LEARNING OUTCOME
1. Anatomi
Embriologi
Otak
Medula
Cerebrum Talamus Pons Cerebellum
Oblungata
Hipotalamus
Subtalamus
Epitalamus
Otak berukuran jauh lebih besar dibandingkan medulla spinalis. Otak hampir memenuhi
semua ruang yang tersedia di dalam cavum cranii sehingga struktur permukaan tertentu
membentuk crista. Otak berhubungan dengan medulla spinalis melalui foramen magnum dan
dibagi menjadi lima bagian utama yaitu secara berurutan:
A. Batang otak, terdiri dari:
1. Medulla oblongata
2. Pons
3. Mesencephalon
B. Cerebellum
C. Cerebrum (hemispherium cerebri)
Tapi ada juga yang membagi otak menjadi tiga bagian yaitu:
A. Otak depan (prosensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Telensefalon (ujung otak)
2. Diensefalon (jembatan otak)
B. Otak tengah (mesensefalon)
C. Otak belakang (rombensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Metensefalon (after brain)
2. Mielensefalon (otak sumsum)
A. Batang Otak
1. Medula Oblongata
Merupakan lanjutan dari medulla spinalis dengan panjang kira-kira 1 inchi, berbentuk
konus, dan terletak pada dua per tiga canalis dimulai pada ketinggian foramen magnum
serta berakhir pada ujung bawah pons. Anterior berhubungan dengan pars basilaris ossis
occipitalis. Permukaan lateralnya mempunyai pembengkakan oval (oliva) yang
berhubungan dengan substantia grisea dari nukleus olivarius inferior. Di depan oliva
antara oliva dan fissura mediana anterior terdapat crista longitudinal tempat lewatnya
fibrae corticospinale yang disebut pyramis.
Nervus cranialis yang keluar dari permukaan medulla dalam hubungannya
dengan oliva yaitu:
- N. Hypoglosus (N. XII) keluar secara linier antara oliva dan pyramis
- N. Glossopharingeus (N. IX), N. Vagus (N. X), N. Accesorius (N. XI)
keluar berurutan dari atas ke bawah pada sulcus di belakang tonjolan
oliva.
2. Pons
Pons terletak di antara medulla dan linea media di sebelah anterior cerebellum.
Beberapa serabutnya berjalan horizontal melintasi linea media, menghubungkan kedua
hemispherium cerebelli. Pada daerah dimana pons berhubungan dengan substantia
cerebellum disebut horizontal akan membentuk bundle yang berbatas jelas disebut
pedunculus cerebellaris medius, yang kelihatan pada penampang transversal sebagai tiga
lingkaran besar, berseberangan dengan nucleus nervi facialis, nucleus nervi cranialis
ketujuh dan nucleus salivatorius. Lingkaran yang kecil terletak pada sisi medial
pedunculus medius dan disebut pedunculus cerebellaris inferior dan superior yang juga
mengeluarkan serabut saraf yang menghubungkan batang otak.
3. Mesencephalon
Mesencephalon membentuk bagian atas batang otak, panjangnya sekitar 1 inchi dan
terperforasi oleh canalis centralis atau aquaductus. Di sebelah rostral berhubungan
dengan diencephalons dan di sebelah caudal berhubungan dengan pons varoli dan dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu:
o Tectum mesencephali
o Tegmen mesencephali
o Basis mesencephali (basis Pedunculi)
Beberapa nn. Cranialis yang keluar dari permuaan mesencephali adalah n. trochearis
atau nn. Cranialis keempat yang keluar dari aspek posterior mesencephalon tepat di
bawah corpora quadrigemina inferior. Satu-satunya nn. Cranialis ketiga yang keluar dari
mesencephalon pada fossa interpeduncularis tepat di atas pons. Nuclei mesencephali
adalah nuclei snsorik yang erat hubungannya dengan n. trigemini.
B. Cerebellum
Cerebellum adalah bagian otak yang mempunyai fungsi untuk:
1. Ikut dalam pengintegrasian fungsi motorik, terutama koordinasi gerakan-garakan dan
membentuk fungsi keseimbangan
2. Ikut dalam pengintegrasian sistem sensorik dan motorik dalam arti rangsangan dapat
diteruskan ke cerebellum yang kemudian diolah akhirnya keluar sebagai gerakan.
Cerebellum dapat dibagi menjadi:
- Stratum moleculare
- Lapisan sel-sel purkinya
- Lapisan sel-sel granular
Cerebellum dihubungkan dengan bagian otak lainnya melalui ketiga pedunculi cerebelli
yaitu:
3. Fisiologi
belajar
ingatan,
menilai,
berbahasa,
berbicara dan fungsi-fungsi yang lain.
1.1.1 Belajar dan ingatan
Belajar dan ingatan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Belajar merupakan akuisisi informasi yang menyebabkan perubahan perilaku
berdasar pengalaman. Area asosiasi atau pembelajaran terdapat di bagian-bagian
besar yaitu di lobus frontalis, didepan korteks pramotorik-parietalis-temporalis-
oksipitalis
a. Ingatan Eksplisit
Ingatan merupakan retensi dan penyimpanan dari informasi. Ingatan
dibagi atas ingatan eksplisit dan ingatan implisit. Ingatan eksplisit merupakan
ingatan yang bersifat deklaratif atau pengenalan dengan berkaitan dengan
kesadaran. Ingatan tersebut tergantung dari reseistensi bagian hipokampus dan
lobus temporalis. Ingatan eksplisit dibagi atas ingatan episodik dan semantik.
Ingatan episodik merupakan ingatan yang berupa kejadian sedangakan ingatan
semantik merupakan ingatan yang berupa kata-kata dan hukum. Ingatan eksplisit
dibagi atas ingatan jangka pendek dan jangka panjang. Ingatan jangka pendek
merupakan ingatan yang berlangsung selama beberapa detik atau jam sedangkan
ingatan jangka panjang merupakan ingatan yang berlangsung selama bertahun-
tahun sampai bertahun-tahun.
b. Ingatan Implisit
Ingatan implisit merupakan ingatan yang tidak melibatkan kesadaran dan
juga disebut sebagai non deklaratif atau reflektif. Retensinya tidak tergantung dari
hipokampus tapi tergantung keterampilan, kebiasaan dan refleks-refleks
terkondisi. Ingatan implisit dibagi atas pembelajaran asosiatif dan non asosiatif.
Pembelajaran non asosiatif terdiri habituasi dan sensitisasi. Sedangkan asosiatif
berupa pengkondisian klasik dan operant conditioning. Ingatan implisit yang
berlanjut akan menimbulkan suatu keterampilan dan kebiasaan.
Habitusi merupakan pembelajaran dengan stimulus yang terus-menerus.
Stimulus tersebut pada awalnya akan memberikan suatu reaksi, namun karena
semakin sering maka otak akan mengabaikannya. Sensitisasi merupakan
kebalikan dari habituasi, sensitisisasi rangsangan yang terus menerus akan
menimbulkan reaksi yang kuat.
c. Cara Pembuatan Ingatan
Ingatan dibentuk kekuatan dari kontak sinaps tertentu. Perubahan ini
biasanya diikuti dengan sintesis protein dan aktivasi gen tertentu. Setelah kontak
sinaps-sinaps tersebut, kemudian terjadi penurunan kandungan ion Ca ekstra
seluler dan peningakatan ion Ca intra seluler. Peningkatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kecepatan pelepasan neurotransmitter dari satu sinaps ke sinaps
lain.
d. Cara kerja pembentukan ingatan eksplisit
Ingatan jangka pendek
Ingatan jangka pendek dibentuk oleh kerja di bagian lobus frontalis dan
hipokampus. Ingatan jangka pendek berbentuk ingatan kerja yaitu merupakan
proses menahan informasi sehingga bisa dipakai sebagai salah satu bentuk
pengambilan keputusan yang akan dlakukakan. Contoh ingatan kerja adalah misal
pada saat kita mengingat suatu nomor telepon lalu menggunkan informasi tersebut
untuk menelepon. Pada contoh tersebut yang disebut ingatan kerja adalah ingatan
kita pada nomor telepon tersebut. Pemakaian ingatan ini didukung oleh disimpan
dalam suatu “central executive” yang didukung oleh sistem pengulangan yang
dibantu oleh sistem verbal dan sistem visuospasial yang terletak di korteks
prafrontalis.
Ingatan jangka panjang
Ingatan jangka panjang dibentuk dan disimpan di simpan di berbagai
bagian neokorteks. Ingatan-ingatan tersebut disimpan di bagian-bagian tertentu
otak dan dapat dipanggil sesuai kebutuhan.
2. Neuron Perifer:
merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak & kornu anterior medula
spinalis ke otot LMN (Lower Motor Neuron).
4. Otot
TRAUMA KEPALA
A. Hematom epidural
Definisi : Perdarahan yang terjadi ekstradural yang disebabkan karena pecahnya arteri
meningea media. Pecahnya arteri meningea media biasanya disebabkan karena fraktur linier os
temporal. Hematom epidural ini biasanya memburuk dengan cepat.
Gejala :
adanya fase interval yaitu waktu bebas gejala. Saat pertama terjadi trauma akan terjadi
penurunan kesadaran, namun akan kembali normal. Akan tetapi, 6-24 jam kemudian
kesadaran akan menurun dan koma
Gangguan nervus III karena herniasi tentorii berupa, ptosis, pupil midriasis dan anisokor
Hemiparesis
gangguan pernafasan karena ada penekanan pada batang otak
B. Hematom Subdural
Definisi :
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid.
Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining.
Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura
tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma
subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma
epidural.
Klasifikasi :
a. Perdarahan akut
Gejala timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. Terjadi pada cedera
kepala cukup berat. Biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan
dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Gambaran Ct-scan, didapatkan lesi
hiperdens.
b. Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari sesudah trauma. Pasien
mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan status neurologi yang bertahap
kemudian penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk.
Pasien menjadi sulit dibangunkan dan tidak berespon terhadap rangsang nyeri atau
verbalmeningkatnya tekanan intrakrania. Dapat terjadi sindrom herniasi dan menekan
batang otak. Pada gambaran skening tomografi didapatkan lesi isodens atau hipodens.
Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari
hemoglobin.
c. Perdarahan kronik
Terjadi setelah 21 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Gejalanya bisa muncul
dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma
yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan
subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan
darah. Hematoma lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan
sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi.
Didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma, pada yang lebih
baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea.
Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini
mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena
dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan
volume dari hematoma.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang
menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan membentuk
cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan
membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma
subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Gambaran skening
tomografinya didapatkan lesi hipodens.
Etiologi :
a. Trauma
Trauma kapitis
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak
terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk
Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila
ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak
anak.
b. Non trauma
Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdural
Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural yang
spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intracranial
Patofisiologi :
Subdural hematoma dapat disebabkan oleh suatu mekanisme cedera akselerasi-deselerasi
(akselerasi: kepala pada bidang sagital dari posterior ke anterior dan deselerasi: kepala dari
anterior ke posterior) akibat adanya perbedaan relative arah gerakan antara otak terhadap
fenomena yang didasari oleh keadaan otak dapatbergerak bebas dalam batas-batas tertentu di
dalam rongga tengkorak dan pada saat mulai gerakan (sesaat mulai akselerasi) otak tertinggal
di belakang gerakan tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat. Akibatnya otak akan
relative bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian terjadi cedera pada
permukaannya terutama pada vena-vena penggantung (bridging veins).
Adanya suatu massa yang berkembang membesar (hematom, abses, atau pembengkakan
otak) di semua lokasi kavitas intracranial menyebabkan pergeseran dan distorsi otak, yang
bersamaan dengan peningkatan TIK dan mengarah pada herniasi otak, keluar dari
kompartemen intracranial dimana massa tersebut berada. Makin lebar atau deviasi pergeseran
otak akan menimbulkan peningkatan TIK yang relative lebih tinggi terhadap distorsi otak
yang ditimbulkannya.
Manifestasi Klinis :
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan
trauma dan kecepatan pertambahan volume SDH. Gejalanya cenderung berubah-ubah,
diantaranya:
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang mencakup jalan nafas
(airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi (circulation) yang dilanjutkan
dengan resusitasi. Periksa nadi dan tekanan memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau syok harus segera
dilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan darah,
bradikardia dan bradipnea.
PENYAKIT NEUROVASKULAR
TIA (Transient Ischemic Attack)
Definisi :
- Menggambarkan terjadinya suatu deficit neurologic secara tiba-tiba dan deficit dari
pembuluh darah tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari 24 jam)
- Merupakan peringatan stroke dan kesempatan untuk mencegahnya
- Akibat gangguan aliran darah ke otak yang menimbulkan gejala stroke sementara
Epidemiologi :
- Per tahun : laki-laki 50-62 tahun 1,2/1000 penduduk
Wanita 50-62 tahun 1,3/1000 penduduk
- Banyak pada laki-laki, tetapi pada usia 80 yahun ke atas banyak pada perempuan
Etiologi :
1) Faktor emboli yang paling sering dimana emboli ini bisa pecah atau lolos sebagai hasil
usaha kompensasi pembuluh darah.
Emboli ini bisa terbentuk dari adanya atheroma Atheroma karena penumpukan lipid
yang terlalu banyak di tepi pembuluh darah merespon factor pembekuan darah
terbentuk bekuan darah apabila terlepas bisa berjalan jalan ke sistem peredaran darah
bahkan ke otak
2) Faktor hemodinamik
Penyebab lain :
-Penglihatan dobel
Diagnosis :
1) CT Scan/MRI : bila sudah mengonsumsi warfarin , tapi ada gejala TIA segera diagnosis
dengan ini untuk mengetahui apa ada atau tidak stroke hemoragik
2) Ultrasound scan : di a.carotis untuk tahu ada atau tidak atheroma
3) ECG : untuk tahu ada AF/tidak yang merupakan salah satu penyebab TIA
4) Pemeriksaan darah :
- Pastikan tidak ada DM, tidak ad kenaikan kolesterol
- Ada anemia kekurangan zat besi atau tidak
- Ada / tidak gangguan ginjal
5) Tekanan darah pasien hipertensi merupakan factor risiko TIA
Tatalaksana :
1) Medikamentosa :
- Antiplatelet : aspirin low dose (75mg) , bila pernah stroke lalu TIA bisa diberi
klopidogrel
- Warfarin
2) Kurangi factor risiko
- Stop merokok
- Tekanan darah normal
- Kurangi BB pada obesitas
- Kolesterol tinggi diturunkan
- Penambahan aktivitas
- Diet yang sehat
- Hindari alcohol
- Cegah DM
3) Operasi untuk indikasi tertentu
Infark cerebral
Infark Cerebral merupakan mayoritas etiologi yang dapat membawa pasien atau penderita
jatuh ke dalam kondisi stroke (stroke iskemik).
Stroke WHO : Gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik hilangnya fungsi fokal atau global SSP yang berkembang cepat dan
berlangsung lebih dari 24 jam yang dapat berujung kematian serta bukan karena trauma.
Faktor Risiko
Faktor risiko dibedakan menjadi factor risiko non-modifikasi yaitu usia, jenis kelamin, ras, factor
genetic dan factor risiko modifikasi meliputi hipertensi, DM, Dislipidemia dan kelainan jantung.
Etiologi
Penyebab infark cerebral yang mengarah ke stroke iskemik adalam adanya thrombus maupun
emboli yang nantinya akan mengganggu jalannya aliran darah (CBF). Sumbatan paling sering
terjadi di arteri karotis interna atau di bifukartio.
• Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah central akan mengalami iskemia
berat sampai infark dan di daerah marginal (dgn adanya sirkulasi kolateral) maka selnya
belum mati dan disebut sbg : Penumbra Iskemik, yang akan membaik dalam beberapa
jam baik secara spontan maupun dengan terapeutik.
• Apabila stroke ditangani dengan baik maka daerah penumbra dapat diselamatkan shg
infark tidak bertambah luas.
• ATEROSKLEROSIS mengakibatkan perubahan tunika intima pembuluh darah sehingga
dapat terjadi penyumbatan (Trombosis)
Gambaran Patologi pada Infark Otak
Pusat Iskhemik (Ischemic core) necrosis infark tidak bisa diselamatkan !!!
Daerah perbatasan (Ischemic Penumbra) daerah pucat, sel-sel tidak mati tetapi fungsi sel
lumpuh masih dapat diselamatkan !!!
Sekitar Penumbra daerah kemerahan dan edematoes pada vasodilatasi maksimal (Luxury
Perfussion).
Hematom intracerebral
Definisi
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri di dalam jaringan otak.
2. Hematom serbeller
Etiologi
- Trauma kepala
- Hipertensi
- Malformasi arteriovenosa
- Aneurisme
- Diskrasia darah
- Alkohol berlebih
Patogenesis
Pecahnya arteri akan menyebabkan darah menyebar ke jaringan sekitar dan akan menyebabkan
tekanan sehingga banyak saraf / pembuluh darah lain yang terhimpit akan mengalami gangguan /
tidak dapat mengalirkan suplai darah.
Daerah yang tidak mendapat suplai darah akan mengalami iskemik dan berlanjut ke infark yang
menyebabkan kematian sell otak sehingga terjadi defisit neurologis dan gangguan kerja tubuh.
Gejala
> Ataksia
Tata laksana
Konservatif jika jumlah pendarahan kurang dari 30ml dan tidak menyebar.
Tata cara : Observasi keadaan umum pasien (terutama tekanan darah dan kebutuhan nutrisi)
Operatif
Perdarahan subaracnoid
Definisi : Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid primer
dan perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah dimana tampak
kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri atau vena. Sedangkan
perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan intracerebral melalui parenkim otak ke
permukaan otak kemudian masuk ke dalam ventrikel.
Etiologi : PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50% pada bulan pertama setelah
perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
Diagnosis :
A. Gambaran Klinis
Gejala prodromal
Kesadaran sering terganggu
Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk
Fundus okuli : edema papil beberapa jam setelah pendarahan.
Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, Begitu pun muntah,
berkeringat, menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan hipotalamus.
B. Gambaran Radiologi
1. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam Ventrikel
atau dalam ruang subarachnoid.
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
Penatalaksanaan:
Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah. Pembedahan ini
sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau
stupor.
Ensefalopati hipertensi
Definisi
Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh kenaikan
tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. HE dapat terjadi
pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya
mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata
mencapai 200 atau 225 mmHg 4.
Etiologi
Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara lain penyakit
ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemiaakut, pheokromositoma,
sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophyline, phenylephrine. Ensefalopati
hipertensi lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama 4,5.
Patofisiologi
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi di otak
(respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah otak tetap konstan selama
perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120 mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-
tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan
kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah
terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat menyebabkan nekrosis
fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam pembuluh darah yang
mengakibatkan deposit fibrin dalam pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati) 1.
Manifestasi klinis
Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang dikaitkan dengan
ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan penglihatan, confusion, pingsan
sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam.
Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda
lateralisasi yang bersifat reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri
atau stroke. Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan
hemiparesis ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika
telah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan retina,
eksudat, papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal 7.
Penegakkan Diagnosis
- Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien dengan peningkatan
tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah hipertensi urgensi atau
hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mengetahui tanda dan gejala kerusakan target organ terutama di otak seperti adanya nyeri
kepala hebat, mual, muntah, penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat
hipertensi sebelumnya, penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya.
- Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil
edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular atau crackles pada paru.
Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui kerusakan fungsi ginjal (peningkatan
BUN dan kreatinin) 5.
- Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada bagian otak
dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat pada bagian posterior otak
namun dapat juga pada batang otak 7.
DEMENSIA VASKULAR
A. Definisi
Aliran darah yang tidak memadai dapat merusak dan membunuh sel dimana saja didalam
tubuh. Otak merupakan salah satu jaringan yang sangat rentan. Kemungkinan terbesar gangguan
kognitif vaskular/demensia vaskular disebabkan oleh perubahan vaskular.
B. Gejala
Gejala bisa sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan kerusakan pembuluh
darah dan bagian otak yang terkena. Gejala paling jelas ketika terjadi setelah stroke berat.
Perubahan-perubahan post-stroke yang tiba-tiba seperti:
Kebingungan
Disorientasi
Kesulitan bicara/memahami pembicaraan
Kehilangan penglihatan
Perubahan ini dapat terjadi bersamaan dengan gejala stroke fisik, seperti sakit kepala tiba-
tiba, kesulitan berjalan, mati rasa/kelumpuhan di salah satu sisi wajah atau tubuh.
C. Diagnosis
Karena dimensia cerebral mungkin sering tidak dikenali, unsur-unsur pemeriksaan
demensia vaskuler:
1. Riwayat medis menyeluruh, termasuk riwayat keluarga
2. Evaluasi kegiatan sehari-hari
3. Masukan dari anggota keluarga atau teman terpercaya
4. Pemeriksaan neurologis menilai fungsi saraf dan refleks, gerakan, koordinasi,
keseimbangan dan indera
5. Tes laboratorium termasuk tes darah dan pencitraan otak
Diagnosis juga dikonfirmasi oleh pengujian neurokognitif, melibatkan tes tulis dan tes
komputerisasi yang memberikan evaluasi rinci. Ketrampilan berpikir seperti penilaian,
perencanaan, pemecahan masalah, penalaran dan memori.
Pencitraan otak denga MRI menunjukkan adanya stroke yang terjadi baru-baru ini atau
perubahan pembuluh darah otak dan pola jaringan yang terkena didokumentasikan jadi satu
dalam pengujian neurokognitif.
D. Pengobatan
Hal terpenting adalah dengan mengontrol faktor resiko agar tidak memperparah kerusakan
pembuluh darah otak. Sering konsultasi pada dokter mengenai rencana perawatan terbaik untuk
gejala dan kondisi pasien.
PSIKOSIS
DELUSI
Definisi :
Gangguan mental dimana penderitanya tidak dapat membedakan kenyataan dan imajinasi. Jadi
pasien meyakini atau menganggap ada sesuatu yang tidak ada.
Etiologi :
Tatalaksana:
Farmakologi :
Antipsikotik konvensional (memblokir reseptor dopamin), contohnya; Loxapin, thorazine
Antipsikotik atipikal (menghalangi reseptor dopamin dan serotonin. Lebih efektik.),
contoh; risperdil, clorazile
SKIZOFRENIA
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya mengalami delusi,
halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Kondisi yang biasanya berlangsung lama ini
sering diartikan sebagai gangguan mental mengingat sulitnya penderita membedakan antara
kenyataan dengan pikiran sendiri.
Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) yang dipublikasikan pada
tahun 2014, jumlah penderita skizofrenia di Indonesia diperkirakan mencapai 400 ribu orang.
Di Indonesia, akses terhadap pengobatan dan pelayanan kesehatan jiwa masih belum memadai.
Akibatnya, sebagian besar penduduk di negara ini, terutama di pelosok-pelosok desa, kerap
memperlakukan pasien gangguan jiwa dengan tindakan yang tidak layak seperti pemasungan.
Penyebab skizofrenia
Sebenarnya para ahli belum mengetahui apa yang menjadi penyebab skizofrenia secara pasti.
Kondisi ini diduga berisiko terbentuk oleh kombinasi dari faktor psikologis, fisik, genetik, dan
lingkungan.
Jika Anda memiliki kerabat atau teman-teman yang menunjukkan gejala skizofrenia, segera
bawa ke dokter. Makin cepat penyakit ini terdeteksi, semakin baik. Peluang sembuh penderita
skizofrenia akan lebih besar jika diobati sedini mungkin.
Karena skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan mental, maka pemeriksaan harus
dilakukan oleh dokter spesialis kejiwaan atau psikiater. Penyakit skizofrenia akan terdeteksi pada
diri pasien jika:
Mengalami halusinasi, delusi, bicara meracau, dan terlihat datar secara emosi.
Mengalami penurunan secara signifikan dalam melakukan tugas sehari-hari, termasuk
penurunan dalam produktivitas kerja dan prestasi di sekolah akibat gejala-gejala di atas.
Gejala-gejala di atas bukan disebabkan oleh kondisi lain, seperti gangguan bipolar atau
efek samping penyalahgunaan obat-obatan.
Dalam mengobati skizofrenia, dokter biasanya akan mengombinasikan terapi perilaku kognitif
(CBT) dengan obat-obatan antipsikotik. Untuk memperbesar peluang sembuh, pengobatan juga
harus ditunjang oleh dukungan dan perhatian dari orang-orang terdekat.
Meskipun sudah sembuh, penderita skizofrenia tetap harus dimonitor. Biasanya dokter akan terus
meresepkan obat-obatan untuk mencegah gejala kambuh. Selain itu, penting bagi penderita untuk
mengenali tanda-tanda kemunculan episode akut dan bersedia membicarakan kondisinya pada
orang lain.
GANGGUAN MENTAL
1.) Hipotonia : otot kehilangan kemampuan untuk melawan jika otot dimanipulasi secara pasif.
Pasien akan berjalan sempoyongan yang disebabkan karena hilangnya pengaruhfasilitas
cerebellum terhadap
stretch reflex.
2.) Disequilibrium : kehilangan keseimbangan oleh karena tak ada koordinasi kontraksi
ototskelet.
PENYALAHGUNAAN OBAT
Drug abuse/ penyalahgunaan obat menurut WHO adalah penggunaan obat-obatan atau zat kimia
yang tidak ditujukan untuk pengobatan atau medikasi akan tetapi obat-obatan tersebut
dipergunakan untuk mendapat kesenangan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu Narkose
yang artinya pingsan. Psikotropika adalah obat yang dapat menyebabkan ketergantungan,
menurunkan aktivitas obat atau merangsang susunan saarf pusat yang dapat menimbulkan
kelainan tingkah laku disertai dengan timbulnya halusinasi, ilusi, gangguan cara berfikir.
Obat-obatan ini mempunyaii efek samping Euphoria, yaitu rasa senang, gembira, dan bahagia.
Efek inilah yang digunakan oleh para pecandu. Kecanduan itu sendiri menurut Sloan dapapt
didefinisikan sebagai penyalahgunaan narkoba yang berkelanjutan sehingga menimbulkan
ketergantungan baik secara physical ataupun psikologi. Ketika seorang memilih untuk memakai
narkoba apabila dia merasa tertekan, maka dia akan selalu melakukan hal serupa apabila dia
mendapatkan situasi yang serupa.
a. Opioid
Yang terkenal adalah opium, morfin, heroin, kodein, dan petidin, efek yang timbul:
miosis pupil, pernafasan dan denyut jantung menjadi pelan,suhu badan menurun, spasme
sfingter-sfingter otot poolos. Pada umumnya efek 1 dosis tunggal morfin mencapai puncak
kira-kira 20 menit sesudah disuntikkan intravena dan 1 jam sesudah suntikan subkutan serta
berlangsung terus selama 4-6 jam. Sesudahnya dapat timbul rasa kecewa.
Gejala lepas obat pada adiksi morfin ialah rinorea, sering menguap, gelisah yang dimulai
12-16 jam sesudah dosis terakhir. Kemudian timbul rasa nyeri dan terikan otot, sakit perut,
muntah-muntah, diare, hipeprtensi, insomnia, anorexia, agitasi, dan keringat berlebih.
Sindrom ini mencapai puncak pada hari ke 2-3 sesudah dosis morfin terakhir kemudian
gejala cepat berkurang dalam minggu berikutnya. Suatu keadaan stabil mungkin baru dicapai
sesudah 6 bulanatau lebih lama. sindrom ini dapat di hentikan dengan suntikan N-alinor-
morfin (“Naline”) suatu antagonis morfin.
Untuk diagnosis perlu dicari bekas-bekas suntikan, cacat yang kebru-biruan pada vema.
Dalam 2-4 jam setelah pemakaiannya, ipioid dalam urine dengan tes kimia atau
kromatofgrafis.
b. Non Opioid
Yang sering dipakai: barbiturat, bromida, peraldehid, tranguilaizer, obat tidur (hipnotika)
, ganja (marijuana), kokain, oabt halusinogenik atau psikodelik (LSD) dan amfetamin.
Perhaatian terhadapt pasien dengan gangguan jiwa telah diatur tersendiri dalan UU RI NO 18
tahun 2004 tentang kesehatan jiwa. Disebutkan dalam pasal 1 : upaya kesehatan jiwa yaitu setiap
kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga,
dan masyarrakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diselenggarakan secara meneluruh, terpadu, dan berkesinambunga oleh pemerintah, pemerintah
daera, dan atau masyarakat. Upaya ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan menjamin
pelayanan kesehatan jiwa bagi orang dengan gangguan jiwa berdasarkan hak asasi manusia.
Persetujua medis dapat diberikan oleh suami/istri, orangtua, atau saudara kandung, wali atau
pengampu.
Tenaga kesehatan berwenang melakukan tindakann medis atau pemberian obat sesuai standar
pelayanan kesehatan jiwa. Petugas kesehatan jiwa dalam melakukan tugasnya dilarang
melakukan kekerasan dan atau menyuruh orang lain untuk melakukan kekerasan yang tidak
sesuai standar pelayanan dan standara profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa. Apabila
melakukan pelanggaran maka akan diberikan peringatan lisan, peringatan tertulis dan atau
pencabutan izin praktek atau izin kerja. Orang dengan gangguan jiwa memiliki hak mendapatkan
perlindungan diri dari setiap bentuk penelantaran , kekerasan, eksploitasi, serta diskriminasi.
Untuk kepentingan hukum, seorang diduga gangguan jiwa yang melakukan tindak pidana harus
mendapatkan pemeriksaan kesehatan jiwa bertujuan untuk menentukan kemampuan seseorang
dalam mempertanggungjawabkan tindak pidana yang telah dilakukannya. Orang dengan
gangguan jiwa mendapatkan penghapusan pidana karena tidak mampu bertanggung jawwab.
Pasal 44 ayat 1 KUHP berrbunyi: “barangsiapa mengerjaka sesuatu perbuatan, yang tidak dapat
di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah
akal, tidak boleh dihukum”.