Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU CLINICAL STUDY II

LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN JIWA

Oleh:
Tomi Rinaldi
0910723038

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
1. Definisi
 Isolasi sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai
hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam.
Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi,
menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan
aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri,
pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau
kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang
lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak (Mary C. Townsend, 1998).
 Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu
merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang
lain (DepKes, 1998).
 Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993, dikutip Budi Anna Keliat).

2. Penyebab
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan dan meresa tertekan.
 Faktor Presipitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga
dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga
sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan
(Stuart and Sundeen, 1995).
3. Rentang Respon Sosial
Respon Adaptif Respon Maladaptif
- Menyendiri Menarik diri Merasa sunyi
- Otonomi Manipulasi Eksploitasi
- Bekerjasama Tergantung Menarik diri
- Interdependen Curiga Paranoid

Keterangan :
Respon adaptif
Yaitu respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial kebudayaan secara umum yang
berlaku di masyarakat. Dimana individu dalam menyelesaikan masalahnya masih dalam batas norma.
 Menyendiri
Respon yang masih dibutuhkan individu untuk menuangkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya
 Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide pelaksanaan perasaan dalam
hubungan sosial.
 Bekerjasama
Suatu kondisi hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi
dan menerima.
 Interdependen
Saling ketergantungan antar individu dengan yang lain dalam interaksi sosial dalam membina
hubungan independen.

Respon maladaptif
Adalah respon yang diberikan individu dalam menyelesaikan masalahnya, menyimpang dari norma-
norma sosial kebudayaan suatu tempat.
 Menarik diri
Terjadi apabila individu menemukan kesakitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
 Manipulasi
Individu menganggap orang lain sebagai objek individu serta tak dapat membina hubungan
sosial secara mendalam.
 Tergantung
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk mengembalikan rasa
percaya diri.
 Curiga
Bila individu gagal mengembalikan rasa percaya diri dengan orang lain
4. Tanda dan Gejala
 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
 Menghindar dari orang lain (menyendiri)
 Komunikasi kurang/tidak ada
 Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
 Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap
 Tidur berlebihan, tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama, banyak tidur siang
 Kurang bergairah
 Tidak mempedulikan lingkungan
 Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
 Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang)
 Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan
 Berat badan menurun atau meningkat secara drastis
 Kemunduran secara fisik
 Posisi janin saat tidur (Budi Anna Keliat, 1998)
 Keinginan seksual menurun

5. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko perubahan sensori
persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive,
dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya
klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan eksternal.
Gejala Klinis :
 Bicara, senyum dan tertawa sendiri
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain
 Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
 Tidak dapat memusatkan perhatian
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 1999)
Menurut Carpenito (1998) Tovonsend MC (1998) dan Stuard and Suddent (1998) perubahan
persepsi sensori sering ditandai dengan adanya :
Data Subyektif :
 Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat
 Tidak mampu memecahkan masalah
 Mengeluh cemas dan khawatir
 Mengungkapkan adanya halusinasi (misal : mendengar suara/melihat bayangan)
Data Obyektif:
 Apatis dan cenderung menarik diri (controlling)
 Tampak gelisah perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti bicara seolah
mendengar sesuatu menggferakkan bibirnya tanpa bersuara
 Menyerangai dan tertawa tidak sesuai
 Gerakkan mata yang cepat
 Pikirkan yang berubah – ubah dan konsentrasi rendah
 Respon – respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon) terhadap petunjuk yang kompleks

6. Penatalaksanaan
Gangguan skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada
kepribadian distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan
persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme.
Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.
Penatalaksanaan klien dengan diagnosa medik skizofrenia khususnya dengan diagnosa
keperawatan Isolasi Sosial adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu :
 Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Psiko farmakakologi yang
lazim digunakan pada gejala isolasi sosial adalah obat-obatan antipsikosis seperti:
1. Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik
dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik.
2. Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri,
perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi.Mekanisme
kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem
limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering menimbulkan gejala
ekstrapiramidal.
3. Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis, ansietas, mual
dan muntah. Efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor 5.
 Terapisomatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan
tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan perlakuan fisik
adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah
meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi.
1. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi
mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau
orang lain.
2. Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang (Grandmal) dengan
mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui electrode yang ditempelkan di
bebrapa titik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
3. Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di ruangan tersendiri untuk
mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya
potensial yang mungkin terjadi.
4. Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-10 x
lebih terang daripada sinar ruangan dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak
1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
5. Terapi Deprivasi Tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan mengurangi jumlah
jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. Cocok diberikan pada klien dengan depresi.
 Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini diberikan dalam
upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-
jenis terapi modalitas antara lain:
1. Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi yang didasarkan pada
pembelajaran hubungan interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat
sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan,
atau ketiganya.
2. Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member perawatan langsung pada
setap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan
lima tugas kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, member perawatan pada anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan
yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
3. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau berdiri
sendiri, seperti Terapi okupasi, rekreasi, gerak, dan musik.
4. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien dalam suatu
drama. Drama ini member kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan
perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
5. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita dengan gangguan jiwa
melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan multidisipliner.
Pohon Masalah

Defisit Perawatan Diri Halusinasi


(DPD)

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri: HDR

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Faktor predisposisi: Faktor presipitasi:

Kegagalan pada proses Perpisahan dengan orang

tumbuh kembang terdekat


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Konsep rencana keperawatan klien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri menurut Budi Anna K
adalah sebagai berikut :
a. Tindakan keperawatan pada klien
1) Tujuan keperawatan
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c) Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2) Tindakan keperawatan
a) SP 1 klien : Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal manfaat
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan
klien berkenalan.
(1) Bina hubungan saling percaya.
(a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
(b) Berkenalan dengan klien : perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan
perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan klien.
(c) Tanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
(d) Buat kontrak asuhan : apa yang perawat akan lakukan bersama klien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
(e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
(f) Tunjukan sikap empati terhadap klien setiap saat.
(g) Penuhi kebutuhan dasar klien jika mungkin.
(2) Bantu klien mengenal penyebab isolasi sosial.
(a) Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
(b) Tanyakan penyebab klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
(3) Bantu klien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika klien memiliki banyak teman.
(4) Bantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dengan
cara :
(a) Diskusikan kerugian jika klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.
(b) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
(5) Bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
(6) Ajarkan klien berkenalan.
b) SP 2 klien : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
pertama/perawat).
c) SP 3 klien : Melatih klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
kedua/klien).

b. Tindakan keperawatan pada keluarga


1) Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat klien isolasi sosial.
2) Tindakan keperawatan
a) SP 1 keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai
masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat klien isolasi sosial.
(1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
(2) Jelaskan tentang :
(a) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien.
(b) Penyebab isolasi sosial.
(c) Cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial, yaitu :
Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara bersikap peduli dan
tidak ingkar janji, berikan semangat dan dorongan kepada klien untuk dapat
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain (yaitu dengan tidak
mencela kondisi klien dan memberikan pujian yang wajar), tidak membiarkan
klien sendiri di rumah, dan buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan
klien.
(3) Peragakan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
(4) Bantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan
masalah yang dihadapi.
(5) Susun perencanaan pulang bersama keluarga.
b) SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien isolasi sosial
langsung di hadapan klien.
c) SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Townsend M. C, (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman untuk


Pembuatan Rencana Keperawatan , Jakarta : EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ;
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep,
Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.
Stuart and Sundeen, ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”, alih bahasa Hapid AYS, Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai