Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang Masalah

Dalam kehidupan ini selalu ada saja suatu waktu dimana seseorang tidak mengerti, tidak
mampu bahkan tidak tahu bagaimana mengatasi permasalah kehidupan yang di alaminya.
Bahkan, seseorang yang sudah berhasil menempuh jenjang tertinggi sekalipun adakalanya
suatu saat akan merasakan posisi dimana dia memiliki suatu masalah yang sulit untuk
dipecahkan.

Ketika seseorang belum mampu bahkan tidak mampu memecahkan masalahnya pasti dia
akan membutuhkan tenaga dari luar yang diyakininya dapat mampu mengatasi masalahnya.
Kekuatan dari luar itu bisa berupa dari Sang pencipta atau hal-hal lain yang di anggap mampu
unutuk mengatasi masalahnya.

Sebagai seorang yang beriman tentu saja dalam mengatasi masalah dan problematika
kehidupan selalu disandarkan pada kekuatan Tuhan, tidak dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan Agama. Apalagi sebagai umat Islam kita dituntun untuk meminta hanyalah kepada
Allah SWT.
Sebagaimana Allah SWT berfirman :

Artinya : Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan ( Qs : Al-fatihah : 5 )

Salah satu ekspresi seorang dalam meminta pertolongan kepada Allah adalah dengan
melalui Do’a yang dipanjatkan dengan tulus, ikhlas dan keyakinan penuh akan dikabulkan
do’anya,

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI SHALAT
Shalat secara Etimologi/ bahasa adalah doa.
Sebagaimana Allah berfirman,

“Dan doakanlah mereka, karena doamu merupahkan ketentraman bagi mereka”(QS.Yunus:


103)

Sedangkan secara terminology/istilah shalat ialah suatu ibadah yang mengandung perkataan
dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam.[1]

Shalat adalah ikatan yang kuat antara langit dan bumi, antara Allah dan hambahnya.
Shalat dalam islam memiliki kedudukan yang tinggi yaitu sebagai rukun dan tiang agama
yang mana shalat menempati kedudukan yang kedua dalam rukun setelah syahadat serta
menjadi lambang yang kokoh antara Allah dan hambahnya.[2]

Ketika melaksanakan shalat umat islam dalam keadaan suci dan bersih serta berdoa
kepada Allah swt agar diberikan keteguhan (istiqamah) dalam beragama dan senantiaa
memohon petunjuk dari-Nya. Rasulullah saw bersabda;

َ ‫الج َهاد ُ في‬


‫س ِبي ِل هللا‬ ِ ‫َام ِه‬
ِ ‫سن‬ َ ُ ‫صالَة ُ َوذ‬
َ ُ ‫روة‬ ِ ‫أس األ َ ْم ِر‬
َّ ‫اإلسلالَ ُم َو َع ُمو دُهُ ال‬ ُ ‫َر‬
“pokok segala urusan adalah islam. Tiangnya adalah shalat. Punjaknya adalah jihad di
jalan Allah.” (HR. Thabarani dari Mu’adz).

Shalat adalah ibadah pertama yang diwajibkan oleh Allah dan shalat ini juga diterima
langsung oleh Rasulullah tanpa melalui perantara Malaikat Jibril.

B. ADAB-ADAB SHALAT

1. Berpakaian yang bagus


Saat hendak shalat berjamaah di masjid, baiknya kita memilih pakaian yang bagus
untuk dikenakan, bagus disini bukan berarti pakaian baru akan tetapi pakaian yang bersih dan
rapi. Dalam sebuah firman Allah memerintahkan kita untuk tidak sekedar menutup aurat,
namun juga memperbagus pakaian, apalagi ketika pergi ke masjid menunaikan shalat
berjamaah. Hal ini sesuai dengan firman Allah, yang berbunyi:

‫َيا َبنِي آدَ َم ُخذُواْ ِزينَتَ ُك ْم ِعندَ ُك ِِّل َمس ِْجد‬


“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-
A’raf: 31)
Dari ayat diatas dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan untuk berhias ketika
shalat, terlebih ketika hari Jum’at, termasuk memakai parfum bagi pria. Namun saat ini
banyak kita jumpai orang yang pergi shalat ke masjid hanya mengenakan pakaian ala
kadarnya, padahal ia memiliki pakaian yang bagus. Pakaian itu juga terkadang penuh dengan
tulisan atau gambar yang jahil yang memaksa orang yang dibelakangnya membaca atau
melihat sehingga mengganggu konsentrasi dan khusyuknya sholat.

Allah itu Indah dan menyukai keindahan, memakai pakaian yang baik tentu saja harus
dilakukan karena kita akan menghadap Allah Ta’ala. Menghadap penguasa dunia yang
sesama manusia saja kita memakai pakaian yang bagus, apalagi menghadap penguasa dunia
dan akhirat, harusnya kita menggunakan pakaian terbaik yang kita miliki. Apa kita tidak malu
berpakaian buruk di hadapan Allah?

2. Berwhudu ketika masih berada dirumah


Ada baiknya untuk berwudhu sejak dari rumah sebelum berangkat ke masjid untuk
shalat berjamaah. Hal ini diterangkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sebuah hadits, yang berbunyi:

ِ ‫ضةً ِم ْن فَ َرا ِئ‬


ْ ‫ض هللاِ َكان‬
‫َت‬ َ ‫ي فَ ِري‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ط َّه َر فِي َب ْيتِ ِه ث ُ َّم َمشَى ِإلَى َبيْت ِم ْن بُيُو‬
ِ ‫ت هللاِ ِليَ ْق‬ َ َ ‫َم ْن ت‬

ً‫َطيئَةً َو ْاأل ُ ْخ َرى ت َ ْرفَ ُع دَ َر َجة‬ ْ ‫خ‬


ُّ ‫َط َوتَاهُ ِإ ْحدَا ُه َما ت َ ُح‬
ِ ‫طخ‬

“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari
rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang
Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah
yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim 1553)
Bukankah di masjid sudah ada fasilitas untuk berwudhu? Ya, betul. Masjid dewasa ini
sudah menyediakan fasilitas berwudhu. Namun alangkah lebih baiknya jika anda berwudhu
dari rumah. Anda juga diperbolehkan mengulang wudhu, jika tidak yakin wudhu anda batal
karena kotoran di jalan. Bukankah sesuatu yang berhubungan dengan air itu menyenangkan?
Jadi tidak masalah kan jika harus mengulang wudhu?

3. Membaca doa ketika pergi kemasjid


Hal ini sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menyebutkan bahwa kita diwajibkan untuk mengucapkan doa ketika keluar rumah. Dari Anas
bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َّ ‫َللاِ ََل َح ْو َل َو ََل قُ َّوة َ ِإ ََّل ِب‬


‫اَّللِ قَا َل يُقَا ُل ِحينَئِذ‬ َ ُ‫َللاِ ت َ َو َّك ْلت‬
َّ ‫علَى‬ َّ ‫ِإذَا خ ََر َج‬
َّ ‫الر ُج ُل ِم ْن َب ْيتِ ِه فَقَا َل بِس ِْم‬

َ ‫ْف لَ َك ِب َر ُجل قَ ْد ُهد‬


‫ِي‬ ٌ ‫ط‬
َ ‫ان آخ َُر َكي‬ َ ‫ش ْي‬
َ ُ‫ين فَيَقُو ُل لَه‬
ُ ‫اط‬ َّ ‫يت فَتَتَ َن َّحى لَهُ ال‬
ِ َ‫شي‬ َ ‫ِيت َو ُك ِف‬
َ ‫يت َو ُو ِق‬ َ ‫ُهد‬

‫ي‬ َ ‫َو ُك ِف‬


َ ِ‫ي َو ُوق‬

“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan: “Bismillahi tawakkaltu
‘alallaahi, laa haula wa laa quuwata illa billah” (Dengan nama Allah aku bertawakal
kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). ‘ Beliau bersabda,
“Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapat petunjuk, telah
diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan’, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu
setan yang lainnya berkata kepadanya (setan yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana
(engkau akan mengoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan
penjagaan.”( HR. Abu Daud no. 595, At-Tirmizi no. 3487)
Namun ketika hendak menuju masjid, ada baiknya membaca:

‫اري‬
ِ ‫س‬َ ‫ع ْن َي‬ ً ُ‫ع ْن َي ِمي ِني ن‬
َ ‫ورا َو‬ ً ُ‫س ْم ِعي ن‬
َ ‫ورا َو‬ ً ُ‫ص ِري ن‬
َ ‫ورا َوفِي‬ ً ُ‫اج َع ْل ِفي قَ ْل ِبي ن‬
َ ‫ورا َوفِي َب‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم‬

ً ُ‫اج َع ْل ِلي ن‬
‫ورا‬ ً ُ‫ورا َوخ َْل ِفي ن‬
ْ ‫ورا َو‬ ِ ‫ورا َوأ َ َم‬
ً ُ‫امي ن‬ ً ُ‫ورا َوتَ ْح ِتي ن‬
ً ُ‫ورا َوفَ ْو ِقي ن‬
ً ُ‫ن‬

“Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam
pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan
jadikanlah untukku cahaya”( H.R Muslim 763)

4. Berdoa ketika masuk masjid


Setiap langkah adalah berkah dalam penghapusan dosa dan pengangkat derajat anda.
Sesampainya di masjid, hendaknya memasuki dengan kaki kanan terlebih dahulu sambil
membaca doa memasuki masjid. Bacaan doa termaktub dalam sebauh hadits riwayat Abu
Sa’id radhiyallahu ‘anhu berikut ini:
َ ‫ ِإذَا دَ َخ َل أ َ َحدُ ُك ُم ْال َمس ِْجدَ فَ ْليَقُ ِل اللَّ ُه َّم ا ْفت َ ْح ِلى أَب َْو‬. ‫َو ِإذَا خ ََر َج فَ ْليَقُ ِل اللَّ ُه َّم ِإنِِّى أَسْأَلُ َك‬
‫اب َر ْح َمتِ َك‬

ْ َ‫ِم ْن ف‬
‫ض ِل َك‬

“Seorang di Jika salah antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii
abwaaba rahmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid,
ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di
antara karunia-Mu).” (HR. Muslim 713)
5. Shalat dua rakaat sebelum duduk
Shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini sering kita kenaldengan nama tahiyatul
masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

‫ِإذَا دَ َخ َل أ َ َحدُ ُك ْم ْال َمس ِْجدَ فَ ْل َي ْر َك ْع َر ْك َعتَي ِْن َق ْب َل أ َ ْن َي ْج ِل‬


“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat
sebelum dia duduk.”( H.R. Bukhari 537 dan Muslim 714)
Aturan ini berlaku untuk pria dan wanita. Akan tetapi khusus pada shalat Jum’at,
khatib Jumat tidak melakukan shalat dua rakaat karena tidak ada dalil yang mendukung
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan hal tersebut sebelum
berkhutbah. Beliau datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat ini berlaku bagi semua
masjid, termasuk masjidil haram.

Yang dimaksudkan dengan shalat tahiyatul masjid adalah sholat dua rakaat sebelum
duduk di dalam masjid. Tujuan shalat ini sudah tercapai dengan shalat apapun yang
dikerjakan sebelum duduk. Baik itu shalat sunnah wudhu, shalat sunah rawatib, atau bahkan
shalat wajib sudah menjadi tahiyatul masjid jika dilakukan sebelum duduk. Tentu saja adalah
hal keliru jika shalat tahiyatul masjid diniatkan tersendiri. Pada hakekatnya tidak ada dalam
hadits yang namanya “tahiyatul masjid” yang diniatkan sendiri. Oleh karena itu ketika
seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat qabliah atau sunah wudhu, maka itu sudah
menjadi tahiyatul masjid baginya.

6. Memberi sutrah (pembatas)


Sutrah adalah pembatas dalam shalat. Sutrah bisa berupa tembok, tiang, orang yang
sedang duduk/sholat, tongkat, tas dan lain-lainnya. Sutrah disyariatkan untuk orang yang
shalat sendirian dan imam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

‫ستْ َرة َو ْليَد ُْن ِم ْن َها‬ َ ُ‫صلَّى أ َ َحد ُ ُك ْم فَ ْلي‬


ُ ‫ص ِِّل ِإلَى‬ َ ‫إِذَا‬
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya ia shalat dengan menghadap
sutrah dan mendekatlah padanya” (HR. Abu Daud 698)
Hukum memasang sutrah adalah wajib menurut sebagian ulama karena adanya
perintah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam menghadap sutrah dalam shalat
berjamaah dan sutrah bagi makmum adalah sutrah imam. Dalam hal ini sutrah berfungsi
supaya tidak ada orang yang lewat di depannya, siapapun itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah bersabda:

،ِ‫ فَ ْل َي ْدفَ ْع فِي ن َْح ِره‬،‫ فَأ َ َرادَ أ َ َحد ٌ أ َ ْن َي ْجت َازَ َبيْنَ َيدَ ْي ِه‬،‫َيء َي ْست ُ ُرهُ ِمنَ النَّا ِس‬
ْ ‫صلَّى أ َ َحد ُ ُك ْم ِإلَى ش‬
َ ‫ِإذَا‬

ٌ ‫ط‬
‫ان‬ َ ‫ فَإِنِّ ِّما ُه َو‬،ُ‫فَإ ِ ْن أ َ َبى فَ ْليُقَا ِت ْله‬
َ ‫ش ْي‬

“Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang menutupinya dari
manusia (menghadap sutrah), lalu ada seseorang ingin melintas di hadapannya, hendaklah
ia menghalanginya pada lehernya. Kalau orang itu enggan untuk minggir (tetap memaksa
lewat) perangilah (tahanlah dengan kuat) karena ia hanyalah setan.” (HR. Bukhari 509 dan
Muslim 1129)
7. Menjawab Panggilan Azan
Pada saat mendengar suara adzan, sangat dianjurkan menjawab adzan. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

‫س ِم ْعت ُ ُم النِِّدَا َء فَقُ ْولُ ْوا ِمثْ َل َما يَقُ ْو ُل ْال ُم َؤ ِذِّ ُن‬
َ ‫إذَا‬
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan
muadzin.”( HR. Bukhari 611 dan Muslim 846)
Secara lengkap, tuntunan mengenai cara menjawab adzan adalah dalam sebuah hadits
berikut ini:

‫ ِإذَا قَا َل ْال ُم َؤ ِذِّ ُن‬: ‫ فَقَا َل أ َ َحدُ ُك ُم‬،‫هللاُ أ َ ْك َب ُر هللاُ أ َ ْك َب ُر‬: ‫هللاُ أ َ ْك َب ُر هللاُ أ َ ْك َب ُر؛ ث ُ َّم قَا َل‬: َّ‫أَ ْش َهد ُ أ َ ْن َلَ ِإلَهَ ِإَل‬

‫ فَقا َ َل‬،ُ‫هللا‬: ‫أ َ ْش َهد ُ أ َ ْن َلَ إِلَهَ إَِلَّ هللاُ؛ ث ُ َّم قَا َل‬: ‫ فَقَا َل‬،ِ‫سو ُل هللا‬
ُ ‫أ َ ْش َهد ُ أ َ َّن ُم َح َّمدًا َر‬: ‫أ َ ْش َهد ُ أ َ َّن ُم َح َّمدًا‬

‫سو ُل هللاِ؛ ث ُ َّم قَا َل‬ َّ ‫علَى ال‬


ُ ‫ َر‬: ‫ قَا َل‬،ِ‫ص َالة‬ َّ ‫ َح‬: ‫َلَ َح ْو َل َو ََل قُ َّوة َ ِإ ََّل ِباهللِ؛ ث ُ َّم قَا َل‬: ‫ع َلى‬
َ ‫ي‬ َ ‫ي‬
َّ ‫َح‬
ْ ‫َل َح ْو َل َو ََل قُ َّوة َ ِإَلَّ ِباهللِ؛ ث ُ َّم قَا َل‬:
‫ قَا َل‬،ِ‫الفَ َالح‬: َ ‫ قَا َل‬،‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬: ‫هللاُ أَ ْكبَ ُر هللاُ أ َ ْك َب ُر؛ ث ُ َّم‬

‫قَا َل‬: ‫ قَا َل‬،ُ‫َلَ ِإلَهَ ِإَلَّ هللا‬: َ‫َلَ ِإلَهَ ِإَلَّ هللاُ؛ ِم ْن قَ ْل ِب ِه دَ َخ َل ْال َجنَّة‬

“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah kalian yang
mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan,
“Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.”
Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka
dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya
‘Alash Shalah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin
mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa
billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu
Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La
Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya
niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)
Saat muadzin selesai mengumandangkan adzan, kita dianjurkan membaca doa yang
sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits berikut ini:

َ‫ت ُم َح َّمدًا ْال َو ِسيلَة‬


ِ ‫ص َال ِة ْالقَا ِئ َم ِة آ‬
َّ ‫َم ْن قَا َل ِحينَ َي ْس َم ُع ال ِنِّدَا َء اللَّ ُه َّم َربَّ َه ِذ ِه الدَّع َْو ِة التَّا َّم ِة َوال‬

‫عتِي َي ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬ ْ َّ‫ع ْدتَهُ َحل‬


َ ُ‫ت لَه‬
َ ‫شفَا‬ ِ َ‫َو ْالف‬
َ ‫ضيلَةَ َوا ْبعَثْهُ َمقَا ًما َم ْح ُمودًا الَّذِي َو‬

“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma Robba hadzihid
da’wattit taammah was shalatil qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiilah
wab’atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa ‘adtahu (Ya Allah pemilik panggilan yang
sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan
bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan
dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 94)

8. Tidak keluar masjid lagi dengan alasan apapun


Ketika kita sudah ada di dalam masjid, tidak diperbolehkan bagi kita untuk keluar lagi
hingga selesainya shalat wajib. Hal ini tidak berlaku jika ada udzur seperti wudhu karena
batal, buang air kecil atau keperluan lain yang mengembalikan seseorang kepada kesucian
untuk shalat. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Abu as Sya’tsaa, beliau berkata:

‫ام َر ُج ٌل ِم ْن ْال َمس ِْج ِد َي ْمشِي فَأَتْ َب َعهُ أَبُو‬


َ َ‫ُكنَّا قُعُودًا فِي ْال َمس ِْج ِد َم َع أ َ ِبي ُه َري َْرة َ فَأَذَّنَ ْال ُم َؤ ِذِّ ُن فَق‬

ُ‫َللا‬ َ ‫صى أ َ َبا ْالقَا ِس ِم‬


َّ ‫صلَّى‬ َ ‫ص َرهُ َحتَّى خ ََر َج ِم ْن ْال َمس ِْج ِد فَقَا َل أَبُو ُه َري َْرة َ أ َ َّما َهذَا فَقَ ْد‬
َ ‫ع‬ َ ‫ُه َري َْرة َ َب‬

‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ

“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kamudian muadzin
mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid.
Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata : “ Perbuatan orang tersebut
termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa
sallam” (H.R Muslim 655)
Berdasarkan hadits diatas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa perbuatan keluar dari
masjid setelah ditunaikannya adzan hingga shalat wajib selesai ditunaikan adalah tidak
disukai.

9. Menggunakan waktu antara azan dan iqamah untuk berdoa


Ketika selesai azan dan sebelum iqamah ada baiknya menggunakan waktu diantara
adzan dan iqomah untuk melakukan amalan yang berfaedah. Seperti misalnya berdzikir dan
berdoa. Bisa juga dengan melakukan shalat sunnah qabliyah. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, yakni:

‫الدعاء َل يرد بين األذان واإلقامة‬


“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212)

Waktu tersebut juga boleh digunakan untuk membaca al quran atau mengulang
hafalan quran namun dengan suara lirih sehingga tidak mengganggu orang yang sedang
shalat sunnah atau berdzikir. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

‫َل إن كلكم مناج ربه فال يؤذين بعضكم بعضا وَل يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو‬

‫قال في الصالة‬

“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling
mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al
Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud.1332, Ahmad, 430)
Pada waktu tersebut tidak selayaknya digunakan untuk mengobrolkan masalah-
masalah duniawi atau yang tidak ada manfaatnya.

10. Tinggalkan shalat sunnah ketika sudah iqamah


Dalam hadits disebutkan;

‫ص َالة َ إِ ََّل‬
َ ‫ص َالة ُ فَ َال‬ ْ ‫سلَّ َم أَنَّهُ قَا َل إِذَا أُقِي َم‬
َّ ‫ت ال‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َللا‬ َ ‫ي‬ َ َ ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرة‬
ِِّ ‫ع ْن النَّ ِب‬ َ
ُ‫ْال َم ْكتُوبَة‬

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika shalat wajib telah
dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R Muslim 710)
Menurut hadist diatas, jika seorang telah mendengar iqomah, maka ia harus
meninggalkan shalat sunnah meskipun saat itu tengah shalat sunnah. Ia harus segera
bergabung dengan imam seperti jamaah lainnya menunaikan shalat wajib.

11. Berusaha mendapatkan shaf yang utama


Kesempurnaan shalat berjamaah akan lengkap jika sebisa mungkin kita menempati
shaf yang pertama. Untuk pria yang paling depan, sedangkan untuk wanita paling belakang.
Hal ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah yang berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, yakni:

‫آخ ُرهَا َوش َُّرهَا أ َ َّولُ َها‬


ِ ‫اء‬
ِ ‫س‬ ِ ُ ‫صف‬
َ ِ‫وف الن‬ ِ ‫وف ا ِلر َجا ِل أ َ ِّ ِولُ َها َوش َُّرهَا‬
ُ ‫آخ ُرهَا َو َخي ُْر‬ ِ ُ ‫صف‬
ُ ‫َخي ُْر‬

“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang
terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang
pertama.” (H.R.Muslim 440)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

‫ف ْال ُمقَد َِّم َلَ ْستَ َه ُم ْوا‬ َّ ‫لَ ْو َي ْعلَ ُم ْونَ َما ِفي ال‬
ِ ِّ ‫ص‬
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf yang
pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 721 dan
Muslim 437)
12. Pastikan barisan saft lurus dan rapi
Permasalahan lurus dan rapatnya shaf ini adalah perkara yang serius dan harus
diperhatikan dengan benar. Hal ini mencerminkan keutuhan dan kesatuan umat Islam. Namun
masih seringkali kita melihat barisan shalat di suatu masjid tidak rapi dan lurus. Padahal
dalam hal ini sudah pernah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang
diriwayatkan oleh sahabat Abu Abdillah Nu’man bin Basyir yang berbunyi:

‫سفُ ْو َف ُك ْم أ َ ْو لَيُخَا ِل َف َّن هللاُ َبيْنَ ُو ُج ْو ِه ُك ْم‬ َ ُ ‫لَت‬


ُ ‫س ُّو َّن‬
“Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-
sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian” (HR. Bukhari 717 dan
Muslim 436)
13. Tidak mendahului gerakan imam
Imam shalat adalah pemimpin dimana orang tersebut harus diikuti dalam shalat.
Mengikuti tentu saja adalah setelahnya, bukan sebelumnya. Sehingga tidak boleh mendahului
gerakan imam.
ُ‫َللاُ ِل َم ْن َح ِمدَه‬ ْ َ‫علَ ْي ِه فَإِذَا َر َك َع ف‬
َ ‫ار َكعُوا َو ِإذَا قَا َل‬
َّ ‫س ِم َع‬ ِ ْ ‫ِإنَّ َما ُج ِع َل‬
َ ‫اإل َما ُم ِليُؤْ ت َ َّم ِب ِه فَ َال ت َ ْخت َ ِلفُوا‬

َ‫سا أ َ ْج َمعُون‬
ً ‫صلُّوا ُجلُو‬ ً ‫صلَّى َجا ِل‬
َ َ‫سا ف‬ َ ‫فَقُولُوا َربَّنَا لَ َك ْال َح ْمدُ َو ِإذَا‬
َ ‫س َجدَ فَا ْس ُجد ُوا َو ِإذَا‬

“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’,
maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka
katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat
dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya“. (H.R. Bukhari 734)
Kerasnya larangan mendahului imam dilontarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadits berikut ini:

َ ْ‫سهُ َرأ‬
‫س ِح َمار‬ َ ْ‫َللاُ َرأ‬
َّ ‫اإل َم ِام أ َ ْن يُ َح ِّ ِو َل‬ َ ْ‫أ َ َما َي ْخشَى الَّذِي َي ْرفَ ُع َرأ‬
ِ ْ ‫سهُ قَ ْب َل‬
“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut jika Allah akan mengubah
kepalanya menjadi kepala keledai? “( H.R Bukhari 691)
14. Berdoa ketika keluar masjid
Jika kita berdoa ketika masuk maka kita juga harus berdoa ketika keluar dari
masjid. Ada doa khusus yang digunakan ketika keluar dari masjid. Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Humaid atau Abu Usaid yang
berbunyi:

‫اب َر ْح َمتِ َك َو ِإذَا خ ََر َج فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ِإنِِّي أَسْأَلُ َك‬
َ ‫ِإذَا دَ َخ َل أ َ َحدُ ُك ْم ْال َمس ِْجدَ فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ا ْفت َ ْح ِلي أَب َْو‬

ْ َ‫ِم ْن ف‬
‫ض ِل َك‬

“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca,
“Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan
apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya
Allah, aku meminta kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)

C. DEFINISI DOA

1. Secara Bahasa/Etimologi
Dari segi bahasa doa berarti meminta dan memohon seperti ucapan, ‘saya berdoa
kepada Allah, saya memohon kepadaNya dengan suatu doa, ‘artinya saya memohon
kepadaNya dengan meminta dan mengharapkan suatu kebaikan yang ada disisiNya.
( ‫ ) دعا لفالن‬dengan menggunakan kata bantu “‫ ”لى‬berarti berdoa untuk sifulan, yakni
memohon kebaikan untuknya.
) ‫ ( دعا على فالن‬dengan menggunakan kata bantu “‫ ”على‬berarti berdoa atas sifulan,
yakni memohon agar keburukan ditimpakan atasnya.
2. Secara Istilah/Terminologi

Menurut istilah permohonan hamba kepada Rabbnya dengan cara memohon dan
meminta, bisa pula berarti menyucikan, memuji dan makna yang sejenis dengan keduanya.[3]
D. ADAB-ADAB SHALAT
Sesungguhnya doa itu memiliki kedudukan yang sangat inggi di dalam islam. Doa
temasuk ibadah yang sangat agung. Doa menunjukan bukti ketergantungan manusia kepada
Rabbnya dalam meraih apa-apa yang bisa memberikan manfaat bagi mereka dan menolak ap-
apa yang dapat membahayakan mereka.[4]
Doa memiliki adab-adab yang apabila diperhatikan oleh seseorang yang berdoa, niscaya
doanya tidak akan tertolak. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Niat yang benar
Hendaklah seorang hamba yag berdoa berniat untuk menegakkan ibadah kepada Allah
SWT, karena doa adalah ibadah yang paling agung. Siapa saja yang menggantungkan
hajatnya kepada Allah niscaya ia tidak akan merugi selama-lamanya.
2. Memperbanyak Doa
Disnnahkan membaca doa karena doa adalah ibadah.

Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan


bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
Seorang muslim selayaknya banyak berdoa setiap waktu karena doa merupakan
ibadah yang mulia. Doa merupakan ibadah yang mulia. Doa merupakan sesuatu yang sangat
mulia di sisi Allah.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

‫اء‬
ِ ‫ع‬ َ ‫ئ أ َ ْك َر َم‬
َ ُّ‫علَى هللاِ تَ َعالَى ِمنَ الد‬ ٌ ‫ش ْي‬ َ ‫لَي‬
َ ‫ْس‬
“Tidak ada yang paling mulia di sisi Allah SWT daripada Doa”[5]
3. Berdoa dalam Keadaan Suci
Tidak ada salahnya jika seseorang berdoa dalam keadaan tidak berwudhu’. Akan
tetapi akan lebih afdhol jika ia dalam keadaan bersuci.
4. Mengadahkan Bagian dalam Telapak Tangan
Rasuluullah SAW bersabda,

‫ظ ُه ْو ِرهَا‬ ُ ُ‫سأ َ ْلت ُ ُم هللاَ تَعَالَى فَا ْسأ َ لُ ْوهُ بِب‬


ُ ِ‫ َوَلَ ت َ ْسأ َ لُ ْوهُ ب‬،‫ط ْو ِن أ َ ُك ِفِّ ُك ْم‬ َ ‫إِذَا‬
“Jika kamu meminta kepada Allah SWT maka mintalah dengan menengadahkan bagian
dalam telapak tangan. Janganlah kamu memintanya dengan menengadahkan punggung
telapak tangan.”[6]
Cara seperti ini tepat untuk menunjukan kebutuhan kita dan sebagai penantian
pengabulan doa. Seolah-olah peminta menggulurkan tangan dan mengarahkan telapak
tangannya ke atas untuk menunggu apa yng akan diberikanNya.[7]
5. Memulai dengan Mengucapkan Hamdalah dan Puji-pujian kepada Allah SWT
Setiap hamba hendaknya memulai semua urusannya dengan memuji Allah SWT.
Demikian juga, hendaklah ia memuji Allah SWT dengan puji-pujian yang pantas baginya.
Cara seperti ini lebih dekat kepadapengabulan doa. Bahkan, sesungguhnya Rasulullah SAW
sujud di sisi ‘Arsy pada hari kiamat, lalu beliau mengucapkan Hamdalah dan memanjatan
puja-puji kepada Allah, hingga Allah mengizinkan baginya untuk meminta.[8]
Dari Anas r.a bahwasanya Allah SWT berfirman kepada Rasulullah SAW

َ ْ‫يَا ُم َح َّم ْد ! إِ ْرفَ ْع َرأ‬


. . . ‫ واشفع تشفِّع‬،‫ وسل تعطه‬،‫ َوقُ ْل يُ ْس َم ُع لَ َك‬،‫س َك‬
“Ya Muhammad, angkatlah kepalamu! Katakanlah, niscaya akan didengarkan (kata-
katamu). Memintalah, niscaya akan diberi (apa yang kamu minta). Berilah syafa’at, niscaya
akan diizinkan (member syafa’at).”[9]
6. Bershalawat kepada Nabi SAW
Jika ia meninggalkan shalawat kepada Nabinya, niscaya pengabulan doanya bisa
terhalang.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِّ ‫ص ِلِّي َعلَى النَّ ِب‬
َ ِ‫ي‬ َ ُ‫ب َحتَّى ي‬
ٌ ‫ُك ُّل دُ َعاء َم ْح ُج ْو‬
“Semua doa terhalang hingga diucapkan shalawat kepada Nabi SAW.”[10]
7. Memulai Berdoa untuk dirinya Terlebih Dahulu
Di dalam Al-Qur’an, terdapat ayat berdoa untuk diri sendiri.
Allah SWT berfirman,
...
Artinya: “Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku . . .”( QS. Nuh: 28 )
Allah SWT juga berfirman,
...
Artinya: “Musa berdoa: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku . . .” ( QS. Al-A’raf:
151 )
Demikianlah yang dilakukan Nabi SAW. Sebab, apabila menjenguk seseorang dan
mendoakannya, beliau memulainya untuk dirinya sendiri terlebih dahulu.[11]
8. Sungguh-sungguh dalam Meminta
Jangan seseorang ragu dalam berdoa atau ia mengucapkan pengecualian dengan
mengucapkan: “jika engkau berkehendak, ya Allah.” Namun, hendaklah ia bersungguh-
sungguh di dalam meminta.
Rasulullah SAW bersabda:

‫ اللَّ ُه َّم‬،‫ت‬ ْ ‫ اللَّ ُه َّم‬،‫ت‬


َ ْ‫ار َح ْمنِي ِإ ْن ِشئ‬ َ ْ‫ اللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِلي ِإ ْن ِشئ‬: ‫َلَ يَقُ ْولَ َّن أ َ َحدُ ُك ْم‬

ُ‫ َلَ َم ْك َرهَ لَه‬،‫ فِإ ِ ِنِّهُ َي ْف َع ُل َما يَشَا ُء‬،‫ َوال َي ْع ِز ْم فِى ْال َم ْسأَلَ ِة‬. ‫ت‬
َ ْ‫ار ُز ْقنَي ِإ ْن ِشئ‬
ْ
“Janganlah salah seorang dari kamu mengatakan: “ Ya Allah, ampunilah aku jika engkau
mau, Ya Allah, berilah aku rezeki jika engkau mau. ‘Hendaklah ia bersungguh-sungguh
ketika meminta karena Allah kuasa untuk melakukan apa yang dia kehendaki, tidak ada yang
dapat memaksakan sesuatu kepada Allah SWT.”[12]
Sudah Selayaknyalah kita seorang hamba hamba bersungguh-sungguh dalam berdoa.
Doa adalah ibadah , maka itu harus dilakukan degan sungguh-sungguh dan benar. Adapun
cara seperti ini lebih dekat kepada pengabulan doa.

9. Menghadirkan Hati dalam Berdoa


Seseorang hendaklah menghadirkan hati dan memusatkan pikirannya di dalam
berdoa, dan janganlah dia berdoa dengan perantara lisannya saja, sementara hatinya hatinya
entah kemana. Sebab doa itu tidak akan dikabulkan dengan cara seperti itu.
Rasulullah SAW bersabda,

ِ ‫ْب دُ َعا ًء ِم ْن قَ ْل‬


‫ب‬ ُ ‫ َوا ْعلَ ُم ْوا أ َ َّن هللاَ َلَ يَ ْست َ ِجي‬،‫ت ُم ْوقِنَ بِا ْ ِإل َجابَ ِة‬ ُ ‫أ ُ ْد‬
َ ‫ع ْو هللاَ َوأ َ ْن‬

. ‫غَا ِفل َلَه‬


“Berdoalah kamu kepada Allah sedang kamu yakin akan terkabul (doamu tersebut), dan
ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya lalai dan tidak serius.”
Wajib bagi seorang hamba apabila berdoa dan momohon kepada apa yang
diingginkan terhadap Allah SWT untuk menghadirkan hati dan memusatkan pikirannya.
Selalin itu mentadabburi apa yang diucapkannya. Hendaklah juga doa itu keluar dari hatinya
sebelum keluar dari lisannya.
10. Yakin Doanya dikabulkan
Seorang hamba hendaklah yakin doanya akan dikabulkan karena Allah SWT telah
menjanjikan hal tersebut dalam firmannya yakni,

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku,. . .” ( QS. Al-Baqarah: 186 )
Wajib bagi seorang hamba membenarkan apa yang telah dijanjikan Allah SWT,
karena Dia tidak akan mengingkari janjiNya, dan wajib kita ketahui juga sebagai seorang
Mukmin bahwasanya tidaklah kita mendapatkan dari doa kita melainkan satu hal yakni
sebuah kebaikan.

11. Tidak Berlebihan atau Melampaui Batas dalam Berdoa


Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Allah SWT berfirman,

Artinya: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” ( QS. Al-A’raf:
55 )
Bentuk berlebih-lebihan seseorang dalam berdoa adalah berdoa dengan menyebut
perkara-perkara yang tidak mungkin terjadi atau memaksakan sesuatu kepada Allah.[13]
12. Menampakkan Kebutuhan dan Ketergantungan kepada Allah SWT
Seorang hamba haruslah menunjukan sikap bahwa dia membutuhkan Allah tempat dia
bergantung dan memohon pertolongan karena tidak ada daya dan upaya kecuali dengan
dengan bantuan Allah SWT. Serta tidak ada kuasa baginya untuk mendatangkan manfaat dan
menolak daripada bahaya yang dating kepadanya kecuali dengan bantuan Allah SWT semata.
Apabila Allah SWT menyerahkan segala urusan keapada dirinya, niscaya ia akan
sesat dan lagi menyesatkan sebab dia tidak berkuasa atas sesuatu apapun, baik dalam urusan
dunia yang terlihat sepele da maupun urusan-urusan akhiratnya.[14]
13. Berdoa dengan kata-kata singkat dan Padat serta Doa-doa yang Ma’tsur
Berdoa dengan doa yang Ma’tsur maksudnya adalah berdoa dengan doa-doa yang
berasal dari Nabi SAW, yaitu doa-doa yang di dalamnya terkumpul kebaikan dunia dan
akhirat. Karena nabi menyukai kata-kat yang singkat dan padat di dalam berdoa, serta
meninggalkan doa-doa selain itu.[15]
14. Memperbanyak Ucapan “Ya Dzal Jalaali wal Ikram (Pemilik keagungan dan
Kemuliaan).”
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫ظ ْوا ِب َياذَا ْال َجالَ ِل َو‬


‫اإل ْك َر ِام‬ ُّ ‫أ َ ِل‬
“Ulang-ulangilah ucapan: “Ya Dzal Jalaali wal Ikram.”[16]
Ulang-ulangilah selalu maksudnya mengucapkan dan memperbanyaknya dalam doa-
doa kalian. Sebab, ucapan itu merupakan kata-kata pujian yang sangat tinggi dansangat agung
kepada Allah SWT. Oleh karena itu, memperbanyaknya akan membantu kita dalam
pengabulan doa dari Allah SWT.[17]
15. Berdoa dangan Menyebut Nama Allah yang Mahaagung
Berdoa dengan menyebut nama Allah juga merupakan salah satu sebab terkabulnya
doa. Rasulullah SAW pernah mendengar seorang laki-laki berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya
aku meminta kepada-Mu,bahwasanya engkau adalah Allah yag Maha Esa, tempat bergantung
segala sesuatu, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak seorang pun yang setara
dengan-Nya.[18]
Rasulullah SAW berdabda,

َ ‫ي بِ ِه أ َ َج‬
‫ب‬ َ ‫س ِئ َل بِ ِه أ َ ْع‬
َ ‫ َو ِإذَا دُ ِع‬،‫طى‬ ْ ‫ الَّذ‬،‫ظ ِام‬
ُ ‫ِي إِذَا‬ َ ‫سأ َ َل هللاَ ِبا ْس ِم ِه األ َ ْع‬
َ ‫لَقَ ْد‬
“Sungguh, ia telah meminta kepada Allah dengan menyebut nama-Nya yang sangat agung,
yang jika ia meminta dengannya, pasti Allah akan member dan jika dia bedoa dengannya,
pasti Allah akan mengabulakn-Nya.”[19]
16. Meminta Kepada Allah SAW untuk Urusan Dunia dan Akhiratnya
Janganlah sekali-kali dia merasa keberatan meminta kepada Rabbnya dalam urusan
dunianya meskipun dalam urusan yang sepele. Sebab, permintaan itu bukti ketergantunggan
dan kebutuhan kita kepada Allah SAW dalam semua urusan.
Rasulullah SAW bersabda,

َ ‫ِإنَّهُ َم ْن لَ ْم يَ ْسأ َ ْلهُ َي ْغ‬


‫ضبْ َعلَ ْي ِه‬
“Sesungguhnya barang siapa yang tidak meminta kepada Allah, Niscaya Dia akan marah
kepadanya.”[20]
17. Mencari Waktu-waktu yang Mustajab dan Tempat-tempat yang Utama
Ada beberapa waktu dan temapat utama yang telah disebutkan di dalam nash-nashnya
bahwasanya barang siapa yang berdoa pada waktu itu maka akan mustajab. Di antara waktu
dan tempat tersebut adalah antara adzan dan iqamah, sehabis shalat, di sore hari, ketika
berpuasa, sesaaat pada hari jum’at atau sesaat terkhir hari jum’at, hari-hari di bulan
Ramadhan, sepuluh hari pertama di bula Dzulhijjah, hari Arafah, ketika mengerjakan haji, di
sisi Ka’bah dan lain-lainya seperti yang disebutkan di dalam atsar.
18. Tidak Terburu-buru dalam Meminta Pengabulan Doa
Terburu-buru meminta pengabulan doa dilarang, bahkan hal itu dapat
menghalngi terkabulnya doa seseorang.
Sikap terburu-buru dapat digolongkan dalam bentuk pendustaan terhadap janji Allah
SWT karena Dia telah menjanjikan kepada pengabulan sebuah doa.[21]
Rasulullah SAW bersabda,

‫ قَ ْد دَ َع ْوتُ فَلَ ْم يُ ْست َ َجبْ ِل ْي‬: ‫ َيقُ ْو ُل‬،‫اب ِأل َ َح ِد ُك ْم َما لَ ْم َي ْج َع ْل‬
َ ‫يُ ْست َ َج‬
“Senantiasa akan dikabulkan doa salah seorang di antara kamu selama dia tidak terburu-
buru, yakni ia berkata: Aku sudah berdoa, namun tidak dikabulkan bagiku.”[22]
Dengan demikian, jelas lah bagi kita seorang hamba apabila tidak terwujud apa yang
kita ingginkan selalu sabar dan tidak berburuk sangka kepada-Nya, bisa jadi Allah
memberikan apa yang kita minta namun kita tidak menyadarinya karena kurangnya rasa
bersyukur yang kita miliki.
19. Memperbanyak Doa di Saat-saat Lapang
Hendaknya seorang hamba memperbanyak doanya pada saat-saat lapang agar Allah
juga mengabulkan doanya di kala dalam keadaan sempit. Termasuk hikmah Allah di dalam
mentakdirkan suatu musibah terhadap hambanya agar hambanya tersebut dapat mengambil
pelajaran yang ada di dalamnya. Karena Allah suka mendengar rintihan hamba-hamba-Nya
kepada-Nya. Demikian pula Allah suka melihat hambanya kembali kepada-Nya pada saat-
saat sempit dan mencekam.
Sebagaimana Allah SAW berfirman,
. . .

Artinya: “. . .Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan


kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan dir . (
QS. Al-An ‘am: 42 )
Maka dari itu apabila seorang hamba memohon dalam keadaan merendahkan dirinya
keapada Allah pada saat-saat lapang, niscaya permintaan-permintaannya akan segera
terkabulkan.
20. Menghindari Berdoa dengan Meminta Perkara-Perkara yang Mustahil
Sebagai seorang hamba sebaiknyalah kita menghindari dari hal di dalam berdoa yakni
hal dalam permintaan perkara-perkara yang mustahil. Seperti berdoa agar dapat melihat
Malaikat dala keadaan terjaga atau bahkan berdoa agar di jadikan seorang Nabi, atau
meminta kepada kekuatan yang bisa membuatnya mengangkat gunung. Semua permintaan
yang di atas tidak mungkin akan dikabulkan oleh Allah SWT. Dan hal ini juga termasuk dari
berlebihan dalam berdoa.
Dari adab-adab tersebut yang dudah di uraikan agar dapat menjadi perhatian kita
sewaktu kita berdoa. Karena barang siapa yang mengamalkannya ketika berdoa niscaya
doanya isya Allah di ijabahi oleh Allah SAW dan tidak tertolak. Wa Allahu A’lam bi Showab

BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah selesai membahas masalah adab-adab shalat dan berdoa ini penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwasanya, selain kita harus mengetahui bahwa shalat dan doa itu
wajib kita juga harus memperhatikan adab-adab dalam melakukannya supaya amalan yang
kta kerjakan menjadi lebih sempurna. Shalat adalah amalan yang paling utama dari amalan-
amalan yang lain dengan kata lain jika shalatnya sempurna maka kemungkinan besar amalan
yang lainnya juga ikut sempurna begitu juga sebaliknya jika shalat kita tidak sempurna maka
amalan yang lainnya juga tidak akan sempurna.
Setiap amalan yang kita kerjakan hendaknya juga diiringi oleh doa karena amalan yang kita
kerjakan belum tentu diterimah disisi Allah swt.
2. Kritik dan Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan baik dari segi penulisan maupun pembahasan. Seiringnya dengan
selesainya makalah ini penulis juga tak lupa mengharapkan bimbingan dari para dosen dalam
meningkatkan adab-adab kami yang bulum sesuai dengan syari’at atau bisa dikatakan belum
sempurna.
Setelah kita mengetahui mengetahui adab-adab ini hendaknya kitaa bisa membenari amalan-
amalan kita yang selama ini mungkin kurang sempurna atau bahkan masih jauh dari
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

al-Qathani, Sa’id bin Ali bin Wafh, Syuruth ad-Du’a wa Mawani’ al-Ijabah Fi Dhau’ al-
Kitab wa as- Sunnah, Terj. Jakarta : Darul Haq, 2012.
Kasimun (ed.), mukjizat kesembuhan dalam gerakan shalat, terj, jogjakarta: hikma pustaka,
2008.
Ritonga,Rahman dan Zainudin, Fiqih Ibadah, gaya media pratama, Ciputat: 1997.

Tim Pustaka Imam asy-Syafi’I (Ed.), “Adab Ad-Du’aa’”, Ensiklopedi Adab Islam, Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, Jilid I

[1] Rahman Ritonga, dan Zainudin, Fiqih Ibadah, gaya media pratama, Ciputat: 1997, hlm. 87
[2] Kasimun (ed.), mukjizat kesembuhan dalam gerakan shalat, terj, jogjakarta: hikma
pustaka, 2008, hlm. 27
[3] Sa’id bin Ali bin Wafh al-Qathani, Syuruth ad-Du’a wa Mawani’ al-Ijabah Fi Dhau’ al-
Kitab wa as-Sunnah, Terj. Jakarta : Darul Haq, 2012, hlm. 25.
[4] Tim Pustaka Imam asy-Syafi’I (Ed.), “Adab Ad-Du’aa’”, Ensiklopedi Adab Islam,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, Jilid I, hlm 366.
[5] HR. Ahmad, 2/362 Shahihul Jaami’
[6] HR. Abu Dawud no. 1486 Shahih Abi Dawud
[7] Tim Pustaka Imam asy-Syafi’I (Ed.), “Adab Ad-Du’aa’”, Ensiklopedi Adab Islam,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, Jilid I, hlm 368.
[8] Ibid.,
[9] HR. al-Bukhari (7510) dan Muslim (193)
[10] HR. Ad-Dailami dalam musnad firdaus 3/4791 dari Ali r.a
[11] Tim Pustaka Imam asy-Syafi’I (Ed.), “Adab Ad-Du’aa’”, Ensiklopedi Adab Islam,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, Jilid I, hlm 370
[12] HR. al-Bukhari 6339 dan muslim 2679 dari Abu Hurairah r.a
[13] Tim Pustaka Imam asy-Syafi’I (Ed.), “Adab Ad-Du’aa’”, Ensiklopedi Adab Islam,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, Jilid I, hlm 373
[14] Ibid., hlm 374
[15] Ibid., hlm 375
[16] HR. at-Tirmidzi 3525 Shahih at-Tirmidzi 2797
[17] Tim Pustaka Imam asy-Syafi’I (Ed.), “Adab Ad-Du’aa’”, Ensiklopedi Adab Islam,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, Jilid I, hlm 376.
[18] Ibid
[19] HR. Abu DAwud 1493, Ibnu Majah 3857 Shahih Abi DAwud 1324
[20] HR. at-Tirmidzi 3373 dan Ibnu Majah 3727 Shahi at-Tirmidzi 2686
[21] Tim Pustaka Imam asy-Syafi’I (Ed.), “Adab Ad-Du’aa’”, Ensiklopedi Adab Islam,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, Jilid I, hlm 378.
[22] HR. al-Bukhari 6340 dan Muslim 2735

Anda mungkin juga menyukai