi
terbaik dari sebuah isu. Dia mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung
melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan
lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang
dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).
Menurut Corr, Nabe, dan Corr (2003), agar sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka
harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi bukanlah hal yang mudah
ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului , misalnya untuk mendapatkan
perhatian, membalas dendam, mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau
mengakhiri hidup.
Pikiran bunuh diri adalah pikiran untuk membunuh diri sendiri tanpa melakukan bunuh diri
secara eksplisit. Sedangkan suicide ideators adalah orang yang memikirkan atau membentuk intensi
untuk bunuh diri yang bervariasi derajat keseriusannya tetapi tidak melakukan percobaan bunuh
diri secara eksplisit atau bunuh diri (Maris dkk.,2000).
Pikiran bunuh diri bervariasi mulai dari yang non-spesifik (“Hidup ini tidak berarti”), yang
spesifik (“Saya berharap saya mati”), pikiran dengan intensi (“Saya akan membunuh diri saya”),
sampai pikiran yang berisi rencana (“Saya akan membunuh diri saya sendiri dengan pistol”).

2. Faktor Predisposisi
Bunuh diri bukanlah merupakan satu hal tetapi terdiri dari banyak fenomena yang tumpang
tindih. Oleh sebab itu, tidak ada satupun kasus bunuh diri yang memiliki etiologi yang sama (Maris
dkk.,2000). Schneidman menyebut bunuh diri sebagai hasil dari “psychache”. Psychache merupakan
rasa sakit dan derita yang tidak tertahankan dalam jiwa dan pikiran. Rasa sakit tersebut pada
dasarnya berasal dari jiwa seseorang ketika merasakan secara berlebih rasa malu, rasa bersalah,
penghinaan, kesepian, ketakutan, kemarahan, kesedihan karena menua, atau berada dalam
keadaan sekarat (dalam Maris dkk., 2000).
Di samping itu, Mann dari bidang psikiatri mengatakan penyebab bunuh diri berada di otak,
akibat kurangnya tingkat 5-HIAA, reseptor post-sinapsis, dan pertanda biologis lainnya (dalam Maris
dkk., 2000).
Tidak ada faktor tunggal pada kasus bunuh diri, setiap faktor yang ada saling berinteraksi.
Namun demikian, tidak berarti bahwa seorang individu yang melakukan bunuh diri memiliki semua
karakteristik di bawah ini.
Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri yang didasarkan pada kasus bunuh diri yang
berbeda-beda tetapi memiliki efek interaksi di antaranya (Maris, dalam Maris dkk.,2000;
Meichenbaum, 2008):
1. Major-depressive illness, affective disorder
2. Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban percobaan bunuh memiliki level
alkohol dalam darah yang positif)
3. Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan mempersiapkan bunuh diri
4. Sejarah percobaan bunuh diri
5. Sejarah bunuh diri dalam keluarga
6. Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan, penolakan
7. Hopelessness dan cognitive rigidity
8. Stresor atau kejadian hidup yang negatif (masalah pekerjaan, pernikahan, seksual,
patologi keluarga, konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan dengan kelompok
teman yang suicidal)
9. Kemarahan, agresi, dan impulsivitas
10. Rendahnya tingkat 5-HIAA
11.Key symptoms (anhedonia, impulsivitas, kecemasan / panik, insomnia global, halusinasi
perintah)
12.Suicidality (frekuensi, intensitas, durasi, rencana & perilaku persiapan bunuh diri)
13. Akses pada media untuk melukai diri sendiri
14. Penyakit fisik dan komplikasinya
15. Repetisi dan komorbid antara faktor-faktor di atas
3. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Dapat berupa stres nyata,
imajinasi individu, seperti :
 Depression (cukup parah untuk dipertimbangkan klinis signifikan)
 mencoba bunuh diri atau diterima revious-pelayanan kesehatan mental dalam bentuk apapun
 E xcessive alkohol atau penggunaan narkoba
 Pemikiran rasional hilang
 Perpisahan, bercerai, atau janda (atau akhir dari hubungan yang signifikan)
 adanya rencana bunuh diri atau upaya serius
 adanya dukungan sosial yang kecil
 Sickness atau penyakit medis kronis

4. Tanda dan Gejala


Peringatan tanda-tanda bahwa seorang individu waktu dekat berencana untuk membunuh
diri mereka sendiri :
 orang yang membuat surat wasiat, mendapatkan teman-nya dalam rangka urusan, tiba-tiba
mengunjungi atau anggota keluarga (satu kali terakhir),
 Individu yang mengambil nyawa mereka cenderung menderita kecemasan atau depresi
parah,
 gejala yang mungkin termasuk moderat penyalahgunaan alkohol , insomnia , agitasi parah,
kehilangan minat dalam kegiatan mereka digunakan untuk menikmati hidup, putus asa, dan
pikiran terus-menerus tentang kemungkinan sesuatu yang terjadi buruk.
 perilaku bunuh diri seringkali cukup impulsif, mengeluarkan senjata, obat-obatan, pisau,
dan instrumen yang sering digunakan untuk bunuh diri pada saat mereka tidak dapat
berpikir lebih jernih dan mungkin memilih cara yang lebih rasional untuk mengatasi
penderitaan mereka.
5. Proses Terjadinya Resiko Bunuh diri

Suicidal Suicidal intent Suicidal threat


ideation

Suicidal
Suicide Suicidal attempt gesture
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
1) Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metode yang
digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
2) Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri.
3) Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam , bahkan
ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4) Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri
yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak
mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada
lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen (perasaan yang bercampur
aduk) antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki
kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik
mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang
dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5) Suicidal attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan
tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak
individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
6) Suicide
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah
orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini
merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.

A. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

6. Pengkajian resiko bunuh diri


Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai
berikut :
 Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
 Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
 Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
 Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
 Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
 Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
 Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
 Menunjukkan impulsivitas dan agressif
 Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan
secara bersamaan
 Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
 Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
 Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya
dengan SAD PERSONS
NO SAD PERSONS Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi
dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali
dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45
tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami
sindrome depresi.
4 Previous attempts65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah
(Percobaan sebelumnya) melakukan percobaan sebelumnya
5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan
alkohol
6 Rational thinking LossOrang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan
( Kehilangan berpikirbunuh diri disbanding general populasi
rasional)
7 Sosial support lackingOrang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya
( Kurang dukungan social) dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna
serta dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized planAdanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri
( perencanaan yangmerupakan resiko tinggi
teroranisasi)
9 No spouse ( Tidak memiliki Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding
pasangan) menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi
melakukan bunuh diri.

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam
melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun
demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan
pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi
non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat
serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi
penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional
klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :


1. Riwayat masa lalu :
 Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
 Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
 Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
 Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
 Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
 Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
 Ide bunuh diri
 Ancaman bunh diri
 Percobaan bunuh diri
 Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal
ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.Bila individu menyatakan
memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan
penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
 Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
 Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau erencanaan untuk
melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
 Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan
mengagas akan suicide
 Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.

Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien
yang mengalami resiko bunuh diri :
 Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
 Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
 Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi
terbuka.
 Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
 Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
 Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
 Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
 Peroleh riwayat penyakit fisik klien
ASKEP RESIKO BUNUH DIRI
DATA FOKUS
Subjektif :
1. Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
5. Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
6. Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
7. Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.

Objektif :
1. Impulsif.
2. Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
3. Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
4. Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
5. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
6. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
7. Status perkawinan yang tidak harmonis.

DIAGNOSA YANG PALING SERING MUNCUL


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi.
2. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan
bersalah.
3. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba
5. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
6. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan
interpersonal).

Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
 Menyatakan harapannya untuk hidup
 Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
 Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
 Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping

NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior
Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan
cara :
 Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
 Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia,
rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa
digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang
memiliki resiko tinggi;
 Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan
yang mudah di monitor oleh perawat.
 Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya :
pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
 Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan
yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila
muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
 Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
- Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
- Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
- Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
 Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
 Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
 Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
 Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan
makanan dalam tas plastic)
 Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
 Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
 Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh
tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
 Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi
oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
 Tidak menghakimi dan empati
 Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
 Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
 Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
 Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
 Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang

adekuat
 Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di

akses.
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas social

5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.


 Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif

 Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.

 Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran

bunuh diri’
 Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping

 Explorasi perilaku alternative

 Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai

 Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung

untuk merubahnya yang rasional.

7. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan


 Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving
skills).
 Mengajari keluarga technique limit setting
 Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
 Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku,
komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.

Anda mungkin juga menyukai