Resiko Bunuh Diri
Resiko Bunuh Diri
2. Faktor Predisposisi
Bunuh diri bukanlah merupakan satu hal tetapi terdiri dari banyak fenomena yang tumpang
tindih. Oleh sebab itu, tidak ada satupun kasus bunuh diri yang memiliki etiologi yang sama (Maris
dkk.,2000). Schneidman menyebut bunuh diri sebagai hasil dari “psychache”. Psychache merupakan
rasa sakit dan derita yang tidak tertahankan dalam jiwa dan pikiran. Rasa sakit tersebut pada
dasarnya berasal dari jiwa seseorang ketika merasakan secara berlebih rasa malu, rasa bersalah,
penghinaan, kesepian, ketakutan, kemarahan, kesedihan karena menua, atau berada dalam
keadaan sekarat (dalam Maris dkk., 2000).
Di samping itu, Mann dari bidang psikiatri mengatakan penyebab bunuh diri berada di otak,
akibat kurangnya tingkat 5-HIAA, reseptor post-sinapsis, dan pertanda biologis lainnya (dalam Maris
dkk., 2000).
Tidak ada faktor tunggal pada kasus bunuh diri, setiap faktor yang ada saling berinteraksi.
Namun demikian, tidak berarti bahwa seorang individu yang melakukan bunuh diri memiliki semua
karakteristik di bawah ini.
Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri yang didasarkan pada kasus bunuh diri yang
berbeda-beda tetapi memiliki efek interaksi di antaranya (Maris, dalam Maris dkk.,2000;
Meichenbaum, 2008):
1. Major-depressive illness, affective disorder
2. Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban percobaan bunuh memiliki level
alkohol dalam darah yang positif)
3. Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan mempersiapkan bunuh diri
4. Sejarah percobaan bunuh diri
5. Sejarah bunuh diri dalam keluarga
6. Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan, penolakan
7. Hopelessness dan cognitive rigidity
8. Stresor atau kejadian hidup yang negatif (masalah pekerjaan, pernikahan, seksual,
patologi keluarga, konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan dengan kelompok
teman yang suicidal)
9. Kemarahan, agresi, dan impulsivitas
10. Rendahnya tingkat 5-HIAA
11.Key symptoms (anhedonia, impulsivitas, kecemasan / panik, insomnia global, halusinasi
perintah)
12.Suicidality (frekuensi, intensitas, durasi, rencana & perilaku persiapan bunuh diri)
13. Akses pada media untuk melukai diri sendiri
14. Penyakit fisik dan komplikasinya
15. Repetisi dan komorbid antara faktor-faktor di atas
3. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Dapat berupa stres nyata,
imajinasi individu, seperti :
Depression (cukup parah untuk dipertimbangkan klinis signifikan)
mencoba bunuh diri atau diterima revious-pelayanan kesehatan mental dalam bentuk apapun
E xcessive alkohol atau penggunaan narkoba
Pemikiran rasional hilang
Perpisahan, bercerai, atau janda (atau akhir dari hubungan yang signifikan)
adanya rencana bunuh diri atau upaya serius
adanya dukungan sosial yang kecil
Sickness atau penyakit medis kronis
Suicidal
Suicide Suicidal attempt gesture
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
1) Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metode yang
digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
2) Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri.
3) Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam , bahkan
ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4) Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri
yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak
mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada
lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen (perasaan yang bercampur
aduk) antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki
kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik
mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang
dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5) Suicidal attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan
tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak
individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
6) Suicide
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah
orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini
merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.
A. Pohon Masalah
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam
melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun
demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan
pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi
non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat
serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi
penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional
klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien
yang mengalami resiko bunuh diri :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi
terbuka.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
ASKEP RESIKO BUNUH DIRI
DATA FOKUS
Subjektif :
1. Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
5. Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
6. Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
7. Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.
Objektif :
1. Impulsif.
2. Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
3. Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
4. Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
5. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
6. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
7. Status perkawinan yang tidak harmonis.
Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
Menyatakan harapannya untuk hidup
Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior
Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan
cara :
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia,
rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa
digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang
memiliki resiko tinggi;
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan
yang mudah di monitor oleh perawat.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya :
pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan
yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila
muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
- Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
- Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
- Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan
makanan dalam tas plastic)
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh
tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi
oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
Tidak menghakimi dan empati
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang
adekuat
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di
akses.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran
bunuh diri’
Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung