APDUS SALAM
JAKARTA
2010 M/1431 H
BAB I
PENDAHULUAN
Situ adalah suatu genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk
secara alami yang airnya berasal dari tanah dan air permukaan (air hujan dan air
limpasan). Situ merupakan danau yang berukuran kecil hingga sedang. Sebagai
siklus hidrologis yang potensial, situ berfungsi sebagai sumber air, irigasi, air
baku air minum, pengendali banjir dan kegiatan lainnya. Situ juga berfungsi
sebagai penampung air hujan, mata air maupun air sungai, budidaya perikanan,
serta ekowisata alam dan lain sebagainya, dengan fungsi ini sangat
2007).
Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari
beberapa macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida,
lagi dengan peruntukannya sebagai sumber air baku air minum, perikanan,
1
dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu
perairan. Adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup dan blooming karena zat
oksigen terbesar di dalam suatu perairan, dan pengikat awal energi matahari
berat, H’ = 1-3 maka kondisi perairan tercemar ringan, dan H’> 3 maka kondisi
perairan tidak tercemar. Situ Bungur digunakan sebagai sumber air minum
berbagai jenis binatang baik besar maupun kecil yang tinggal di sekitarnya, dan
pembuangan limbah dan sampah ke pinggir dan badan situ oleh penduduk
ini akan mempengaruhi biota yang ada di perairan tersebut di antaranya adalah
fitoplankton. Oleh karena itu, untuk mengetahui kualitas perairan tersebut perlu
indikatornya.
2
1.2. Rumusan Masalah
Situ Bungur?
1.3. Hipotesis
sebagai:
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Situ Bungur merupakan salah satu Situ yang berada di Provinsi Banten
Kabupaten Tangerang, dengan luas 32.500 m2. Situ ini berlokasi di Rw.01 Jalan
Menjangan 3 dan dikelilingi oleh 2 Rt yakni Rt.03 dan Rt.04. Menurut keterangan
pegawai Kelurahan Pondok Ranji (Pemda setempat) bahwa air buangan limbah
dari rumah tangga ke perairan Situ sebanyak 3 Rw yakni Rw.01, 03, dan 15 dan 4
Rt yakni Rt.03, 04, 01, dan 06 dengan jumlah penduduk masing-masing yaitu ±
250 jiwa (Rt.03), ± 200 jiwa (Rt.04), ± 200 jiwa (Rt.01), ± 200 jiwa (Rt.06). Situ
ini dikelola oleh Pemerintah Provinsi Banten pada peraturan Pemerintah No.6
Berikut foto Situ Bungur yang dapat dilihat dibawah ini (gambar 1).
4
2.2. Pencemaran Air
penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Fungsinya bagi
kehidupan tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua
jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekresi.
Perairan merupakan suatu potensi sumberdaya air utama yang sangat besar
dimiliki Indonesia. Tercatat 13,7 juta ha perairan darat yang kita miliki, meliputi
perairan danau, perairan waduk, perairan sungai, perairan lahan basah dan
adalah sebagai sumber air bersih, sumber produksi pangan dan pakan, sumber
kompleks sebagai habitat dari berbagai jenis makhluk hidup, mulai dari ukuran
mikro sampai makro. Perairan yang alami mempunyai sifat yang dinamis dan
aliran energi yang kontinu selama sistem didalamnya tidak mengalami gangguan
Hal ini menyebabkan sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis
telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung
5
lingkungan yang bersangkutan. Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung
2006).
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen
turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
sifat-sifat air dari keadaan normal bukan dari kemurniannya. Adanya benda-benda
asing yang dapat menyebabkan air tersebut tidak dapat digunakan secara normal.
Biasanya benda-benda asing tersebut telah melebihi batas yang telah ditetapkan
sehingga tidak dapat digunakan secara normal untuk keperluan (Fardiaz, 1992).
dapat menurunkan kualitas air tanah di sekitarnya melalui infiltrasi dan dispersi.
1. Perubahan pH air,
6
4. Mikroorganisme dalam perairan (Sastrawijaya, 1991).
hidrogen dan nilai keasaman ditunjukkan dengan nilai 1-7 (asam) dan 7-14 (basa).
kation dan anion maupun jenis dan tempat hidup organisme (Goldman dan Horne,
1983).
perairan. Sebagai salah satu parameter lingkungan perairan, pH tidak selalu stabil
karena dipengaruhi oleh keseimbangan antara CO2 dan HCO3- dalam perairan.
Reaksi CO2 di perairan menghasilkan ion hidrogen H+ dan ion karbonat HCO3-.
Konsentrasi ion H+ mempengaruhi pH, dengan semakin tinggi konsentrasi ion H+,
penting di dalam perairan dan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang
jatuh ke permukaan air. Suhu juga merupakan salah satu faktor penunjang
7
produktifitas fitoplankton, karena mempengaruhi laju fotosintesis dan kecepatan
pertumbuhan. Selain itu juga berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan konversi
bahan organik menjadi bahan anorganik. Suhu yang optimum bagi pertumbuhan
hangat, kebutuhan akan bahan makanan relatif lebih banyak dengan air yang lebih
dingin (Odum, 1993). Suhu di perairan juga menetukan kadar oksigen yang
terlarut di dalamnya. Semakin tinggi suhu di suatu perairan, maka semakin kecil
Perubahan bau, warna dan rasa pada air yang terkena pencemaran
dan rumah tangga yang terlarut di dalam perairan tersebut (Fardiaz, 1992). Selain
itu menurut Wardhana (1995), perubahan tersebut juga diakibatkan oleh kegiatan
Air yang normal tampak jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau. Air yang tidak jernih seringkali merupakan petunjuk awal terjadinya
polusi di suatu perairan. Rasa air seringkali dihubungkan dengan bau air. Bau air
air, dan hewan air, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati (Nugroho,
2006).
8
Menurut Kristanto (2004), warna air di alam ini sangat bervariasi, misalnya
air di rawa-rawa yang berwarna kuning, coklat atau kehijauan, juga air sungai
tercampur di dalamnya dan air limbah yang yang berwarna coklat kemerahan
bakteri. Dari sekalian banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan
manusia, ada beberapa jenis mikroba yang sangat tidak dikehendaki kehadirannya
karena mikroba tersebut merupakan patogen bagi perairan. Mikroba tersebut dapat
degradasi bahan buangan organik, misal dari kegiatan industri yang dibuang ke
jika buangan yang harus didegradasi cukup banyak, dan tidak menutup
(Achmad, 2004).
9
2.3. Fitoplankton
ditemukan di seluruh massa air pada zona eufotik, berukuran mikroskopis dan
memiliki klorofil sehingga mampu membentuk zat organik dari zat anorganik
melalui fotosintesis.
terlarut di perairan bagi organisme lain (Kamali, 2004). Menurut Sachlan (1982),
1. Cyanophyta (alga biru) yang berada di air tawar dan air laut,
3. Chrysophyta (alga kuning) yang berada di air tawar dan air laut,
dan
10
7. Rhodophyta (alga merah) yang yang hanya hidup sebagai rumput
laut.
menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar
makhluk air lainnya. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa beberapa jenis
fitoplankton yang potensial blooming adalah yang bersifat toksik, seperti dari
dan Dinophysis spp. Dari kelompok Diatom tercatat jenis Pseudonitszchia spp
lain karena adanya eutrofikasi adanya upwelling yang mengangkat massa air kaya
unsur-unsur hara, adanya hujan lebat dan masuknya air ke danau dalam jumlah
yang besar. Beberapa kejadian fatal yang disebabkan oleh fitoplankton beracun
11
dampak kerugiannya yang tinggi. Beberapa penyakit akut yang disebabkan oleh
komponen flora yang paling besar peranannya sebagai produsen primer di suatu
tolak ukur biologis yaitu mampu menunjukkan tingkat ketidakstabilan ekologi dan
akumulasi buangan yang dilakukan oleh manusia, baik buangan yang berguna
12
Keberadaan fitoplankton di suatu perairan juga dipengaruhi oleh faktor
fisika, kimia dan biologi perairan di daerah tersebut (Odum, 1993). Perkembangan
pada suatu daerah atau habitat tertentu yang saling berhubungan dan berinteraksi
atau mempunyai hubungan timbal balik dari zona tertentu (Odum, 1993), meliputi
mengenai jumlah individu dalam setiap spesies, sejumlah spesies dan total
biotik dan lingkungan fisiknya (Odum, 1993). Indeks kekayaan (richness index)
13
2.4. Hubungan Fitoplankton Dengan Pencemaran Air
Ada genera fitoplankton yang dikenal melimpah subur dalam daerah tercemar
Dalam suatu daftar ekstensif yang berisi 240 genera dan 725 spesies
menghitung cuplikan air untuk pencemaran organik tinggi atau rendah, 20 genus
fitoplankton paling sering dilaporkan dalam jumlah besar ialah dalam daerah
tercemar tinggi disusun dan ditunjuk sebagai suatu jumlah indeks pencemaran
14
. 1 10
16
2 6 11
17
7 18
12 19
3 8
4 13 20
9
5 14
21
15
tersebut cendrung memiliki produktifitas yang tang tinggi pula (Raymont, 1963
15
Tabel 1. Kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton:
Kesuburan Perairan Kelimpahan plankton
Perairan Oligotrofik <2000 ind/L
Perairan Mesotrofik 2000-15000 ind/L
Perairan Eutrofik >15.000 ind/L
(Basmi, 1987)
Fitoplankton
habitatnya, baik itu parameter fisika (yaitu: kecerahan, suhu, dan kedalaman),
1. Suhu (0C)
Suhu yang terlalu tinggi atau rendah pada air yang mengalami pencemaran
perhatian dan diketahui karena penting artinya dalam penentuan oksigen yang
terlarut. Hal ini terutama disebabkan karena kelarutan oksigen di dalam air
kadar jumlah oksigen terlarut dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia,
mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya, dan jika batas suhu yang
16
mematikan terlampaui, maka ikan dan hewan air mungkin akan mati (Kristanto,
2004).
flora maupun fauna. Semakin tinggi suhu, maka metabolisme akan meningkat.
2. Kecerahan (cm)
fotosintesis, semakin banyak cahaya yang diterima, maka reaksi semakin aktif.
permukaan air, kolom air, dan di dasar perairan antara pagi, siang dan sore hari.
Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat terlarut di dalam air, membatasi
1993). Kecerahan perairan dapat diukur dengan alat keping secchi atau secchi
kecerahan keping secchi <3 cm adalah tipe perairan yang subur (eutrofik), sedang
17
3. Derajat Keasaman (pH)
berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar
kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Air yang
mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan
buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air
perairan tersebut (Wardhana, 1995). Nilai pH air yang optimum bagi fitoplankton
perairan. Sebagai salah satu parameter lingkungan perairan, pH tidak selalu stabil,
karena dipengaruhi oleh keseimbangan antara CO2 dan HCO3 dalam perairan.
Reaksi CO2 di perairan menghasilkan ion hidrogen H+ dan ion karbonat HCO3-.
Konsentrasi ion H+ mempengaruhi pH, semakin tinggi konsentrasi ion H+, maka
18
mg/L dalam perairan sudah cukup untuk mendukung kehidupan biota akuatik,
perairan antara lain yaitu respirasi hewan dan tumbuhan air, proses penguraian
bahan organik, suhu air yang relatif tinggi, reduksi oleh gas-gas yang melalui
pembentukan gelembung-gelembung gas yang keluar dari air dan aliran air tanah
ke dalam danau (Saeni, 1989). Kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan kualitas air. Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat
kepada ketahanan organisme, derajat aktif, kehadiran bahan pencemar dan suhu
19
2.6. Kerangka Berfikir
Situ Bungur
Pemanfaatan Situ
Pencemaran air
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September
2009. Pengambilan sampel dilakukan sesaat atau pada hari yang sama di Situ
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya, plankton net nomor
25, mikroskop cahaya merk Olympus, ember plastik, Water Quality Checker merk
Horiba, kamera digital merk Kodak C813, Secchi disk, termometer air raksa merk
Boeco, Sedgwick Rafter, gelas ukur bervolume 10 ml, pipet tetes, counter merk
Joyko, pH universal merk Merck, kertas label, botol sampel ukuran 30 ml dan
21
1000 ml, alat tulis, lem solasi kecil, tissue, tabel data (worksheet), dan buku
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini di antaranya sampel air Situ
Untuk titik pengambilan sampel air Situ Bungur berjumlah lima (5) titik
yang diambil secara random sampling dan komposit dengan metode survey, yaitu
air masuk 1 (inlet 1), air masuk 2 (inlet 2), badan air (middlelet), pertambakan
ikan dan air keluar (outlet). Untuk titik inlet pada Situ Bungur ada 2, karena
memang pada air masuk disana terdapat 2 masukan air terbesar yang berasal dari
1. Titik 1 yaitu air masuk 1 (inlet 1) yang berasal dari limbah pemukiman
warga yang telah bercampur dengan air Situ Bungur. Pada titik 1 ini
22
3. Titik 3 berada pada bagian badan air atau tengah Situ yang terdalam
(KJA) yang memang dibuat atau dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk
memelihara ikan.
5. Dan titik 5 berada di daerah keluar air (outlet) yang berdekatan dengan
Outlet (titik 5)
Midlelet (titik 3)
23
3.3.2. Pengambilan Sampel
metode survey dan satu hari pengamatan dilakukan secara komposit pada 5 titik
sampel (APHA, 1995 dalam Fachrul, dkk (2008). Adapun prosedur pengambilan
perairan, lalu ditarik talinya sehingga didapatkan air sampel yang telah
dipekatkan.
d. Jika kedalaman air <0,5 m seperti di pinggiran dekat jalanan dan karena
dengan formalin 4 %.
24
3.3.3. Pengukuran Parameter Perairan (Fisika dan Kimia) Lingkungan
mengetahui keadaan atau kualitas air tersebut yang terjadi pada saat hari itu juga
(DO), derajat keasaman (pH). Pengukuran faktor fisika dan kimia tersebut secara
berikut:
fitoplankton di dalamnya.
c. Gelas ukur yang berisi sample air dituangkan kembali ke dalam Sedgwick-
cahaya dengan pembesaran 10x, 40x dan 100x dengan bantuan minyak
25
e. Pemotretan dilakukan dengan kamera digital di dalam mikroskop cahaya
agar gambar yang didapat lebih jelas diamati bahkan dapat diamati di
rumah.
fitoplankton.
1. Indeks Shannon-Wiener
Hubungan fitoplankton dengan pencemaran air dapat dilihat pada nilai indeks
1975).
Keterangan:
Nilai indeks Shannon-Wiener berdasarkan perhitungan indeks keanekaragaman.
26
2. Perhitungan Struktur Komunitas Fitoplankton
Ket:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = Kelimpahan relatif
ni = Jumlah individu semua jenis ke-i
N = Jumlah semua total jenis dalam komunitas
sebagai berikut:
E = H’/H max
Ket:
E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks keanekaragaman
H max = Keragaman maksimum
27
N = V/Vd x t/Vs x F
Ket:
N = Kelimpahan plankton (ind/ml)
V = Volume air sampel (ml)
Vd = Volume air sample yang disaring (ml)
t = Volume air dalam obyek gelas (ml)
Vs = Volume air pada Sedgwick-Rafter (1 ml)
F = Jumlah plankton yang tercacah (ind)
yaitu:
C = ∑ (ni/N)2
Ket:
C = Indeks dominasi Simpson
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu semua jenis dalam komunitas
Indeks dominasi Simpson, jika hasilnya >1 terdapat dominasi dalam suatu
(kemerataan) dan keanekaragaman. Tetapi apabila <1, maka tidak ada dominasi
pada suatu komunitas dan akan diikuti dengan tingginya indeks keseragaman
28
BAB IV
4.1.1. Kecerahan
Nilai kecerahan yang di dapat dalam penelitian ini berkisar antara 3-8 cm.
Pada titik sampling 2 merupakan nilai kecerahan tertinggi yaitu 8 cm, dan pada
titik sampling 1, 3,4 dan 5 nilai kecerahannya sama yaitu 3 cm (Gambar 5).
9
8 8
7
Kecerahan (cm)
6
5
4
3 3 3 3 3
2
1
0
1 2 3 4 5
Titik Sampling
nilai kecerahannya tertinggi di antara lainnya. Pada titik sampling ini terdapat
masuknya air limbah rumah tangga yang berlebih dan terjadinya dorongan air
tengah dan air keluar serta daerah tambak ikan. Oleh karena itu, nilai
29
Rendahnya nilai kecerahan pada titik-titik sampling tersebut kecuali titik
sampling 2, disebabkan karena banyaknya limbah dari rumah tangga yang masuk,
menyebabkan nilai kecerahan yang terjadi sangat rendah. Limbah rumah tangga
yang terdapat di Situ Bungur berupa sabun atau busa-busa deterjen, plastik,
rendah kadar oksigen yang ada. Biota perairan sangat membutuhkan oksigen yang
cukup agar dapat terus bertahan hidup. Jika kandungan oksigen dan nutrien
berlebih maka dapat terjadi eutrofikasi, dimana terjadi penumpukan zat hara yang
yang masuk, sehingga biota di dalam perairan dapat mati karena oksigen yang
kurang mencukupi. Maka dari itu akan terjadi pembusukan di dalam perairan
3-6 cm, jika >6 cm maka dapat dikatakan perairan tersebut kurang subur. Hal ini
30
menurunkan proses kualitas fotosintesis dan produktifitas primer fitoplankton,
Hasil pengukuran Secchi disk pada TSI (Trophic State Index), didapatkan
pada kisaran nilai TSI, nilai TSI yang lebih besar dari 50, artinya berhubungan
yang menentukan apakah nilai keadaan pemakan di suatu perairan itu tinggi atau
Nilai suhu pada perairan Situ Bungur berkisar antara 31-340C. Pada titik
sampling 2 dan 5 merupakan nilai suhu tertinggi yaitu 340C, dan pada titik
sampling 1 dan 4 merupakan nilai suhu terendah yaitu 310C (gambar 6).
34.5
34 34 34
33.5
33
Suhu (0C)
32.5
32 32
31.5
31 31 31
30.5
30
29.5
1 2 3 4 5
Titik Sampling
31
Pada titik sampling 3 yaitu 320C, hampir sedikit sama dengan titik
sampling 1 dan 4. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tersebut masih optimum
mempunyai suhu yang cukup tinggi yaitu 340C. Pada suhu ini cukup tinggi dan
hanya beberapa fitoplankton yang mampu bertahan pada suhu tersebut seperti
Mycrocystis, Euglena, dan lain sebagainya. Nilai suhu pada titik sampling 1 dan 4
merupakan suhu yang optimum. Menurut Effendi (2003), kisaran suhu optimum
untuk petumbuhan fitoplankton yaitu 20-300C. Oleh karena itu, suhu tersebut
sesuai untuk petumbuhan fitoplankton pada umumnya. Pada suatu perairan, kadar
suhu dipengaruhi oleh kadar oksigen, dimana jika semakin tinggi kadar oksigen
4.1.3. Kekeruhan
Nilai kekeruhan yang di dapat berkisar antara 0,188-0,207 FTU. Pada titik
sampling 2 merupakan kekeruhan tertinggi yaitu 0,207 FTU, dan pada titik
sampling 4 dan 5 merupakan kekeruhan terendah yaitu 0,188 FTU (gambar 7).
0.21
0.207
0.205
Kekeruhan (FTU)
0.2
0.198
0.195 0.196
0.188
0.19
0.188
0.185
0.18
0.175
1 2 3 4 5
Titik Sampling
32
Nilai kekeruhan terendah terjadi pada titik sampling 4 dan 5 yaitu 0,188
FTU. Hal ini menunjukkan bahwa pada titik sampling tersebut merupakan daerah
pertambakan ikan dan keluarnya air. Oleh karena itu, tidak terjadinya pergerakan
air yang berlebihan sehingga tidak terjadinya pengadukan massa air yang dapat
bahan tersuspensi lainnya. Pada titik sampling 2 nilai kekeruhannya paling tinggi
yaitu 0,207 FTU. Pada lokasi ini debit air yang masuk ke perairan lebih banyak,
sehingga terjadi adukan massa air yang menyebabkan kekeruhan yang berlebih.
Menurut Kristanto (2004), kekeruhan dapat terjadi karena adanya bahan yang
terapung dan terurainya zat tertentu, seperti lumpur tanah liat dan benda-benda
lain yang melayang atau mengapung dan sangat halus. Oleh karena itu, air yang
pelimpahan air pada satu sisi cekungan, air bah yang mempengaruhi pelimpahan
air, kontribusi bahan-bahan tiupan angin, aliran air dan kawanan plankton.
4.1.4. pH
Nilai pH pada perairan Situ Bungur yang di dapat berkisar antara 6,7-8,8.
Nilai pH tertinggi terjadi pada titik sampling 5 yaitu 8,8, dan nilai pH terendah
33
10
8.8
8 7.5 7.7
6.7
7.5
6
pH
0
1 2 3 4 5
Titik Sampling
pengamatan, air yang keluar dari titik sampling 5 ini sangat sedikit dan lebih
banyak sampah, sehingga terjadi penumpukan subtrat atau lumpur. Hal ini
memungkinkan tercemarnya air yang berasal dari penduduk di sekitar Situ. Pada
titik sampling 3 merupakan nilai pH terendah dari titik sampling lainnya yaitu 6,7.
Artinya nilai pH tersebut normal, begitupun dengan titik sampling lainnya yang
berkisar antara 7 hingga 8. Menurut Nugroho (2006), Lind (1979) dan Pescod
(1973), menyatakan bahwa pada umumnya air yang normal memiliki pH netral
sekitar 6 hingga 8. Air limbah atau air tercemar memiliki pH sangat rendah atau
Sebagai salah satu parameter lingkungan perairan, pH tidak selalu stabil, karena
34
4.1.5. DO
5,62 mg/L. Nilai DO tertinggi terjadi pada titik sampling 2 yaitu 5,62 mg/L, dan
nilai DO terendah terjadi pada titik sampling 5 yaitu 3,13 mg/L (gambar 9).
6 5.62
5
4.24
4
DO (mg/L)
3.8
3.24 3.13
3
0
1 2 3 4 5
Titik Sampling
Nilai DO tertinggi pada titik sampling 2 yaitu 5,62 mg/L, karena pada titik
sampling ini merupakan tempat masuknya air dari rumah penduduk sekitar Situ.
Pada titik sampling 1 merupakan tempat masuknya air yang lebih sedikit daripada
titik sampling 2, sehingga kandungan oksigen dalam air sedikit. Pada saat itu
memang masuknya air pada titk sampling 2 lebih banyak dibandingkan dengan
titik sampling 1, sehingga membuat masuknya oksigen ke dalam air lebih besar.
Akibatnya, deras laju air yang menarik udara dari luar ke dalam air menyebabkan
oksigen dalam air pada titik sampling 2 lebih banyak dibandingkan dengan titik
sampling lainnya.
35
Nilai DO terendah yang terjadi pada titik sampling 5, karena keluarnya air
sangat sedikit. Oleh sebab itu, pada titik sampling ini terjadi penumpukkan
banyaknya limbah orgaik dan anorganik seperti sampah plastik, kaleng, dan
lainnya. Hal ini menyebabkan sebagian oksigen terlarut digunakan bakteri aerob
karbondioksida dan air. Oleh karena itu, jika pencemaran ini terus berlangsung
kadar DO optimum untuk fitoplankton yaitu >6,5 mg/L. Dari hasil kandungan DO
yang di dapat menunjukkan bahwa kualitas air situ tersebut tercemar, karena
36
(Chlorophyta); Nitzschia, Navicula (Chrysophyta); Euglena, Tracelomonas
25.00%
%
%
.02
.92
20
19
20.00%
%
15.00%
.40
12
%
.20
10
0%
10.00%
5%
7.7
7.3
3%
0%
4.1
1%
2.8
5.00%
3%
7%
2%
3.1
3%
3%
2.1
2.2
2.1
7%
2%
2%
1.6
7%
4%
5%
7%
1%
6%
9%
0%
3%
0%
0.7
1%
4%
2%
0.6
0.0
0.0
0.0
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0.0
0.1
0.0
0.1
0.1
0.0
0.00%
m ium
om m
ras um
Co s tru m
Nit a
eu Chl m
ed a
om a
ho ri ell a
d ia m
ras l la
as
ni a
uci on
cro ria
ed nas
s
Na zi a
Te tru m
l en thri x
Tra Eug a
O o us
Ho ena
Ulo ia
de x
us
ge i s
O s c cus
An y sti s
ac s
ll
len
Ki r sm u
ul
Sc ope d
u
tru
tru
o
ti
ni e
er
ore
on
ato
m
r
i
cy s
Ha ap idi
Mo e sm
Te Vol v
c ys
c
ge
v ic
Str mar
Me rmid
ed
o
a
as
es
ni
o
ab
c ill
tra
ch
oc
hro
d
r
te t
uci
An
au
tra
cel
fni
no
Pe
Cr
ris
l or
en
My
Se
do
Cr
Art
Ch
Sc
Ps
Gambar 10. Keanekaragaman fitoplankton Situ Bungur Ciputat pada kelima titik.
karena ketiga genus tersebut sangat mudah beradaptasi pada lingkungan perairan
terutama perairan yang telah tercemar. Dari hasil pengamatan, fitoplankton yang
Bungur mengalami pencemaran berat pada saat penelitian ini dilakukan. Hal ini
37
dimungkinkan karena limbah anorganik yang masuk ke perairan Situ Bungur.
Situ. Air yang masuk ke Situ tidak seimbang dengan air yang keluar dari Situ
yang berada di perairan dengan adanya protective cyste. Oleh karena itu, genus-
genus tersebut mampu hidup pada perairan yang mengalami pencemaran (Jhon
dkk, 2002). Dari ketiga genus tersebut juga mempunyai flagel (berupa alat gerak)
(2000) ada beberapa fitoplankton yang dapat menjadi indikator perairan tercemar.
Pada suatu perairan, jika terdapat 1 atau 2 bahkan lebih dari 2 genus
tercemar. Hal ini dikarenakan, jika sewaktu-waktu terjadi blooming alga, maka
38
pada titik sampling 1 yaitu 0,151, dan nilai keanekaragaman tertinggi terjadi pada
0.158
0.156 0,154
Keanekaragaman (H')
0.154 0,152
0,151
0.152
0.15
0.148
0.146
1 2 3 4 5
Titik Sampling
dikarenakan pada titik sampling ini masukkan air sedikit. Oleh karena itu, pada
titik sampling ini mengandung nutrisi yang sedikit dan kecerahannya cendrung
lebih rendah. Hal ini disebabkan karena terdapat pepohonan yang cukup besar,
sehingga kecerahannya relatif rendah dan juga masuknya air dari penduduk
sekitar situ relatif sedikit. Pada titik sampling 5, terdapat pepohonan yang rindang
0,154 yang tidak jauh berbeda nilainya dari titik sampling 1 dan 5. Hal ini
tertinggi terdapat pada titik sampling 3 dan 4 yaitu 0,158. Pada titik sampling ini
39
berada di daerah yang terkena sinar matahari penuh tanpa adanya halangan dari
masuknya penetrasi cahaya matahari. Oleh karena itu, terdapat fitoplankton yang
1971) yang termasuk dalam kategori rendah. Hal ini terbukti dari hasil
Situ Bungur relatif rendah. Oleh sebab itu, keanekaragaman di perairan Situ
relatif tinggi atau tercemar berat. Menurut Nugroho (2006), jika keragamannya
keanekaragamannya relatif rendah dan didominasi oleh satu atau dua jenis
fitoplankton.
sampling 3 yaitu 0,026, dan nilai terendah terjadi pada titik sampling 2 dan 5 yaitu
40
0,026
0.026
0,025
0.025
Keseragaman (E)
0.024 0,023
0.023 0,022
0,022
0.022
0.021
0.02
1 2 3 4 5
Titik Sampling
semua titik sampling seragam dengan nilai yang relatif rendah. Rendahnya
yang tidak merata, sehingga terjadinya kecendrungan terhadap suatu genus yang
keseragaman (E) mendekati 0, maka keseragaman antar genus rendah. Hal ini
berbeda.
Kelimpahan yang di dapat pada perairan Situ Bungur berkisar antara 2930-
12220 Ind/L. Kelimpahan tertinggi terjadi pada titik sampling 2 yaitu 12220
41
Ind/L, dan kelimpahan terendah terjadi pada titik sampling 3 yaitu 2930 (gambar
13).
14000 12220
10886
Kelimpahan (Ind/L)
12000
10000
7173
8000 6216
6000
2930
4000
2000
0
1 2 3 4 5
Titik Sampling
sampling ini merupakan masuknya air. Oleh karena itu, air yang masuk sangat
melimpah atau banyak yang berasal dari penduduk sekitar Situ. Pada kelimpahan
terendah terdapat pada titik sampling 3 yaitu 2930 ind/L. Pada titik ini merupakan
daerah badan air atau perairan tengah yang kandungan nutrisi lebih sedikit dari
kandungan nutrisi yang ada. Pada titik sampling 4 yang merupakan daerah
pertambakan ikan, nilai kelimpahannya sedikit lebih tinggi dari titik sampling 3.
Hal ini dikarenakan, pada titik sampling 4 dekat dengan titik sampling 1. Pada
titik sampling 1 merupakan tempat masuknya air dari penduduk sekitar situ. Oleh
karena itu, tingginya kelimpahan pada titik sampling ini berasal dari unsur hara
42
yang masuk dari titik sampling 1, sehingga dapat mendukung kehidupan
salah satu jenis fitoplankton yang mendominasi. Pada perairan Situ Bungur yang
fitoplankton persatuan volume air per liter (ind/L). Lingkungan yang tidak
Nilai dominasi tertinggi terjadi pada titik sampling 2 yaitu 1,14, dan nilai terendah
43
1.14 1.1
1.2
0.97
0.92 0.95
1
Dominasi (C)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5
Titik Sampling
dikarenakan pada titik sampling 2 terdapat masuknya air ke perairan situ dan
sampah tersebut berasal dari penduduk sekitar situ. Pada titik sampling 5 yaitu 1,1
sampling ini. Nilai indeks dominasi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
menunjukkan bahwa terdapatnya salah satu jenis yang mendominasi jenis lain
pada perairan Situ Bungur ini yang disebabkan oleh komunitas dalam keadaan
labil. Menurut Nugroho (2006), menyatakan bahwa jika indeks dominasi (C)
mendekati nilai 1, maka ada salah satu jenis yang mendominasi jenis lain.
44
BAB V
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
yang terjadi dapat di tanggulangi dan tidak mengganggu biota lain yang ada
didalamnya.
45
DAFTAR PUSTAKA
Carlson, R. 1980. Light, Secchi disks, and trophic states. Journal. Limnology and
Oceanography. Vol. 25, No.2. Hal. 373-377.
Effendi, H., 2003. Telaah kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Pencemaran Air dan Udara. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Kanisius. Jakarta.
46
Goldman, C.R., & A.J Horne. 1983. Limnology. Mc Graw-Hill International Book
Company. New York.
Jhon, D.M., B.A. Whitton, & A.J. Brook. 2002. The Freshwater Algal Flora of
The British Isles. The United Kingdom at the University Press.
Cambridge.
Masson, C.F. 1981. Biology of Freswater Pollution. Longman. Inc. New York.
250 p.
Nemerow, N.L. 1991. Stream, Lake, Estuary and Ocean Pollution. Second
Edition. Van Nostrand Reinhold. New York. 472 p.
47
Nontji, A. 2006. Plankton. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia-Pusat Penelitian
Oseanografi. Jakarta.
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standards for
Tropical Countries. Asean Institut of Technology. Bangkok 54 pp.
Wilhm, J.P. 1975. Biological Indicators of Polution. Hal. 375 dalam B.A.,
Whitton(Ed). River Ecology. Blackwell Scientific Publication Oxford.
London.
48
Lampiran 1.
Situ
Bungur
49
Lampiran 2.
50
Lampiran 3.
a. Kecerahan (cm)
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 3 2 4 9 3
2 7 9 8 24 8
3 3 3 3 9 3
4 2 4 3 9 3
5 3 3 3 9 3
b. Suhu (0C)
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 30 32 31 93 31
2 33 35 34 102 34
3 32 32 32 96 32
4 31 31 31 93 31
5 34 34 34 102 34
c. Kekeruhan (FTU)
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 0,194 0,198 0,196 0,588 0,196
2 0,206 0,206 0,209 0,069 0,207
3 0,197 0,198 0,199 0,066 0,198
4 0,188 0,188 0,188 0.0627 0,188
5 0,188 0,187 0,189 0.0627 0,188
d. pH
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 7,4 7,5 7,6 22,5 7,5
2 7,7 7,6 7,8 23,1 7,7
3 6,6 6,8 6,7 20,1 6,7
4 7,5 7,5 7,5 22,5 7,5
5 8,7 8,8 8,9 26,4 8,8
51
Lampiran 4.
Titik 1
No Fitoplankton Ulangan Jumlah Rata2 %
S1 S2 S3
Cyanophyta
1 Chlorococcus 41 17 18 76 25,33 3,53 %
2 Oscillatoria 3 18 19 40 13,33 1,86 %
3 Mycrocystis 196 177 38 411 137 19,10 %
4 Anacystis 0 0%
5 Anabaena 0 0%
6 Hormidium 0 0%
7 Merismopedia 3 3 1 0,14 %
Chlorophyta
1 Schroederia 198 50 19 267 89 12,41 %
2 Ulothrix 2 2 0,67 0,09 %
3 Selenastrum 1 1 0,33 0,05 %
4 Chlorella 70 121 11 202 67,33 9,39 %
5 Pseudotetrastrum 3 5 8 2,66 0,37 %
6 Pediastrum 3 3 1 0,14 %
7 Cosmarium 14 22 44 80 26,67 3,72 %
8 Straurastrum 9 8 7 24 8 1,11 %
9 Tetraedron 24 14 10 48 16 2,23 %
10 Crucigenia 17 16 9 42 14 1,95 %
11 Volvox 3 14 11 28 9,33 1,30 %
12 Tetradesmus 0 0 0%
13 Kirchniriella 2 2 0,67 0,09 %
14 Arthodesmus 9 21 21 51 17 2,37 %
15 Monorapidium 84 312 26 422 140,67 19,59 %
16 Hafniomonas 0 0 0%
17 Scenedesmus 89 43 15 147 49 6,83 %
18 Oocystis 71 35 22 128 42,67 5,95 %
19 Crucigeniella 1 4 5 1,67 0,23 %
Chrysophyta
1 Nitczia 2 2 0,67 0,09 %
2 Navicula 6 5 11 3,67 0,51 %
Euglenophyta
1 Euglena 15 5 124 144 48 6,69 %
2 Tracelomonas 5 5 1,67 0,23 %
Jumlah 850 888 414 2152 717,33 100 %
52
Lampiran 5.
Titik 2
No Fitoplankton Ulangan Jumlah Rata2 %
S1 S2 S3
Cyanophyta
1 Chlorococcus 15 22 37 12,33 1,01 %
2 Oscillatoria 10 5 8 23 7,67 0,63 %
3 Mycrocystis 90 260 296 646 215,33 17,62 %
4 Anacystis 0 0 0%
5 Anabaena 33 33 11 0,90 %
6 Hormidium 1 1 0,33 0,03 %
7 Merismopedia 1 2 3 1 0,08 %
Chlorophyta
1 Schroederia 132 126 25 283 94,33 7,72 %
2 Ulothrix 1 1 0,33 0,03 %
3 Selenastrum 3 2 5 1,67 0,14 %
4 Chlorella 9 54 19 82 27,33 2,24 %
5 Pseudotetrastrum 6 20 26 8,67 0,71 %
6 Pediastrum 0 0 0%
7 Cosmarium 75 58 43 176 58,67 4,80 %
8 Straurastrum 2 4 2 8 2,67 0,22 %
9 Tetraedron 15 30 8 53 17,66 1,45 %
10 Crucigenia 30 18 48 16 1,31 %
11 Volvox 41 46 10 97 32,33 2,64 %
12 Tetradesmus 0 0 0%
13 Kirchniriella 1 1 0,33 0,03 %
14 Arthodesmus 26 10 36 12 0,98 %
15 Monorapidium 155 138 46 339 113 9,3 %
16 Hafniomonas 0 0 0%
17 Scenedesmus 79 32 6 117 39,01 3,18 %
18 Oocystis 125 175 57 357 119 9,74 %
19 Crucigeniella 4 4 16 24 8 0,65 %
Chrysophyta
1 Nitczia 0 0 0%
2 Navicula 1 1 0,33 0,03 %
Euglenophyta
1 Euglena 21 538 708 1267 422,33 34,56 %
2 Tracelomonas 2 2 0,67 0,05 %
Jumlah 831 1554 1281 3666 1222 100 %
53
Lampiran 6.
Titik 3
No Fitoplankton Ulangan Jumlah Rata2 %
S1 S2 S3
Cyanophyta
1 Chlorococcus 9 21 22 52 17,33 4,04 %
2 Oscillatoria 9 3 12 4 0,93 %
3 Mycrocystis 70 120 145 335 111,67 26,05 %
4 Anacystis 20 5 25 8,33 1,94 %
5 Anabaena 0 0 0%
6 Hormidium 0 0 0%
7 Merismopedia 0 0 0%
Chlorophyta
1 Schroederia 45 30 75 25 5,8 %3
2 Ulothrix 1 1 0,33 0,08 %
3 Selenastrum 1 2 3 1 0,23 %
4 Chlorella 80 65 89 234 78 18,19 %
5 Pseudotetrastrum 6 3 8 17 5,67 1,32 %
6 Pediastrum 0 0 0%
7 Cosmarium 4 2 8 14 4,67 1,09 %
8 Straurastrum 4 2 3 9 3 0,70 %
9 Tetraedron 25 13 21 59 19,67 4,59 %
10 Crucigenia 16 4 12 32 10,67 2,49 %
11 Volvox 2 1 2 5 1,67 0,39 %
12 Tetradesmus 0 0 0%
13 Kirchniriella 0 0 0%
14 Arthodesmus 14 3 17 5,67 1,32 %
15 Monorapidium 131 121 40 292 97,34 22,69 %
16 Hafniomonas 2 2 0,67 0,15 %
17 Scenedesmus 13 18 12 43 14,33 3,196 %
18 Oocystis 15 12 19 46 15,33 3,57 %
19 Crucigeniella 2 3 5 1,67 0,39 %
Chrysophyta
1 Nitczia 0 0 0%
2 Navicula 0 0 0%
Euglenophyta
1 Euglena 5 1 2 8 2,67 0,62 %
2 Tracelomonas 0 0 0
Jumlah 405 452 429 1286 428,67 100 %
54
Lampiran 7.
Titik 4
No Fitoplankton Ulangan Jumlah Rata2 %
S1 S2 S3
Cyanophyta
1 Chlorococcus 8 13 45 66 22 3,54 %
2 Oscillatoria 14 3 17 5,67 0,91 %
3 Mycrocystis 140 62 47 249 83 13,35 %
4 Anacystis 7 7 2,33 0,37 %
5 Anabaena 0 0 0%
6 Hormidium 0 0 0%
7 Merismopedia 0 0 0%
Chlorophyta
1 Schroederia 113 63 120 296 98,67 15,8 %
2 Ulothrix 0 0 0%
3 Selenastrum 3 3 1 0,16 %
4 Chlorella 66 69 83 218 72,67 11,69 %
5 Pseudotetrastrum 8 2 5 15 5 0,80 %
6 Pediastrum 1 1 0,33 0,05 %
7 Cosmarium 6 1 1 8 2,67 0,43 %
8 Straurastrum 9 5 7 21 7 1,13 %
9 Tetraedron 9 9 21 39 13 2,09 %
10 Crucigenia 7 11 33 51 17 2,73 %
11 Volvox sp 4 10 14 4,67 0,75 %
12 Tetradesmus 7 7 2,33 0,37 %
13 Kirchniriella 0 0 0%
14 Arthodesmus 27 11 12 50 16,67 2,68 %
15 Monorapidium sp1 162 332 176 670 223,33 35,92 %
16 Hafniomonas 0 0 0%
17 Scenedesmus sp1 25 21 41 87 29,01 4,66 %
18 Oocystis 10 10 20 6,67 1,07 %
19 Crucigeniella 3 2 5 1,67 0,27 %
Chrysophyta
1 Nitczia 3 3 1 0,16 %
2 Navicula 0 0 0%
Euglenophyta
1 Euglena 5 7 5 17 5,67 0,91 %
2 Tracelomonas 1 1 0,33 0,05 %
Jumlah 634 632 599 1865 621,67 100 %
55
Lampiran 8.
Titik 5
No Fitoplankton Ulangan Jumlah Rata2 %
S1 S2 S3
Cyanophyta
1 Chlorococcus 26 58 28 112 37,33 3,43 %
2 Oscillatoria 12 7 11 30 10 0,92 %
3 Mycrocystis 180 406 210 796 265,33 24,37 %
4 Anacystis 12 12 4 0,37 %
5 Anabaena 1 1 0,33 0,03 %
6 Hormidium 1 1 0,33 0,03 %
7 Merismopedia 1 1 0,33 0,03 %
Chlorophyta
1 Schroederia 96 159 72 327 109 10,012 %
2 Ulothrix 0 0 0%
3 Selenastrum 1 4 5 1,67 0,15%
4 Chlorella 29 98 37 164 54,67 5,02 %
5 Pseudotetrastrum 12 12 24 8 0,73 %
6 Pediastrum 2 3 5 1,67 0,15 %
7 Cosmarium 9 85 8 102 34 3,12 %
8 Straurastrum 7 5 8 20 6,67 0,61 %
9 Tetraedron 19 27 14 60 20 1,84 %
10 Crucigenia 16 40 32 88 29,33 2,69 %
11 Volvox 40 54 40 134 44,67 4,10 %
12 Mycratinium 4 4 1,33 0,12 %
13 Kirchniriella 0 0 0%
14 Arthodesmus 33 13 46 15,33 1,41 %
15 Monorapidium 220 358 148 726 242 22,22 %
16 Hafniomonas 0 0 0%
17 Scenedesmus 34 43 36 113 37,66 3,44 %
18 Oocystis 101 159 130 390 130 11,94 %
19 Crucigeniella 7 5 4 16 5,33 0,48 %
Chrysophyta
1 Navicula 8 8 2,67 0,24 %
2 Nitczia 0 0 0%
Euglenophyta
1 Euglena 18 34 25 77 25,67 2,36 %
2 Tracelomonas 4 4 1,33 0,12 %
Jumlah 843 1592 831 3266 1088,67 100 %
56
Lampiran 9.
Titik
No Fitoplankton Jumlah Rata2 %
1 2 3 4 5
1 Chlorococcus 76 37 52 66 112 343 68.6 2.8 %
2 Oscillatoria 40 23 12 17 30 122 24.4 1%
3 Mycrocystis 411 646 335 249 796 2437 487.4 19.92 %
4 Anacystis 0 0 25 7 12 44 8.8 0.35 %
5 Anabaena 0 33 0 0 1 34 6.8 0.27 %
6 Hormidium 0 1 0 0 1 2 0.4 0.02 %
7 Merismopedia 3 3 0 0 1 7 1.4 0.06 %
8 Schroederia 267 283 75 296 327 1248 249.6 10.2 %
9 Ulothrix 2 1 1 0 0 4 0.8 0.03 %
10 Selenastrum 1 5 3 3 5 17 3.4 0.14 %
11 Chlorella 202 82 234 218 164 900 180 7.35 %
12 Pseudotetrastrum 8 26 17 15 24 90 18 0.73 %
13 Pediastrum 3 0 0 1 5 9 1.8 0.07 %
14 Cosmarium 80 176 14 8 102 380 76 3.11 %
15 Straurastrum 24 8 9 21 20 82 16.4 0.67 %
16 Tetraedron 48 53 59 39 60 259 51.8 2.12 %
17 Crucigenia 42 48 32 51 88 261 52.2 2.13 %
18 Volvox 28 97 5 14 134 278 55.6 2.27 %
19 Tetradesmus 0 0 0 7 4 11 2.2 0.09 %
20 Kirchniriella 2 1 0 0 0 3 0.6 0.02 %
21 Arthodesmus 51 36 17 50 46 200 40 1.63 %
22 Monorapidium 422 339 292 670 726 2449 489.8 20.02 %
23 Hafniomonas 0 0 2 0 0 2 0.4 0.02 %
24 Scenedesmus 147 117 43 87 113 507 101.4 4.13 %
25 Oocystis 128 357 46 20 390 941 188.2 7.7 %
26 Crucigeniella 5 24 5 5 16 55 11 0.44 %
27 Nitczia 2 0 0 3 8 13 2.6 0.11 %
28 Navicula 11 1 0 0 0 12 2.4 0.1 %
29 Euglena 144 1267 8 17 77 1513 302.6 12.4 %
30 Tracelomonas 5 2 0 1 4 12 2.4 0.1 %
Jumlah 2152 3666 1286 1865 3266 12235 2447 100 %
57
Lampiran 10.
A. Keanekaragaman (H’)
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 0,159 0,158 0,137 0,454 0,151
2 0,146 0,158 0,159 0,463 0,154
3 0,158 0,159 0,159 0,476 0,158
4 0,159 0,159 0,158 0,476 0,158
5 0,152 0,152 0,151 0,455 0,152
Jumlah 0,774 0,786 0,764 2,324
B. Keseragaman (E)
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 0,024 0,023 0,023 0,07 0,023
2 0,022 0,021 0,022 0,065 0,022
3 0,026 0,026 0,026 0,078 0,026
4 0,025 0,025 0,025 0,075 0,025
5 0,022 0,021 0,022 0,065 0,022
Jumlah 0,119 0,116 0,118 0,353
C. Kelimpahan (N)
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 8500 8880 4140 21520 7173
2 8310 15540 12810 36660 12220
3 4050 4520 4290 8792 2930
4 6340 6320 5990 18650 6216
5 8430 15920 8310 32660 10886
Jumlah 35630 47112 35540 118282
D. Dominasi (D)
Ulangan
Titik Jumlah Rata-rata
1 2 3
1 0,97 1 0,95 2,92 0.97
2 0,98 1,45 0,99 3,42 1.14
3 0,99 0,89 0,90 2,78 0.92
4 0,90 0,93 1,04 2,87 0.95
5 0,99 1,33 0,98 3,3 1.1
Jumlah 4,83 5,6 4,86 15,29
58
Lampiran 11.
Cyanophyta
Chlorophyta
Chrysophyta Euglenophyta
59
Lampiran 12.
Identifikasi Fitoplankton
1. Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Chroococcales
Genus : Chlorococcus
Spesies : Chlorococcus sp
2. Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Oscillatoriales
Genus : Oscillatoria
Spesies : Oscillatoria sp
3. Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Chroococcales
Genus : Mycrocystis
Spesies : Mycrocystis sp
4. Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Nostocales
Genus : Anacystis
Spesies : Anacystis sp
5. Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Nostocales
Genus : Anabaena
Spesies : Anabaena sp
6. Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Oscillatoriales
Genus : Hormidium
Spesies : Hormidium sp
7. Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Chroococcales
Genus : Merismopedia
Spesies : Merismopedia sp
60
Lampiran 13.
Identifikasi Fitoplankton
8. Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Chroococcales
Genus : Schroederia
Spesies : Schroederia sp
9. Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Chaetophorales
Genus : Ulothrix
Spesies : Ulothrix sp
61
Lampiran 14.
Identifikasi Fitoplankton
62
Lampiran 15.
Identifikasi Fitoplankton
63
Lampiran 16.
Identifikasi Fitoplankton
64
Lampiran 17.
Alat-Alat Penelitian
Gambar 28. Water Quality Checker (WQC) Gambar 29. Plankton Net
65
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan
skripsi ini dengan judul: ”Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat
Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
2. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud., selaku Ketua Prodi Biologi
memberikan bimbingan, arahan dan perhatian serta waktu dan tenaga dalam
ini.
semangat juga untuk menyelesaikan studi skripsi ini secara lebih baik.
4. Nani Radiastuti, M.Si, selaku penguji I yang telah banyak memberikan saran
dan masukannya.
i
5. Priyanti, M.Si., selaku penguji II yang juga telah banyak memberikan masukan
dan saran.
6. DR. Mirzan T. Razzak, APU., selaku Kepala PLT UIN Syarif Hidayatullah
8. Mbak Ida, Mbak Puji, Mbak Dian, dan K’Bahri atas bantuannya di lab.
Ekologi Biologi PLT dan memberikan banyak dukungan dan semangat selama
meneliti di lab.
9. Ke 2 orang tua ku yang sangat dan paling ku cinta, yang dari kecil hingga ku
berupa moril maupun materil dan doa yang tak henti-hentinya serta semua itu
tidak dapat ku balas dengan apapun. Q selalu bersyukur punya orang tua
10. Kakak-kakak ku Lili, Lela, dan Bayu serta adikku Tamara, yang telah banyak
selamanya.
11. Temen-temen angkatan 2006 yakni adeng, malik, ipin, deden, eko, bambang,
iqbal, ryan, muhe, gelenk, hera, iis, anggi, astri, pipit, nunung, lidy, nunu, rina,
ii
vie, nita, zian, dan ana. Semangat ya temen-temen Q semua dan sukses buat
12. Temen-temen satu proyek yang meneliti plankton yakni malik, ika dan wiwi,
dan yang selama ini saling bantu di lapangan. Thanks atas bantuannya.
13. B 6537 CJC, yang selalu menemaniku setiap saat baik susah maupun senang
dan menemaniku selama perjalanan mulai dari berangkat hingga pulang kuliah
dan adik-adik kelas Q dari angkatan 2007, 2008 dan 2009, sukses selalu buat
kalian semua.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak serta
temen-temen semua dengan berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa
tulisan ini masih belum sempurna, namun demikian penulis berharap semoga
Apdus Salam
iii
ANALISIS KUALITAS AIR SITU BUNGUR CIPUTAT
FITOPLANKTON
Skripsi
APDUS SALAM
106095003202
JAKARTA
2010 M/1431 H
iv
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat Berdasarkan Indeks
Keanekaragaman Fitoplankton” yang di tulis oleh Apdus Salam, NIM
106095003202 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqosah.
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 April 2010. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program
Studi Biologi.
Menyetujui,
Penguji 1 Penguji 2
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Mengetahui,
v
PERNYATAAN
Apdus Salam
106095003202
vi
Abstrak
Apdus Salam. Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat Berdasarkan Indeks
Keanekaragaman Fitoplankton. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.
vii
Abstract
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
ix
4. Oksigen Terlarut (DO) ............................................ 18
2.6. Kerangka Berfikir ............................................................. 20
x
5.2. Saran ...……………………………………………….. 45
LAMPIRAN ................................................................................................ 49
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Foto Situ Bungur ............................................................................. 4
Gambar 2. Jenis-jenis fitoplankton indikator pencemaran air ........................... 15
Gambar 3. Situ Bungur ...…………………………………………………….. 21
Gambar 4. Titik pengambilan sampling air ....................................................... 23
Gambar 5. Nilai Kecerahan pada perairan Situ Bungur .................................... 29
Gambar 6. Nilai Suhu pada perairan Situ Bungur ............................................. 31
Gambar 7. Nilai Kekeruhan pada perairan Situ Bungur .................................... 32
Gambar 8. Nilai pH pada perairan Situ Bungur ................................................ 34
Gambar 9. Nilai DO pada perairan Situ Bungur ............................................... 35
Gambar 10. Keanekaragaman fitoplankton di Situ Bungur pada kelima titik .. 37
Gambar 11. Nilai Keanekaragaman fitoplankton di Situ Bungur ..................... 38
Gambar 12. Nilai Keseragaman fitoplankton di Situ Bungur ........................... 40
Gambar 13. Nilai Kelimpahan fitoplankton di Situ Bungur ............................. 41
Gambar 14. Nilai Dominasi fitoplankton di Situ Bungur ................................. 43
Gambar 15. Peta lokasi ..................................................................................... 49
Gambar 16. Titik 1 (Inlet 1) .............................................................................. 50
Gambar 17. Titik 2 (Inlet 2) .............................................................................. 50
Gambar 18. Titik 3 (Midlelet) ........................................................................... 50
Gambar 19. Titik 4 (Pertambakan ikan) ........................................................... 50
Gambar 20. Titik 5 (Outlet) .............................................................................. 50
Gambar 21. Oscillatoria .................................................................................... 59
Gambar 22. Mycrocystis ................................................................................... 59
Gambar 23. Arthodesmus ................................................................................. 59
Gambar 24. Monoraphidium ............................................................................ 59
Gambar 25. Pediastrum .................................................................................... 59
Gambar 26. Navicula ........................................................................................ 59
Gambar 27. Euglena ......................................................................................... 59
xii
Gambar 28. Water Quality Checker (WQC) ................................................... 59
Gambar 29. Plankton Net ................................................................................ 59
Gambar 30. Secchi Disk .................................................................................. 59
Gambar 31. pH Indikator ................................................................................. 59
Gambar 32. Sedwigck Rafter .......................................................................... 59
Gambar 33. Mikroskop Cahaya ...................................................................... 59
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kesuburan perairan berdasarkan plankton ........................................ 16
Tabel 2. Kualitas air berdasarkan kandungan DO ........................................... 19
Tabel 3. Nilai indeks Shannon-Wiener dengan kondisi pencemaran .............. 27
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta lokasi Situ Bungur Ciputat ..................…………………… 49
Lampiran 2. Foto foto titik pengambilan sampling ...……………………….. 50
Lampiran 3. Hasil pengukuran parameter fisika kimia air Situ Bungur ...….. 51
Lampiran 4. Jenis dan jumlah fitoplankton pada titik 1 .................................. 52
Lampiran 5. Jenis dan jumlah fitoplankton pada titik 2 .................................. 53
Lampiran 6. Jenis dan jumlah fitoplankton pada titik 3 .................................. 54
Lampiran 7. Jenis dan jumlah fitoplankton pada titik 4 .................................. 55
Lampiran 8. Jenis dan jumlah fitoplankton pada titik 5 .................................. 56
Lampiran 9. Nilai rata-rata dan prosentase fitoplankton ...………………….. 57
Lampiran10. Hasil perhitungan indeks-indeks biologi ...…………………… 58
Lampiran11. Spesies fitoplankton yang ditemukan di Situ Bungur Ciputat
selama penelitian ...................................................................... 59
Lampiran 12. Identifikasi fitoplankton .......................................................... 60
Lampiran 13. Identifikasi fitoplankton .......................................................... 61
Lampiran 14. Identifikasi fitoplankton .......................................................... 62
Lampiran 15. Identifikasi fitoplankton .......................................................... 63
Lampiran 16. Identifikasi fitoplankton .......................................................... 64
Lampiran 17. Alat-alat penelitian ................................................................... 65
xv